TUJUAN :
1. Untuk menetapkan kemampuan sumur yang akan diproduksi. Dari data debit
Q dan penurunan muka air s yang diukur dapat diperoleh kapasitas jenis sumur
atau sebaliknya penurunan jenis sumurnya. Kapasitas jenis sumur merupakan
ukuran kemampuan produksi suatu sumur. Kapasitas jenis sumur tersebut yng
digunakan sebagai acuan debit pemompaan yang diijinkan.
2. Mengetahui efisiensi sumur bor
3. Mengetahui sifat hidrulika akuifer yang meliputi :
a. Koefisien kelulusan air (K) dalam akuifer yang disadap
Kelulusan air adalah kemampuan batuan untuk melewatkan air atau gas.
Batuan permeabel adalah batuan yang memilik rongga pori yang
berhubungan satu dengan lainnya dan dapat melewatkan zat cair atau gas,
sedangkan batuan impermeable adalah batuan yang tidak dapat
melewatkan. Besaran rongga dalam batuan, konektifitas rongga dan sifat
yang dimiliki dari cat cair akan menentukan permeabilitas batuan.
b. Koefisien keterusan air (T ) / Transimitivitas dalam akuifer yang disadap
Transmisivitas adalah produk dari konduktivitas hidrolik rata-rata K dan
ketebalan jenuh dari akuifer D. Akibatnya, transmisivitas adalah laju aliran
di bawah satuan gradien hidrolik melalui penampang luas di atas
keseluruhan ketebalan akuifer. Transmisivitas efektif, seperti yang
digunakan dalam material retak
c. Koefisien penyimpanan (Sy)/ Storativitas akuifer yang disadap
Spesific yield adalah volume air yang diperoleh akuifer bebas dari
penyimpanan per satuan luas permukaan akuifer per unit penurunan muka
air. Nilai kisaran hasil spesifik dari 0,01 sampai 0,30 dan jauh lebih tinggi
daripada storativity akuifer tertekan. Dalam akuifer taktertekan, efek
elastisitas matriks dan air pada umumnya dapat diabaikan. Spesific yield
kadang-kadang disebut porositas efektif, storativitas taktertekan, atau ruang
pori yang dapat dipatus. Celah kecil tidak berkontribusi pada porositas
efektif karena daya retensi di dalamnya lebih besar dari pada berat air. Oleh
karena itu, tidak ada air tanah yang akan dilepaskan dari celah kecil dengan
drainase gravitasi.
Jelas bahwa air hanya bisa bergerak melalui pori-pori yang saling
berhubungan.
Batuan keras mungkin mengandung banyak pori-pori yang tidak terhubung
dimana airnya stagnan. Contoh yang paling umum adalah dolomit
sekunder. Proses dolomitisasi meningkatkan porositas karena transformasi
diagenetik kalsit menjadi dolomit disertai dengan penurunan volume batuan
sebesar 13% (Matthess 1982). Porositas dolomit sekunder tinggi, 20
sampai 30%, namun porositas efektif rendah karena pori-pori jarang saling
berhubungan. Air di pori-pori 'buntu' juga hampir stagnan, sehingga pori-
pori tersebut dikeluarkan dari porositas efektif.
Pada batuan yang retak-retak, air hanya bergerak melalui retakan, bahkan
jika blok matriks yang tidak terfragmentasi bersifat keropos. Ini berarti
porositas efektif massa batuan terkait dengan volume retakan ini. Granit
retak, misalnya, memiliki porositas matriks 1 sampai 2 %, namun porositas
efektifnya kurang dari 1 % karena matriks itu sendiri memiliki permeabilitas
yang sangat rendah (De Marsily 1986).
Metode yang banyak digunakan di Indonesia adalah metode “Step Drawdown Test”
dan Long Test.
Q
qs
sw
dimana : Q = debit pemompaan
sw = penurunan muka air
1. Aquifer Loss (BQ), yaitu penurunan muka air yang disebabkan oleh aliran
laminer pada akuifer itu sendiri. Nilai BQ bertambah secara linier terhadap
perubahan debit dan sangat tergantung dari sifat hidraulik dari akuifer (formasi
geologinya). Nilai ini bersifat alami sehingga tidak dapat diperbaiki.
2. Well Loss (CQ2), yaitu penurunan muka air yang disebabkan oleh aliran
turbulen di dalam sumur. Nilai CQ2 bertambah secara kuadratik terhadap
perubahan debit dan sangat tergantung dari karakteristik sumur uji
(development, screen dll). Nilai ini dapat diperbaiki.
Q r
sw ln o CQ n
2 T rw
1 r
B ln o
2 T rw
sw = BQ + CQ2
dimana :
Sumur yang produktif menurut Walton dan Bierschenk adalah sumur yang
mempunyai harga C dan Fd (faktor develovment) yang kecil.
C
Fd 100
B
Langkah-langkah perhitungan :
1. Dari data hasil Step Drawdown Test, pada setiap Q diperoleh nilai sw yang
konstan, maka selanjutnya hitung nilai sw/Q untuk Q yang bersesuaian,
2. Plot titik-titik hubungan antara sw/Q sebagai sumbu Y dan Q sebagai
sumbu X pada skala normal.
y
C tg
x
.
Dalam pelaksanaannya pemompaan dilakukan secara terus menerus
(maksimal 3 hari) dengan debit yang konstan serta di ukur penurunan muka
air tanah sesuai interval waktu yang sudah ditentukan. Pada saat awal
pemompaan maka penurunan muka air akan terjadi sangat cepat, sehingga
interval waktu juga lebih pendek misal setiap menit dilakukan pengukuran.
Setelah pemompaan berlangsung 10 menit, maka penurunan muka air tanah
menjadi lebih lambat, sehingga durasi pengukuran menjadi lebih panjang
semisal setiap 5 menit atau 10 menit. Pemompaan akan dihentikan apabila
penurunan muka air tanah sudah tidak terjadi lagi selama 3 jam atau dengan
kata lain selama 3 jam pengamatan pemompaan muka air tanah tetap
(kondisi “steady”).
Setelah pemompaan dihentikan, maka dilakukan prosedur recovery.
Prosedur tersebut dilakukan dengan mencatat kedudukan muka air tanah
secara periodik selama waktu yang telah ditentukan. Secara normal, pada
saat pemompaan di hentikan, maka muka air tanah akan bergerak naik
(kambuh) dengan cepat, sehingga durasi pengukuran muka air tanah juga
pendek semisal setiap menitan. Bila telah 10 menit, biasanya kenaikan muka
air tanah menjadi lebih lambat, sehingga durasi pengukran juga lebih lama.
Pengukuran muka air tana dihentikan setelah kedudukan muka air tanah
sama dengan kedudukan sebelum pemompaan selama 3 jam berturut-turut.
Setelah integrasi antara r, dan r2 (dengan r2> r1, maka persamaan debit ini
menjadi :
ℎ22 −ℎ12
𝑄 = 𝜋𝐾 𝑟 (1)
ln( 2 )
𝑟1
Yang dikenal dengan persamaan Dupuit,
Rumus ini identik dengan formula Thiem untuk akuifer tertekan, jadi metode di
Theim juga dapat digunakan untuk akuifer bebas.
Uji Kambuh
Saat pompa dimatikan setelah uji pemompaan, permukaan air didalam sumur
dan atau piezometer akan mulai naik. Kenaikan kedalaman air ini dikenal
sebagai drawdown sisa, s'. Hal ini dinyatakan sebagai perbedaan antara
kedalaman muka air asli sebelum dimulainya pemompaan dan kedalaman
muka air yang diukur pada suatu waktu setelah penghentian pemompaan.
Gambar 5.10 menunjukkan perubahan kedalaman muka air dengan waktu
selama dan setelah uji pemompaan.
Pengukuran uji pemulihan memungkinkan unuk menghitung transmisivitas
akuifer, sehingga memberikan checking independen terhadap hasil uji
pemompaan.
Data drawdown sisa lebih dapat diandalkan daripada data memompa uji karena
pemulihan terjadi pada kecepatan yang konstan, sedangkan debit yang benar
benar konstan selama pemompaan seringkali sulit dicapai di lapangan.
HASIL / KELUARAN
Hasil yang didapatkan dari hasil uji pemompaan dengan Step Drawdon Test ( uji
pemompaan bertingkat) adalah :
Achmad Choirrudi, ST
(Geologist)