Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pengembangan Usaha

2.1.1 Pengertian pengembangan Usaha

Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha

atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas

(Anoraga, 2007:66). Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka

besarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala

menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar.

Kegiatan bisnis dapat dimulai dari merintis usaha (starting), membangun

kerjasama ataupun dengan membeli usaha orang lain atau yang lebih dikenal

dengan franchising. Namun yang perlu diperhatikan adalh kemana arah bisnis

tersebut akan dibawa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu pengembangan dalam

memperluaskan dan mempertahankan bisnis tersebut agar dapat berjalan dengan

baik. Untuk melaksanakan pengembangan bisnis dibutuhkan dukungan dari

berbagai aspek seperti bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM,

teknologi dan lain-lain.

2.1.2 Tahapan Pengembangan Usaha

Menurut Pandji Anoraga (2007:90), ada beberapa tahapan pengembangan

usaha antara lain:

Tahap I: Identifikasi Peluang

Perlu mengidentifikasi peluang dengan didukung data dan informasi.

Informasi biasanya dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti:


1. Rencana Perusahaan

2. Saran dan usul manajemen kecil

3. Program dan pemerintah

4. Hasil berbagai riset peluang usaha

5. Kadin atau asosiasi usaha sejenis

Tahap II: Merumuskan alternatif usaha

Setelah informasi berkumpul dan dianalisis maka pimpinan perusahaan

atau manajer usaha dapat dirumuskan usaha apa saja yang mungkin dapat dibuka.

Tahap III: Seleksi Altenatif

Alternatif yang banyak selanjutnya harus dipilih satu atau beberapa

alternatif yang terbaik dan prospektif. Untuk usaha yang prospektif dasar

pemilihannya antara lain dapat menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Ketersediaan Pasar

2. Resiko Kegagalan

3. Harga

Tahap IV : Pelaksanaan Alternatif Terpilih

Setelah penentuan alternatif maka tahap selanjutnya pelaksanaan usaha

yang terpilih.

Tahap V : Evaluasi

Evaluasi dimaksud untuk memberikan koreksi dan perbaikan terhadap

usaha yang dijalankan. Di samping itu juga diarahkan untuk dapat memberikan

masukan bagi perbaikan pelaksanaan usaha selanjutnya.


2.1.3 Tehnik Pengembangan Usaha

2.1.3.1 Peningkatan Skala Ekonomis

Cara ini dapat dilakukan dengan menambah skala produksi, tenaga kerja,

teknologi, sistem distribusi, dan tempat usaha (Suryana, 2006:156). Ini dilakukan

bila perluasan usaha atau peningkatan output akan menurunkan biaya jangka

panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis (economics of scale). Sebaliknya,

bila peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang

(diseconomics of scale), maka tidak baik untuk dilakukan. Dengan kata lain, bila

produk barang dan jasa yang dihasilkan sudah mencapai titik paling efisien, maka

memperluas skala ekonomi tidak bisa dilakukan, sebab akan mendorong kenaikan

biaya. Skala usaha ekonomi terjadi apabila perluasan usaha atau peningkatan

output menurunkan biaya jangka panjang. Oleh karena itu, apabila terjadi skala

usaha yang tidak ekonomis, wirausaha dapat meningkatkan usahanya dengan

memperluas cakupan usaha(economics of scope). Skala ekonomi menunjukkan

pengurangan biaya perusahaan akibat kenaikan output, maka kurva pengalaman

atau kurva belajar (learning curve) menunjukkan pengurangan biaya yang mucul

akibat kenaikan volume secara kumulatif.

2.1.3.2 Perluasan Cakupan Usaha

Cara ini bisa dilakukan dengan menambah jenis usaha baru, produk, dan

jasa baru yang berbeda dari yang sekarang diproduksi (diversifikasi), serta dengan

teknologi yang berbeda. Misalnya, usaha jasa angkutan kota diperluas dengan

usaha jasa bus pariwisata, usaha jasa pendidikan diperluas dengan usaha jasa

pelatihan dan kursus-kursus (Suryana, 2006:156). Dengan demikian, lingkup


usaha ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis

yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan( joint total production cost)

dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah

lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu

apabila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa dilakukan

apabila wirausaha memiliki permodalan yang cukup. Sebaliknya, lingkup usaha

tidak ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha yang tidak

ekonomis, dimana biaya produksi total bersama (joint total production cost)

dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah

lebih besar daripada penjumlahan biaya produksi dari masing-masing jenis produk

itu apabila diproduksi secara terpisah.Untuk memperluas skala ekonomi ataung

cukup, lingkup ekonomi, bila pengetahuan usaha dan permodalan yang cukup,

wirausaha bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan lain melalui usaha

patungan (joint venture), atau kerjasama manajemen melalui sistem kemitraan.

2.1.4 Jenis –Jenis Strategi Pengembangan Usaha

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya

dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi

sumber daya (Rangkuti, 2009:4).

2.1.4.1 Strategi Pengembangan Produk

Pengembangan produk adalah mengupayakan peningkatan penjualan

melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau pengembangan produk atau jasa

baru (David, 2009:251). Pengembangan produk biasanya membutuhkan

pengeluaran yang besar untuk penelitian dan pengembangan. Strategi


pengembangan produk ini dipilih untuk dijalankan oleh suatu perusahaan dalam

rangka memodifikasi produk yang ada sekarang atau penciptaan produk baru yang

masih terkait dengan produk yang sekarang. Dengan demikian produk baru atau

yang dimodifikasi tersebut, dapat dipasarkan kepada pelanggan yang ada sekarang

melalui saluran pemasaran yang ada. Gagasan strategi ini dipilih untuk dijalankan

dengan tujuan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Di samping

itu sekaligus melakukan pengembangan produk, bagi upaya mendalami pengaruh

dari siklus yang dikenal sebagai product life style.

Penekanan dari pelaksanaan strategi pengembangan produk adalah untuk

meningkatkan daya tarik produk, dan sekaligus menjaga citra dari merek dan

reputasi perusahaan, serta memberikan pengalaman positif bagi pelanggan.

Menurut David (2009:260), lima pedoman tentang kapan pengembangan produk

dapat menjadi sebuah strategi yang efektif, yaitu:

a. Ketika organisasi memiliki produk-produk berhasil yang berada di tahap

kematangan dari siklus hidup produk; gagasannya di sini adalah menarik

konsumen yang terpuaskan untuk mencoba produk baru (yang lebih baik)

sebagai hasil dari pengalaman positif mereka dengan produk atau jasa

organisasi saat ini.

b. Ketika organisasi berkompetensi di industri yang ditandai oleh

perkembangan teknologi yang cepat.

c. Ketika pesaing utama menawarkan produk berkualitas lebih baik dengan

harga “bagus”.
d. Ketika organisasi bersaing dalam industri dengan tingkat pertumbuan

tinggi.

e. Ketika organisasi memiliki kapabilitas penelitian dan pengembangan yang

sangat kuat.

2.1.4.2 Strategi Pengembangan Pasar

Pengembangan pasar adalah memperkenalkan produk atau jasa saat ini ke

wilayah geografis baru (David, 2009:251). Strategi pengembangan pasar dipilih

untuk dijalankan dengan pertimbangan dapat dilakukannya pengkoordinasian,

sehingga akan dapat dicapai biaya pengorbanan yang lebih rendah dan resiko yang

dihadapi lebih kecil. Penekanan dari strategi ini adalah pada pemasaran produk

yang sekarang dijalankan, dengan pertimbangan telah dimilikinya keahlian dan

keterampilan dalam pengoperasian baik untuk pelanggan yang ada, maupun untuk

pelanggan baru. Dalam hal ini kegiatan yang ditingkatkan adalah penambahan

saluran distribusi dan cabang perusahaan, serta mengubah dan meningkatkan

program advertensi dan promosi. Pengembangan pasar adalah suatu keputusan

stratejik dari suatu perusahaan atau korporasi ( Assauri, 2013:135). Keputusan

stratejik itu diarahkan untuk dapat memanfaatkan peluang pasar bagi pertumbuhan

perusahaan secara berkelanjutan.

Dengan keberhasilan ini diharapkan suatu perusahaan dapat mempunyai

keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Dalam pelaksanaanya suatu

strategi pemasaran perusahaan menggambarkan rencana bermain manajerial untuk

keberhasilan dalam menjalankan penjualan dan bagian pemasaran dari suatu

bisnis. Suatu perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhan pasarnya dengan


penekanan pada lingkup stratejik di dalam suatu industri, dengan menawarkan

lebih banyak produk/teknologi/jasa guna membuka jalan untuk segmen pasar yang

lebih banyak.

Menurut David (2009:259) ada enam pedoman tentang kapan

pengembangan pasar dapat menjadi sebuah strategi yang sangat efektif, yaitu:

a. Ketika saluran-saluran distribusi baru yang tersedia dapat diandalkan,

tidak mahal, dan berkualitas baik.

b. Ketika organisasi sangat berhasil dalam bisnis yang dijalankannya.

c. Ketika pasar baru yang belum dikembangkan dan belum jenuh muncul.

d. Ketika organisasi mempunyai modal dan sumber daya manusia yang

dibutuhkan untuk mengelola perluasan operasi.

e. Ketika organisasi memiliki kapasitas produksi yang berlebih.

f. Ketika industri dasar organisasi dengan cepat berkembang menjadi global

dalam cakupannya.

2.1.4.3 Strategi Pengembangan yang Terkonsentrasi

Strategi pengembangan yang terkonsentrasi memfokuskan pada suatu

kombinasi produk dan pasar tertentu. Suatu pertumbuhan terkonsentrasi

merupakan strategi perusahaan yang langsung menekankan pemanfaatan sumber

daya untuk meningkatkan pertumbuhan dari suatu produk tunggal, dalam suatu

pasar tunggal dengan suatu teknologi yang dominan. Pemilihan secara rasional

atas pendekatan ini adalah melakukan penetrasi pasar dengan strategi

terkonsentrasi, yang dimanfaatkan perusahaan atas pengalaman pengolahan

operasi bisnis perusahaan di dalam suatu arena bisnis persaingan.


Strategi pengembangan yang Terkonsentrasi diarahkan untuk

mempertinggi kinerja perusahaan. Dimungkinkannya hal ini, karena didukung

oleh kemampuan menilai kebutuhan pasar, pengetahuan tentang perilaku pembeli,

sensitivitas harga pelanggan dan efektivitasdari advertensi dan promosi. Suatu

perusahaan menjalankan strategi pertumbuhan yang terkonsentrasi secara berhasil,

bila didukung oleh pengembangan keterampilan atau skills, dan kompetensi bagi

upaya pencapaian keberhasilan bersaing.

2.1.4.4 Strategi Inovasi

Strategi inovasi menjadi perhatian bagi suatu perusahaan, karena dalam

banyak industri apabila tidak dilakukan inovasi akan dapat meningkatkan

timbulnya risiko yang dihadapi perusahaan itu. Strategi inovasi selalu dibutuhkan

perusahaan baik untuk produk-produk industri, maupun untuk barang-barang

konsumsi , karena selalu diharapkan adanya perubahan atau kemajuan dari produk

yang ditawarkan. Di dalam era persaingan, kompetensi suatu perusahaan

ditentukan oleh kemampuan perusahaan itu melakukan inovasi, baik yang terkait

dengan inovasi produk untuk menemukan produk baru atau produk modifikasi,

maupun inovasi proses yang dapat menghasilkan produk yang sama dengan biaya

yang lebih murah, sebagai akibat digunakannya teknologi baru yang lebih maju.

2.1.4.5 Strategi Integrasi Horizontal (Horizontal Integration)

Integrasi horizontal terjadi apabila suatu organisasi perusahaan menambah

satu atau lebih bisnisnya yang memproduksi produk/jasa yang sejenis

dioperasikan pada pasar produk yang sama.


2.2 Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan kerangka penganalisisan yang terintegrasi

antara internal perusahaan dan lingkungan eksternal, dengan membangun

pendekatan SWOT (Assauri ,2013:71). Analisis SWOT merupakan ringkasan dari

keunggulan dan kelemahan perusahaan yang dikaitkan dengan peluang dan

ancaman lingkungan. Dengan memikirkan tentang keunggulan dan kelemahan

organisasi perusahaan, diharapkan akan dapat membantu manajer stratejik untuk

melihat organisasinya relatif terhadap pesaingnya. Kerangka analisis SWOT

mengembangkan wawasan atau pandangan, bahwa suatu perusahaan hanya dapat

meningkatkan kinerjanya, bila perusahaan itu dapat mengolah pemanfaatan

peluang sekaligus meminimalisasi ancaman lingkungannya. Analisis SWOT

adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan (Rangkuti, 2014:19). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian

perencana strategis (strartegic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis

perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada

saat ini. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang

(opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths)

dan Kelemahan (weaknesses).


BERBAGAI PELUANG

3.Mendukung 1. Mendukung

strategi turn around strategi agresif

KELEMAHAN KEKUATAN
INTERNAL INTERNAL

4.Mendukung 2.Mendukung

strategi defensif strategi diversifikasi


BERBAGAI ANCAMAN
3

Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT

Kuadaran 1 : situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan memiliki peluang

dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.strategi yang harus

diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang

agresif (growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara

strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di

lain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi

perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan

sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.


Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

2.2.1 Analisis Lingkungan Internal

Menurut Hunger (2003: 159) Para manajer strategis harus dapat mengenali

variabel-variabel dalam perusahaan yang merupakan kekuatan atau kelemahan

yang penting. Sebuah variabel merupakan kekuatan apabila menyediakan

keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif adalah sesuatu yang dilakukan

perusahaan atau berpotensi untuk dilakukan dengan lebih baik secara relatif

terhadap kecakapan pesaing lain yang sudah ada atau potensial.

Sebuah variabel merupakan kelemahan apabila berupa sesuatu yang tidak

dilakukan dengan baik oleh perusahaan atau perusahaan tidak memiliki kapasitas

untuk melakukannya, sementara pesaingnya memiliki kapasitas tersebut. Untuk

mengevaluasi pentingnya variabel-variabel tersebut, manajemen harus mengetahui

apakah variabel-variabel tersebut merupakan faktor strategis internal (Strategic

Internal factors) yaitu kekuatan dan kelemahan khusus perusahaan yang akan

membantu menentukan masa depan. Menurut Jatmiko (2003: 68) Faktor-faktor

kunci internal di bidang-bidang fungsional pada perusahaan umumnya mencakup

aspek-aspek yaitu :

1. Aspek Pemasaran

Pemasaran adalah proses penentuan, pengantisipasian, penciptaan, dan

pemenuhan keinginan dalam kebutuhan pelanggan atas produk dan jasa.


2. Aspek Keuangan dan Akuntansi

Kondisi keuangan seringkali dipertimbangkan sebagai ukuran yang terbaik

kekuatan atau posisi persaingan perusahaan. Penetapan kekuatan dan

kelemahan keuangan organisasi atau perusahaan merupakan hal yang penting

dalam formulasi strategi secara efektif.

3. Aspek Produksi/ Operasi dan Penelitian Pengembangan

Aktivitas-aktivitas produksi dan operasi biasanya menggambarkan bagian

terbesar dari sumber daya manusia dan modal suatu organisasi. Penelitian dan

pengembangan secara spesifik juga mempengaruhi kekuatan dan kelemahan

perusahaan. Perusahaan yang sedang menerapkan strategi pengembangan

produk membutuhkan fungsi R&D yang kuat.

4. Aspek Sistem Informasi

Sistem informasi merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan

mekanisme formal dan informal dimana setiap organisasi sebaiknya

menggunakan sistem informasi untuk memperoleh informasi tentang

lingkungan eksternal yang relevan dan tentang kapabilitas internal organisasi

itu sendiri. Fokus dari sistem informasi ditentukan oleh karakteristik misi

organisasi, karena itu setiap sistem informasi sebaiknya mempunyai

karakteristik tersendiri yang unik.

2.2.2. Analisis Lingkungan Eksternal

Menurut Jatmiko (2003: 30) Analisis lingkungan eksternal atau biasanya

disebut analisis peluang dan ancaman organisasi/ perusahaan.


Disebut demikian karena perubahan lingkungan eksternal perusahaan merupakan

sumber utama ancaman dan peluang perusahaan baik di masa sekarang maupun di

masa mendatang. Terdapat dua macam lingkungan eksternal, yaitu lingkungan

eksternal makro dan lingkungan eksternal mikro.Lingkungan eksternal makro

biasanya juga disebut lingkungan umum, yaitu lingkungan eksternal dimana

organisasi/ perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan atau

mempengaruhi secara langsung.

Lingkungan eksternal mikro biasanya juga disebut lingkungan tugas, atau

lingkungan kompetitif, atau lingkungan industri, yaitu lingkungan eksternal

dimana perusahaan mempunyai sedikit kemampuan untuk mengendalikan atau

mempengaruhi.

2.2.2.1 Faktor – Faktor Lingkungan Eksternal Makro

Adapun faktor-faktor lingkungan Eksternal makro terdiri dari :

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan hubungan timbal balik antara perusahaan dengan

lingkungan hidupnya atau ekologinya. Ekologi adalah hubungan antara

kehidupan manusia dan kehidupan lainnya seperti udara, tanah, dan air.

2. Lingkungan Ekonomi

Faktor ekonomi berhubungan dengan sifat dan arah ekonomi dimana suatu

perusahaan beroperasi. Sebab pola konsumsi masyarakat secara relatif

dipengaruhi oleh tren sektor ekonomi dan pasar, sehingga dalam perencanaan

stratejiknya setiap organisasi/ perusahaan harus mempertimbangkan arah tren

ekonomi dari setiap sektor pasar yang mempengaruhi industri atau pasarnya.
3. Lingkungan politik dan Hukum

Arah dan stabilitas politik dan hukum merupakan pertimbangan utama bagi

para manajer dalam memformulasi strategi perusahaan. Peraturan dan

perundangan dapat membatasi dan atau memberikan peluang bagi operasi

perusahaan.

4. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi aktivitas dan kinerja

perusahaan mencakup keyakinan, nilai-nilai, sikap, pandangan, serta gaya

hidup manusia sebagai akibat perkembangan dan perubahan kondisi

kebudayaan, bahasa, ekologi, demografi, keberagaman, pendidikan, suku

bangsa dan ras, serta mobilitas penduduk, lembaga-lembaga sosial, simbol

status, dan keyakinan agama.

5. Lingkungan Teknologi

Teknologi merupakan pendorong utama dibalik pengembangan berbagai

produk dan pasar baru, tetapi kadang juga menjadi alasan utama menurunnya

berbagai produk dan pasar.

6. Faktor Demografi

Evolusi atau perubahan populasi penduduk merupakan faktor kunci lingkungan

bagi perusahaan. Penduduk secara langsung berdampak pada pasar konsumen

dan mempengaruhi kekuatan – kekuatan ekonomi lainnya.


a. Faktor – Faktor Lingkungan Industri

Lingkungan industri merupakan lingkungan eksternal yang paling penting bagi

kebanyakan manajer dan perumusan manajemen stratejik suatu perusahaan

untuk dianalisis secara mendalam. Michael Porter dalam Jatmiko (2003: 44)

memberikan konsep lingkungan industri yang dapat menjadi dasar dalam

pemikiran stratejik dalam perencanaan bisnis. Porter menjelaskan lima

kekuatan yang membentuk sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri

yaitu Ancaman Pendatang Baru.

Pendatang baru dalam suatu industri biasanya membawa dan menambah

kapasitas baru, keinginan mendapatkan pangsa pasar (market share), dan juga

sumber daya baru. Berat ringannya ancaman pendatang baru tergantung pada

hambatan masuk dan reaksi dari pesaing yang telah ada dimana pendatang baru

akan memasuki industri atau pasar tersebut. Jika hambatan masuk ke industri

tinggi dan pendatang baru dapat dikalahkan oleh para pesaing yang telah ada,

maka perusahaan secara nyata tidak akan mendapatkan ancaman serius dari

pendatang baru.

b. Kekuatan Pemasok (Powerful of suppliers)

Pemasok menyediakan dan menawarkan input yang diperlukan untuk

memproduksi barang atau menyediakan jasa oleh industri atau perusahaan.

Apabila pemasok mampu mengendalikan perusahaan dalam hal penyediaan

input, sedang industri tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan

pemasok maka posisi tawar industri menjadi lemah dan sebaliknya posisi tawar

pemasok menjadi kuat.


c. Kekuatan Pembeli / Pelanggan (Powerful of buyers)

Pembeli atau pelanggan terdiri dari pelanggan individual dan pelanggan

organisasi. Pembeli mempengaruhi industri melalui kemampuan mereka untuk

menekan turunnya harga, permintaan terhadap kualitas, dan memainkan peran

untuk melawan satu pesaing dengan lainnya.

d. Ancaman Produk Pengganti

Produk pengganti dapat memberikan pilihan bagi pelanggan pembeli dan akan

mengurangi keuntungan perusahaan. Sebenarnya semua perusahaan dalam

industri bersaing dengan industri lain yang memproduksi produk pengganti.

Produk pengganti muncul dalam produk yang berbeda, tetapi dapat memuaskan

kebutuhan yang sama dari produk lain.

e. Pesaing dalam Industri yang Sama

Profil pesaing dalam industri yang sama dibandingkan dengan profil organisasi

sendiri untuk mengidentifikasikan bidang-bidang yang secara relatif

mempunyai kelemahan atau kekuatan dibanding pesaing. Setelah mengetahui

kekuatan dan kelemahan kemudian dapat digunakan untuk menilai alternatif

strategi kompetitif yang dapat ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan.


2.3 ANALISIS MATRIKS

2.3.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal

perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.

Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari beberapa

fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM,

pemasaran, sistem informasi, dan produksi/operasi.

Tahapan Kerja

Pada prinsipnya, tahapan kerja pada matriks IFE sama dengan matriks EFE:

a. Buatlah daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan

(strengths) dan kelemahan (weaknesses).

b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan skala

yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.

Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung

berdasarkan rata-rata industrinya.

c. Beri rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang

memiliki nilai:

1 = sangat lemah

2 = tidak begitu lemah

3 = cukup kuat

4 = sangat kuat

Jadi, rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot

mengacu pada industri di mana perusahaan berada.


d. Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk

menentukan nilai skornya.

e. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan

yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya di bawah 2,5

menandakan bahwa secara internal perusahaan adalah lemah, sedangkan

nilai yang berada di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.

Seperti halnya pada matriks EFE, matriks IFE terdiri dari cukup banyak

faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah bobot

karena ia selalu berjumlah 1,0.

Tabel 2.1 Matriks IFE

Key Internal Factors Bobot Rating Skor


Kekuatan (Strength)

Kelemahan (Weakness)

Total

Sumber: (Husein Umar: 2005)


2.3.2 Matriks External Factor Evaluation (EFE)

Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal

perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang

menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,

pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri dimana perusahaan

berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor

eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

perusahaan.

Tahapan Kerja

a. Buatlah daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang

mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk

aspek eksternal yang mencakup perihal opportunities (peluang) dan threats

(ancaman) bagi perusahaan.

b. Tentukan bobot (weight) dari critical success factors tadi dengan skala

yang lebih tinggi bagi yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.

Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung

berdasarkan rata-rata industrinya.

c. Tentukan rating setiap critical success factors antara 1 sampai 4, dimana:

1 = di bawah rata-rata

2 = rata-rata

3 = di atas rata-rata

4 = sangat bagus

Rating ditentukan berdasarkan efektivitas strategi perusahaan.


Dengan demikian nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan.

d. Kalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor semua

critical success factors.

e. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan

yang dinilai. Skor total 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon

dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan

menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara itu, skor

total sebesar 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan

peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman

eksternal.

Tabel 2.2 Matriks EFE

Key External Factors Bobot Rating Skor


Peluang (Opportunities)

Ancaman (Threats)

Total
Sumber : (Husein Umar : 2005)
2.3.3 Matriks TOWS/SWOT

Matriks Threats – Opportunities – Weakness – Strengths (TOWS)

merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer

mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah:

a. Strategi SO (Strength- Opportunity)

Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih

peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

b. Strategi WO (Weakness- Opportunity)

c. Strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan

internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

d. Strategi ST (Strength- Threat)

Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari atau

mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

e. Strategi WT (Weakness- Threat)

Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi

kelemahan internal serta menghindari ancaman.

.
2.4 Matriks Strategi SWOT

Peluang Lingkungan

Kuadran III Kuadran I


•Penciutan •Pengembangan Pasar
•Putar Haluan •Pengembangan Produk
•Aliansi •Penetrasi Pasar
•Joint Venture •Pertumbuhan Konglomerasi
•Integrasi Horizontal
•Integrasi ke depan
Kelemahan Keunggulan
Internal Internal
Kuadran IV Kuadran II
•Divestasi •Diversifikasi terkait
•Likuidasi •Diversifikasi tidak terkait
•Bankruptcy •Diversifikasi Konglomerat
•Integrasi Vertikal
•Integrasi ke belakang

Ancaman Lingkungan

Sumber: Assauri (2013:75)

Perusahaan yang mempunyai keunggulan internal dengan peluang

lingkungan eksternal, berada pada kuadran pertama dengan penekanan pada

pertumbuhan. Dalam hal ini pilihan startegi yang sebaiknya ditetapkan adalah

salah satu dari yang berikut, yaitu Strategi Pengembangan Pasar, Strategi

Pengembangan Produk, Strategi Penetrasi Pasar, Strategi Pertumbuhan

Konglomerasi, Strategi Integrasi Horizontal, dan Strategi Integrasi Ke Depan atau

Forward.

Strategi Pengembangan Pasar merupakan strategi memperkenalkan produk atau

produk yang ada di daerah atau segmen pasar yang baru. Strategi Pengembangan

Produk adalah strategi peningkatan penjualan dengan menekankan perbaikan dari

produk yang ada atau pengembangan produk baru.


Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi peningkatan share pasar untuk produk

yang ada melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih intensif dan optimal. Strategi

Pertumbuhan Konglomerasi adalah strategi ekspansi aktivitas bisnis perusahaan,

yang dapat berupa ekspansi secara internal., maupun ekspansi secara eksternal,

melalui merger atau akuisisi. Strategi Integrasi Horizontal merupakan upaya

untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali di atas para pesaing,

dengan melakukannya pengakuisisan satu atau lebih perusahaan, yang beroperasi

sama, pada tahap rantai pemasaran-produk yang merupakan grand-strategynya.

Strategi Integrasi Ke Depan adalah upaya untuk mendapatkan strategi

kepemilikan atau peningkatan pengendalian atas distributor dan pengecer. Strategi

Inovasi merupakan strategi perusahaan pada pertumbuhan dengan

mengembangkan produk baru atau meningkatkan kompetensi produksi dan

pemasaran.

Perusahaan yang mempunyai keunggulan internal dengan menghadapi

ancaman lingkungan eksternal, berada pada kuadran kedua. Dalam hal ini pilihan

strategi yang dapat ditetapkan adal Strartegi Diversifikasi yang terkait (Related

Diversification), Diversifikasi yang tidak terkait (Unrelated Diverrsification),

Diversifikasi Konglomerasi (Conglomerate Diversification), Integrasi Vertikal

dan Integrasi Ke Belakang (Backward Integration). Strategi Diversifikasi yang

terkait adalah strategi menambah lingkup bisnis baru, tetapi masih berhubungan

dengan produk atau jasa yang sedang dioperasikan. Strategi Diversifikasi

Konglomerasi adalah strategi menambah lingkup bisnis baru yang menjanjikan

bagi pengembangan investasi yang masih berpeluang, guna menunjang penciptaan


sinergi produk-pasar. Startegi Integrasi Vertikal merupakan strategi mencari

peluang, dengan berupaya untuk beroperasi secara vertikal pada beberapa lokasi

di dalam suatu rantai nilai.Strategi Integrasi Ke Belakang adalah strategi

mengintegrasikan operasi ke belakang dalam suatu rantai nilai industri.

Perusahaan yang mempunyai peluang lingkungan eksternal, tetapi dengan

lingkungan internal yang berupa sumber daya dan kapabilitas perusahaan yang

lemah, berada pada kuadran ke tiga. Dalam ini pilihan strategi perusahaan yang

dapat dilakukan adalah Strategi Penciutan (Rentrechment), Startegi Putar Haluan

(Turn around), Strategi Aliansi dan Strategi Ventura Bersama (Joint Venture).

Strategi Penciutan merupakan strategi menghadapi tekanan untuk meningkatkan

kinerja dengan mencoba menghilangkan kelemahan, melalui pengelompokkan

biaya dan aset yang sedang menurun, dan sekaligus menghambat penurunan

penjualan dan laba. Strategi Putar Haluan merupakan strategi yang menekankan

perbaikan efisiensi operasi perusahaan, sehingga dapat menembus dari batas-batas

kritis. Strategi Aliansi merupakan strategi partnership, dimana partner

berkontribusi keterampilan atau skills dan pengalaman mereka bagi suatu

pengembangan bisnis bersama. Strategi Ventura Bersama (joint venture)

merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan dari komponen keberhasilan

utama dalam keberhasilan bersaing.

Perusahaan yang menghadapi ancaman lingkungan eksternal, dengan

lingkungan internal yang berupa sumber daya dan kapabilitas yang lemah, maka

perusahaan sangat rumit menghadapi kondisi ini, dan berada pada kuadran

keempat. Dalam keadaan seperti ini, pilihan strategi perusahaan adalah Strategi
Divestasi, Strategi Likuidasi dan Strategi Bankruptcy. Strategi Divestasi

merupakan strategi menjual satu divisi atau bagian organisasi perusahaan. Strategi

Likuidasi adalah strategi menjual seluruh aset perusahaan atau sebagian, tetapi

hanya berupaya aset berwujud. Strategi Bnkcrupty merupakan strategi

pembangkrutan akibat terjadinya kegagalan bisnis, yang menyebabkan

pendistribusian seluruh aset ke kreditor.

2.4 Konsep Dasar Akuntansi

2.4.1 Konsep Kesatuan Usaha

Adanya pemisahan pencatatan antara transaksi perusahaan sebagai entitas

ekonomi dengan transaksi pemilik sebagai individu dan transaksi ekonomi entitas

ekonomi lainnya (Hery, 2012:10). Sebagai contoh, Tn.Alfonso sebagai pemilik

bengkel mobil, tidak boleh memperhitungkan biaya pribadinya sebagai beban

bengkel. Biaya pribadi disini misalnya biaya untuk sewa apartemen sebagai

tempat tinggal, biaya untuk keperluan sekolah anak. Jadi, yang boleh

diperhitungkan sebagai beban bengkel hanyalah pengeluaran-pengeluaran yang

memang terkait langsung dengan usaha bengkelnya. Demikian pula apanila

Tn.Alfonso memiliki dua jenis usaha yang berlainan, misalnya usaha bengkel dan

salon, maka harus dipisahkan antara beban pribadi, beban usaha bengkel, dan

beban usaha salon.

2.4.2 Konsep Kesinambungan Usaha

Perusahaan didirikan dengan maksud untuk tidak dilikuidasi (dibubarkan)

dalam jangka waktu dekat, akan tetapi perusahaan diharapkan akan tetap terus

beroperasi(exist) dalam jangka waktu yang tidak terbatas (Hery, 2012:10).


Jika tidak ada asumsi ini, maka berarti tidak akan ada penyusutan atas aset tetap,

karena aset yang dibeli tidak akan dicatat sebesar harga perolehannya, melainkan

dicatat sebesar nilai pada saat perusahaan dilikuidasi. Demikian juga tidak akan

ada penggolongan lancar dan tidak lancar atas aset dan liabilitas. Jadi, dalam

praktek akuntansi yang berlaku umum, penyusutan atas aset tetap dan

penggolongan aset serta liabilitas ke dalam lancar dan tidak lancar timbul karena

adanya asumsi kesinambungan usaha.

2.5 Pengertian Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah

memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal lainnya

(Kasmir, 2012:196). Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah

dtargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik,

karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh

karena itu, manajemen perusahaan dalam praktiknya dituntut harus mampu untuk

memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya Profitabilitas adalah kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan atau modal yang

dimilikinya (Nugroho, 2012:17). Profitabilitas merupakan kemampuan suatu

perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu.

Tujuan utama suatu usaha adalah memaksimalkan nilai usaha dan menjaga

kelangsungan hidup usaha tersebut dimasa yang akan datang. Salah satu tujuan

memaksimalkan profitability yaitu kemampuan suatu usaha agar dapat

memperoleh laba. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena


profitabilitas menunjukkan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa

yang akan datang. Dengan demikian setiap perusahaan akan selalu berusaha

meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu

usaha maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut akan lebih terjamin.

Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para

investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan yang profitable

untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan

dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah

akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan

itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas

pengelolaan badan usaha tersebut.

Rasio profitabilitas ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas

manajemen suatu usaha..Kinerja fundamental perusahaan yang diproksikan

melalui dimensi profitabilitas perusahaan memiliki hubungan kausalitas terhadap

nilai perusahaan melalui indikator harga saham dan struktur modal perusahaan

berkenaan dengan besarnya utang perusahaan (Harmono, 2011:111). Penggunaan

rasio profitabilitas dengan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di

laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Rasio profitabilitas diukur melalui

beberapa periode operasi untuk melihat perkembangan usaha dalam rentang waktu

tertentu, apakah mengalami kenaikan atau penurunan.serta mencari penyebab

perubahannya dang cara untuk meningkatkannya.


2.5.1 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Menurut Sawir (2005:31) tujuan rasio profitabilitas adalah untuk

mengetahui kemampuan perusahan dalam menganalisis laba selama periode

tertentu juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam

menjalankan operasional perusahaannya.

Menurut Kasmir (2008:197), tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi

suatu usaha ataupun bagi pihak luar, yaitu :

1. Untuk menghitung atau mengukur laba yang diperoleh dalam satu periode

tertentu.

2. Untuk menilai posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan

baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana yang digunakan baik

modal pinjaman maupun modal sendiri.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penggunaan rasio profitabilitas adalah

untuk :

1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh dalam satu periode.

2. Mengetahui posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.


5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana yang digunakan baik modal

pinjaman maupun modal sendiri.

6. Manfaat lainnya

2.5.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas

Sesuai dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran

tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya,

maka terdapat beberapa jenis rasio yang digunakan. Menurut Agus Sartono

(2005:123) terdapat beberapa rasio untuk mengukur seberapa besar efektivitas

manajemen mengelola assets dan equity untuk menghasilkan laba, yaitu:

1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)

Gross profit margin merupakan persentase dari laba kotor (sales-cost of

good sold) dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit

margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini

menunjukkan bahwa cost of goods sold realtif lebih rendah

dibandingkan dengan sales (Syamsuddin, 2013:61). Demikian pula

sebaliknya, semakin rendah gross profit margin, semakin kurang baik

operasi perusahaan.
Gross Profit Margin =

Atau

= 100%

Contoh :

Sebagai contoh, ringkasan kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk

(DVLA) Berdasarkan ringkasan kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk

(DVLA) per 31 januari 2014, Gross Profit Margin DVLA tahun 2009-

2013 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3
Ringkasan Kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA)

Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013

Gross 536,076 587,647 623,278 651,110 520,484


Profit
Sales 869.124 929,233 927,352 1087,358 848,522
GPM (%) 61,68 63,24 64,10 59,88 61,34
(Sumber : Laporan Keuangan IDX)

Artinya setiap rupiah dari penjualan akan menghasilkan laba pada

tahun 2009 sebesar Rp 61,68, laba pada tahun 2010 sebesar Rp 63,24,

laba pada tahun 2011 sebesar Rp 64,10, laba pada tahun 2012 sebesar

Rp 59,88 dan laba pada tahun 2013 sebesar Rp 61,34.


2. Margin Laba bersih (Net profit Margin)

Net Profit Margin adalah rasio antara laba bersih (net profit) yaitu

penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk

pajak dibandingkan dengan penjualan (Syamsuddin, 2013:62).

Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu

perusahaan. Suatu net profit margin yang dikatakan “baik” akan

sangat tergantung dari jenis industri di dalam mana perusahaan

berusaha.

Net profit Margin = 100%

Contoh :

Ringkasan kinerja dari Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA) per

31 januari 2014, Net Profit Margin DVLA tahun 2009-2013 adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.4
Ringkasan Kinerja Daria Varia Laboratoria Tbk (DVLA)
Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013
Net Profit 72,272 110,881 120,915 148,909 95,094
after Tax
Sales 868,653 924,430 971,985 1087,720 848,296
NPM (%) 8,32 11,93 12,44 13,69 11,21
(Sumber : Laporan Keuangan IDX)

Artinya, setiap rupiah dari penjualan akan menghasilkan laba pada

tahun 2009 sebesar Rp.8,32, pada tahun 2010 sebesar 11,93, pada

tahun 2011 sebesar Rp.12,44 dan pada tahun 2013 sebesar Rp.

11,21.
3. Return on Investment ( ROI)

ROI =

Return On Investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan

“return on total assets” adalah pengukuran kemampuan perusahaan

secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan

jumlah seluruh aktiva yang tersedia di dalam

perusahaan.(Syamsuddin, 2013:63). Semakin tinggi ROI, semakin

baik keadaan suatu perusahaan.

Contoh :

Ringkasan kinerja dari perusahaan Kimia Farma (Persero) Tbk

pada 30 Desember 2013 yang menunjukkan data berikut :

Total Laba Bersih setelah pajak : 215,642

Total Aktiva : 2,471,940

Maka, ROI (tahun 2013) = 100%

= 8,72%

(Sumber : Laporan Keuangan IDX)

Artinya, setiap rupiah dari total aktiva akan menghasilkan laba

sebesar 8,72.
4. Return on Equity (ROE)

ROE = 100%

Return On Equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan

(income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik

pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas

modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan

(Syamsuddin, 2013:64). Secara umum tentu saja semakin tinggi

return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan

pemilik perusahaan.

Contoh :

Ringkasan hasil kinerja dari perusahaan Tembaga Mulia Semanan

Tbk. Berikut ini ringkasan kinerja laporan keuangan pada tahun

2011 dan 2012.

Tabel 2.5

Ringkasan Kinerja Tembaga Mulia Semanan Tbk

Keterangan 2011 2012


Net Profit 21.034 25.675
After Tax
Total 138.585 190.241
Eqiuty
ROE (%) 15.18 13.50
(Sumber :Laporan Keuangan IDX)
Artinya, setiap rupiah dari modal pada tahun 2011 akan

menghasilkan laba sebesar Rp.15,18 dan modal pada tahun 2012

akan menghasilkan laba sebesar Rp.13,50.

5. Earning Power

Earning power = x

Earning power merupakan tolok ukur kemampuan suatu usaha

dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini

menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada

tingkat perputaran aktiva. Apabila tingkat perputaran aktiva

meningkat dan net profit margin tetap maka earning power juga

akan meningkat.

Contoh:

Total Penjualan : 2,823,170,138

Laba bersih setelah pajak : 870,355,116

Total Aktiva : 11,082,197,952

Earning Power = x

= 0,25 x 0,31
= 0,0775
= 7,75 %
Artinya, setiap rupiah dari total aktiva dan penjualan akan

menghasilkan laba Rp 7,75.


2.5.3 Upaya-Upaya Untuk Meningkatkan Profitabilitas

2.5.3.1 Profitabilitas Ekonomis ( Return On Assets = ROA =ROI)

a. Meningkatkan Persentase Laba (Profit Margin)

1. Pertambahan Penjualan lebih dibandingkan Pertambahan Total

Biaya

2. Berkurangnya Total Biaya lebih besar dibandingkan

berkurangnya Penjualan

b. Meningkatkan Kecepatan Peredaran Total Aset ( Total Aset Turn

Over)

1. Bertambahnya Penjualan lebih besar daripada bertambahnya

Total Aset

2. Berkurangnya Total Aset lebih besar bila dibandingkan dengan

berkurangnya Total Penjualan.

2.5.3.2 Profitabilitas Modal Sendiri ( Return On Equity = ROE)

ROE = 100%
Contoh :

PT ABC
Alternatif Laporan Keuangan
NERACA
(Dalam Ribuan Rupiah)
Neraca Perencanaan Perencanaan
Tanpa Pinjaman Dengan Pinjaman

Aset Lancar Rp 40.000 Rp 40.000


Aset Tetap Rp 60.000 Rp 60.000
Total Aset Rp 100.000 Rp 100.000
Liabilitas (bunga 12%) Rp 0 Rp 50.000
Modal ( Ekuitas) Rp 100.000 Rp 50.000
Total Liabiltas&Modal Rp 100.000 Rp 50.000

PT ABC
PERHITUNGAN RUGI/LABA
(Dalam Ribuan Rupiah)

Neraca Perencanaan Perencanaan


Tanpa Pinjaman Dengan Pinjaman

Penjualan Rp 60.000 Rp 60.000


HPP + Biaya Operasi Rp 36.000 Rp 36.000
Laba Operasi Rp 24.000 Rp 24.000
Biaya Bunga Rp 0 Rp 6.000
Laba Bersih Sebelum Pajak Rp 24.000 Rp 18.000
PPh. Badan (30%) Rp 7.200 Rp 5.400
Laba Bersih Sesudah Pajak Rp. 16.800 Rp 12.600

Return On Equity = 16.8% = 25.12%

Sumber : Sjahrial (2012 :53)


Dari alternatif laporan keuangan PT ABC tersebut menunjukkan

perencanaan dengan pinjaman dan tanpa pinjaman. Terdapat perbandingan dalam

laporan neraca dan laba rugi. Pada laporan neraca perbedaan pada bagian

liabilitas. Perencanaan dengan pinjaman memiliki liabilitas Rp 50.000 dengan

bunga 12% sedangkan pada perencanaan tanpa pinjaman tidak memiliki liabilitas.

Pada bagian laba rugi terdapat juga perbedaan yang terlihat dari laba yang

dihasilkan. Pada perencanaan tanpa pinjaman menghasilkan laba yang tinggi

dibandingkan dengan perencanaan dengan pinjaman. Hal ini dikarenakan pada

perencanaan dengan pinjaman membayar beban bunga atas pinjaman yang

dilakukan. Penilaian ROE menunjukkan perencanaan dengan pinjaman memiliki

ROE yang tinggi dikarenakan modal yang dimilliki berasal dari pinjaman dan

modal sendiri sehingga ROE menjadi tinggi dibandingan dengan perencanaan

tanpa pinjaman dimana modal yang dimiliki hanya berasal dari modal sendiri. Jadi

dapat disimpulkan laba yang tinggi tidak selamanya menghasilkan ROE yang

tinggi tetapi dapat dilihat dari perbandingan modal yang dimiliki perusahaan

apakah berasal dari modal sendiri atau modal pinjaman.

2.6 Usaha Kecil Menengah

2.6.1 Definisi UKM atau Usaha Kecil

Di Indonesia terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM

(termasuk usaha kecil) berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi.

1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UKM adalah perusahaan atau industri

dengan pekerja antara 5-19 orang.


2. Bank Indonesia (BI) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan

karakteristik berupa : a) modalnya kurang dari Rp 20 juta; b) untuk satu

putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta; c) memiliki

asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan d) omset

tahunan ≤ Rp 1 miliar.

3. Departemen koperasi dan usaha kecil Menengah (UU No. 9 Tahun

1995) :UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat

tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta- Rp 200 juta (tidak

≤ Rp 1
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) omset tahunan

miliar; dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih tahunan Rp

300 juta – Rp 2,5 miliar.

4. Keppres No. 16/1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki

kekayaan bersih maksimum Rp 400 juta.

5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan :

a. Perusahaan memiliki asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah

dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung)

b. Perusahaan memilki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen

Perdagangan sebelum digabung)

6. Departemen keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset

maksimum Rp 600 juta per tahun dan atau asset maksimum Rp 600 juta

di luar tanah dan bangunan.


7. Departemen kesehatan: perusahaan yang memiliki penandaan standar

mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD),

dan Merek Luar Negeri (ML).

2.6.2 Jenis-Jenis UMKM

Menurut Adi (2007:15) jenis-jenis UMKM secara garis besar dikelompokkan

dalam 4 kelompok yaitu:

1. Usaha Perdagangan

Keagenan : agen koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain;

Pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain;

Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; Sektor informal:

pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain.

2. Usaha Pertanian

Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-

sayuran, dan lain-lain; Perternakan: Ternak ayam petelur, susu sapi;

Perikanan : Darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.

3. Usaha Industri

Industri Makanan/Minuman; Pertambangan; Pengrajin; Konveksi, dan

lain-lain.

4. Usaha Jasa

Jasa Konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa

Transportasi; Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan dan lain-lain.


2.6.3 Faktor-Faktor Pengembangan UMKM

Menurut Hubeis (2009:11) Pengembangan usaha kecil, menengah dan

koperasi (UKMK) tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

a. Kemampuan UKMK dijadikan kekuatan utama pengembangan

ekonomi berbasis lokal yang mengandalkan sumber daya lokal.

b. Kemampuan UKMK dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan

daya saing.

c. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik

maupun ekspor)

d. Berbasis bahan baku lokal

e. Substitusi impor.

Anda mungkin juga menyukai