Anda di halaman 1dari 12

Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...

; Faiq Tobroni

Keberhasilan Hukum Islam Menerjang


Belenggu Kolonial dan Menjaga
Keutuhan Nasional
Faiq Tobroni
E-mail : faiqtobroni@yahoo.com

The receptie exit theory of Hazairin has freed Islamic Law from legal colonization as a
result of the receptie theory. Since the independence day, the receptie theory has not been
effective any longer, because since then Pancasila has been the main source of laws,
including Islamic Law, without any subordination. However, the inclusion of the word “Is-
lam” in the previous Pancasila, known as Piagam jakarta, had been controversial. Never-
theless, Hatta had been successful to cope with the problem by substituting the contro-
versial word in the first principle to the symbolic word of “Oneness” which remains to
contain Islamic spirit. This choice has succeeded to defend Indonesian state integrity.
Keywords: receptie exit, receptie, colonization, state integrity.

Pendahuluan bahwa teori ini hanyalah mainan Belanda


untuk menjaga kekuasaannya aman di In-
S ebelum memasuki pintu kemerdekaan,
hukum Islam mengalami perlakuan
marginalisasi oleh pemerintah kolonial.
donesia. Teori dari Hazairin ini adalah teori
receptie exit. Teori ini merupakan instrumen
untuk mengembalikan kedudukan hukum
Hukum Islam telah dirugikan teori receptie
Islam sebagai mitra hukum adat. Sebe-
yang disponsori oleh Cornelis van Vollen-
lumnya, menurut teori receptie, hukum Is-
hoven (1874-1993) dan kemudian diteruskan
lam berada di bawah hukum adat. Di bawah
Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936).
teori receptie ini, hukum Islam mendapat
Melalui teori ini, seolah-olah hukum Islam
segudang stigma negatif termasuk penyu-
terletak inferior di bawah hukum adat.
dutan kedudukan Islam sebagai pemecah
Penulis Barat/Belanda menggambarkan
belah keutuhan nasional. Dengan teori
hukum Islam dan adat sebagai dua unsur
receptie exit ini, paling tidak, hukum Islam
yang bertentangan. Teori konflik yang
adalah mitra hukum adat untuk bersama-
mereka pergunakan untuk mendekati
sama membangun hukum nasional dalam
masalah hubungan kedua sistem hukum itu
wajah pluralitasnya. (Daud Ali, 1994)
dengan sadar bertujuan untuk memecah-
belah dan mengadu-domba rakyat Indone- Spirit Hazairin ini sebenarnya seirama
sia. Selanjutnya, rencana ini mempunyai dengan Hatta yang berhasil menggagas
target untuk mengukuhkan kekuasaan konstitusi yang menghargai keberagaman.
Belanda di tanah air ini. Momen penetapan konstitusi mengisahkan
adanya tarik-menarik antara merumuskan
Hazairin sangat gelisah dengan ulah
konstitusi yang beridentitaskan Islam
teorinya Snouck ini. Ia merasakan sendiri

197
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

ataukah sekedar substansialisasi Islam. yang ada selama ini terjebak melihat
Peristiwa ini seperti terekam saat peru- penghapusan tujuh kata Islami sebagai
musan Piagam Jakarta/Pancasila. Panitia pengkhianatan kepada Islam. Penghapusan
kecil BPUPKI telah berhasil memasukkan ini justru akan terbaca bahwa sebenarnya
unsur Islam: “dengan kewa-jiban menjalan- redaksi penggantinya tetap berjiwa hukum
kan sjari’at Islam bagi pemeluknya” ke dalam Islam, yakni “keesaan”.
pasal 1. Akan tetapi dalam rapat besar Berdasarkan latar belakang masalah
BPUPKI, Hatta mencoret 7 kata tersebut di atas, penulis mempunyai dugaan
lalu menggantinya dengan “berdasarkan sementara bahwa pemerintah kolonial
Ketuhanan Yang Maha Esa.” menganggap gerakan Islam mempunyai
Apa yang bisa ditarik kesimpulan dari potensi menjadi gerakan melawan penjajah.
berbagai peristiwa hukum tersebut adalah Dengan demikian, jika keberlakuan hukum
kelihaian para pemikir hukum pada eranya Islam dihentikan, maka masyarakat Islam
masing-masing untuk mengedepankan akan kehilangan legitimasinya, yang dengan
inklusifisme hukum nasional daripada demikian akan mengakibatkan gerakan Is-
ekslusifisme. Artinya, sejak semula para ahli lam mengalami kemandulan dalam mem-
tidak menginginkan hukum nasional berdiri perkuat gerakan kemerdekaan.
di atas satu kaki karakter hukum saja. Tidak Terkait dengan masalah redaksi bagi
dibangun di atas hukum Islam saja atau konstitusi, pemilihan karakter kata-katanya
hukum adat saja. Pada akhirnya, Pancasila mempunyai signifikansi akibat yang serius.
menjadi rumah bersama landasan yuridis Simbolisasi Islam dalam konstitusi akan
bagi berlakunya hukum Islam dan hukum berakibat gangguan pada keutuhan bangsa
adat. Indonesia. Sebab konstitusi bertujuan
Di banding dengan penelitian yang telah melindungi melindungi semua elemen
ada, tulisan ini membawa dua keunggulan hukum yang hidup dalam negara Indonesia,
tujuan tersendiri. Pertama, penelitian ini maka susunan redaksinya harus mencer-
akan menghasilkan temuan tidak hanya minkan semangat kebhinekaan.
perdebatan teori saja. Di samping itu,
hasilnya akan menggambarkan pergulatan Kajian Pustaka
politik di balik kristalisasi teori. Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang
yang ada selama ini terjebak melihat
diambil, maka saya berangkat dari beberapa
perdebatan teori berhenti sekedar per-
buku yang cukup membantu untuk meng-
tentangan teori. Melalui penelitian ini, teori
hantarkan terlaksananya penelitian ini. Dari
receptie akan terbaca bahwa sebenarnya
penelusuran pustaka yang saya lakukan,
bertujuan melemahkan hukum menjadi tidak
buku yang sesuai dengan bidang yang
supreme, karena subordinate di bawah
menjadi fokus kajian adalah sebagai berikut:
kepentingan politik kekuasaan penjajah.
a. Ter Haar, Hukum Adat dalam Polemik
Kedua, penelitian ini akan menghasil-
Ilmiah (Jakarta: Bhratara, 1973).
kan temuan tidak hanya perdebatan redaksi
b. Hazairin, Tujuh Serangkai tentang
kata-kata Piagam Jakarta. Melebihi hal itu,
Hukum (Jakarta: Bina Aksara, 1981).
hasilnya akan menggambarkan pemikiran
c. Sayuti Thalib, Receptio a Contrario:
cerdas Hatta dalam menjaga keutuhan
Hubungan Hukum Adat dengan Hukum
persatuan bangsa Indonesia. Penelitian
Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1980).

198
Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...; Faiq Tobroni

d. Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum gunakan adalah buku-buku dari beberapa


Islam di Indonesia (Yogyakarta: pemikir yang telah membahas tentang tema
Penerbit Gama Media, 2001). fokus penelitian.
e. A. Qodry Azizy, Hukum Nasional;
Eklektisisme Hukum Islam dan 3. Teknik Menganalisis Data.
Hukum Umum (Jakarta: Penerbit
Dalam menganalisa data, penulis
Teraju, 2004).
menggunakan cara berpikir logis. (Hasan
f. Mohammad Hatta, Pengertian Panca-
Bisri, 2003) Namun dalam penelitian ini,
sila (Jakarta: Idayu, 1977).
penulis hanya akan menggunakan salah
g. Muhammad Natsir, Islam dan Negara
satu cara berpikir logis, yaitu cara berpikir
dalam Perspektif Islam (Jakarta:
induktif. Cara berpikir induktif adalah cara
Penerbit Media Dakwah, 2001).
berpikir yang berangkat dari fakta-fakta kasus
h. Endang Saifuddin Anshari, Piagam
dan kemudian dari fakta tersebut dihubung-
Jakarta 22 Juni 1945; Sebuah Konsen-
kan antara satu dengan yang lainnya
sus Nasional tentang Dasar Negara RI
sehingga ditarik dalam satu kesimpulan
(1945-1949) (Jakarta: Gema Insani
yang general. (Saifuddin, 1998) Metode ini
Press, 1997).
digunakan untuk memaparkan pendapat-
i. Ahmad Syafi’i Maarif, Studi tentang
pendapat yang bermacam-macam guna
Percaturan dalam Konstituante; Islam
disatukan untuk mendapat pemaparan yang
dan Masalah Kenegaraan (Jakarta:
menyatu dan saling mendukung.
LP3ES, 1985).

Metode Penelitian Hasil Penelitian dan Pembahasan


Penulis menggunakan metode pene-
Teori Receptio in Complexu
litian sebagaimana teruraikan di bawah ini:
Ada beberapa teori berlakunya hukum
1. Jenis Penelitian. Islam di Indonesia. Yang pertama marilah
kita mulai dengan teori yang dikemukakan
Jenis penelitian yang dipergunakan
oleh van den Berg yang dinamakannya
dalam menulis karya ini adalah library re-
receptio in complexu. Teori ini dikemukakan
search (penelitian pustaka), yaitu penelitian
oleh Prof. Mr. Lodewijk Wilem Christian van
yang menggunakan karya tertulis sebagai
den Berg (1845-1927). Teori ini berpendapat
sumber data dan sesuai dengan objek
bahwa bagi orang Islam berlaku penuh
penelitian. (Kartini, 1996)
hukum Islam karena dia telah memeluk
agama Islam. Hukum yang berlaku bagi
2. Teknik Pengumpulan Data.
masyarakat Muslim adalah hukum Islam,
Dalam penelitian ini, penulis meng- meskipun bentuk hukum tersebut menga-
gunakan metode dokumentasi. Data primer lami perbedaan di masing-masing daerah.
yang penulis pergunakan berangkat dari Pada zaman VOC, keberadaan hukum
karya Ter Har tentang Hukum Adat dalam perdata Islam telah diakui pemerintah kolonial.
Polemik Ilmiah, Hazairin tentang Tujuh Dengan diterbitkannya Regerings Reglement
Serangkai tentang Hukum dan Mohammad tahun 1885, keberadaan hukum yang telah
Hatta tentang Pengertian Pancasila. ada diperkuat dan dikokohkan dengan
Sedangkan data primer yang penulis pembentukan peraturan perundang-undangan.

199
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

Pada saat itu banyak kerajaan Islam telah Dalam kaitannya dengan hukum Islam,
menerapkan hukum Islam serta mempunyai Reglement of het Beleid der Regering ven
peradilan Islam sendiri-sendiri. Beberapa Nederlandsch Indie (RR) S. 1885 No. 2
kerajaan Islam seperti Samudra Pasai, menegaskan dalam pasal 75 dan 78 yang
Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram, substansi isinya adalah sbb: a) Hakim In-
Cirebon, Banten Kutai, Sumatra dll. donesia harus memberlakukan undang-
Dengan mengakui bahwa hukum yang undang agama (godsdientige wetten) dan
berlaku bagi warga pribumi adalah hukum kebiasaan penduduk Indonesia itu; b)
agamanya, ini menyebabkan VOC berke- Undang-undang dan kebiasaan itu pulalah
wajiban menyusun pelbagai pedoman yang harus digunakan hakim Eropa saat
hukum bagi pejabat pemerintah saat memutus perkara di Pengadilan yang lebih
bertugas menyelesaikan urusan-urusan tinggi andaikata terjadi pemeriksaan band-
hukum rakyat pribumi. Di antara pedoman ing. Serta pasal 105 menyatakan bahwa
hukum yang terkenal adalah sbb: ketentuan dalam pasal 75 dan 78 juga
berlaku bagi orang yang dipersamakan
1. Compendium Freijer yang merupakan
dengan “Inlander”, yaitu orang Arab, Moro,
kitab hukum kumpulan hukum perka-
Cina dan semua mereka yang beragama
winan dan kewarisan Islam oleh
Islam serta orang-orang yang tidak beragama
pengadilan VOC.
(Suryaman, 1994)
2. Cirbonsch Rechtboek yang dibuat atas
usul residen Cirebon.
Teori Receptie
3. Compendium der Voornaamste Java-
ansche Wetten nauwkeurig getrokken Selanjutnya adalah teori receptie. Teori
uit het Mohammedaansche Wetboek ini dilahirkan oleh Prof. Christian Snouck
Mogharraer, dibuat untuk Landraad Hurgronje (1857) dan kemudian diteruskan
Semarang. (Sosro Atmojo, 1928) C. Van Vollenhoven dan Ter Har Brn. Menurut
Van den Berg berjasa atas penerbitan teori ini, hukum yang berlaku bagi rakyat
Stbl 1882 No. 152 yang isinya menyatakan jajahan pribumi adalah hukum adat karena
bahwa yang berlaku bagi warga pribumi Is- hukum Islam baru berlaku jika norma Islam
lam adalah hukum agamanya. Sebagai telah diterima oleh masyarakat menjadi
akibatnya, di beberapa daerah berdirilah aturan adat. Teori ini sebagai penolak teori
pengadilan Islam dengan berbagai nama sebelumnya, yang sekaligus mengakibat-
seperti Mahkamah Syari’ah di Sumatra, kan berpindahnya pemegang wewenang
Kerapatan Kadhi di Kalimantan, Majlis penanganan masalah hukum di Hindia
Syara’ di Sulawesi, Maluku dan Irian. Belanda. Kalau berdasarkan teori sebe-
Dengan demikian, teorinya van den Berg lumnya, penyelesaian masalah perdatanya
telah berjasa memberikan pemahaman yang rakyat pribumi berada dalam kekuasaan
menguntungkan bagi hukum Islam di mata pengadilan, maka karena teori ini beralihlah
pejabat dan para hakim Belanda. Dia juga ke Landraad (Soepomo, 1963).
berjasa mengenalkan karya hukum Islam Keberadaan teori ini lebih bertendensi
kepada kesusasteraan Barat, yakni dia telah politik di banding dengan penemuan ilmiah.
menerjemahkan kitab Fathul Qorib dan Teori ini dimaksudkan untuk mengurangi
Minhajut Thalibin dari bahasa Arab menjadi kesetiaan pribumi muslim memegangi
bahasa Perancis. ajaran Islamnya. Karena logikanya, kalau

200
Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...; Faiq Tobroni

masyarakat terlalu kental memperjuangkan pemerintah untuk mencegah gerakan Pan


positivasi hukum Islam maka mereka akan Islamisme. (Suryaman, tt.)
sulit dicekoki dengan ide dan hukum barat Terlihat dengan jelas bagaimana
yang sebagai akibatnya akan menimbulkan caranya Snouck menghantam agama
guncangan terhadap kekuasaan peme- dengan senjata adat. Dia menganjurkan
rintahan Hindia Belanda. (Alfian, 1977) pemerintah memberi peluang yang sebesar-
Apalagi dengan semakin mengakarnya besarnya akan pengembangan hukum adat,
perjuangan hukum Islam, dikhawatirkan di samping itu memberi kesempatan
pribumi muslim akan mudah kemasukan ide sebesar-besarnya bagi pemeluk Islam
gerakan Pan Islamisme yang saat itu namun hanya dalam melaksanakan ibadah
sedang hangat-hangatnya dikampanyekan yang mana dibalik itu terdapat hal yang
Jamaluddin Al-Afghani. merugikan dengan larangan masuknya ide-
Snouck sendiri bertugas di Indonesia ide Islam dalam bidang ketatanegaraan
(Hindia-Belanda) sebagai penasihat peme- terutama ide Pan Islamisme.
rintah Belanda. Menurutnya, kebijakan Langkah ini kemudian diteruskan
pemerintah kolonial yang menerbitkan Stbl. dengan pemangkasan wewenang berla-
1882 No. 152 yang dilandasi teori Receptio kunya sejumlah lapangan hukum agama.
in Complexu adalah lahir dari ketidak- Seperti dihilangkannya keberlakuan hukum
mengertian pemerintah Hindia Belanda hudud dan qishash dalam masalah pidana.
terhadap situasi masyarakat pribumi Salah seorang di antara master architect
khususnya masyarakat Muslim. Menurut- pembatasan wewenang Pengadilan Agama
nya, selama ini teori tersebut tidak di Jawa dan Madura adalah Ter Haar.
menguntungkan bagi pemerintah Hindia Menurutnya, antara hukum Adat dengan
Belanda karena dari kesadaran beragama hukum Islam tidak mungkin bersatu, apalagi
inilah justru lahir gerakan menentang bekerja sama, karena titik-tolaknya berbeda.
penjajahan. Seperti meminjam ungkapan Hukum Adat bertitik-tolak dari kenyataan
Deliar Noer “dapat dikatakan bahwa hukum dalam masyarakat, sedang hukum
nasionalisme (yang sesungguhnya) di Indo- Islam bertitik-tolak dari kitab-kitab hukum.
nesia dimulai dengan nasionalisme Muslim”. Karena itu, wewenang Pengadilan Agama
(Deliar Noor, 1982) di Jawa dan Madura, “dibatasi sampai ke
Kemudian Snouck sebagai penasihat bidang yang sekecil-kecilnya”.
memberikan masukan kepada pemerintah Jadi menurut teori receptie ini, hukum
kolonial untuk menerapkan “Islamic Policy.” Islam tidak berlaku dalam masyarakat
Beberapa isi dari kebijakan ini antara lain: pribumi tapi yang berlaku adalah adat
a) Mengenai kegiatan agama dalam arti istiadat masing-masing. (Daud Ali, 1973)
sebenarnya (agama dalam arti sempit), Dalam wujud peraturan, teori ini mulai
pemerintah kolonial harus memberikan diterapkan pada pasal 134 ayat (2) Indische
peluang bagi mereka untuk beribadah Staatsregeling (IS) 1952 yang sama
sesuai dengan kemauannya; b) Pemerintah bunyinya dengan artikel pasal 78 R.R. 1855
kolonial hendaknya menghormati adanya dan R.R. 1907 dan R.R. 1919, yang berbunyi:
hukum adat dan membantu pengem- “Dalam hal terjadi perkara perdata antara
bangannya; c) Namun dalam bidang sesama orang Islam akan diselesaikan oleh
ketatanegaraan terdapat keharusan bagi hakim agama Islam apabila keadaan

201
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

tersebut telah diterima oleh Hukum Adat sanakan syukur yang diberikan Allah melalui
mereka dan sejauh tidak ditentukan lain oleh bentuk kemerdekaan ini.
ordonansi. (Sadzali, tt.) Sedangkan mengenai perubahan yang
menimpa kata-kata syari’at Islam dalam
Teori Receptie Exit pembukaan dan batang tubuh UUD 1945,
Selanjutnya adalah teori receptie exit. yang penggantiannya menjadi atas “Ketu-
Teori ini dikembangkan oleh Prof. Dr. hanan Yang Maha Esa”, menurutnya hal ini
Hazairin, S.H. Teori ini merupakan bukanlah menandakan penyingkiran hukum
penentang bagi teori receptie. Menurutnya, agama dari pembangunan hukum nasional.
setelah bangsa Indonesia mencapai Justru dengan perubahan itu telah menun-
kemerdekaannya, serta setelah disahkan- jukkan adanya pemberian kesem-patan yang
nya pembukaan dan batang tubuh UUD sebenar-benarnya bagi pelaksanaan hukum
1945, meskipun dalam peraturan peralihan agama. Di mana bagi orang Islam diboleh-
dinyatakan, bahwa hukum sebelum prok- kan menerapkan hukum Islam, serta bagi
lamasi masih diperbolehkan keber-laku- pemeluk agama lainnya dibolehkan melak-
annya, maka dengan sendirinya teori sanakan hukum agamanya masing-masing.
receptie telah kandas berlakunya. Selanjutnya teori receptio a contrario.
Teori ini harus exit karena bertentangan Sayuti Thaliblah yang mengembangkan teori
dengan UUD 1945 serta merupakan teori ini, yang merupakan penjabaran dari teori
iblis karena bertentangan dengan Allah dan receptie exit. Teori ini meneguhkan kembali
rasul-Nya. (Hazairin, 1981) Logikanya, bahwa bagi orang Islam berlaku hukum Is-
setelah menyatakan kemerdekaannya, lam. Hukum Adat boleh berlaku kalau tidak
bangsa Indonesia bebas melaksanakan bertentangan dengan hukum Islam. (Sayuti,
hukumnya tanpa terkekang oleh peraturan 1980)
dan teori konstitusi Belanda (Indische Perjuangan menerjang belenggu teori
Staatsregeling) karena pemberlakuan receptie secara prinsipal menampakkan
norma-norma agama ini juga mendapat hasilnya dengan terbitnya UUD 1945.
pijakan yang eksplisit langsung dari Sebab, sudah sangat jelas dan tegas
pembukaan maupun batang tubuh UUD ketentuan yang ada di dalam Pembukaan
1945. UUD 1945 dan dalam pasal 29 pada Batang
Dasar semakin menguatnya akan Tubuhnya. Secara instrumen undang-
pemangkasan teori receptie ini adalah alinea undang, teori ini sampai ajalnya dengan
ketiga pembukaan UUD yang menyatakan terbitnya UU No. 1/1974 tentang Perka-
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia winan. Undang-undang ini diakui sangat
dapat tercapai karena atas berkat rahmat kental berjiwa Islam.
Allah yang Maha Kuasa. Dengan demikian, Sebenarnya niat baik memangkan teori
alinea ini memberi pesan bahwa kehidupan receptie melalui realisasi instrumen
bernegara bangsa Indonesia sangat dijiwai lembaga peradilan telah ada tahun 1957.
Ketuhanan. Di samping itu, kesadaran Instrumen tertulis dalam PP No. 45 tentang
menjalankan hukum Islam bukan karena bila Pembentukan Pengadilan Agama/Mah-
hukum Islam telah disetuji hukum adat, tapi kamah Syar’iyah di Luar Jawa dan Madura
keinginan melaksanakannya sudah meru- dengan nama Pengadilan Agama/Mah-
pakan kesadaran batin untuk melak- kamah Syariah di tingkat pertama dan

202
Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...; Faiq Tobroni

Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah hukum Islam. Kemudian setelah berhasil


Provinsi di tingkat banding (Lembaran maka tinggal membelokkannya untuk
Negara tahun 1957 No. 99). Akan tetapi mendekat kepada ide-ide Barat, yang tentu
dalam PP ini masih secara eksplisit memuat saja diharapkan hasilnya akan memperkuat
rumusan tentang jaminan “pilihan hukum”. posisi Belanda menjadi penjajah.
Sebagai akibatnya, para pencari Sementara itu Hazairin dan Sayuti
keadilan mempunyai kebebasan untuk Thalib hendak mengembalikan kesadaran
memilih berperkara di Pengadilan Agama bangsa Indonesia untuk melawan kolonial
atau di Pengadilan Negeri. Kemandulan ini termasuk melalui penolakan teori receptie.
baru terputus dengan lahirnya UU. No. 7 Untuk langkah itu digunakanlah Islam, yang
tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang dalam pembukaan UUD 1945 telah
(UUPA). Dengan terbitnya UU ini, umat Is- mengakui bahwa atas rahmat dan spirit
lam yang akan menyelesaikan perkara Ketuhananlah bangsa Indonesia menyata-
perdatanya harus ke Pengadilan Agama. kan kemerdekaannya.
(Azizi, 2004)
Konstitusi Islam yang Bernafaskan
Hukum Islam Membebaskan Diri Keindonesiaan
dari Belenggu Kolonial
Pada tanggal 24 April 1945, Jepang
Dari tarik-menarik pengakuan teori menyeponsori pembentukan Dokuritsu
berlakunya hukum, sebenarnya letak duduk Syumbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha
persoalan utamanya adalah masalah Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPU-
kekuasaan (power). Muatan pokok teori PKI). Badan itu melaksanakan sidang
receptie ini adalah prinsip divide at impera pertamanya tanggal 29 Mei sampai 1 Juni
yang bertujuan untuk menghambat dan 1945.
menghentikan meluasnya Hukum Islam dan Segera setelah selesainya sidang yang
membentuk konsep hukum tandingan yang pertama, beberapa anggota membentuk
mendukung politik pecah belah pemerintah panitia kecil yang terdiri atas sembilan or-
kolonial (Rofiq, 2001) ang yaitu: Soekarno, M. Hatta, A.A. Maramis,
Hukum sebenarnya hanya ditempatkan Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzak-
sebagai alat untuk mencapainya. Dalam kir, H. Agus Salim, Ach. Soebarjo, A.W.
bahasa ushul fiqh adalah ‘al-amru bi al-sya’i Hasjim dan M. Yamin. Setelah melalui lika-
amrun bi al-wasâilihi’, yakni upaya untuk liku pembicaraan serius, panitia kecil ini
mendapatkan sesuatu menyaratkan upaya berhasil mencapai satu modus vevendi.
melengkapi sarana-prasarananya. Hukum Kesepakatan ini menjadi penerimaan
menjadi sarana untuk mendukung dan bersama antara para nasionalis Islam di satu
menguatkan kekuasaan yang menjadi tar- pihak dan para nasionalis sekuler di pihak
get tujuan. Snouck mengkampanyekan teori lain. Kesepa-katan inilah yang kita kenal
receptie, yang kelihatannya melalui teori ini dengan rumusan untuk preambule Undang-
pemerintah kolonial memberi perhatian undang Dasar yang kemudian dikenal
kepada hukum adat. Sebenarnya bukan dengan Piagam Jakarta.
hukum adatlah yang ingin dikuatkan, The Jakarta Charter ini kemudian
melainkan ini hanyalah sekedar cara untuk ditandatangani oleh kesembilan perumus
memalingkan masyarakat pribumi dari tanggal 22 Juni 1945. Mengenai muatan

203
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

yang menimbulkan kontroversi terletak pada menggaransikan take and give antara kedua
paragraf terakhir dalam hal dasar negara belah pihak, maka harus dilanjutkan
yang berpijak pada: “Ketuhanan, dengan terjalinnya persatuan dengan tidak
kewajiban menjalankan sjari’at Islam bagi menunjukkan keterpecahan.
pemeluknya”. (Yamin, 1950) Setelah dibawa Pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan
ke sidang pleno BPUPKI kedua yang mengatasnamakan Bangsa Indonesia,
berlangsung tanggal 10-16 Juli 1945, muatan Soekarno-Hatta memproklamasikan
tersebut memancing perdebatan. kemerdekaan Indonesia. Karena desakan
Salah satu tokoh yang berasal dari yang begitu kuat untuk meninjau ulang isi
agama Protestan, yang bernama Latu- pembukaan UUD 1945, keesokan harinya
harhary, menolak anak kalimat tersebut. Dia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
beralasan bahwa rakyat Indonesia yang mengadakan rapat membahas perubahan
hidup di wilayah Indonesia timur tidak pembukaan UUD 1945. Pada pertemuan
menyetujui hal tersebut. Mereka yang bukan inilah telah terjadi sejarah yang sangat
kaum Muslim merasa keberatan tetap penting dalam perubahan pendahuluan UUD
bergabung dalam negara kesatuan Republik 1945.
Indonesia jika konstitusinya tidak meng- Hatta dipersilahkan menyampaikan
akomodir semangat kebhinekaan. Sedang- empat poin perubahan, yakni: 1) “Mukad-
kan Ki Bagus Hadikusumo dari kelompok dimah” diganti “Pembukaan”; 2) kalimat
Muslim bahkan lebih ganas lagi meminta “Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan
penghilangan kata-kata “bagi pemeluknya.” kewajiban menjalankan sjari’at Islam bagi
(Suryaman, tt.) pemeluknya” diganti menjadi “Berdasarkan
Kalau permintaan ini diikuti, maka lebih Ketuhanan Yang Maha Esa”; 3) pasal 6 ayat
fatal lagi sebab konstitusi akan memut- 1 “Presiden ialah orang Indonesia asli dan
lakkan perintah menjalankan kewajiban beragama Islam,” kata-kata “dan Beragama
syari’at Islam bagi siapapun orangnya. Lalu Islam” dicoret; serta 4) perubahan pasal 29
Soekarno sebagai juru bicara dari panitia ayat 1 “Negara berdasarkan Ketuhanan
sembilan ini menyatakan bahwa isi tersebut Yang Maha Esa” sebagai ganti “Negara
merupakan gentleman’s agreement antara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban
kaum nasionalis sekuler dan agamis menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
sehingga keberadaannya merupakan buah pemeluknya.” (Sanusi, 1965)
pikiran yang tidak mungkin sepihak. Yang perlu dicatat dalam perubahan ini
Karena kuatnya kemauan panitia adalah, bahwa empat orang dari penan-
sembilan mempertahankan dan rasionalitas- datangan Piagam Jakarta-lah yang ditunjuk
nya argumen bahwa hasil itu merupakan dan dipilih sebagai anggota Panitia Per-
hasil kompromi, maka Radjiman Wedyo- siapan Kemerdekaan, yaitu Soekarno,
diningrat sebagai Ketua Badan Penyelidik Hatta, Subardjo dan Wahid Hasjim. Di sisi
memberi masukan yang intinya menanya- lain, Wahid Hasjim (yang berasal dari pihak
kan apakah untuk menyelesaikan masalah nasionalis Islam) sedang tidak berada di
kontroversial tersebut apakah perlu diper- Jakarta pada saat perubahan tersebut.
lukan pemungutan suara. Lalu dia menerus- Dengan demikian, praktis hanya tiga orang
kan, dengan alasan karena ini sudah yang terlibat dalam penghilangan “kalimat
merupakan hasil kompromi yang telah Islami” dari Undang-undang Dasar 18

204
Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...; Faiq Tobroni

Agustus 1945; ketiga-tiganya kelompok 2001) Kurang lebih menurut Natsir, Islam
nasionalis sekuler. adalah agama yang mengurusi segala
Perubahan drastis tersebut diterima kehidupan manusia. Sebagai konsekuen-
dengan lapang dada oleh kelompok sekuler, sinya, negara pun menjadi objek pengaturan
namun tetap menyisakan kekecewaan di agama. Akhirnya, tidak bisa dihindarkan lagi
hati kalangan agamis. Seperti sejalan untuk mencapai kemakmuran, Indonesia
dengan masalah antara hubungan agama harus berdasarkan Islam.
dan negara tersebut, pada tahun 1940-an
terjadi pula polemik perdebatan ideologi Ketuhanan yang Esa; Spirit
antara Soekarno dan Natsir. Soekarno Pancasila ala Hatta yang
sebagai juru bicara nasionalis sekuler Religius
menulis beberapa artikel dalam Pandji Is-
Pandangan Hatta tentang Pancasila
lam tentang hubungan antara agama dan
dibentuk dan dipengaruhi secara dalam oleh
negara. Misalnya, judul tulisan Soekarno
pemahamannya terhadap ajaran-ajaran
seperti: ‘Memudakan Pengertian Islam,’
dasar Al-Qur’an. Dengan ungkapan lain,
‘Masyarakat Unta dan Masyarakat Kapal-
Pancasila Hatta lebih masuk akal keis-
Udara’ dan ‘Apa Sebabnya Turki Memisah-
lamannya daripada tafsiran-tafsiran yang
kan Negara dari Agama.’
diberikan oleh seorang sekularis, agnostik
Menurut Soekarno, berdasarkan tulisan atau apalagi seorang komunis. Pancasila
tersebut, kurang lebih membawa pesan Soekarno lebih bercorak sosiologis dan
akan perlunya Muslim Indonesia membe- dalam bentuk aslinya menempatkan sila
dakan antara elemen Ketuhanan dan elemen kebangsaan Indonesia sebagai sila pertama.
kemanusiaan. Seperti, agama adalah ajaran Lebih jauh bagi Soekarno, kelima sila itu
yang suci berasal dari Tuhan, sementara dapat diperas menjadi eka sila, yaitu gotong
negara adalah elemen profan yang tata cara royong. Bagi Hatta, sila Ketuhanan yang
pengelolaannya diserahkan kepada masing- Maha Esa menjadi dasar yang memimpin
masing pelaku sesuai dengan letak georafi sila-sila yang lain. (Syafi’ie, 1985)
dan latar belakang budayanya sendiri.
Justifikasi gotong royong dianggap
(Soekarno, 1959) Di sisi lain, dengan adanya
sebagai satu sila yang mencakup kelima
kebebasan mengelola negara sesuai
sila dalam Pancasila, jelas tidak dapat
karakter lokalnya sendiri-sendiri, diharuskan
diterima oleh para pemuka Islam yang
ada komitmen negara untuk tetap menjaga
memandangnya sebagai ancaman bagi segi-
amannya kehidupan agama.
segi ajaran Islam yang amat fundamental.
Kemudian Natsir menaggapi tulisan- Menurut Roem, sebagaimana dikutip
tulisan Soekaro dengan satu sesi yang Endang, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
terdiri atas sembilan artikel berjudul tidak dapat dihilangkan atau diselipkan
“Persatuan Agama dan Negara.” M. Natsir dalam “gotong royong” bagi orang-orang yang
sebagai ketua Umum DPP Masjumi, dalam memandang agamanya dengan sungguh-
pidatonya dalam sidang pleno Konstituante sungguh. (Endang, 1997)
tanggal 12 Nopember 1957 mengutarakan
Penonjolan aspek Islam dengan hanya
idenya untuk mendirikan negara Republik
menempati aspek substansial dalam
Indonesia berdasarkan Islam, yakni “Negara
konstitusi negara ini sebenarnyalah mem-
Demokrasi berdasarkan Islam”. (Natsir,
punyai makna berharga. Mungkin masih

205
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

maraknya kekakuan mendirikan negara Is- negara memperoleh landasan moral yang
lam adalah disebabkan karena kurang kukuh. (Syafiie, 1997)
siapnya menangkap Islam menjadi satu
kesatuan jalan hidup. (Yudian, 2007) Penutup
Setidaknya salah satu upaya memaknai
Hukum haruslah objektif. Ia tidak boleh
Islam sebagai kesatuan cara hidup yang
memihak si A untuk menindas si B. Segaris
menyatu, menurut Prof. Yudian, telah
dengan prinsip ini, teori tentang keberlakuan
dipraktekkan Hatta dalam mengibarkan kata
hukum juga harus netral dan bebas
“Ketuhanan Yang Maha Esa.”
kepentingan baik politik, ekonomi maupun
Dengan langkah ini, Hatta menghantam kekuasaan. Pendestorsian teori keber-
komunisme sejak dini, tetapi sekaligus lakuan hukum ini telah terjadi saat van
mengibarkan bendera Tauhid.Hatta menye- Vollenhoven dan Snouck memunculkan teori
imbangkan antara kepentingan agama receptie. Dengan teori ini, keberlakuan
dengan tetap terjaganya kesatuan tanah air. hukum Islam baru bisa dikatakan sah jika
Di sinilah makna strategis konstitusional telah diserap, diterima dan tidak berten-
Hatta. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tangan dengan hukum Adat.
sesuai dengan langkah Hatta, sudah
Menyelidiki motif teori ini, para pakar
mengakomodir Tauhid bagi umat Islam
hukum di Indonesia menemukan teori ini
(sehingga wajar jika ia didaulat sebagai
syarat mengandung kepentingan politis.
Bapak Pemersatu Konstitusional ketika
Teori ini untuk memandulkan berlakunya
mengganti tujuh kata dari Pancasila, yang
hukum Islam karena memiliki potensi
kemudian dimasukkan kembali ke dalam
bertentangan dengan hukum Belanda.
Piagam Jakarta, dengan “Yang Maha Esa”
Potensi ini bisa berimbas dengan muncul-
sebagai pilihannya). Tujuh kata itu, bagi
nya kesadaran mendeligitimasi pemerin-
Hatta, adalah gincu: tampak tapi tidak
tahan kolonial. Belanda membaca gejala ini
berpengaruh. Sebaliknya, “Yang Maha Esa”
sehingga menggunakan sarana hukum Adat
adalah garam, karena tidak memamerkan
untuk menghadang hukum Islam.
identitas Islam tetapi sangat berpengaruh.
Dampak psikologis teori receptie ini
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
sangat kuat hingga membutuhkan banyak
menurut Hatta, merupakan prinsip pem-
perangkat hukum untuk menghentikannya.
bimbing bagi cita-cita kenegaraan di Indo-
Secara prinsipil, teori ini telah dibendung
nesia. Prinsip spiritual dan etik ini mem-
melalui terbitnya Pembukaan UUD 1945
berikan bimbingan kepada semua hal yang
dan pasal 29 batang tubuhnya. Berdasarkan
baik bagi rakyat Indonesia. Sejalan dengan
pembukaan telah dinyatakan, bahwa
prinsip fundamen ini, sila kedua, sila ketiga,
pengisian kemerdekaan ini secara non-fisik
sila keempat dan sila kelima merupakan
juga membutuhkan instrumen ajaran agama
kelanjutan dari sila pertama dalam praktek.
dalam membangun hukumnya. Selanjutnya
Dengan berpegang teguh kepada filsafat ini,
pasal 29 menyatakan bahwa negara
pemerintah Indonesia jangan sampai
menjamin hak asasi bagi setiap orang
menyimpang dari jalan lurus bagi kesela-
menjalankan ajaran agamanya, baik dalam
matan negara dan masyarakat, ketertiban
hal ibadah maupun hukumnya.
dunia dan persaudaraan antara bangsa.
Ditambah lagi, melalui sila yang pertama, Upaya dalam menciptakan instrumen
lembaga peradilan juga telah diupayakan

206
Keberhasilan Hukum Islam Menerjang Belenggu Kolonial dan...; Faiq Tobroni

dengan lahirnya PP No. 45 1975. Akan tetapi nuansa penjajahan namun dengan wajah
sejauh menggunakan dasar ini, masyarakat yang baru. Di antar modusnya adalah slo-
muslim yang masih mengidap receptie gan liberalisme, kapitalisme, pasar bebas
menggunakan hak pilih hukumnya untuk dll. Contoh ini sekedar tantangan dari
berperkara di Pengadilan Negeri atau eksternal, sementara di dalam internal
Pengadilan Agama dalam masalah perdata. sendiri juga mengalami banyak tantangan.
Akhirnya beban ini telah tuntas dengan Di antaranya adalah munculnya gerakan
terbitnya UU. No. 7 tahun 1989 tentang separatis.l
Peradilan Agama yang mengatur bahwa
untuk orang Islam mencari keadilan di Daftar Pustaka
Pengadilan Agama dalam masalah perdata-
Alfian (Editor), Segi-segi Sosial Budaya
nya.
Masyarakat Aceh.Jakarta: LP3ES,
Di sisi lain, Islam juga telah berjasa 1977).
menjaga keutuhan Indonesia dalam peru-
musan konstitusi. Pada saat perumus-an Ali, Mohammad Daud,1994, Hukum Islam;
Piagam Jakarta, sempat terjadi perde-batan Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
terkait redaksinya; antara formalisasi Islam Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:
ataukah susbstansialisi Islam. Gejala Raja Grafindo Persada.
formalisasi telah nampak dengan pencan-
tuman tujuh kata Islam dalam sila I Anshari, Endang Saifuddin,1997. Piagam
Pancasila. Pilihan ini mendapat reaksi keras Jakarta 22 Juni 1945; Sebuah
sampai ada ancaman rakyat Indonesia Timur Konsensus Nasional tentang Dasar
yang tidak beragama Islam enggan berga- Negara RI (1945-1949),Jakarta:
bung dalam NKRI. Gema Insani Press.
Polemik ini akhirnya bisa diselesaikan
Hatta yang telah mencoret tujuh kata Azizy, Qodry, 2004.Hukum Nasional;
tersebut dengan ganti redaksi “Ketuhanan Eklektis-isme Hukum Islam dan
Yang Maha Esa”. Keesaan ini meskipun Hukum Umum.Jakarta: Penerbit
melambangkan redaksi yang bisa diterima Teraju.
oleh agama lain, sebenarnya masih sejalan
dengan spirit Islam yakni Tauhid (mono- Azwar, Saifuddin,1998. Metode Penelitian,
theisme). Dengan demikian, Hatta telah cet ke-1,Yogyakarta: Pustaka
berhasil menjaga kesatuan bangsa tanpa Pelajar.
harus menghilangkan substansi ajaran Is-
lam. Pancasila yang diidealkan Hatta juga Bisri, Cik Hasan,2003. Model Penelitian Fiqh
memusatkan jiwanya pada sila pertama. Jakarta Timur: Kencana.
Menurutnya, perjalanan kehidupan negara
ini mempunyai pegangannya dengan Haar, Ter, 1973.Hukum Adat dalam Polemik
landasan spiritual ketuhanan. Ilmiah,Jakarta: Bhratara.
Pelajaran berharga ini sudah seharus- Hatta, Mohammad,1977. Pengertian
nya diteruskan oleh para ahli hukum Pancasila, Jakarta: Idayu.
sekarang. Pembentukan undang-undang
untuk masa sekarang ini juga masih diliputi

207
UNISIA, Vol. XXXII No. 72 Desember 2009

Hazairin, 1981.Tujuh Serangkai tentang Soekarno,1959. Di Bawah Bendera


Hukum,Jakarta: Bina Aksara. Revolousi,Jakarta: Panitia Penerbit
DBR.
Kartono, Kartini,1996. Pengantar Metodologi
Riset Sosial ,Bandung: Mandar Maju. Soepomo, 1963.Bab-bab Hukum Adat
Jakarta: Penerbit Universitas.
Maarif, Ahmad Syafi’i,1985. Studi tentang
Percaturan dalam Konstituante; Is- Sosroatmodjo,1928. Arso dan Wasit Aulawi,
lam dan Masalah Kenegaraan Hukum Perkawinan di Indonesia
Jakarta: LP3ES. Jakarta: Bulan Bintang.

Natsir, M., 2001.Agama dan Negara dalam Surjaman, Tjun (ed),1994. Hukum Islam
Perspektif Islam,Jakarta: Penerbit dalam Perkembangan dan Pemben-
Media Dakwah. tukan,Bandung: Remaja Rosda-
karya.
Noer, Deliar,1982. Gerakan Modern Islam
di Indonesia,Jakarta: LP3ES. Thalib, Sayuti,1980. Receptio a Contrario:
Hubungan Hukum Adat dengan
Notonagoro,1956. Pemboekaan Oendang- Hukum Islam,Jakarta: Bina Aksara.
oendang Dasar 1945,Yogyakarta:
Ttp. Wahyudi, Yudian, 2007,Maqashid Syari’ah
dalam Pergumulan Politik Yogyakar-
Rofiq, Ahmad,2001. Pembaharuan Hukum ta: Pesantren Nawesea Press.
Islam di Indonesia,Yogyakarta:
Penerbit Gama Media. Yamin,1950. Naskah Persiapan Undang-
Undang Dasar 1945,Jakarta: Yaya-
Sanusi, Ahmad,1965. Islam, Revolusi dan san Prapanca.
Masyarakat,Bandung: Sumur
Bandung.

rrr

208

Anda mungkin juga menyukai