Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

KEAMANAN PANGAN

“Agen Fisik Bawaan Makanan”

KELOMPOK 21

1. Anjelin Umbu Lado (1807010018)


2. Anjelina Wea (1707010347)
3. Dimas Andreas Uly Koro (1807010052)
4. Maria Yolenta Komep (1807010445)
5. Maria M. Dembi Tamar (1807010365)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
RADIASI DAN RADIOSIOTOP

Kata radiasi dan nuklir memicu sejumlah respon emosional diantara


berbagai orang. Rasa takut dan khawatir merupakan reaksi yang lazim terdapat dan
membuat diskusi rasional tentang risiko serta manfaar teknologi seperti iridiasi
makanan tidak dapat dilaksanakan. Penyebab timbulnya respon emosional
semacam itu didasarkan pada persepsi yang berasal dari perbedaan budaya,
pengalaman pribadi, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, keterbasan
pengetahuan teknis ataupun faktor lain.

Radiasi umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ionisasi dan
nonionisasi dalam spektrum elektromagnet. Sumber radiasi ionisasi yang sering
ditemukan dan sudah dikenal dengan baik meliputi mikrowave dan gelombang
radio. Radiasi ionisasi dapat diproduksi dan diemisikan dari alat (mis., alat rontgen)
atau dapat diemisikan dari isotop yang mengalami peluruhan radioaktif dan juga
dinamakan radionuklir. Terdapat beberapa tipe radiasi ionasasi (partikel α dan β,
sinar -γ dan sinar -X, neutron) dengan berbagai tingkat energi. Sifat radiasi ionisasi
yang penting adalah sifat menghilangkan electron dari orbit atom sehingga
terbentuk ion kimia -aktif dan radiukal bebas. Dalam sel-sel biologis, radiasi
ionisasi menyebabkan kerusakan melalui pemecahan DNA secara langsung arau
dengan memproduksi ion serta radikal bebas. Bahaya akan terjadi jika dosis radiasi
ionisasi yang menggambarkan endepan energi selam waktu tertentu melampui
kemampuan sel untuk memperbaiki dirinya.

Radiasi energi-tinggi yang dihasilkan oleh beberapa radionuklid dapat


berpenetrasi langsung ke dalam kulit tetapi bahaya terbesar dari radionuklid
tersebut disebabkan oleh proses internalisasi melalui pernapasan atau konsumsi.
Sekitar 60 jenis radionuklid merupakan sumber radiasi alami yang sering
ditemukan dalam lingkungan. Radon dan produk peluruhannya berupa radionuklid
yang menjadi sumber paling sering radiasi internalisasi dan hamoir semua peristiwa
radiasinya terjadi melalui pernapasan dengan kontribusi yang mungkin dating dari
air minum. Radionuklid seperti karbon-14 (C-14) dan potassium-40 (K-40) ada di
mana-mana dan menyatu ke dalam setiap pertumbuhan dan hewan. Isotop
radioaktif unsur-unsur uranium, thorium dan radium merupakan radionuklid yang
menyebabkan radiasi intensif tetapi semua unsur ini terdapat di alam dengan jumlah
yang relatif rendah. Beberapa Kawasan di dunia secara abnormal memiliki tingkat
radiasi latar yang tinggi akibat adanya radionuklid secara alami. Ironisnya, orang-
orang yang tinggal di daerah dengan latar radiasi yang tinggi (high radiation
background area, HRBA) tidak terlihat mengalami dampak yang merugikan bagi
Kesehatan dan dapat hidup lebih lama daripada mereka yang tinggal didaerah non-
HRBA (Dissanayake, 2005).

Risiko kontaminasi radionuklid yang tersebar pada makanan berasal dari


pelepasan sumber (human) artifisial yang tidak terkontrol dan dari material yang
terdapat dalam alam serta mengalami peningkatan oleh proses teknologi
(Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material,
TENORM).

Sumber radionuklid buatan yang mungkin terdapat dalam makanan

Sumber Radionuklid Radionuklid yang Menjadi


Kekhawatiran Utama
Reaktor nuklir l 131;Cs-134+Cs-137;Ru-103+Ru-
106
Pabrik pemrosesan energi nuklir St-90;Cs-137;Pu-238+Pu-239+Am-
241
Fasilitas penyimpanan limbah nuklir St-90;Cs-137;Pu-238+Pu-239+Am-
241
Senjata nuklir (misalnya pembuangan Pu-239
material senjata nuklir tanpa denotasi
nuklir)
Generator termoelektrik radioistop dan Pu-238
unit pemanas radioisotope yang
digunakan dalam kendaraan ruang
angkasa
TENORM(Technologically-Enhanced U-238/235/234 + decay products;
Naturally Occurring Radioactive Ra-238/226 + decay products; Th-
Material): 232 + decay products; Pb-210
Limbah produksi energi geothermal,
limbah produksi minyak dan gas bumi,
limbah pengolahan air kotor, limbah
produksi aluminum, debu bata bara,
pertambangan tembaga dan limbah
produksi, pupuk serta limbah produksi
pupuk, limbah pertambangan emas dan
perak, limbah pertambangan hasil bumi
yang langka,limbah produksi titanium,
limbah pertambangan uranium, limbah
pertambangan zircon.

Terorisme radiologi Radionuklid/radioisotope yang


tersedia secara komersial
Sumber; Dikompilasi dari FDA dan EPA

Sumber-sumber TENORM tidak begitu banyak dikenal dan memiliki


berbagai bentuk fisik seperti tanah, lumpur, pipe scale dan limbah bijih
pertambangan lainnya (Schultheisz, Czyscinski, Klinger, 2006). Sumber-sumber
radionuklid ini pada hakikatnya merupakan limbah yang dihasilkan oleh proses
pengambilan material dari kerak bumi atau air dengan meninggalkan tingkat
radioaktivitas alami yang pekat. Namun demekian, limbah TENORM dianggap
sebagai limbah radioaktif yang “kadarnya rendah” dalam pengertian control
regulasinya. Paparan TENORM pada manusia dapat terjadi ketika memanfaatkan
limbah untuk membuat produk (agrerat beton) atau terjadi karena pembuangan
limbah yang tidak benar sehingga dapat mencemari udara, air tanah serta tanah
termasuk hasil panen makanan. Terorisme radiologi merupakan ancaman yang
mendapatkan perhatian lebih besar dalam tahun-tahun terakhir ini (Kuna, Hon,
Patocka, 2009).

Sesudah terjadinya kecelakaan pada pabrik energi nuklir Chernobyl di tahun


1986, beberapa negara bergegas untuk menyatukan pedoman dalam membatasi
keberadaan radionuklid di dalam bahan pangan. Namun demikian, para pembuat
kebijakan dan ahli toksikologi tidak siap untuk mengatasi komplikasi akibat
perhitungan tingkat dosis yang dapat diterima dalam makanan, dan ketidaksiapan
itu Sebagian terjadi karena radionuklid juga memiliki sifat-sifat kimia yang
memengaruhi distribusi internalnya (toksikokinetik)pada berbagai target organ
(Rubery; 1989). Beberapa tahun kemudian di Amerika Serikat ditetapkan batas-
batas yang dinamakan Derived InterventionLevels (DILs) oleh FDA untuk aktivitas
radionuklid dalam makanan. Jika angka DILs tersebut dilampaui, maka FDA kan
mengambil beberapa Tindakan untuk melindungi Kesehatan masyarakat.
Monitoring minimal dilaksankan oleh FDA untuk keberadaan radionuklid dalam
makanan impor dan makanan yang dijual dalam perdagangan antar-negara.
Sebagian besar negara bagian bertanggung jawab atas monitoring radiologis
terhadap produk pertanian dan makanan yang diproduksi dan diperdagangkan di
negara bagian tersebut.

KONTAMINASI BENDA ASING (DAN KOTORAN)

Semua agen yang disebutkan sebelumnya sebagain penyebab penyakit bawaan-


makanan melalui cara yang entah bagaimana akan berinterakasi dengan penjamu
(host) atau korbannya sehingga timbul infeksi, intoksikan, paparan iridiasi atau
gangguan homeostatis. Bentuk bahaya lainnya hanya berupa cedera fisik akibat
adanya benda asing dalam makanan tidak ditelesuri dengan baik, dan taraf bahaya
yang sebenarnya sebagai akibat dari kontaminasi semacam ini sangat sulit dinilai.
Walaupun begitu, beberapa penelitian telah dilaksankan sejak beberapa dawarsa
yang lalu terhadap benda-benda asing dalam makanan (Hyman, Klontz, Tollefson,
1993; Olsen, 1998b). Dari hasil analisis data yang terbatas itu, beberapa benda yang
disusun dalam urutan frekuensi yang dilaporkan merupakan penyebab yang paling
bertanggung jawab atas terjadinya cedera.

1. Kaca
2. Logam
3. Plastik
4. Batu atau kerikil
5. Kapsul atau kristal
6. Bagian tanaman yang keras (pits or shells)
7. Kayu
8. Benda-benda asing lainnya

Frekuensi cedera akibat terkena benda asing dalam makanan jarang terjadi dan
angka insidensinya antara 1-14% (Hyman et al, 1993; Olsen, 1998b). Lebih lanjut,
persentase mereka yang cedera untuk mencari pertolongan medis cukup kecil. Tipe
cedera yang paling umum ditemukan meliputi luka pada mulut atau tenggorok, dan
luka akibat serpihan atau patahan gigi palsu. Kadang-kadang benda yang tertelan
memerlukan tindakan boleh untuk mengeluarkannya, atau luka lasetasinya
terinfeksi. Kematian sangat jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh peristiwa
tersedak. Salah satu hasil temuan yang tidak sesuai dengan kenyataan di atas adalah
frekuensi relatif cedera pada bayi dan anak-anak akibat pecahan kaca. Beberapa
abad yang lalu, para produsen memiliki persoalan dalam hal quality control untuk
mengatasi keberadaan serpihan kaca dalam makanan bayi yang disimpan di dalam
botol. Serpihan kaca merupakan risiko terbesar untuk perforasi pada usus bayi.
Sumber partikel kaca yang lain dan serpihannya berasal dari pecahan bola lampu
yang rusak di daerah pemrosesan dan pengolahan makanan. Tipe logam yang
ditemukan meliputi baut, kuku, potongan pisau, pisau cukur, dan kawat. Semua
barang itu merupakan kontaminan yang paling sering berasal dari pemroresan
makanan kendati aktivitas pengolahan makanan atau aktivitas di dapur dapat pula
menjadi sumber kontaminan seperti penjepit kertas, staples, potongan kaleng
kemasan, atau alat masak yang rusak, dll. Benda plastik pada hakikatnya terdapat
di mana-mana dalam industry makanan sehingga sepotong serpihan plastik yang
keras praktis dapat berasal dari mana saja.

Benda asing yang keras dapat pula berasal dari saat sebelum panenan dalam rantai
penanganan makanan. Batu kerikil, karang, duri, potongan kayu, dan benda-benda
lainnya dapat terperangkap dalam bentuk bercampur dengan makanan atau tersapu
ke dalam kaleng penyimpannya. Benda keras lainnya tidak dianggap “asing” dalam
makanan tetapi walaupun begitu, dapat menyebabkan cedera. Contohnya meliputi
tulang ikan yang merupakan sumber yang cedera sering terjadi dan tulang binatang
yang pecah atau menjadi serpihan dalam produk daging. Produk sayuran dan buah
dapat mengandung bagian yang keras (pits), biji dan batang yang keras/tajam. Pada
bahan pangan yang masih mentah atau belum diproses, kita dapat mengantisipasi
dan menghindari benda-benda keras yang terdapat secara alami seperti tulang atau
bagian tanaman yang keras hanya berarti bahwa makanan tersebut diharapkan
sudah aman dari benda keras yang terdapat secara alami.

Akhirnya, beberapa benda asing dalam makanan tidak selalu berbahaya tetapi
menimbulkan keluhan bagi konsumernya dan mengurangi kenikmatan makanan.
Benda asing yang dikenal dengan istilah debris (filth) seperti kotoran (dirt), bagian
tubuh serangga, rambut manusia atau bulu binatang, slime, dan bagian makanan
yang sudah rusak atau pecah dianggap sebagai benda yang tidak dikehendaki dan
secara estetis tidak menarik. Akan tetapi, apakah benda semacam itu
menggambarkan bahaya pada keamanan pangan? Pada Sebagian besar kasus,
jawabnya tidak. Meskipun Sebagian besar bagian tubuh serangga tidak bersifat
toksikogenik bila dikonsumsi, namun ada bukti yang menunjukkan bahwa infestasi
tuma dapat menyebabkan reaksi alergi dan anfilaksis beberapa spesies serangga
dikenal sebagai transmiter yang menularkan penyakit enteric, atau keberadaannya
merupakan indikator untuk kondisi yang lingkungan tidak bersih (Olsen 1998a,
1998c). Dengan kata lain, debris atau filth dapat dianggap sebagai benda yang
berbahaya atau tidak berbahaya. Di bawah Undang-Undang Makanan. Obat dan
kosmetik, kontaminan seperti debris dan benda asing diatur oleh FDA sebagai
bahan campuran atau alduterant. Sebagian bahan campuran ini dapat dihindari
sementara Sebagian lain tidak terhindarkan dan sedapat mungkin harus dibatasi.
Untuk menentukan pilihan penegakan hukum yang tepat, FDA menggunakan tiga
kategori bagi keberadaan benda-benda dalam makanan:

1. Mempresentasikan bahaya terhadap Kesehatan


2. Merepresentasikan indikator kebersihan lingkungan
3. Merepresentasikan cacat alami atau cacat yang tidak terhindarkan

Untuk menghadapi tantangan pengadilan yang mugkin terjadi telah dikembangkan


kriteria ilimiah yang rinci untuk menetapkan kategori yang tepat bagi keberadaan
debris dan benda asing dalam makanan.

REVIEW PENYAKIT BAWAAN MAKANAN


Penyakit bawaan makanan (foodborne disease), biasanya bersifat toksik
maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit yang masuk ke dalam tubuh
melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang penyakit ini
disebut “keracunan makanan” (food poisoning) walaupun istilah ini tidak tepat.
Penyakit bawaan makanan mencakup lingkup penyakit yang etiologinya bersifat
kimiawi maupun biologis, termasuk penyakit kolera dan diare, sekaligus beberapa
penyakit parasit.
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan
masyarakat yang paling banyak dan paling membebani yang pernah dijumpai di
zaman modern ini. Penyakit tersebut meminta banyak korban dalam kehidupan
manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan
bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Tingkat
keparahan (besaran) dan konsekuensi penyakit bawaan makanan ini kerap kali
diremehkan oleh pihak berwenang di bidang kesehatan masyarakat. Baru dalam
beberapa tahun terakhir ini saja, sebagai akibat dari kejadian luar biasa (KLB)
penyakit bawaan makanan (mis., KLB infeksi Escherichia coli strain
enterohemoragik, listeriosis, salmonelosis, dan kolera), kesadaran beberapa negara
terhadap pentingnya penyakit ini bagi kesehatan masyarakat mulai meningkat .
Walaupun demikian, sarana dan prasarana untuk upaya pencegahan penyakit
bawaan makanan masih kurang tersedia. Selain itu, yang patut disesalkan adalah
bahwa negara yang memikul beban terbesar permasalahan ini juga merupakan
negara yang sumber dayanya paling sedikit untuk mencegah kejadian penyakit
tersebut. Karena luasnya permasalahan, kurangnya informasi pada beberapa
kawasan di dunia, dan sifat permasalahannya yang sepotong-potong pada beberapa
kawasan lain, kita tidak mungkin menelaah atau memperbandingkan data dari
berbagai negara. Oleh karena itu, bab ini disusun untuk memberikan suatu
pandangan terhadap lingkup, besaran, sifat, dan konsekuensi permasalahan
kesehatan serta ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit bawaan makanan dan
faktor-faktor yang memengaruhi prevalensinya.
A. Besaran dan sifat penyakit bawaan makanan
Negara berkembang
Negara berkembang diserang oleh beragam jenis penyakit bawaan
makanan. Penyakit kolera, kampilobakteriosis, gastroenteritis E. coli,
salmonelosis, shigelosis, demam tifoid dan paratifoid, bruselosis,
amoebiasis dan poliomielitis merupakan beberapa contoh saja. Dengan
sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada kebanyakan
negara berkembang, data statistik yang bisa diandalkan tentang penyakit ini
tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak dapat diperkirakan. Akan
tetapi, beratnya situasi ini dapat dipahami dengan melihat angka prevalensi
penyakit diare yang tinggi di kalangan bayi dan anak-anak. Setiap tahun,
terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada balita, dan sebagai akibat
langsungnya lebih dari 3 juta anak meninggal. Secara tidak langsung, jutaan
anak lain meninggal akibat efek gabungan yang ditimbulkan oleh diare dan
malnutrisi.
Sebelumnya ada dugaan bahwa persediaan air yang terkontaminasi
merupakan sumber utama patogen yang menyebabkan diare, tetapi saat ini
diketahui bahwa makanan memainkan peranan yang sama pentingnya.
Menurut perkiraan, sekitar 70% kasus penyakit diare terjadi karena
makanan yang terkontaminasi. Kejadian ini juga mencakup pemakaian air
minum dan air untuk menyiapkan makanan. Perlu diperhatikan bahwa
peranan air dan makanan dalam penularan penyakit diare tidak dapat
diabaikan karena air merupakan unsur yang ada dalam makanan maupun
minuman dan juga digunakan untuk mencuci tangan, bahan makanan, serta
peralatan untuk memasak atau makan. Jika air terkontaminasi dan higiene
yang baik tidak dipraktikkan, makanan yang dihasilkan kemungkinan besar
juga terkontaminasi.
Patogen yang sudah dikenal sebagai penyebab penyakit diare
meliputi bakteri seperti E. coli patogenik, Shigella spp., Salmonella spp.,
Vibrio cholerae OI serta Campylobacter jejuni; protozoa seperti Giardia
lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium spp.; dan juga berbagai
virus enterik seperti rotavirus. Infeksi karena strain patogenik E. coli
mungkin merupakan penyebab terumum penyakit diare di negara
berkembang. Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus
penyakit diare pada bayi dan anak-anak, dan secara khusus dikaitkan dengan
pemberian makanan tambahan. Kontaminasi. E. coli dan patogen lain dari
tinja yang sering terjadi pada makanan, sebagaimana dilaporkan dalam
literatur, menunjukkan adanya kontaminasi materi tinja pada makanan.
Akibatnya, setiap patogen yang penularannya diketahui terjadi melalui jalur
fekal-oral (mis., rotavirus) dapat ditularkan melalui makanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Albert J, Neira M, Motarjemi Y. The role of food in the epidemiology of


cholera. World health statistics quarterly, 1997, 50(1/2):111—118.
2. Blake PA et al. Cholera in Portugal, 1974: I—Modes of transmission.
American journal of epidemiology, 1977, 105(4):337—343.
3. Esrey SA, Feachem, RG. Interventions for the control of diarrhoeal
diseases among young children. Promotion of food hygiene. Geneva,
World Health Organization, 1989 (unpublished document
WHO/CDC/89.30; dapat diperoleh dari Department of Child and
Adolescent Health and Development, World Health Organization, 1211
Geneva 27, Switzerland
4. Fukumi H. Epidemiological aspects on the cholera outbreak in Japan
originating from wedding dinner parties in Ikenohata Bunka Center, Tokyo
in 1978. Dalam: Proceedings of the 15th Joint Conference on Cholera,
Bethesda, MD, US Japan Cooperative Medical Science Program,
1980:107—119.
TUGAS KELOMPOK-21
KEAMANAN PANGAN
“Agen Fisik Bawaan Makanan”
Radiasi dan radioisotope
Kata radiasi dan nuklir memicu sejumlah respon emosional diantara berbagai orang. Radiasi umumnya
dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ionisasi dan nonionisasi dalam spektrum elektromagnet. Sumber radiasi ionisasi
yang sering ditemukan dan sudah dikenal dengan baik meliputi mikrowave dan gelombang radio. Radiasi ionisasi
dapat diproduksi dan diemisikan dari alat (mis., alat rontgen) atau dapat diemisikan dari isotop yang mengalami
peluruhan radioaktif dan juga dinamakan radionuklir. Terdapat beberapa tipe radiasi ionasasi (partikel α dan β, sinar
-γ dan sinar -X, neutron) dengan berbagai tingkat energi.
Sifat radiasi ionisasi yang penting adalah sifat menghilangkan electron dari orbit atom sehingga terbentuk ion kimia
-aktif dan radiukal bebas.

R a d i a s i E n e r g i - t i n g g i Ya n g D i h a s i l k a n O l e h B e b e r a p a R a d i o n u k l i d D a p a t B e r p e n e t r a s i L a n g s u n g
K e D a l a m K u l i t Te t a p i B a h a y a Te r b e s a r D a r i R a d i o n u k l i d Te r s e b u t D i s e b a b k a n O l e h P r o s e s
Internalisasi Melalui Pernapasan Atau Konsumsi. Sekitar 60 Jenis Radionuklid Merupakan
S u m b e r R a d i a s i A l a m i Ya n g S e r i n g D i t e m u k a n D a l a m L i n g k u n g a n .
Sumber radionuklid buatan yang mungkin terdapat dalam
makanan

▪Reaktor nuklir
▪Pabrik pemrosesan energi nuklir
▪Fasilitas penyimpanan limbah nuklir
▪Senjata nuklir (misalnya pembuangan material senjata nuklir tanpa denotasi nuklir)
▪Generator termoelektrik radioistop dan unit pemanas radioisotope yang digunakan dalam kendaraan ruang angkasa
▪TENORM(Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material): Limbah produksi energi
geothermal, limbah produksi minyak dan gas bumi, limbah pengolahan air kotor, limbah produksi aluminum, debu
bata bara, pertambangan tembaga dan limbah produksi, pupuk serta limbah produksi pupuk, limbah pertambangan
emas dan perak, limbah pertambangan hasil bumi yang langka,limbah produksi titanium, limbah pertambangan
uranium, limbah pertambangan zircon.
▪Terorisme radiologi
KONTAMINASI BENDA ASING (DAN KOTORAN)

▪Semua agen yang disebutkan sebelumnya sebagain penyebab penyakit bawaan-makanan melalui cara yang
entah bagaimana akan berinterakasi dengan penjamu (host) atau korbannya sehingga timbul infeksi,
intoksikan, paparan iridiasi atau gangguan homeostatis.

▪Beberapa penelitian telah dilaksankan sejak beberapa dawarsa yang lalu terhadap benda-benda asing dalam
makanan (Hyman, Klontz, Tollefson, 1993; Olsen, 1998b) : Kaca, Logam, Plastik, Batu atau kerikil, Kapsul
atau kristal, Bagian tanaman yang keras (pits or shells), Kayu, Benda-benda asing lainnya.

▪Frekuensi cedera akibat terkena benda asing dalam makanan jarang terjadi dan angka insidensinya antara 1-
14% (Hyman et al, 1993; Olsen, 1998b).

▪Beberapa abad yang lalu, para produsen memiliki persoalan dalam hal quality control untuk mengatasi
keberadaan serpihan kaca dalam makanan bayi yang disimpan di dalam botol.
▪ Tipe logam yang ditemukan meliputi baut, kuku, potongan pisau, pisau cukur, dan kawat. Semua barang itu
merupakan kontaminan yang paling sering berasal dari pemroresan makanan kendati aktivitas pengolahan
makanan atau aktivitas di dapur dapat pula menjadi sumber kontaminan seperti penjepit kertas, staples,
potongan kaleng kemasan, atau alat masak yang rusak, dll.

▪ Serpihan kaca merupakan risiko terbesar untuk perforasi pada usus bayi. Sumber partikel kaca yang lain
dan serpihannya berasal dari pecahan bola lampu yang rusak di daerah pemrosesan dan pengolahan
makanan.

▪ Sebagian bahan campuran ini dapat dihindari sementara Sebagian lain tidak terhindarkan dan sedapat
mungkin harus dibatasi. Untuk menentukan pilihan penegakan hukum yang tepat, FDA menggunakan tiga
kategori bagi keberadaan benda-benda dalam makanan:

1. Mempresentasikan bahaya terhadap Kesehatan

2. Merepresentasikan indikator kebersihan lingkungan

3. Merepresentasikan cacat alami atau cacat yang tidak terhindarkan


Thank you

Anda mungkin juga menyukai