Anda di halaman 1dari 41

1

2
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................3
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN, CETAKAN SAMPEL DAN
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN ................................................. 4
1.1. Tujuan Percobaan .......................................................................................4
1.2. Dasar Teori .................................................................................................4
1.3. Alat dan Bahan ...........................................................................................9
1.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................11

PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN .............................................13


2.1. Tujuan Percobaan .....................................................................................13
2.2. Dasar Teori ...............................................................................................13
2.3. Alat dan Bahan .........................................................................................17
2.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................18

PENGUJIAN THICKENING TIME SUSPENSI SEMEN .............................19


3.1. Tujuan Percobaan .................................................................................... 19
3.2. Dasar Teori ...............................................................................................19
3.3. Alat dan Bahan .........................................................................................21
3.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................23

PENGUJIAN INITIAL & FINAL SETTING TIME SUSPENSI SEMEN ....24


4.1. Tujuan Percobaan .....................................................................................24
4.2. Dasar Teori ...............................................................................................24
4.3. Alat dan Bahan .........................................................................................25
4.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................27

1
DAFTAR ISI
(LANJUTAN)

Halaman
PENGUJIAN FILTRATION LOSS ....................................................................28
5.1. Tujuan Percobaan .....................................................................................28
5.2. Dasar Teori ...............................................................................................28
5.3. Alat dan Bahan .........................................................................................29
5.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................29

PENGUJIAN FREE WATER ..............................................................................30


6.1. Tujuan Percobaan .....................................................................................30
6.2. Dasar Teori ...............................................................................................30
6.3. Alat dan Bahan .........................................................................................32
6.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................33

PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH DAN SHEAR BOND


STRENGTH SUSPENSI SEMEN .......................................................................35
7.1. Tujuan Percobaan .....................................................................................35
7.2. Dasar Teori ...............................................................................................35
7.3. Alat dan Bahan .........................................................................................37
7.4. Prosedur Percobaan ..................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................39

2
PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi sumur adalah


sejauh mana kualitas semen yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan studi
laboratorium sehingga kita akan mengetahui komposisi dan sifat fisik semen.
Diharapkan dengan kualitas semen yang baik, konstruksi sumur dapat bertahan .
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk:
 Melekatkan casing pada diding sumur.
 Melindungi casing dari masalah mekanis saat pengeboran (seperti getaran).
 Melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosif.
 Memisahkan zona yang satu dengan zona yang lainnya dibelakang casing.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi menjadi dua yaitu
primary cementing dan Secondary atau Remedial cementing (penyemenan kedua
atau penyemenan perbaikan). Primary Cementing adalah penyemenan yang
pertama kali dilakukan setelah casing diturunkan ke dalam sumur. Pada primary
cementing, penyemenan casing pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis
casing yang akan disemen. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan
ulang untuk menyempurnakan primary cementing untuk memperbaiki
penyemenan yang rusak. Setelah operasi khusus dilakukan, seperti Cement Bond
Logging (CBL) dan Variable Density Logging (VDL), kemudian didapatkan
kurang sempurnanya atau ada kerusakan pada primary cementing maka dilakukan
secondary cementing.
Secara garis besar percobaan laboratorium analisa semen pengeboran
dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
 Pembuatan suspensi semen dan cetakan semen.
 Uji rheologi suspensi semen.
 Uji sifat – sifat fisik suspensi semen.
 Uji sifat – sifat fisik batuan semen (fungsi waktu).

3
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN, CETAKAN SAMPEL DAN
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Membuat suspensi semen pengeboran dengan komposisi tertentu.
2. Membuat sampel dalam pengujian Compressive Strength dan Shear
Bond Strength.
3. Mengukur densitas suspensi semen.
4. Mengetahui efek penambahan zat additif terhadap densitas suspensi
semen.

1.2 TEORI DASAR


Pembuatan suspensi semen dimulai dengan persiapan peralatan dan
material semen, baik berupa semen portland, air dan additive.
Semen portland merupakan semen yang banyak digunakan dalam industri
perminyakan karena semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan
mengeras bila bertemu atau bercampur dengan air. Semen portland memiliki 4
komponen mineral utama, yaitu C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
C3S atau Tricalcium Silicate merupakan komponen terbanyak dari semen
portland, komponen ini memberikan strength yang terbesar pada awal
pengerasan. C2S atau Dicalcium Silicate, komponen ini sangat penting dalam
memberikan final strength semen. C3A atau Tricalcium Alluminate, walaupun
kadarnya kecil dari komponen silicate namun berpengaruh pada rheologi
suspensi semen dan membantu proses pengerasan awal pada semen. C4AF atau
Tetra Calcium Alluminaferite, komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada
strength semen.
API (American Petroleum Institute) telah melakukan klarifikasi semen
kedalam kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang
akan digunakan. Pengklarifikasian ini didasari atas kondisi sumur dan sifat-sifat
semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur tersebut

4
meliputi kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan kandungan yang terdapat
pada fluida formasi (seperti sulfat dan sebagainya). Klasifikasi semen yang
dilakukan API terdiri dari :
1. Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6000 ft.
Semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja.
2. Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan tersedia
dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi
(moderate dan high sulfate resistant).
3. Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan mempunyai
sifat high-early strength (proses pengerasan cepat). Semen ini tersedia dalam
jenis moderate dan high sulfate resistant.
4. Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai 12000 ft dan
untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini
tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
5. Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman 6000 ft sampai 14000 ft, dan
untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini
tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
6. Kelas F
Semen kelas F digunakan dari kedalaman 10000 ft sampai 16000 ft dan
untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini
tersedia juga dalam jenis high sulfate resistant.
7. Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakan
semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai untuk sumur
yang dalam dan range temperatur yang cukup besar. Semen ini tersedia dalam
jenis moderate dan high sulfate resistant.

5
8. Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakan
pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan retarder, semen ini
dapat digunakan pada range kedalaman dan temperatur yang besar. Semen ini
hanya tersedia dalam jenis moderate sulfat resistant.
Untuk mengkondisikan suspensi semen pada saat penyemenan pada
lubang bor, semen juga dapat diberi beberapa zat tambahan atau additive yang
memiliki fungsi bermacam-macam agar pekerjaan penyemenan dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sampai saat
ini lebih dari 100 additive telah dikenal, additive-additive tersebut
dikelompokkan dalam 8 kategori yaitu :
1. Accelerator
Yaitu additive yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi semen.
2. Retarder
Yaitu additive yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi semen.
3. Extender
Yaitu additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari suspensi
semen.
4. Weighting Agent
Yaitu additive yang dapat menambah densitas dari suspensi semen.
5. Dispersant
Yaitu additive yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen.
6. Fluid Loss Control Agent
Yaitu additive yang digunakan untuk mencegah hilangnya fasa liquid
suspensi semen kedalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan pada
suspensi semen.
7. Lost Circulation Control Agent
Yaitu additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam formasi
yang lemah atau bergua.
8. Specially Additives
Yaitu additive khusus yang digunakan untuk suatu tujuan tertentu.

6
Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah
berat bubuk semen, air pencampur dan additif terhadap jumlah volume bubuk
semen, air pencampur dan additif.
Dirumuskan sebagai berikut :

........................................................................................... (1-1)

Dimana :
ρ = Densitas suspensi semen
Ws = Berat bubuk semen
Wadd = Berat additif
Wair = Berat air
Vs = Volume bubuk semen
Vadd = Volume additif
Vair = Volume air

Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatis


suspensi semen didalam lubang sumur. Apabila formasi tidak sanggup menahan
tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga akan
terjadi lost circulation.
Ada dua jenis zat additif yang berhubungan dengan control density, yaitu
Extender dan Weighting Agent. Extender adalah additif yang digunakan dalam
suspensi semen untuk mengurangi densitas semen dan juga berfungsi untuk
menambah yield slurry. Extender yang berupa clay juga dapat berfungsi
mengurangi air bebas (free water) dalam suspensi semen, selain itu dapat juga
berupa gas yang dilarutkan dalam suspensi semen seperti nitrogen/udara yang
hasilnya memberikan compressive strength yang cukup.
Weighting Agents adalah additif yang digunakan untuk menambah densitas
suspensi semen, berupa material dengan densitas lebih berat dari densitas
suspensi semen yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

7
a. Distribusi ukuran partikel dari material additif harus cocok
(compatible) dengan ukuran partikel semen. Ukuran partikel additif
yang lebih besar dari partikel semen akan cenderung mengendap
sedangkan partikel berukuran lebih kecil memiliki kecendrungan
menambah viskositas suspensi semen.
b. Kadar air yang terkandung dalam material additif tidak banyak
(unhidrous).
c. Material additif harus sukar bereaksi (inert) dengan semen, baik pada
saat pencampuran dalam suspensi maupun saat proses hidrasi semen
dan juga compatible dengan additif lain yang mungkin dicampurkan
dalam semen.

Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi


primary cementing dan remedial cementing guna menghindari terjadinya
fracture pada formasi yang lemah. Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan
dengan menambahkan clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender atau
menambahkan bahan-bahan yang dapat memperbesar volume suspensi semen,
seperti pozzolan.
Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila tekanan
formasi cukup besar. Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir
ataupun material-material pemberat kedalam suspensi semen, seperti barite.
Pengukuran densitas dilaboratorium berdasarkan dari data berat dan
volume tiap komponen yang ada dalam suspensi semen, sedangkan dilapangan
menggunakan alat pressurized mud balance.

8
1.3 ALAT DAN BAHAN
1.3.1 Alat
1. Cement Blender
2. Timbangan digital
3. Plastik transparan
4. Alumunium foil
5. Gelas ukur
6. Cetakan sampel kubik dan silinder
7. Stopwatch
8. Mud balance

1.3.2 Bahan
1. Air
2. Semen portland
3. Grease
4. Additif

9
Gambar 1.1. Cement Blender

Gambar 1.2. Pressurized Mud Balance

10
1.4 PROSEDUR PERCOBAAN
1.4.1. Pembuatan Suspensi Semen Dan Cetakan Sample
1. Menimbang bubuk semen sebanyak 350 gram dengan
timbangan digital.
2. Mengukur air dengan WCR (Water Cement Ratio) yang
diinginkan. Nilai WCR tidak boleh melebihi kadar air
maksimum maupun kurang dari kadar air minimum.
3. Menimbang additive sebanyak yang ditentukan.
4. Mencampur bubuk semen dengan additive pada kondisi
kering.
5. Memasukkan air sebanyak ketentuan semen dan additive ke
dalam blender, kemudian menjalankan blender pada
kecepatan 4000 rpm dan memasukkan campuran semen dan
additive kedalamnya tidak lebih dari 15 detik, lanjutkan
pengadukan pada kecepatan tinggi 12000 rpm selama 35
detik.
6. Mengoleskan grease kedalam cetakan kubik sedangkan untuk
cetakan silinder casing tidak diolesi grease.
7. Menuangkan sampel suspensi semen dari mixer kedalam
cetakan yang telah tersedia untuk kemudian digunakan dalam
pengujian compressive strength dan shear bond strength.
8. Membungkus cetakan sampel dengan plastik transparan,
memberi label lalu merendamnya dalam water bath.

1.4.2. Pengukuran Densitas Suspensi Semen


1. Mengkalibrasi peralatan pressurized mud balance dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Membersihkan peralatan mud balance.
b) Mengisi cup dengan air hingga penuh lalu ditutup dan
membersihkan bagian luarnya.

11
c) Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan
semula.
d) Menempatkan rider pada posisi skala 8,33 ppg (densitas
air).
e) Meneliti nuvo glass, bila tidak seimbang
mengkalibrasikan screw sampai seimbang.
2. Memasukkan suspensi semen kedalam cup mud balance,
kemudian cup ditutup dan semen yang melekat pada dinding
bagian luar dibersihkan.
3. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, kemudian
atur rider hingga seimbang.
4. Membaca skala sebagai densitas suspensi semen pengukuran.
5. Membandingkan hasil pengukuran dengan perhitungan
densitas suspensi semen dengan menggunakan rumus :

Dimana :
ρ = Densitas suspensi semen
Ws = Berat bubuk semen
Wadd = Berat additif
Wair = Berat air
Vs = Volume bubuk semen
Vadd = Volume additif
Vair = Volume air

12
PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN

2.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan plastic viscosity dan yield point semen pemboran dengan
menggunakan Rheometer.
2. Memahami rheologi semen pemboran.
3. Mengetahui efek penambahan zat additif terhadap rheologi suspensi
semen.

2.2 TEORI DASAR


Pengujian rheologi suspensi semen dilakukan untuk menghitung hidrolika
operasi penyemenan. Penggunaan dari hubungan yang tepat pada perkiraan
kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat-sifat aliran suspensi semen sangat
tergantung dari besaran pengukuran parameter rheologi dilaboratorium. Berikut
ini adalah beberapa istilah yang selalu diperhatikan dalam penentuan rheologi
suatu fluida pemboran :
1. Plastic viscosity, seringkali digambarkan sebagai bagian dari resistensi untuk
mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.
2. Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik
menarik antar partikel dan berhubungan dengan besarnya tekanan minimal
yang harus diberikan kepada fluida agar fluida tersebut dapat bergerak. Gaya
tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel
yang didispersi dalam fasa fluida.
3. Gel Strength adalah pembentukan padatan karena gaya tarik menarik antara
partikel jika didiamkan dalam keadaan statis dan berhubungan dengan
kemampuan fluida dalam menahan berat (gaya) padatan dalam fluida tersebut
saat kondisi statis. Dengan bertambahnya waktu (yang terbatas) maka harga
gel strength akan bertambah. Gel strength juga disebut gaya tarik menarik
yang statis. Pada analisa semen pemboran, parameter ini biasanya diabaikan.

13
Alat yang digunakan untuk mengetahui sifat rheologi adalah Rheometer
yang dilengkapi dengan cup heater untuk menaikkan temperatur suspensi semen.
Suspensi semen yang akan dites ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengisi
ruang antar bob dan rotor sleeve. Pada saat rotor berputar, maka suspensi semen
akan menghasilkan torque pada bob sebanding dengan parameter Shear Stress dan
Shear rate suspensi semen.

Gambar 2.1. Model Rheologi (Schlumberger 2015)

2.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam
bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor, harus
diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm 2 dan
detik-1 agar diperoleh harga viscositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun
persamaan tersebut sebagai berikut :

 = 5,077 x C ................................................................................................. (2-1)

 = 1,704 x RPM ........................................................................................... (2-2)

14
dimana :
 = shear stress, dyne/cm2
 = shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor

2.2.2. Viskositas
Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang penting
untuk laminar flow. Viscositas plastik (plastic viscosity) seringkali digambarkan
sebagai bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi
mekanik. Viscositas nyata (a) untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan
hubungan :


a = x 100 .................................................................................................... (2-3)

300
a = /RPM ............................................................................................... (2-4)
C
dimana :

 = shear stress, dyne/cm2


 = shear stress, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor

Viskositas sangat berkait dengan temperature. Semakin tinggi temperatur


maka viskositas akan umumnya cenderung semakin kecil, bergantung dengan
jenis fluidanya. Sehingga pada percobaan ini perlu dicatat temperatur semen yang
dibuat.

15
2.2.3. Yield Point
Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan
pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Adapun korelasi untuk
menentukan plastic viscosity (p) dan yield point (Yp) dalam field unit digunakan
persamaan Bingham plastic berikut :
 600   300 
p = ..................................................................................... (2-5)
 600   300 
Dengan memasukkan persamaan (2-1) dan (2-2) ke persamaan (2-5) maka
didapat korelasi :

p = C600 – C300 .................................................................................................................................... (2-6)


Yp = C300 – p ........................................................................................... (2-7)
Dimana :
p : Plastic Viscosity, cp
Yp : Yield Point Bingham, lb/100 ft2
C600 : dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 : dial reading pada 300 RPM, derajat

Gambar 2.2. Korelasi antara Plastic Viscosity (PV) dan Yield Point (YP) pada
model Rheologi Bingham Plastic (Schlumberger 2015)

16
2.3 Alat dan Bahan
2.3.1 Alat
1. Timbangan
2. Cement Blender
3. Rheometer
4. Gelas ukur
5. Stopwatch

2.3.2 Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. Additif

Gambar 2.1. Rheometer

17
2.4 PROSEDUR PERCOBAAN
1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
(lihat modul 1)
2. Mengisi bejana dengan suspensi semen yang telah disiapkan sampai
batas yang telah ditentukan.
3. Meletakkan bejana pada tempatnya, mengatur skala kedudukan
sehingga rotor dan bob tercelup kedalam semen menurut batas yang
telah ditentukan.
4. Menggerakkan rotor dengan kecepatan rotor pada 600 rpm. Mencatat
hasil pembacaan 600 rpm.
5. Menurunkan kecepatan menjadi 300 rpm dan mencatat hasil
pembacaan 300 rpm.
6. Menghitung besarnya plastic viscosity dan yield point dengan
menggunakan persamaan :

Dimana :
= plastic viscosity, cp

YP = yield point, ⁄

C600 = dial reading pada 600 rpm


C300 = dial reading pada 300 rpm

18
PENGUJIAN THICKENING TIME SUSPENSI SEMEN

3.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan thickening time dari suatu suspensi semen dengan
menggunakan alat atmospheric consistometer.
2. Mengetahui efek penambahan additif terhadap thickening time suatu
suspensi semen.

3.2 TEORI DASAR


Thickening time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suspensi
semen untuk mencapai konsistensi sebesar 100 UC (Unit of Consistency).
Konsistensi sebesar 100 UC merupakan batasan bagi suspensi semen agar masih
dapat dipompa, sebab bila lebih dari itu semen akan berbentuk “corn” sehingga
sulit untuk dipompa dan bila dipaksakan maka akan merusak pompa semen.
Dalam penyemenan yang dimaksud konsistensi adalah viskositas, hanya dalam
pengukurannya ada sedikit perbedaan prinsip. Sehingga penggunaan konsistensi
dapat dipakai untuk membedakan viskositas pada operasi penyemenan dengan
operasi pemboran (lumpur pemboran).
Thickening time suspensi semen sangat penting untuk diketahui. Karena
waktu pemompaan yang akan dilakukan harus lebih kecil dari thickening time,
sebab bila lebih besar dari thickening time maka suspensi semen akan mengeras
telebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang telah
ditentukan. Dan apabila suspensi semen mengeras didalam casing, hal ini
merupakan kejadian yang sangat fatal dalam operasi penyemenan. Pengerasan
juga tergantung pada temperatur kedalaman sumur yang akan dilakukan
penyemenan.
Untuk sumur yang dalam dan kolom yang panjang diperlukan waktu
pemompaan yang lama, sehingga thickening time harus lebih lama. Untuk
memperpanjang atau memperlambat thickening time perlu ditambahkan retarder

19
kedalam suspensi semen seperti Calcium Lignosulfonat, Carboxymethyl
Hydroxyethyl Cellulose dan senyawa-senyawa asam organik.
Pada sumur-sumur yang dangkal diperlukan thickening time yang tidak
terlalu lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu jauh juga untuk
mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat thickening time dapat ditambahkan
accelerator kedalam suspensi semen. Yang termasuk kedalam accelerator adalah
Calcium Chlorida, Sodium Chlorida, gypsum, Sodium Silikat, air laut dan additif
yang tergolong dispersant.
Berikut ini adalah beberapa macam dari additif yang berpengaruh terhadap
thickening time :
a. Accelerator adalah additif yang dapat mempercepat proses thickening
time. Contoh additif, antara lain :
1. Calcium Chlorida, umumnya penambahan additif ini antara 2 – 4%
kedalam suspensi semen, pengaruhnya dapat mempercepat
thickening time dan menaikkan compressive strength.
2. Sodium Chlorida dan NaCl, dengan kadar sampai 10% BWOMW
berlaku sebagai accelerator.
3. Gypsum
4. Silika
5. Air Laut
b. Retarder adalah additif yang dapat memperlambat proses pengerasan
suspensi semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang
cukup untuk mencapai kedalaman yang diinginkan. Contoh additif
antara lain.
1. Lignosulfonat, efektif dicampurkan kedlam suspensi semen dengan
kadar 0,1 – 0,15% BWOC. Lignosulfonat tetap efektif sampai
temperatur 121 dan bila ditambahkan Sodium Barite maka akan
dapat bertahan sebagai retarder hingga temperatur 315 .
2. CMHEC (Carboxymethyl Hydroxymethyl Cellulose), merupakan
polisakarida yang terbentuk dari kayu dan tetap stabil hingga
temperatur 121 juga bila terdapat alkali pada suspensi semen.

20
Perencanaan besarnya thickening time tergantung pada kedalaman sumur
dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen. Dilaboratorium,
pengukuran thickening time menggunakan alat High Pressure High Temperature
(HPHT) disimulasikan pada kondisi temperatur sampai 220 , BHT 500 dan
tekanan sirkulasi 2500 psi. Thickening time suspensi semen dibaca apabila pada
alat tes telah menunjukan 100 UC untuk standar API, namun ada perusahaan lain
yang menggunakan angka 70 UC (seperti Hudbay) dengan pertimbangan faktor
keselamatan, kemudian diekstrapolasi ke 100 UC.
Perhitungan konsistensi suspensi semen dilaboratorium ini dilakukan
dengan mengisi sampel kedalam silinder, lalu diputar konstan pada 150 rpm
kemudian dibaca harga torsinya. Dan harga konsistensi suspensi semen dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

-
....................................................................................................... (3-1)

Dimana :
Bc = konsistensi, UC atau BC
T = torsi, g-cm

3.3 ALAT DAN BAHAN


3.3.1. Alat
1. Timbangan
2. Cement Mixer
3. Atmospheric consistometer
4. Gelas ukur
5. Stopwatch
6. Water bath

21
3.3.2. Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. Additif

Gambar 3.1. Atmospheric Consistometer beserta Bagiannya

Gambar 3.2. Rangkaian Slurry Container : Container, Paddle dan Tutup (Lid)

22
3.4 PROSEDUR PERCOBAAN
1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
(lihat modul 1).
2. Menghidupkan switch master dan set temperatur yang diinginkan pada
bagian SP 1 di alat consistometer.
3. Melapisi paddle dengan grease dan dimasukkan ke dalam container.
4. Menuangkan suspensi semen kedalam slurry container sampai
ketinggian yang ditunjukkan oleh garis batas.
5. Memasang tutup (lid) pada slurry container dan dimasukkan ke dalam
atmospheric consistometer.
6. Menghidupkan motor dan stopwatch.
7. Catat nilai konsistensi setiap 2 menit.
8. Mematikan alat setelah 50 menit atau saat konsistensi 70 Bc.
9. Buat plot antara konsistensi (sumbu y) dan waktu (sumbu x).
10. Tentukan nilai waktu saat konsistensi 100 Bc dengan ekstrapolasi.

23
PENGUJIAN INITIAL & FINAL SETTING TIME SUSPENSI
SEMEN

4.1. Tujuan Percobaan


1. Menentukan initial dan final setting time dengan menggunakan alat vicat
apparatus.
2. Mengetahui efek penambahan additif terhadap initial dan final setting
time suatu suspensi semen.

4.2. Teori Dasar


Pada proses penyemenan, perlu adanya pertimbangan tentang adanya efek
yang ditimbulkan oleh proses hidrasi yang terjadi di suspensi semen. Proses
hidrasi yang terjadi pada suspensi semen menyebabkan suspensi tersebut
kehilangan sifas plastisitasnya dan membuat suspensi mengeras. Waktu saat
proses ini terjadi dikenal dengan istilah setting time. Pertimbangan terhadap
setting time memiliki peranan penting dalam keberhasilan proses penyemenan.
Ada dua jenis setting time pada suspensi semen, yaitu initial setting time
dan final setting time. Pengujian setting time dilakukan dengan menusukkan
jarum pada suspensi semen menggunakan Vicat Apparatus.

4.2.1. Initial Setting Time


Initial setting time didefinikan sebagai waktu dimana semen mulai
mengeras dan kehilangan sifat plastisitasnya tanpa kehilangan kekuatannya.
Initial setting time dihitung sejak air ditambahkan ke dalam semen dan diuji tiap
interval tertentu sampai ditandai dengan titik penetrasi jarum vicat apparatus
setinggi minimal 5 mm di atas dasar mould menurut IS 4031(Part 5):1988 atau
sedalam 25 mm dari atas mould menurut ASTM C191 – 08. Initial setting time
yang terlalu cepat akan mengakibatkan suspensi semen mulai mengeras sebelum
semen dapat dipompakan. Sedangkan initial setting time yang terlalu lama akan
menyebabkan semen kehilangan kekuatannya.

24
Apabila batas penetrasi initial setting time berada diatara dua titik waktu
pengamatan yang berbeda, maka untuk mengetahui waktu sebenarnya saat
tercapai initial setting time dapat dilakukan dengan interpolasi dari data yang
didapat.

4.2.2. Final Setting Time


Final setting time didefinikan sebagai waktu yang diperlukan untuk semen
kehilangan keseluruhan sifat plastisitasnya dan menjadi keras. Final setting time
dihitung sejak air ditambahkan ke dalam semen sampai pada kondisi dimana
jarum pada Vicat Apparatus 1 mm masih dapat membuat cetakan sedangkan
jarum 5 mm (dengan attachement) tidak menimbulkan cetakan lagi menurut IS
4031(Part 5):1988 atau jarum tidak membuat cetakan lagi berbentuk lingkaran
utuh ketika diujikan pada sampel menurut ASTM C191 – 08. Apabila sudah
teramati kondisi yang dimaksud, maka perlu dilakukan pemastian ulang
menggunakan metode yang sama setelah 90 detik dari waktu final setting time
sebelumnya.

4.3. Alat Dan Bahan


4.3.1. Alat
1. Timbangan
2. Gelas Ukur
3. Cement Mixer
4. Stopwatch
5. Water bath
6. Vicat apparatus
4.3.2. Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. Additif

25
Gambar 4.1. Vicat Apparatus, Mold, dan Jarum

Gambar 4.2. Jarum 1 mm Gambar 4.3. Jarum 5 mm


(dengan attachment)

26
4.4. Prosedur Percobaan
1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
2. Menyiapkan Vicat apparatus dan stopwatch sebelum melakukan
pengujian.
3. Oleskan grease pada dinding bagian dalam ring mould.
4. Pada bagian bawah ring mold diletakkan kaca sebagai alas agar slurry
tidak tumpah.
5. Isi ring mold dengan slurry dan tutup.
6. Masukkan kedalam water bath sesuai dengan temperatur reservoir.
7. Setelah mendekati waktu thickening time, ambil slurry dari water bath.
8. Letakkan alat (Base dan ring mould) pada vicat apparatus. Jarak antara
jarum dengan dinding ring mould = 1cm.
9. Jika jarum sudah tertancap hingga 5 mm di atas dasar mould, catat waktu
yang diperoleh sebagai initial setting time.
10. Balikkan posisi ring mould pada vicat apparatus.
11. Jatuhkan kembali jarum pada vicat apparatus secara berkala, jika sudah
tertancap 1 mm atau tidak ada penetrasi lagi dari jarum 5 mm, final
setting time telah berhasil.

27
PENGUJIAN FILTRATION LOSS

5.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Mengukur harga Filtration Loss pada 30 menit dalam suspensi semen
menggunakan alat Filter Press.
2. Mengetahui additive dan hubungannya dengan Filtration Loss pada
suspensi semen.

5.2. TEORI DASAR


Peristiwa filtration loss selain kita temukan pada saat sirkulasi lumpur
pemboran, pada operasi penyemenan juga kita sering menemukan kejadian ini.
Hal ini mungkin saja terjadi karena misalnya tekanan hidrostatik dari semen (Ph)
lebih besar dari tekanan formasi (Pf). Filtration loss dalam hal ini volume
filtratnya harus dikontrol sedemikian rupa. Seperti halnya telah disebutkan di
atas bahwa tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan formasi
menyebabkan filtration yang besar.
Volume filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena apabila
volume filtrat yang hilang dalam peristiwa filtration loss ini terlalu besar maka
akan menyebabkan suspensi semen kekurangan air. Peristiwa dimana supensi
semen kekurangan air akibat banyaknya volume filtrat yang hilang disebut
“Flash Set”.
Pada pengujian filtration loss di laboratorium biasanya menggunakan
alat yang disebut filter press, pada temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi.
Persamaan yang umum digunakan untuk Static Filtration Loss adalah:
0,5
t 
F2 = F1 x  2  .............................................................................................. (5-1)
 t1 
Dimana :
Q1 : Fluid loss pada waktu t1.
Q2 : Fluid loss pada waktu t2.

28
Besarnya atau terjadinya filtration loss diketahui dari volume filtrate yang
ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian.
Apabila waktu pengujian tidak sampai 30 menit, maka besarnya filtration loss
dapat dihitung dengan menurunkan persamaan (5-1) menjadi:

................................................................................................ (5-2)

Berdasarkan pengamatan yang didokumentasikan API, volume fluid loss semen


pada alat uji HPHT Filter Press 175 mL dapat dirumuskan menjadi

............................................................................................. (5-3)

dimana :
Q30 = fluid loss pada 30 menit, ml
F30 = filtrate pada 30 menit, ml
Ft = filtrate pada t menit, ml
t = waktu pengukuran, menit
Pada proses cementing, filtration loss yang diinginkan adalah sekitar 50
untuk sumur gas sampai dengan 200 cc untuk sumur minyak yang diukur selama
30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh yang didukung pada
saringan berukuran 60 mesh pada tekanan 1000 psi. Untuk mengontrol besar
kecilnya filtration loss dapat digunakan :
1. Fluid Loss Control Agents.
Yaitu additive yang berfungsi mencegah hilangnya fasa liquid semen kedalam
formasi sehingga terjaga kandungan cairan dalam suspensi semen. Additive-
additive yang termasuk kedalam fluid loss control agents diantaranya polymer,
CMHEC, dan latex.
2. Lost Circulation Control Agents.
Yaitu additive yang berguna mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam
formasi yang lemah atau bergua. Biasanya material loss circulation yang
dipakai pada pemboran digunakan pula dalam suspensi semen. Additive yang
termasuk dalam lost circulation control agents diantaranya gilsonite,
cellophane flakes, gipsum, bentonite, dan nut shells.

29
5.3. ALAT DAN BAHAN
5.3.1. Alat
1. Gelas ukur.
2. Timbangan digital.
3. Cement mixer
4. Stopwatch.
5. Filter Press Set:
 Cell
 Stand and Panel
 Thermometer
5.3.2. Bahan
1. Semen Portland.
2. Air
3. Additive

Gambar 5.1. Filter Press Set Gambar 5.2. Stand, Panel, dan
Thermometer

30
Gambar 5.3. Cell dan Bagiannya

5.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
(lihat modul 1).
2. Menuangkan suspensi ke dalam cell.
3. Memasang filter paper dan tutup cell.
4. Meletakkan gelas ukur dibawah cell untuk menampung fluida filtrat.
5. Mengalirkan udara atau gas N2 dengan tekanan 1000 psi.
6. Mencatat volume filtrate dengan fungsi waktu menggunakan
stopwatch (interval pengamatan setiap 2 menit pada 10 menit pertama,
kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Mencatat volume
filtrate pada menit ke-30).
7. Nilai filtration loss diketahui dari volume filtrate yang ditampung
dalam gelas ukur selama 30 menit masa pengujian.
8. Bila waktu pengujian tidak sampai 30 menit, maka besarnya filtration
loss dapat dihitung dengan persamaan :

31

Dimana :
F30 = filtrate pada 30 menit, ml
Ft = filtrate pada t menit, ml
t = waktu pengukuran
9. Menghentikan penekanan udara atau gas N2, membuang tekanan udara
dalam silinder dan menuangkan sisa suspensi semen yang ke dalam
gelas kimia.

32
PENGUJIAN FREE WATER

6.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Mengetahui kandungan harga Free Water dari suspensi semen.
2. Mengetahui fungsi additive Bentonite dan Barite dalam hubungannya
dengan Free Water pada suspensi semen.

6.2. TEORI DASAR


Free water adalah air bebas yang terpisah dari suspensi semen. Kadar air
minimum adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi
semen lebih dari 30 UC. Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar air
minimumnya, maka akan terjadi gesekan-gesekan (friksi) yang cukup besar di
annulus sewaktu suspensi semen dipompakan dan juga akan menaikkan tekanan
di annulus.
Kadar air maksimum adalah jumlah air yang dicampurkan sehingga bila
kita ambil suspensi semen sebanyak 250 ml dan didiamkan selama 2 jam
sehingga terjadi air bebas pada bagian atas tabung. Air bebas tersebut tidak
boleh lebih dari 3,5 ml, karena bila lebih akan terjadi pori-pori pada semen dan
ini mengakibatkan semen memiliki permeabilitas yang besar sehingga kontak
antara formasi dan fluida didalamnya dengan casing yang disemen dapat terjadi.
Apabila fluida formasi berupa air asin akan menyebabkan terjadinya korosi.
Dalam hal penyemenan permeabilitas yang terbentuk diusahakan sekecil
mungkin. Karena jika permeabilitas semen besar akan menyebabkan terjadinya
kontak fluida antara formasi dengan annulus.
Bertambahnya permeabilitas semen dapat disebabkan karena air
pencampur terlalu banyak, karena kelebihan additif atau temperatur formasi
yang terlalu tinggi.

33
6.3. ALAT DAN BAHAN
6.3.1. Alat
1. Cement Mixer
2. Gelas ukur
3. Timbangan
4. Stopwatch

6.3.2. Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. Additif

6.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Menggunakan tabung ukur, kemudian mengisi tabung tersebut dengan
suspensi semen yang akan diukur kadar airnya sebanyak 250 ml.
2. Mendiamkan selama 2 jam sehingga terjadi air bebas pada bagian atas
tabung, catat harga air bebas yang terbentuk.
3. Air bebas yang terjadi tidak boleh lebih dari 3,5 ml.

34
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH CETAKAN SEMEN

7.1. TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan besarnya compressive strength dan shear bond strength
dari suspensi semen.
2. Mengetahui efek dari penambahan additif terhadap compressive
strength dan shear bond strength.
3. Mengetahui cara kerja alat hydraulic press.

7.2. TEORI DASAR


Dalam operasi penyemenan, yang perlu diperhatikan salah satunya adalah
strength. Strength semen dapat dibagi menjadi dua, yaitu Compressive Strength
dan Shear Bond Strength. Adapun Compressive Strength didefenisikan sebagai
kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi
maupun casing. Jadi, compressive strength merupakan kekuatan untuk menahan
tekanan-tekanan dalam arah horizontal.
Seperti halnya pada sifat-sifat suspensi semen yang lain, compressive
strength dipengaruhi juga oleh adanya zat additif. Adapun zat additif dapat
berfungsi untuk menaikkan compressive strength ataupun menurunkan
compressive strength. Additif untuk menaikkan compressive strength
diantaranya adalah calcium chlorida, pozzolan dan barite. Sedangkan additif
untuk menurunkan compressive strength antara lain bentonite dan sodium
silikat. Dalam mengukur compressive strength digunakan alat hydraulic press
dan curing chamber.
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan, maka compressive
strength semen harus dapat :
a) Melindungi dan menyokong casing.
b) Menahan tekanan hidrolik tinggi tanpa terjadi perekahan.
c) Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi
berlangsung.

35
d) Menyekat lubang sumur dari fluida formasi yang korosif.
e) Menyekat antar lapisan yang permeabel.

Shear bond strength didefenisikan sebagai kekuatan semen dalam


menahan tekanan yang berasal dari berat casing maupun menahan tekanan-
tekanan lainnya dalam arah vertikal.
Dalam lubang pemboran, kekuatan semen sangat dipengaruhi oleh
pembebasan triaxial yang kompleks dan failure stress merupakan pembebanan
utama dari penelitian untuk standard compressive strength (Neville, 1981).
Adapun pengujian compressive strength tidak menunjukkan harga shear
strength dari ikatan antara semen dengan casing ataupun semen dengan fomasi
batuan. Untuk itulah dilakukan pengukuran shear bond strength semen.
Penilaian penyemenan biasanya berdasarkan compressive strength atau
tensile strength dari batuan semen, dengan asusmsi bahwa materialnya
memenuhi syarat untuk pembentukan strength yang baik serta menghasilkan
suatu ikatan yang kuat. Pada kenyataan dilapangan bahwa asumsi diatas tidak
selalu benar. Untuk itulah diperlukan suatu pengujian dilaboratorium terhadap
kualitas semen.
Shear bond strength terukur antara semen dengan dinding formasi dan
semen dengan dinding casing. Kekuatan ikat semen terhadap dinding casing
sangat dipengaruhi oleh dinding casing seperti kekasaran dan pengaruh mud
cake yang menempel, demikian juga pengaruhnya terhadap kekuatan ikat
dengan formasi.
Pengukuran shear bond strength dilaboratorium dilakukan dengan
menggunakan hydraulic press. Besarnya shear bond strength dapat diketahui
dengan melihat harga tekanan pada saat terjadi pergeseran dari sampel yang diuji
dimana harga pembebanan diatur tergantung pada antisipasi harga strength dari
sampel semen yang kemudian dimasukkan kedalam rumus untuk menghitung
shear bond strength.

36
7.3. ALAT DAN BAHAN
7.3.1. Alat
1. Hydraulic press.
2. Bearing block machine hydraulic mortar.
3. Jangka sorong.
4. Mold silinder.

7.3.2. Bahan
1. Semen yang telah dibuat dengan cetakan sampel.

7.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Membuka plastik pembungkus kemudian melepaskan semen dari
cetakan sampel kubik.
2. Membersihkan permukaan sampel dari tetesan air dan pasir
maupun gerusan butiran semen agar tidak menempel pada
bearing block mesin penguji.
3. Memeriksa permukaan sampel apakah benar-benar rata, apabila
belum rata maka diratakan dengan menggunakan gerinda.
4. Meletakkan sampel semen dalam block bearing dan atur supaya
tepat ditengah-tengah permukaan block bearing diatasnya dan
block bearing dibawahnya, sampel semen harus berdiri vertikal.
5. Memperkirakan tekanan maksimum retak (pecah), apabila lebih
dari 3000 psi (skala manometer) memberi pembebanan awal
setengah tekanan maksimum, bila kurang dari 3000 psi
pembebanan awal tidak diperlukan.
6. Memperkirakan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang
dari 20 detik dan tidak lebih dari 80 detik.
7. Menghidupkan motor penggerak pompa dan jangan melakukan
pengaturan (pembetulan) pada kontrol testing selama pembebanan
maksimum ketika batuan pecah.
8. Mencatat hasil pembebanan maksimum tersebut.

37
9. Melakukan perhitungan compressive strength semen, dengan
menggunakan rumus :

( ⁄ ) ......................................................... (7-1)

dimana :
CS = compressive strength semen, psi
k = konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi (h)
terhadap diameter (d)
P = pembebanan maksimum oleh alat, psi
A1 = luas penampang block bearing dari hydraulic mortar,
inch2
A2 = luas permukaan sampel semen, inch2

Tabel 7.1 Perbandingan ⁄ Terhadap Koefisien faktor

h/d Koefisien Faktor


1,75 0,98
1,5 0,96
1,25 0,93
1 0,87

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, Neal J. 1972, “Drilling Engineering: A Complete Well Planning


Aproach”. Tulsa: Pennwell Publishing.
2. ASTM C 39 : “Standard Test Method for Compressive Strength of
Cylindrical Concrete Specimens”
3. ASTM C191 – 08 “Standard Test Methods for Time of Setting of Hydraulic
Cement by Vicat Needle”
4. Bourgoyne, Adam T. dkk. 1986. “Applied Drilling Engineering”. SPE
5. Civilread. https://civilread.com/cement-initial-final-setting-time/ (diakses 14
Agustus 2020)
6. Fann. 2014.”RheoVADRTM Rheometer Instruction Manual”. Fann Instrument
Company
7. Ferguson Structural Engineering Laboratory. “Procedure for Compression
Testing of Concrete Cylinders and Cores”.
8. Gatline, W.C., 1960. “Petroleum Engineering, Drilling and Well
Completion”. Tulsa : Hill Book Co.
9. IS : 4031 (Part 5) – 1988. “Methods Of Physical Tests For Hydraulic Cement
Part 5 Determination Of Initial And Final Setting Times”
10. Nelson, Erik B., Dominique Guillot. 2006. “Well Cementing”. Texas:
Schlumberger.
11. Rubiandini, Rudi. 2001. “Teknik Operasi Pemboran- 1 (Volume 1) ”.
Bandung: Penerbit ITB.
12. Schlumberger. 2015.
https://www.glossary.oilfield.slb.com/en/Terms/b/bingham_plastic_model.aspx
(diakses 30 Januari 2019)

13. Scomi Oil Tools. 2008. “Drilling Fluid Technology”.

39

Anda mungkin juga menyukai