Anda di halaman 1dari 7

EFEKTIFITAS PEMBERIAN NUTRISI SECARA GRAVITY DRIP DAN INTERMITTENT

FEEDING TERHADAP JUMLAH RESIDU LAMBUNG PASIEN DI INSTALASI


RAWAT INTENSIF RSUD TUGUREJO SEMARANG

Maria Ulfa (*), Yuliaji Siswanto, (**), Yunita Galih Yudanari (**).

*) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran


**) Dosen STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRAK

Nutrisi memegang peranan penting pada perawatan pasien kritis. The American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) merekomendasikan nutrisi enteral
(EN) sebagai pilihan utama dalam support nutrisi karena memberikan keuntungan secara
klinis. Akan tetapi, tidak tepatnya support nutrisi menyebabkan kejadian underfeeding seperti
retensi lambung, aspirasi paru, nausea, dan muntah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
efektifitas pemberian nutrisi secara gravity drip dan intermittent feeding terhadap jumlah
residu lambung pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang.
Penelitian ini menggunakan desain Quasy Experimental dengan metode pendekatan
Posttest Only Control Group Design. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan teknik Consecutive sampling yaitu sebanyak 16 responden untuk kelompok
metode intermittent feeding dan 16 responden untuk kelompok metode gravity drip. Alat
penelitian menggunakan Lembar observasi dan standar operasional prosedur pemberian
nutrisi. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji statistik Mann
Whitney.
Hasil penelitian ini menunjukkan yakni ada perbedaan yang bermakna antara
pemberian nutrisi secara gravity drip dan intermittent feeding (p<0,0001) terhadap jumlah
residu lambung pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang. Kesimpulan
bahwa metode intermittent feeding ( x 19,94) lebih efektif dibandingkan dengan metode
gravity drip ( x 30,0) untuk mencegah residu lambung dalam pemberian nutrisi pasien kritis.
Pemberian nutrisi pada pasien kritis diharapkan dengan metode intermiten feeding.

Kata kunci : Nutrisi, Gravity Drip, Intermitent Feeding, Residu Lambung


Kepustakaan : 43 (2004 - 2014)

PENDAHULUAN nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis


Nutrisi memegang peranan penting yang tidak dapat mempertahankan asupan
pada perawatan pasien kritis yang makanan yang adekuat (Steven, 2011).
bertujuan untuk mencegah dan mengatasi Enteral Nutrition memelihara dan
defisiensi makro dan mikronutrien, mempertahankan fungsi pencernaan
menyediakan dosis nutrien sesuai dengan makanan, sebagai imunologik, mencegah
metabolisme yang telah ada, menghindari organisme dalam usus menyerang tubuh,
komplikasi, meningkatkan outcome pasien, mengurangi sepsis dan respon hiper
mengurangi morbiditas, mortalitas dan metabolik pada trauma (Potter & Perry,
penyembuhan (Potter & Perry, 2009). The 2009). Berbagai penelitian membuktikan
American Society for Parenteral and peranan nutrisi enteral memberikan
Enteral Nutrition (ASPEN) keuntungan secara klinis yaitu mencegah
merekomendasikan nutrisi enteral (EN) atrofi saluran cerna dan mempertahankan
sebagai pilihan utama dalam support gut barrier yang mencegah translokasi

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 1
bakteri, mempertahankan produksi mempenga ruhi pembukaan sfingter
secretory Ig A (sIgA) (Bisri, 2012), pilorus. Fisiologi tersebut beresiko
menurunkan angka mortalitas dan terhadap kejadian regurgitasi/muntah,
pneumonia serta dapat mempertahankan aspirasi paru, dan pneumonia. Hal ini
fungsi imunitas pada pencernaan (Doig, dihubungkan dengan kapasitas lambung
2013). yang terbatas dan volume residu lambung
Akan tetapi sering kali pemberian yang lebih banyak, karena lambatnya
nutrisi enteral tidak sepenuhnya dapat pengosongan lambung. Refleks
memenuhi kebutuhan kalori pasien pengosongan lambung dihambat oleh isi
(Steven, 2011). Rata-rata hanya 14-52% yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan
pasien yang berhasil mencapai target reaksi asam pada awal usus halus (Price &
asupan nutrisi tanpa sisa/residu (Kim & Wilson, 2006).
Choi-Kwon, 2011). Insiden tersebut akibat Asosiasi Dietisien Indonesia (2005)
adanya ketidaktepatan support nutrisi pada menyebutkan bahwa pemberian nutrisi
pasien (Steven, 2011). Hal tersebut yang tepat adalah secara intermittent
mengakibatkan adanya penumpukan residu feeding yaitu dengan mengatur pemberian
lambung yang berakibat pada nutrisi dengan jangka waktu tertentu
underfeeding seperti retensi lambung, melalui tetesan/jam. Misalnya pemberian
aspirasi paru, nausea, dan muntah yang sebanyak 250 ml habis dalam waktu 2 jam
dapat menyebabkan kelemahan, dengan frekuensi 4 kali sehari.
peningkatan risiko infeksi, dan Keuntungan metode ini adalah kesiapan
peningkatan durasi penggunaan ventilasi lambung dalam menerima nutrisi enteral
mekanik (Asosiasi Dietisien Indonesia, karena diberikan secara bertahap, lambung
2005). yang tidak terisi penuh akan lebih dapat
Unit Instalasi Rawat Intensif RSUD mencerna makanan dan pengosongan
Tugurejo Semarang dalam pemberian lambung akan lebih cepat sehingga
nutrisi pada pasien kritis diberikan secara mengurangi resiko terjadinya aspirasi.
gravity drip, selama perawatan di Instalasi Penelitian yang dilakukan oleh
Rawat Intensif perawat selalu menghindari Bowling et.all (2008) menjelaskan bahwa
penundaan pemberian nutrisi pada pasien, nasogastrik dapat meningkatkan risiko
perawat selalu mereposisikan pasien aspirasi akibat refluks gastroesofagus.
dengan miring kanan-kiri, perawat Resiko lebih besar ketika feeding diberikan
memberikan nutrisi pada pasien sesuai melalui metode bolus dibandingkan
dengan diit pasien. dengan metode pemberian yang diatur
Metode gravity drip yaitu sebuah melalui tetesan atau drip. Episode refluks
cara pemberian nutrisi enteral dengan gastroesofagus pada bolus feeding sebesar
bantuan gravitasi, yang dilakukan diatas 4,5 kali sedangkan pada metode drip
ketinggian lambung dengan kecepatan sebesar 2 kali. Penelitian oleh Gazzaneo
pemberian ditentukan oleh gravitasi et.all (2011) juga menjelaskan bahwa
(Brunner & Suddarth, 2003). Pemanfaatan pemberian makan melalui intermitten
gravitasi menjadikan nutrisi enteral secara feeding terbukti dapat meningkatkan otot
cepat masuk dalam lambung (5-10 menit) lambung dalam mensintesis protein.
dan langsung terisi penuh. Volum lambung penelitian ini bertujuan untuk
yang banyak mengakibatkan motilitas dan mengetahui efektifitas pemberian nutrisi
pengosongan lambung menjadi lambat, secara gravity drip dan intermittent feeding
dan pada akhirnya residu dalam lambung terhadap jumlah residu lambung pasien di
meningkat (Price & Wilson, 2006). Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo
Volume makanan yang banyak Semarang.
dalam lambung juga menyebabkan isi
lambung semakin asam, sehingga akan

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 2
METODE PENELITIAN (normal). Sesuai dengan pendapat dari
Penelitian menggunakan rancangan Dollberg (2000 dalam Sari, 2012) yang
Quasi Eksperimental dengan desain menyatakan bahwa aspirasi lambung
Posttest Only Control Group Design.
dianggap abnormal bila volume
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat
Intensif RSUD Tugurejo Semarang. mencapai lebih dari 20% dari total
Pengambilan sampel dilakukan secara formula yang diberikan 2 jam sebelum
consecutive sampling sejumlah 16 aspirasi lambung.
responden untuk kelompok intermittent Hal ini dikarenakan pemberian
feeding dan 16 responden untuk kelompok nutrisi dengan jeda waktu 3 kali sehari
gravity drip. Kriteria inklusi sampel adalah atau dengan rentang minimal 8 jam,
pasien mendapatkan diit yang sama,
sehingga sesuai dengan jeda waktu
sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien
dengan intoleransi susu, pasien dengan pengosongan lambung. Residu yang
gangguan pencernaan, pasien meninggal dihasilkan dari pemberian nutrisi
atau APS sebelum pengambilan data post secara metode gravity drip juga
test. Alat penelitian menggunakan lembar menunjukkan keseluruhan responden
observasi dan SOP pemberian nutrisi residu lambungnya berupa diit susu
enteral. Pengamatan residu lambung yang tercerna (digested).
dengan melakukan aspirasi pada waktu 1
Pasien dengan kesadaran penuh
jam sebelum pemberian nutrisi pada pagi,
siang, dan malam hari. Data dianalisis yang dilakukan pemberian nutrisi
secara univariat dan bivariat menggunakan metode gravity drip dalam penelitian
uji Mann Whitney( α= 0,05). ini sejumlah 3 (18,7%). Ditemukan 2
(12,5%) responden yang mengatakan
HASIL DAN PEMBAHASAN mual setelah diberikan susu cair
1. Volume residu lambung yang
tersebut. Kondisi tersebut seperti pada
dilakukan pemberian nutrisi enteral
secara gravity drip. hasil peneltian yang dilakukan oleh
Tabel 1 Residu lambung dengan Bowling (2008) yang menghasilkan
metode gravity drip di sebanyak 28,3% pasien yang diberi
Instalasi Rawat Intensif nutrisi enteral melalui metode bolus
RSUD Tugurejo Semarang, mengalami kejadian muntah (refluks).
Januari 2016 (n=16) Kejadian regurgitasi/ muntah
Residu
dikarenakan kapasitas lambung yang
x Min Max Sd terbatas, sedangkan volume residu
Lambung
Gravity lambung lebih banyak, karena
30,00 20,00 45,00 6,83
drip
pengosongan lambung lambat. Refleks
Volume residu lambung yang pengosongan lambung dihambat oleh
dilakukan dengan metode gravity drip isi yang penuh, kadar lemak yang
menunjukkan antara 20 - 45 ml dengan tinggi dan reaksi asam pada awal usus
rerata 30 ml. Pemberian diit nutrisi halus (Price & Wilson, 2006).
dalam penelitian ini adalah 250 ml diit Gravity drip menjadikan nutrisi
cair. Dilihat dari residu lambung enteral secara cepat masuk dalam
terbesar yaitu 45 ml dari 250 ml diit lambung (5-10 menit) dan langsung
yang diberikan maka residu lambung terisi penuh. Volume lambung yang
sekitar 18% dari diit yang diberikan banyak mengakibatkan motilitas dan
pengosongan lambung menjadi lambat,

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 3
65
dan pada akhirnya residu dalam responden residu berupa diit susu yang
lambung meningkat (Price & Wilson, tercerna (digested).
2006). Semakin besar volume makanan Pelaksanaan pemberian nutrisi
dalam lambung maka semakin lambat metode intermittent feeding juga
proses pengosongan dalam lambung terdapat 2 (12,5%) responden dengan
(Ganong, 2008). Sehingga pemberian kesadaran penuh. Ketika diwawancarai
nutrisi enteral secara metode gravity mengatakan tidak merasakan mual. Hal
drip dapat menghasilkan residu tersebut menunjukkan pemberian
lambung yang meningkat karena nutrisi secara metode intermittent
proses pengosongan lambung yang feeding membuat pasien nyaman dan
melambat. aman untuk pasien.
Pemberian secara bertahap
2. Volume residu lambung yang melalui tetesan lebih memaksimalkan
dilakukan pemberian nutrisi enteral motilitas lambung sehingga pengoso
secara intermittent feeding.
ngan lambung lebih cepat. Hal tersebut
Tabel 2 Residu lambung dengan
metode intermittent feeding dikarenakan kecepatan pengosongan
di Instalasi Rawat Intensif lambung pada dasarnya ditentukan
RSUD Tugurejo Semarang, oleh derajat aktivitas gelombang
Januari 2016 (n=16) peristaltik pada antrum lambung
(Jayarasti, 2009). Derajat aktivitas
Residu
Lambung x Min Max Sd pompa pilorus diatur oleh sinyal dari
intermittent 19,94 15,00 27,00 4,10 lambung sendiri dan juga oleh sinyal
feeding dari duodenum. Sinyal dari lambung
adalah derajat peregangan lambung
Volume residu lambung yang oleh makanan, dan adanya hormon
dilakukan metode intermittent feeding gastrin yang dikeluarkan dari antrum
menunjukkan berkisar 15 - 27 ml lambung akibat respon regangan.
dengan rerata 19,94 ml. Peneliti Kedua sinyal tersebut mempunyai efek
mengatur tetesan diit yang diberikan positif meningkatkan daya pompa
habis dalam waktu 2 jam dengan pilorus dan karena itu mempermudah
frekuensi sesuai diit yang diberikan pengosongan lambung (Ganong,
oleh rumah sakit dengan ketinggian 2008).
harus lebih dari 45 cm dari abdomen Pemberian nutrisi enteral metode
pasien. intermittent feeding lebih memberikan
Diit yang diberikan sama halnya keuntungan karena kesiapan lambung
dengan kelompok gravity drip, yaitu dalam menerima nutrisi enteral karena
250 ml diit yang diberikan, maka diberikan secara bertahap, lambung
residu lambung terbesar sekitar 10,8% yang tidak terisi penuh akan lebih
dari diit yang diberikan (masih kurang dapat mencerna makanan dan
dari 20%) sehingga masih normal. pengosongan lambung akan lebih
Berdasarkan hasil penelitian juga cepat, meminimalkan terdapatnya
menunjukkan residu yang dihasilkan residu, sehingga mengurangi resiko
dari pemberian metode intermittent terjadinya aspirasi (Asosiasi Dietisien
feeding menunjukkan keseluruhan Indonesia, 2005).

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 4
3. Perbedaan jumlah residu lambung gelombang peristaltik kuat sampai di
pemberian nutrisi enteral secara antrum maka tekanan isi antrum naik,
gravity drip dan intermittent feeding. kontraksi diikuti oleh kontraksi pilorus
Tabel 3 Perbedaan Residu Lambung
sehingga mendorong kembali isi
Pemberian Nutrisi Enteral
Secara Gravity Drip dan antrum yang masih bersifat padat ke
Intermittent Feeding pada korpus lambung (Syaifuddin, 2002).
pasien di Instalasi Rawat Gelombang berikutnya terus
Intensif RSUD Tugurejo menekan menuju duodenum. Gerakan
Semarang, Januari 2016 peristaltic usus bertanggung jawab
(n=32) pada hampir semua pencampuran yang
terjadi di perut. Disaat bersamaan,
Residu P
N x Sd kehadiran makanan terutama yang
Lambung value
Gravity drip 16 30,00 6.831 0,000 mengandung protein merangsang
Intermittent produksi hormon gastrin. Dengan
16 19,94 4.106
feeding dikeluarkannya hormon gastrin,
Total 32 merangsang esophageal sphincter
bawah untuk berkontraksi, motilitas
Hasil menunjukkan nilai p value lambung meningkat, dan pyloric
0,000 (p < 0,05) yang artinya terdapat sphincter berelaksasi. Efek dari
perbedaan yang barmakna antara serangkaian aktivitas tersebut adalah
jumlah residu lambung pada pengosongan lambung (Ganong,
pemberian nutrisi secara gravity drip 2008).
dan intermittent feeding. Hasil yang Penelitian Bowling (2008) juga
menunjukkan nilai mean kelompok menghasilkan bahwa pemberian nutrisi
intermittent feeding lebih sedikit yang diatur melalui tetesan infus atau
dibandingkan dengan nilai mean drip lebih efektif dibandingkan dengan
kelompok gravity drip (19,94 < 30,00), metode pemberian bolus, dimana
maka dapat disimpulkan bahwa episode refluks gastroesofagus pada
metode intermittent feeding lebih bolus feeding sebesar 4,5 kali
efektif dibandingkan dengan metode sedangkan pada metode drip sebesar 2
gravity drip untuk mencegah residu kali. Penelitian oleh Gazzaneo et.all
lambung dalam pemberian nutrisi (2011) juga menjelaskan bahwa
pasien kritis. pemberian makan melalui intermitten
Pemberian secara bertahap feeding terbukti dapat meningkatkan
melalui tetesan/jam pada metode otot lambung dalam mensintesis
intermittent feeding akan lebih protein. Penelitian yang dilakukan oleh
memaksimalkan motilitas lambung Nafratilofa (2013) juga menghasilkan
sehingga pengosongan lambung akan bahwa pemberian nutrisi melalui drip
lebih cepat. Pengosongan lambung dapat menghindari gastro-oesophageal
terjadi oleh peristaltik yang kuat pada reflux
antrum lambung. Kontraksi antrum
akan diikuti oleh kontraksi pilorus KESIMPULAN
yang berlangsung sedikit lebih lama Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
dari kontraksi duodenum. Apabila bahwa terdapat perbedaan yang barmakna

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 5
antara jumlah residu lambung pada Asosiasi Dietisien Indonesia Cabang
pemberian nutrisi secara gravity drip dan Bandung (2005) Panduan
intermittent feeding (pvalue = 0,000), dan Pemberian Nutrisi Enteral, Jakarta:
metode intermittent feeding ( x = 19,94) Jaya Pratama.
lebih efektif dibandingkan dengan metode Bisri T. (2012). Terapi nutrisi pada pasien
gravity drip ( x = 30,0) untuk mencegah cedera kepala berat: Penanganan
residu lambung dalam pemberian nutrisi neuroanestesia dan cricital care
pada pasien kritis. cedera otak traumatik. Bandung:
Saga Olahcitra.
SARAN Bowling TE, Cliff B & Wright JW.
1. Bagi Pasien (2008). The effects of bolus and
Menerima perkembangan asuhan continuous nasogastric feeding on
keperawatan dalam pemberian nutrisi gastro-oesophageal reflux and
secara optimal sehingga dapat gastric emptying in healthy
mencegah atau mengurangi volunteers: a randomised three-way
kemungkinan resiko pemberian nutrisi crossover pilot study. Journal
yang tidak diinginkan. Clinical Nutrition 2008 Aug; 27
2. Bagi Rumah Sakit (4): 608-13. doi:
Pelaksanaan pemberian nutrisi metode 10.1016/j.clnu.2008.04.003. Epub
intermittent feeding diharapkan 2008 May 29.
menjadi SOP dalam pemberian nutrisi Brunner & Suddarth (2003). Buku Ajar
enteral pada pasien kritis yang Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
terpasang NGT dan disarankan bagi 8. Jakarta: EGC.
perawat untuk memberikan nutrisi Doig S. Gordon., dkk. (2013). Early
enteral dengan intermiten feeding. Enteral Nutrition in Critical Illness:
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Clinical Evidence and
Penelitian selanjutnya diharapkan Pathophysiological Rationale.
untuk melakukan penelitian dengan Australia: Northern Clinical
melanjutkan hasil penelitian ini, yaitu School Intensive Care Research
dengan melakukan komparasi dari Unit.
pemberian nutrisi secara intermittent Ganong. (2008). Buku Ajar Fisiologi
feeding pada pasien kritis dengan Kedokteran Edisi 22. Jakarta:
kejadian regurgitasi atau refluk EGC.
lambung serta sampai pada kejadian Gazzaneo, M.C., Suryawan, A., Orellana.,
ventilator associated pneumonia, R.A., et.all. (2011). Intermittent
severe malnutrisi pada pasien kritis Bolus Feeding Has a Greater
ataupun hal lainnya. Stimulatory Effect on Protein
4. Bagi Institusi STIKES Ngudi Waluyo Synthesis in Skeletal Muscle Than
Institusi pendidikan diharapkan Continuous Feeding in Neonatal
memanfaatkan hasil penelitian ini Pigs. The Journal of Nutrition:
sebagai referensi dalam kurikulum October 19, 2011, doi: 10.3945/
pembelajaran keperawatan kritis jn.111.147520
sebagai topik bahasan, baik dalam Jayarasti. (2009). Anatomi Lambung.
kelas maupun lahan praktik di rumah Jakarta: EGC.
sakit secara langsung. Kim Hyunjung. Choi-Kwon Smi. (2011).
Changes in nutritional status in
ICU patients receiving enteral tube
DAFTAR PUSTAKA feeding: a prospective descriptive
study. Intensive and Critical Care
Nursing (2011)27,194-201

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 6
Nafratilofa. (2013). Pemberian Nutrisi Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Melalui Continous Feeding Untuk Volume 1. Terjemahan B. U.
Menghindari Gejala Gastro- Pendit, et.al. Jakarta: EGC.
Oesophageal Reflux Pada Klien Syaifuddin. (2002). Buku Fisiologi
Dengan Gastrektomi. Karya tulis Manusia Sebuah Pendekatan
FIK UI Depok. Terintegrasi Edisi 6. Jakarta: EGC.
Potter, P. A. & Perry, A.G. (2009). Buku Steven Tiro. (2011). Review Pedoman
ajar fundamental keperawatan Nutrisi Enteral. CDK Januari -
(Vol. 1). (Y. Asih, M. Sumarwati, Februari 2011. Departemen
D. Efriyani, & dkk., Penerjemah). Medical PT. Kalbe Farma Jakarta
Jakarta: EGC.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2006).
Patofisiologi: Konsep Klinis

Efektifitas Pemberian Nutrisi secara Gravity Drip dan Intermittent Feeding Terhadap Jumlah Residu
Lambung Pasien di Instalasi Rawat Intensif RSUD Tugurejo Semarang 7

Anda mungkin juga menyukai