Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH GAWAT DARURAT KARDIOPULMONAL

“ MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN JATUNG KORORNER “

DOSEN PEMBIMBING

NS. Ismansyah

KELOMPOK 4

1. Maria Sriwahyuni P07220221095


2. Maria Yustina Melika P07220221096
3. Marselinus Febriadi P07220221097
4. Martha Lirung Hanye P07220221098
5. Melissa Yetmiliana P07220221099
6. Mira Trisnawaty P07220221100
7. Murtinawati P07220221111
8. Nika P07220221112
9. Nova Karlina P07220221113
10. Prasetiawan P07220221114
11. Puji Rahayu P07220221115
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Asuhan Keperawatan
pada klien Jantung Koroner ” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah yang telah diberikan oleh dosen
pengajar mata kuliah Kegawat Daruratan Kardiopulmonal.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Sendawar,19/10/2021

Penulis
Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………………. 1

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………………………… 2

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………………………………………….. 2

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………………………….. 3

1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………………………………………………. 3

1.4 Manfaat ……………………………………………………………………………………………………………………………. 3

BAB II ……………………………………………………………………………………………………………………………….. 4

TINJAUAN TEORI ………………………………………………………………………………………………………………. 4

2.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner ……………………………………………………………………………………. 4

2.2 Etiologi Penyakit Jantung Koroner …………………………………………………………………………………….. 4

2.3 Pathofisiologi Penyakit Jantung Koroner ……………………………………………………………………………. 8

2.4 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Jantung Koroner …………………………………………………………… 9

2.5 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner ……………………………………………………………………………….. 9

2.6 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner ……………………………………………………………………... 13

BAB III ……………………………………………………………………………………………………………………………… 16

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN …………………………………………………………………………………….. 16

3.1 PENGKAJIAN …………………………………………………………………………………………………………………….. 16

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ………………………………………………………………………………………………. 19

3.3 INTERVENSI ……………………………………………………………………………………………………………………….19

3.4 EVALUASI …………………………………………………………………………………………………………………………. 21

BAB IV ………………………………………………………………………………………………………………………………22

PENUTUP …………………………………………………………………………………………………………………………..22

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………………….. 23


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Jantung Koroner adalah gangguan fungsi jantung karena adanya


sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner sehingga otot jantung
tidak mendapatkan suplai makanan dan oksigen dengan ditandai nyeri dada
(Helmanu, 2013; Rahim dkk, 2016Menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2016, menyatakan bahwa terjadi angka kematian sebanyak 56 juta dengan
Penyakit Jantung Koroner sebanyak 7,4 juta. Di Asia dan Kepulauan Pasifik 33%
dari total seluruh kematian diakibatkan penyakit kardiovaskuler (American Heart
Association, 2013). Di Indonesia, Penyakit Jantung Koroner menyumbang angka
kematian tertinggi dengan 12,9% (Kemenkes RI, 2017). Penyakit Jantung
Koroner tertiggi dengan 2,0% dan 3,6% terjadi pada usia 65-74 tahun dan pada
usia ≥ 75 tahun menurun dengan 1,7% dan 3,2% (Riskesdas, 2013). Prevalensi
kejadian Penyakit Jantung Koroner di wilayah Jawa Timur sebanyak 0,5%
(Riskesdas, 2013). Di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang, prevelensi
kejadian Penyakit Jantung Koroner pada tahun 2018 sebanyak 61 pasien pada
umur 30 – 90 tahun terdiri dari 19 pasien Acute Myocardial Infarction, 18 pasien
Angina Pectoris, dan 24 pasien Unstable Angina (RM RSPW, 2018).
Serangan jantung pada Penyakit Jantung Koroner yang terjadi secara terus –
menerus dengan buruknya pertolongan kegawat daruratan maka akan berakibat syok
Kardiogenik sampai kematian . Penyakit Jantung Koroner jika dilakukan tatalaksana
dengan baik dan segera pada serangan jantung pertama akan meningkatkan potensi
kesembuhan dan keselamatan nyawa klien

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Jantung Koroner ?
2. Apa penyebab Penyakit Jantung Koroner ?
3. Bagaima Pathofisiologi Penyakit Jantung Koroner ?
4. Bagaimana manifestasi klinik Penyakit Jantung Koroner ?
5. Apa komplikasi Penyakit Jantung Koroner ?
6. Bagaimana penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner ?

2
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Kegawatan Penyakit
Jantung Koroner serta Asuhan Keperawatan yang dapat dilakukan terhadap klien
dengan masalah Penyakit Jantung Koroner.

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori tentang Penyakit Jantung Koroner
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada klien
Penyakit Jantung Koroner
3. Mansiswa mampu tindakan keperawatan pada klien Penyakit Jantung Koroner
D. MANFAAT
1. Mahasiswa mampu memahami teori Penyajit Jantung Koroner
2. Mahasiswa mampu memahami konsep teori asuhan keperawatan Penyakit Jantung
Koroner ?
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada klien

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Penyakit Jantung Koroner adalah gangguan jantung akibat otot jantung


kekurangan darah karena penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah coroner
akibat kerusakan lapisan dinding pembuluh darah . Penyakit jantung koroner terjadi bila
pembuluh arteri koroner tersebut tersumbat atan menyempit karena endapan lemak, yang
secara bertahap menumpuk di dinding arteri. Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis,
dan bisa terjadi di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner.

Kurangnya pasokan darah karena penyempitan arteri koroner mengakibatkan


nyeri dada yang disebut angina, yang biasanya terjadi saat beraktivitas fisik atau mengalami
stress. Bila darah tidak mengalir sama sekali karena arteri koroner tersumbat, penderita
dapat mengalami serangan jantung yang mematikan ( akut miokard infark ). Serangan
jantung tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika sedang beristirahat.

2.2 ETIOLOGI

Penyakit Jantung Koroner bisa menyerang pada siapa saja. Saat ini, terdapat banyak
faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan
beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.

Yang tak dapat diubah Yang dapat diubah

Mayor Minor

Usia Peningkatan lipid serum Gaya hidup yang

Hipertensi kurang aktivitas

Jenis kelamin Merokok Stres psikologis

Gangguan toleransi glukosa

Riwayat keluarga

Ras Diet tinggi lemak jenuh, kolestrol dan kalori Tes kepribadian

Ada empat factor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap aterosklerosis coroner meningkat
dengan bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Akan tetapi, hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap factor-faktor aterogenik.
Wanita agaknya relative kebal kebal terhadap penyakit ini sampai mengalami fase
menopause, setelah itu menjadi sama rentannya seperti pria. Hormone estrogen
dianggap sebagai pelindung imunitas wanita pada usia sebelum menopause. Orang
Amerika - Afrika lebih rentan aterosklerosis daripada orang kulit putih. Akhirnya, riwayat
keluarga dengan penyakit jantung coroner (yaitu saudara atau orang tua yang menderita
penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis lebih awal. Besarnya pengaruh genetic dan lingkungan masih belum
diketahui, namun komponen genetic juga berpengaruh terhadap proses terjadinya
aterosklerosis. Riwayat keluarga dapat pula mencerminkan gaya hidup yang
menimbulkan stress atau obesitas.

Factor risiko yang dapat diubah yaitu:

1. Hiperlipidemia
Plasma lipid adalah asam lemak bebas yang berasal dari makanan eksogen dan
sintesis lemak endogen. Hal yang merukapan komponen plasma lipid, yaitu kolestrol,
trigliserida, dan fosfolipid. Kolestrol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yng
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Oleh karena lipid
tidak larut dalam plasma, maka lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transport
dalam serum. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein: (1) kilomikro, (2)
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), (3) lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Kadar lipid dan protein relative berbeda-beda pada
setiap kelas tersebut.

Hubungan antara peningkatan kolestrol serum dengan peningkatan terjadinya


aterosklerosis sudah jelas. Berdasarkan data dari penelitian terhadap intervensi factor
risiko majemuk menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kadar kolestrol di atas 180
mg/dl, maka risiko penyakit arteri koronaria meningkat juga. Peningkatan akan terjadi
lebih cepat jika kadarnya melebih 240 mg/dl. Bukti-bukti epidemiologis terbaru
menunjukkan adanya hubungan antara aterogenesis dengan pola-pola peningkatan
kolestrol tertentu. Peningakatan kolestrol LDL dihubungkan dengan meningkatnya risiko
koronaria, sementara kadar kolestrol HDL yang tinggi berperan sebagai factor pelindung
terhadap penyakit arteri koronaria .
Istilah hyperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan trigliserida serum di
atas batas normal. Hyperlipidemia dapat bersifat primer atau sekunder dari suatu
keadaan lain yang mendasari, seperti hipotiroidisme atau diabet mellitus yang tidak
terkontrol dengan baik.

2. Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah factor risiko yang paling membahayakan, karena
biasanya tidak menunjukkan gejala sampai telah terjadi kronis. Tekanan darah tinggi
menyebabkan tingginya gradient tekanan yang ahrus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi terus-menerus menyebabkan suplai kebutuhan
oksigen jantung meningkat. Mulailah terjadi lingkaran setan nyeri sehubungan dengan
penyakit arteri coroner.

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap


pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerjua jantung bertambah.
Terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan cutrah jantung dengan hipertrofi sebagai
kompensasi akhirnya terlampaui, sehingga terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung
menjadi semakin terancam karena semakin parahnya aterosklerosis coroner. Bial proses
aterosklerosis berlanjut, maka suplai oksigen miokardium berkurang.

Kebutuhan miokardium akan oksigen yang meningkat akibat hipertrofi ventrikel kiri
dan peningkatan beban kerja jantung akhirnya menyebabkan angina atau infark
miokardium. Sekitar sepatuh kematian karena hipertensi adalah infark miokardium atau
payah jantung.

Kerusakan vascular akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh perifer.


Aterosklerosis dan nekrosis medial aorta merupakan presdiposisi dari terbentuknya
aneurisma dan diseksi. Perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dengan cepat. Bila pembuluh drah
menyempit, maka aliran arteri akan terganggu sehingga menyebabkan mikro infark
jaringan.

3. Merokok
Risiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang diiisap per hari, namun tidak
pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus rokok sehari
menjadi dua kali lebih rentan daripada mereka yang tidak merokok.

4. Diabetes mellitus
Penderita diabetes mellitus memilki prevalensi aterosklerosis yang lebih tinggi,
demikian pula kasus aterosklerosis coroner dini. Hiperglikemia menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
Hiperglikemia juga biasa menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau
predisposisi terhadap degenerasi vascular yang berkaitan dengan gangguan toleransi
terhadap glukosa.

5. Diet
Diet tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula, dan garam merupakan salah satu
factor yang berperan penting pada timbulnya penyakit hiperlipoproteinemia dan obesitas.
Obesitas meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.

6. Pola hidup
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stresor psikososial juga ikut berperan dalam
menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan
hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya
proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam keperibadian tipe A adalah mereka yang
memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius agresif, dan merasa diburu waktu.
Stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah sters
memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan. Teori bahwa
aterogenesis disebabakan oleh stress dapat merumuskan pengaruh neuroendokrin
terhadap dinamika sirkulasi lemak serum dan pembekuan darah.

2.3 PATHOFISIOLOGI
Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima arteri
besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menganggu absorbsi nutrien
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada
lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan
bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti
oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.

Mekanisme yang mungkin, adalah pembentukan trombus pada permukaan


plak; konsolidasi trombus akibat efek fibrin; perdarahan ke dalam plak; dan penimbunan
lipid terus-menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan
terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak
yang pecah.

2.4 MANIFESTASI KLINIK

Aterosklerosis Koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat


penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang
ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang
dibutuhkan untuk hidup.

Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama
iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pectoris adalah nyeri dada yang hilang
timbul, tidak disertai kerusakan ireversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat,
disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami
kerusakan ireversibel akan mengalami degenerasi dan kemudian diganti dengan
jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami kegagalan,
artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan
memberikan curah jantung yang adekuat.Manifestasi klinis lain penyakit arteri coroner
dapat berupa perubahan pola EKG, aneurisma ventrikel, distritma, dan kematian
mendadak.

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Tes laboratorium seperti enzim jantung dan kimia darah
2. Elektrokardiogram (EKG), yaitu dengan merekam aktivitas listrik jantung.
3. Echokardiogram yaitu dengan menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung.
4. Katerisasi pembuluh koroner. Cairan disuntikkan ke dalam arteri jantung melalui
saluran panja ng, tipis, dan fleksbel (kateter) yang dimasukkan melalui arteri,
biasanya di kaki, ke arteri jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung.
Dengan foto sinar x bisa terlihat adanya penyempitan dan penyumbatan pada arteri
koroner.jika terdapat sumbatan yang membutuhkan penanganan, maka bisa
dimasukkan balon pada kateter dan dikembangkan untuk membuka sumbatan,
sehingga aliran darah jantung meningkat. Sebuah stent bisa dipasang untuk
menjaga agar arteri tetap terbuka.
5. CT angiogram koroner, bisa digunakan untuk melihat arteri koroner dengan
menggunakan zat kontras yang disuntikkan secara intravena saat melkukan
pemeriksaan CT scan.
6. Magnetic Resonance Angiogram (MRA). Prosedur ini menggunakan teknologi MRI
dengan pemberian zat kontras untuk memeriksa daerah penyimpitan atau
penyumbatan pada arteri koroner.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi penyaakit arteri koroner sangat bergantung pada ukuran dan lokasi
iskemia serta infark yang mengenai miokardium. Komplikasi tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut:

1. Gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah
serangan infark. Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongestivena sistemik.

2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang masif, biasnya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

Timbulnya lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang


ireversibel dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut.

a. Penurun perfusi perifer


b. Penurunan perfusi koroner
c. Peningkatan kongesti paru-paru
d. Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan
fungsi miokardium.

Insiden syok kardiogenik adalah 10-15 pada klien pascainfark, sedangkan kematian yang
diakibatkannya mencapai 80-90%.

3. Edema paru akut


Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru
tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembus
keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar
vaskular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran
masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebut mengakibatkan
konsekuensi yang berat.

Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat. Kematian
pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Apabila segera dilakukan tindakan yang
tepat, serangan dapat dihentikan serta klien dapat selamat dari komplikasi ini dan
kekambuhan dapat dicegah. Untungnya edema paru biasanya tidak terjadi mendadak,
tetapi didahului oleh gejala kongesti yang dapat dipantau sebelumya.

10

4. Disfungsi otot papilaris


Disfungsi eskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup kedalam atrium selama
sistolik. Inkompentasi katup mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam
atrium kiri dengan dua akibat, yaitu : pengurangan aliran ke aorta, serta peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

Meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris dapat juga terjadi pada
ventrikel kanan. Hal ini mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis yang berat dan gagal
ventrikel kanan.

5. Defek septum ventrikel


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel. Pada hakikatnya, ruptur membentuk saluran
keluar kedua dari ventrikel kiri pada tiap kontraksi ventrikel, kemudian aliran terpecah
menjadi dua, yaitu

Oleh karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari pada jantung kanan, maka
darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya. Darah yang dapat dipindahkan ke jantung kanan cukup besar jumlahnya,
sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya, curah
jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru.

6. Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi
pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut.dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi perubahan masif
ke dalam kantong perikarium yang relatif tidak elastis dapat berkembang. Kantong
pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan apa yang
dinamakan temponade jantung. Secara normal, kantong perikardium berisi cairan
sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan perikardium akan terakumulasi secara lambat tanpa
menyebabkan gejala yang nyata. Namun, perkembangan efusi yang cepat dapat
meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan curah
jantung. Temponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.

11
7. Aneurisma ventrikel
Penonjolan miokardium paradoksyang bersifat sementara pada iskemia
miokardium sering terjadi, dan pada sekitar 15% klien aneurisme ventrikel akan
menetap. Aneurisme ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setia sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

8. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endontel menjadi kasar yang
merupakan predisposisiukan pembentukan trombus mural intrakardium dapat terlepas
dan terjadi embolisasi sistemik.

Kurangnya mobilitas klien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang
menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan trombus intrakardial dan
intravaskular. Begitu klien meningkatkan aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah
trombus dapat terlepas ( trombus yang terlepas dinamakan embolus ) dan dapat
terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru..

9. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan
menjadi dasar, sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi
peradangan. Kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara
kedua lapisan. Menimbulkan cairan ini biasanya tidak sampai menyebabkan terjadinya
tamponade jantung.

10. Aritmia
Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut. Akibatnya, terjadi
penghentian sirkulasi efektif. Pada aritmia,semua kerja jantung berhenti, terjadi kedutan
otot yang tidak seirama fibrilasi ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak,
tidak ada denyutan, dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai berdilatasi
dalam 45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat interval waktu sekitar 4 menit
antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak menetap. Intervalnya
dapat bervariasi tergantung usia klien. Selama periode tersebut, diagnosis henti jantung
harus sudah ditegakkan dan sirkulasi harus segera dikembalikan.

12
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan jenis komplikasi yang paling
sering terjadi pada infark miokardium. Insiden gangguan ini sekitar 90%. Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebaga perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas
listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatn denyut
jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia ditegakkan berdasarkan pada interprestasi
elektrokardiogram.

2.7 PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut.


1. Menghentikan, atau mengurangi atau regresi dari proses aterosklorosis dengan cara
mengendalikan faktor-faktor resiko:
a. Tidak merokok
b. Latihan fisik sesuai dengan kemampuan jantung penderita
c. Diet untuk mencapai profil lemak yang baik dan berat badan yang ideal.
d. Mengendalikan tekanan darah tinggi, DM, dan stress mental.

2. Pengobatan farmakologi untuk berbagai bentuk kekurangan oksigen miokard


a. Angina stabil
a) Nitrat
- Nitroglisering : dosis 0,3-0,8 mg sublingual
- Preparat nitrat jangka panjang : ISDN
- Pemberian : sublingual 2,5-10 mg, oral 5-30 mg
b) Penyekat beta : cara kerja penyakit beta untuk mengurangi kekurangan
oksigen miokard ialah :
- Menurunkan tekanan darah, sehingga beban dapat berkurang.
- Menurunkan kontraktilitas miokard, sehingga kebutuhan O 2 miokard
berkurang
- Menurunkan frekuensi jantung, sehingga kebutuhan O 2 miokard
berkurang, juga aliran koroner meningkat karena massa diastole yang
memanjang
- Preparat penyakit beta : propranolol, dosis 3X10-40 mg

13
c) Antagonis calcium : cara kerja natagonis calcium untuk mengurangi
iskemnia miokard ialah :
- Dilatasi perifer, sehingga menurunkan tekanan darah dan beban
muka.
- Dilatasi koroner.
- Mengurangi kontraktiulitas miokars.
- Mengurangi frekuensi jantung.
- Preparat antagonis calcium yang dapat dipoakai ialah antara lain :
nifedipin.3X5-10 mg, diltiazen, 3X30-60 mg, ferapamil, 3X40-80 mg.
b. Angina tidak stabil
Pada umumnya angina tidak stabil dianggap sangat potensial untuk menjadi
infark miokard akut, sehingga diperlukan preparat intensif. Obat-obatan yang
dipakai :
- Preparat nitrat
- Penyekat beta
- Antagonis kalsium
- Anti trombosit, pada umumnya aspirin dengan dosis 100-200 mg/hari.
c. Angina fariant
Pada umumya dianggap bahhwa angina variant disebabkan karena
spasme arteria koronaria, sehingga pengobatannya teruma mengutamakan
dilator koroner yang kuat, yaitu :
- Preparat nitrat
- Antagonis calcium
- Penyekat beta
- Prazosin bisa membantu menghilangkan spasme arteria koronaria
dengan dosis secara titrasi 3X0,5 sampai 1 mg, dengan observasi
tekanan darah
d. Infark miokard akut
Karena infark miokard akut ialah suatu kejadian yang sangat gawat dan
memerlukan perawatan yang khusus, maka diagnosis harus ditetapkan dengan
cepat dan cermat yaitu :

14
Perawatan infark miokard akut :
- Perawatan intensif
- Pemantauan penyulit-penyulit yang mungkin timbul
- Meringankan beban jantung dengan :
 Memenangkan penderita, bila perlu dengan sedatif
 Menghilangkan nyeri kekurangan oksigen dengan :
 Morfin intravena secara titrasi
 Preparat nitrat sublingual atau oral
 Penyekat beta bila tak ada kontraindikasi
- Mengatur tekanan darah dan frekuensi jantung
o Memberikan O2 untuk sedikit menambah oksigenasi miokard
o Yang sangat penting, revaskularisasi dengan pengobatan
trombolitik. Obat yang dipakai ialah streptokinase, dengan cara
pemberian sbb : 1,5 juta unit streptokinase dilarutkan dalam 100 ml
dektrose 5 % diberikan intravena selama 1 jam.

3. Pengobatan non farmakologi :


a. PTCA (angioplasty coroner transluminal perkutan)

b. CABG (coronary artery bypass graft)

15
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama : nyeri dada.
2. Riwayat penyakit sekarang
- Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan setelah
diberikan nitrogliserin.
- Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Sifat keluhan nyeri seperti tertekan

- Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas periakrdium. Penyebaran


dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan
tangan.
- Klien biasa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan
menillai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina
skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
- Sifat mula timbulnya, gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi)
nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.

3. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hyperlipidemia. Tanyakan mengenai obat antiangina nitrat dan penghamabt beta
serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Tanyakan juga mengenai alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul. Seringkali
klien tidak bias membedakan antara reaksi alergi dengan efek samping obat.

4. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami keluarga serta bila anggota
keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.

16
5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasan social di
tanyakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol
atau obat tertentu. Kebiasaan merokok juga dikaji dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok sudah berapa lama, beapa batang per hari, dan jensi rokok. Di
samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan
data yang perlu diketahui, yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan
agama yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan krirtis, maka pertanyaan yang
diajukan bukan pertanyaan terbuka, tetapi pertanyaan tertutup yang jawabannya “ya”
atau “tidak”. Pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk
atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak memerlukan energi yang besar

6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6

a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien biasanya didapatkan kesadaran baik atau
compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi system saraf pusat.

b. B1 (Breathing)
Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan napas seperti
tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia. Sesak napas ini terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic dari
ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena
terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan
kegiatan fisik. Dyspnea kardia dapat timbul pada waktu beristirahat bila
keadaannya sudah parah.

c. B2 (bleeding)
Pemeriksaan B2 yang dialkukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi.

17
Inspeksi: Inspeksi adanya parut

Palpasi: Denyut nadi perifer melemah.

Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup


pada IMA.

Perkusi: Tidak ada pergeseran batas jantung.

d. B3 (brain)
Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosi perifer. Pengkajian objektif klien
berupa adanya wajah meringis, perubahan postu tubuh, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.

e. B4 (bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan.

f. B5 (bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan konsumsi garam
dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respons mual dan muntah.

g. B6 (bone)
Hasil yang biasa terdapat pada pemeriksaan B6 adalah sebagai berikut.

Aktivitas, gejala : kelemahan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan jadwal olahraga
tidak teratur.

Tanda : takikardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan kesulitan melakukan


tugas perawatan diri

7. Pemeriksaan diagnostic
a. Tes laboratorium seperti enzim jantung dan kimia darah
b. EKG
c. Echocardiogram
d. Kateterisasi jantung
e. CT angiogram koroner
f. Magnetic Resonance Angiogram

18
B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan patofisiologi dan data pengakjian di atas, diagnosa keperawatan utama
untuk klien tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Nyeri Akut
2. Penurunan curah jantung

C. Intervensi
NYERI AKUT
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional ,dengan onset mendadak atau lambat dan berinsensitas ringan berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan .
Intervensi :
Observasi:
- Identifikasi lokasi ,karakteristik, durasi,frekuensi , kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memeperberat nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan tehnik farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( contoh : kebisisngan ,
suhu ruangan , pencahayaan )
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
- Jelaskan penyebab ,periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik

19
PENURUNAN CURAH JANTUNG
Definisi : ketidak adekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Intervensi :
Observasi :
- Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
- Monitor aritmia ( kelainan irama dan frekuensi )
- Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia ( misalnya
kalsium,magnesium serum )
- Monitor enzim jantung ( mis: CK,CK-MB,Troponin T, Troponin I )
- Monitor saturasi Oksigen
- Inedtifikasi stratifikasi pada sindrom coroner akut
Terapeutik :
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Pasang akses intravena
- Berikan terapi telaksaasi untuk mengurangi ansietas dan stress
- Sediakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat dan pemulihan
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi :
- Anjurkan menghindari manufer Valsava ( mengejan saat BAB dana batuk )
- Jelaskan tindakan yang akan dijalani
- Ajarka teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan pemberian antiplatelet ,jika perlu
- Kolaborasi pemberian antiangina ( mis:betabloker ,nitrogliserin , calcium
chanel blocker )
- Kolaborasi pemberian morfin ,jika perlu
- Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah maneuver Valsava (mis;
pelunak tinja , antiemetik )
- Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan , jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan X-Ray dada , jika perlu

20
c. EVALUASI
1. Bebas nyeri
2. Menunjukkan peningkatan curah jantung

21
BAB IV

PENUTUP

Penyakit Jantung Koroner adalah gangguan fungsi jantung karena adanya


sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner sehingga otot jantung tidak
mendapatkan suplai makanan dan oksigen dengan ditandai nyeri dada.Nyeri dada yang disebut
angina, yang biasanya terjadi saat beraktivitas fisik atau mengalami stress.

Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia,jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga.Dan resiko yang dapat diubah yaitu : peningkatan lipid serum
,hipertensi,merokok,diabetes mellitus,diet,pola hidup . Dengan mengetahui komplikasi yang
akan terjadi di harapkan dan mamapu untuk menghindari factor pencetus yang bisa diubah
sehingga tidak terjadi Penyakit Jantung Koroner.

Makalah manajemen keperawatan yang kami buat masih jauh dari


kesempurnaan ,oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari temaan –teman dan
pembaca sekalian untuk menyempurnakan makalh ini .

22
DAFTAR PUSTAKA

http://medicastore.com/penyakit/11/Penyakit_Jantung_Koroner.html

Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Mutaqqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit jantung koroner

https://pdfcoffee.com/penyakit-jantung-koroner-pdf-free.html.

SDKI ,SIKI SLI Edisi 1 cetakan II tahun 2018.

23

Anda mungkin juga menyukai