Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET XYLITOL TERHADAP RASA HAUS PADA

PASIEN CKD DENGAN TERAPI HEMODIALISA


Effect Of Chewing Xylitol Gum Toward Thirst of CKD Patients Who Undergo
Hemodialysis
Ni Putu Eka Ariani1, I Dewa Putu Gede Putra Yasa2, I Made Arisusana3,
1
STIKes Wira Medika PPNI Bali
2
Poltekes Denpasar
3
STIKes Wira Medika PPNI Bali
Jalan Kecak No 9A Gatot Subroto Timur Denpasar Bali, 80239, e-mail:
stikes_wikabali@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pendahuluan: Pasien Cronic Kidney Desease yang menjalani terapi hemodialisis umumnya mengeluh haus
dan mulut kering karena penurunan sekresi saliva yang disebabkan oleh peningkatan kadar urea dalam
darah dan pembatasan cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen
karet xylitol terhadap rasa haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis di ruang hemodialisis BRSU
Tabanan. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah quasy ekperiment dengan rancangan
nonequivalen control group. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non propability sampling
dengan tehnik purposive sampling yang melibatkan 20 responden dengan 10 kelompok perlakuan dan 10
kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur rasa haus menggunakan Dialysis Thirst
Inventory (DTI) yang pengukurannya dilakukan sebelum mengunyah permen karet xylitol dan setelah
mengunyah dua butir (3gram) permen karet xylitol oleh pasien dengan terapi hemodialisis selama lima menit
dengan interval waktu empat jam sekali selama satu hari. Hasil: Rata-rata nilai rasa haus pada kelompok
perlakuan sebelum mengunyah permen karet sebesar 32,80, dan setelah mengunyah permen karet menjadi
21,7 (p=0,000) dan rata-rata nilai rasa haus awal pada kelompok kontrol sebesar 33,00 dan rata-rata nilai
rasa haus akhir 32,4 (p=0,081). Diskusi: Rata-rata selisih nilai rasa haus pada kelompok perlakuan dan
kontrol (p=0,000) yang bearti ada pengaruh yang signifikan mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa
haus pada pasien CKD dengan terapi hemodialisis.
Kata kunci

: Permen Karet Xylitol, Rasa Haus, Hemodialisis (HD)

ABSTRACT
Introduction: Chronic Kidney Disease patients who undergo hemodialysis commonly complain about thirst
and xerostomia due to decrease of salivary secretion that cause by increase of urea on blood and fluid
restriction. The purpose of study is to know the effect chewing xylitol gum toward thirst of CKD patients who
undergo hemodialysis at hemodialysis unit of Tabanan General Hospital. Method: This study is quasy
eksperiment with nonequivalen control group design. Sampling on this study use non probability sampling
with purposive sampling with 20 samples, 10 samples on experiment group while another 10 samples on
control group. Thirst was measured by Dialysis Thirst Inventory (DTI) before chewed xylitol gum and after
chewed two grains ( 3grams) xylitol gum on hemodialysis patients for five minutes every four hours in one
day. Result: of study showed the mean score of thirst on experiments group pretest 32,80, posttest 21,7
(p=0,000) and mean score on control group pretest is 33,0, posttest 32,4 (p=0, 081). Discussion: Mean
different of thisty score of experiment group -11,10, control group -0,60 (p=0,000) from the result conclode
that there was significance effect of chewing xylitol gum toward thirst of CKD patients who undergo
hemodialysis.
Keywords

: Xylitol Gum, Thirst, Hemodialysis (HD)

Alamat Korespondensi
Email

: Jalan Gatot Subroto 2 Blok G No 1


: echaariani.ea@gmail.com

PENDAHULUAN
Gagal Ginjal adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, dan pada
suatu derajat tertentu memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Uremia adalah
suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ, akibat penurunan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik
(Sudoyo, 2009).
Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan hingga tahun 2015 sebanyak
36 juta orang warga dunia meninggal akibat
penyakit gagal ginjal. Di Amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 380.000
penderita GGK menjalani hemodialisis
reguler (USRDS, 2011). Persatuan Nefrologi
Indonesia (Pernefri) 2004 menyatakan dalam
Widiana (2005), di Indonesia diperkirakan
ada 70.000 penderita gagal ginjal, dan
penyakit ini menempati urutan pertama dari
semua penyakit ginjal, dan khususnya di
Bali, prevalensi gagal ginjal kronik mencapai
6%. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali
jumlah pasien gagal ginjal kronik yang
tercatat pada tahun 2012 sebanyak 915
orang.
Berbagai masalah dapat terjadi pada
pasien GGK seperti penambahan berat
badan, edema, peningkatan tekanan darah,
sesak nafas, mual muntah serta gangguan
jantung. Pasien yang menjalani terapi
hemodialisa
sebagian
besar
harus
mempertahankan pembatasan asupan
cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan
cairan. Kelebihan cairan dapat meningkatkan
Interdialytic Weight Gain (IWG) atau
penambahan berat badan terutama saat
proses dialisis.Melalui pembatasan cairan
inilah maka resiko timbulnya komplikasi
dapat ditekan. Namun, dengan adanya
pembatasan cairan ini dapat pula
menimbulkan beberapa efek pada tubuh
penderita. Diantaranya adalah kekacauan
hormonal, perubahan sosial dan psikologi,
munculnya rasa haus dan xerostomia atau
suatu gejala berupa mulut kering akibat
produksi kelenjar ludah yang berkurang
(Bots et al, 2005).
Rasa haus adalah keluhan subjektif
yang didapatkan karena faktor penurunan
sekresi saliva sedangkan Xerostomia adalah

istilah medis untuk masalah keluhan subjektif


mulut kering (dry mouth), mulut kering
adalah salah satu faktor yang dapat
menstimulasi munculnya rasa haus.
Keadaan mulut kering dan rasa haus
dikarenakan penurunan sekresi saliva yang
diperkirakan terjadi sebanyak 11-15% pada
pasien GGK dengan terapi hemodialisa
(Bots et al, 2005). Penyebab xerostomia
pada pasien GGK dikarenakan kadar urea
darah (BUN) lebih tinggi dari 8-23 mg/dl.
Uremia yang terjadi secara terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya polineuropati.
Neuropathi dan depresi pada system saraf
otonom terutama terjadi pada Nervus
Glosofaringeal dan Nervus Facialis yang
mempersarafi kelenjar ludah dan dapat
menyebabkan tertekannya saraf simpatis
dan parasimpatis yang berfungsi sebagai
sekretonik (Ameregon, 1991; Ganong, 2008;
Cristopher, 2010).
Rasa haus dan xerostomia yang
disebabkan oleh berkurangnya sekresi saliva
dapat mengakibatkan rasa ketidaknyamanan
pada rongga mulut, nyeri, peningkatan
tingkat caries gigi, infeksi mulut kesulitan
berbicara dan menelan makanan, sehingga
asupan gizi pun menurun serta penambahan
berat badan dikarenakan meningkatnya
intake cairan. Keluhan-keluhan yang muncul
ini dapat mempengaruhi tingkat kualitas
hidup (Bots et al, 2005). Peningkatan sekresi
saliva dapat dipengaruhi oleh berbagai
rangsangan, yaitu rangsangan mekanis,
rangsang kimia, dan rangsang neuronal.
Rangsang mekanis dihasilkan dari aktifitas
pengunyahan.
Rangsang
neuronal
dihantarkan oleh system saraf otonom, baik
simpatis maupun parasimpatis. Rangsang
kimia diperoleh dari rangsangan seperti
manis, asin, asam, pedas, dan pahit
(Ameregon, 1991).
Rangsangan mekanis dan kimiawi
seperti mengunyah dan rasa manis dapat
menggerakkan reflek saliva dengan
menstimulasi reseptor yang dipantau oleh
nervus trigeminal (V) dan nervus fasialis (VII)
sebagai
pengecap.
Stimulasi
saraf
parasimpatis akan mempercepat sekresi
pada semua kelenjar saliva, sehingga
menghasilkan produksi saliva dalam jumlah
banyak (Amerongen, 1991; Ganong, 2008;
Christoper, 2010). Mengunyah makanan
2

seperti permen karet dapat menstimulasi


aliran saliva untuk bekerja lebih baik,
konsumsi makanan yang membutuhkan
pengunyahan yang banyak seperti permen
karet yang manis juga bisa merangsang
kelenjar saliva, dengan mengunyah permen
karet sebanyak enam kali selama dua
minggu dapat mengatasi penurunan sekresi
saliva pada pasien GGK (Stephen dan
Nicola, 2011). Selama ini cara untuk
meningkatkan volume saliva dengan
menggunakan saliva pengganti seperti gel
pelembab antibakteri (oral balance), dan
produk stimulant saliva seperti salagen,
ditemukan hanya dapat mengurangi keluhan
rasa haus sebanyak 10% (Veerman et al,
2005).
Salah satu tehnik mengunyah yang
baik adalah dengan mengunyah permen
karet xylitol. Xylitol merupakan gula alkohol
atau gula polialkohol tipe pentitol karena di
dalam molekulnya xylitol mengandung lima
rantai atom karbon atau lima golongan
hidroxil. Xylitol dimetabolisme di hati dan
dikonversikan menjadi D-xylulose dan
glukosa oleh polyol dehydrogenase
(Khairunissa, 2010).
Xylitol merupakan pemanis yang
aman bagi penderita diabetes dan
hiperglikemia, sehingga banyak digunakan
bertahun-tahun di Amerika, Rusia, dan
Eropa. Xylitol diabsorbsi lebih lambat
daripada gula biasa karena memiliki indeks
glikemik yang sangat rendah yaitu tujuh
sedangkan, gula memiliki indeks glikemik
sampai 90 dan dilepaskan ke dalam darah
13 kali lebih cepat dibanding xylitol. Hal ini
menyebabkan xylitol tidak memberi
kontribusi terhadap meningkatnya gula darah
dan juga tidak memberi efek hiperglikemik
yang disebabkan respon insulin yang tidak
cukup (Rachima, 2008).
Seluruh permen karet jenis gula
alcohol
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan produksi saliva, namun salah
satu permen karet jenis xylitol lebih sesuai
karena mengandung kadar gula lebih
rendah, karena permen karet yang
mengandung xylitol mampu meningkatkan
kuantitas saliva dan meningkatkan pH
mukosa mulut lebih tinggi dibandingkan
permen karet non xylitol (Corsello et al,
1994). Efektifitas mengunyah permen karet

sebagai cara mengatasi xerostomia telah


dibuktikan pada penelitan yang melibatkan
65 orang pasien dengan terapi hemodialisa
dan diberikan permen karet selama dua
minggu. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan gejala xerostomia dan rasa haus
(Bots et al, 2005). Kuantitas atau jumlah
saliva yang dihasilkan selama mengunyah
permen karet pada pasien GGK dengan
hemodialisa telah dibuktikan dengan
penelitian dengan melibatkan 40 orang
pasien dengan terapi hemodialisa yang
diberikan permen karet, hasil dari penelitian
ini menunjukkan perbedaan yang sangat
bermakna terhadap stimulasi mengunyah
dengan pemberian permen karet (Yahrini,
2009).
Hasil study pendahuluan di BRSU
Tabanan dengan tehnik wawancara pada 10
orang pasien CKD dengan terapi
hemodialisis pada tanggal 18 Maret 2014
menunjukkan bahwa 100% pasien mengeluh
mengalami sensasi rasa haus dan mulut
kering. Akibat sensasi rasa haus dan mulut
kering tersebut, pasien sering melanggar
aturan pembatasan cairan yang harus
dijalankan. Menurut perawat BRSU Tabanan
edukasi telah diberikan kepada pasien
sebagai salah satu upaya untuk pembatasan
cairan, akan tetapi masih banyak pasien
yang tidak melakukan apa yang telah
diinformasikan. Hal ini disebabkan oleh
sensasi rasa haus yang dirasakan pasien.
Dari hasil wawancara dengan perawat di
Ruang Hemodialisa BRSU Tabanan sudah
ada SOP tentang edukasi pembatasan
cairan bagi pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis namun di dalamnya belum
terdapat point anjuran untuk mengunyah
permen karet xylitol sebagai salah satu cara
untuk mengurangi asupan cairan.
Melihat dampak masalah dan hasil
study pendahuluan di atas, terlihat bahwa
permen karet dapat meningkatkan produksi
saliva pasien CKD melalui rangsangan
mekanik dan kimiawi. Namun, penelitian
tersebut belum dapat menjelaskan seberapa
besar peningkatan produksi saliva dapat
menurunkan rasa haus pada pasien dengan
terapi hemodialisis. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruh mengunyah permen karet xylitol
terhadap rasa haus pada pasien CKD
3

dengan terapi hemodialisis di


Unit
Hemodialisis BRSU Tabanan Tahun 2014.

pengkajian awal terkumpul, peneliti


kemudian memberikan dua butir permen
karet xylitol untuk dikunyah selama lima
menit. Mengunyah dua butir permen karet
xylitol selama lima menit dilakukan dengan
interval waktu empat jam sekali selama satu
hari. Pada keesokan harinya peneliti kembali
melakukan pengukuran akhir nilai rasa haus
menggunakan DTI. Mentabulasi data umum
responden, data pengkajian awal dan
pengkajian akhir pada kelompok kontrol dan
perlakuan dan dilakukan analisis data.
Instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
lembar check list/ SPO Mengunyah Permen
Karet Xylitol dan lembar wawancara berupa
Dyalisis Thirst Inventory untuk mengukur
rasa haus sebelum dan sesudah mengunyah
permen karet xylitol yang dilakukan pada
sampel yang diteliti. Analisis bivariat
digunakan untuk melihat pengaruh variabel
bebas Mengunyah Permen Karet Xylitol
terhadap variabel terikat rasa haus pada
pasien CKD dengan terapi Hemodialisa
sebelum dan setelah dilakukan intervensi
pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Setelah semua data terkumpul, data
kemudian diolah dan dianalisis dengan
menggunakan uji parametrik paired t test. Ha
diterima apabila nilai p value < 0,05 artinya
ada perbedaan nilai rasa haus sebelum dan
setelah mengunyah permen karet xylitol.
Setelah didapatkan hasil perbedaan nilai
rasa haus sebelum dan setelah mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok kontrol
dan perlakuan dilakukan uji independent t
test. Ha diterima apabila nilai p value < 0,05
artinya ada perbedaan nilai rasa haus pada
kelompok kontrol dan perlakuan pada pasien
CKD dengan terapi Hemodialisis.

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian yang digunakan
adalah Quasy experimental dengan
menggunakan rancangan nonequivalen
control group yaitu rancangan penelitian
yang mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan kelompok
kontrol disamping kelompok eksperimental
(Nursalam,2013). Populasi pada penelitian
ini adalah semua pasien yang menjalani
terapi Hemodialisis di Unit Hemodiaisis
BRSU Tabanan dimana rata-rata populasi
dalam sebulan adalah 645 pasien.
. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah dengan teknik non
probability sampling dengan tehnik
purposive sampling. Sugiono (2011)
menyatakan untuk penelitian eksperimen
sederhana, yang menggunakan kelompok
kontrol dan kelompok ekperimen diambil
dengan dengan cara systematic sampling.
Systematic sampling adalah tehnik
pengambilan sampel berdasarkan urutan
dari anggota populasi. Pada penelitian ini
sampel diambil dari populasi pasien CKD
yang menjalani terapi Hemodialisis di unit
Hemodialisis
BRSU
Tabanan
yang
ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan
kriteria ekslusi penelitian. Dalam hal ini
peneliti menetapkan sampel yang digunakan
sebanyak 20 orang.
Penelitian
dilakukan
di
Unit
Hemodialisis BRSU Tabanan. Peneliti
memilih tempat ini sebagai tempat penelitian
karena banyak terdapat pasien CKD dengan
terapi Hemodialisis. Penelitian telah
dilaksanakan pada tanggal 05 sampai 12
Juni 2014. Dalam penelitian ini variabel
bebas adalah Mengunyah Permen Karet
Xylitol dan variabel terikat adalah rasa haus
pada pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis.
Teknik pengumpulan data sebagai
berikut: Pengkajian awal di lakukan 10 menit
sebelum mengunyah permen karet xylitol
dengan pedoman wawancara Dyalisis Thirst
Inventory (DTI) untuk mengetahui score rasa
haus pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis. Peneliti dibantu oleh dua orang
peneliti pendamping. Setelah hasil dari

HASIL
Tabel 1. Nilai rasa haus sebelum mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok
perlakuan

Min

Maks

Rasa
Haus
Prete
st

10

30

35

Ratarata
32,80

Berdasarkan tabel satu dari 10


responden pada kelompok perlakuan
sebelum mengunyah permen karet xylitol,
diperoleh nilai rasa haus tertinggi 35, nilai
rasa haus terendah 30, dengan nilai rata-rata
rasa haus 32,80.

itervensi mengunyah permen karet xylitol


dengan nilai rasa haus tertinggi 35, nilai rasa
terendah 29 dan nilai rata-rata rasa haus
33,0.
Tabel 5. Perbedaan analisa nilai rasa haus
pada pasien CKD dengan terapi
hemodialisis sebelum dan setelah
mengunyah permet karet xylitol
pada kelompok perlakuan

Tabel 2. Nilai rasa haus setelah mengunyah


permen karet xylitol pada kelompok
perlakuan
V

Min

Maks

Rasa
Haus
Postt
est

10

18

25

Ratarata
21,7

Rasa
Haus
Sebel
um
Rasa
Haus
Setel
ah

Berdasarkan tabel dua, didapatkan


dari 10 responden pada kelompok
perlakuan, setelah mengunyah permen karet
xylitol, diperoleh nilai rasa haus tertinggi 25,
nilai rasa haus terendah 18 dengan nilai rasa
haus rata-rata 21,7.

Min

Maks

Rasa
Haus
Prete
st

10

30

35

Ratarata
33,0
0

Berdasarkan tabel tiga dari 10


orang responden pada kelompok kontrol
diperoleh nilai rasa haus awal tanpa itervensi
mengunyah permen karet xylitol dengan nilai
rasa haus tertinggi 35, nilai rasa terendah 30
dan nilai rata-rata rasa haus 33,0.

Min

Maks

Rasa
Haus
Postt
est

10

29

35

1
0

32,
8

Selisi
h
ratarata

11,1

SD

2,1
3

0,00
0

21,
7

Tabel 6. Perbedaan nilai rasa haus awal dan


akhir tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok
kontrol
V

Tabel 4. Nilai rasa haus akhir tanpa


intervensi mengunyah permen
karet kylitol pada kelompok kontrol
V

Rata
-rata

Berdasarkan tabel lima dari 10


responden dalam penelitian ini terdapat
perbedaan nilai rasa haus responden
sebelum dan setelah mengunyah permen
karet xylitol pada kelompok perlakuan
dengan selisih rata-rata perbedaan nilai rasa
haus mencapai 11,1 dengan p=0,000. Dari
hasil analisis bearti p<0,05 dengan demikian
H0 ditolak. Bearti ada perbedaan yang
bermakna rata-rata nilai rasa haus pada
pasien dengan terapi hemodialisis sebelum
dan setelah mengunyah permen karet xylitol.

Tabel 3. Analisis nilai rasa haus awal tanpa


intervensi mengunyah permen karet
xylitol pada kelompok kontrol
V

Ratarata
32,4

Rasa
Haus
Awal
10
Rasa
Haus
Akhir

Berdasarkan tabel empat dari 10


orang responden pada kelompok kontrol
diperoleh nilai rasa haus akhir tanpa
5

Ratarata

33,
0
32,
4

Selis
ih
ratarata

SD

0,06

0,96

0,0
81

Berdasarkan tabel enam dari 10


responden dalam penelitian ini terdapat
perbedaan nilai rasa haus awal dan akhir
tanpa intervensi mengunyah permen karet
xylitol pada kelompok kontrol dengan selisih
rata-rata perbedaan nilai rasa haus sebesar
0,06 dengan p=0,081. Dari hasil analisis
bearti p>0,05 dengan demikian H0 diterima.
Bearti tidak ada perbedaan yang bermakna
rata-rata nilai rasa haus pada pasien dengan
terapi hemodialisis tanpa intervensi
mengunyah permen karet xylitol
.
Tabel 7. Perbedaan rasa haus pada
kelompok perlakuan dan kontrol
pada pasien CKD dengan terapi
hemodialisis
V

Rasa
Haus
Perlak
uan

Ratarata

10

11,
1

10

0,6
0

Rasa
Haus
Kontrol

Selisih
ratarata

SE

-10,500

0,74

0,000

gambaran rasa hausnya berada dalam


rentang munculnya rasa haus dengan ratarata nilai rasa haus sebelum mengunyah
permen karet xylitol adalah 32,80 dengan
nilai rasa haus terkecil 30,0 nilai rasa haus
terbesar 35, dan standar deviasi 1,932
dengan sedangkan nilai rasa haus pada
pasien CKD dengan terapi hemodialisis
setelah mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok perlakuan dengan rata-rata
nilai rasa haus 21,7. Nilai rasa haus terkecil
18,0 nilai rasa haus terbesar 25,0 dengan
standar deviasi 2,311.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau
penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan
cairan,
elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer
dan Bare, 2008). Pembatasan cairan pada
pasien GGK, sangat perlu dilakukan, hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya edema
dan komplikasi kardiovaskuler (Sudoyo,
2009). Pembatasan cairan merupakan faktor
yang paling penting karena apabila cairan
tubuh berkurang hingga mencapai 8% maka
kecepatan aliran saliva berkurang hingga
mencapai nol yang memicu terjadinya
kekeringan pada mulut yang menyebabkan
munculnya rasa haus (Astiti, 2010).
Peningkatan sekresi saliva dapat
ditingkatkan dengan cara stimulasi. Stimulasi
saliva tergantung dari banyak faktor salah
satunya adalah mengunyah (Snow and
Wackyn, 2004). Hal ini didukung oleh
penelitian Simatupang (2006) yang
menyatakan bahwa mengunyah permen
karet rendah gula tidak hanya bermanfaat
meningkatkan produksi saliva bagi individu
yang mengalami sensasi mulut kering dan
rasa haus namun dapat juga membantu
pengikisan mineral gigi. Peningkatan sekresi
saliva merupakan keuntungan utama
mengunyah permen karet yang terjadi dari
proses mastikasi dan rasa permen karet.
Sekresi saliva meningkat setelah lima
sampai tujuh menit mengunyah permen
karet karena sebagian besar pemanis dan
rasa dari permen karet telah terurai dalam
mulut (Dodds, 2007). Seluruh permen karet
dapat digunakan untuk meningkatkan

Berdasarkan tabel tujuh dari 20 responden


dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai
rasa haus pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dengan perbedaan selisih
rata-rata antara kelompok perlakuan dan
kontrol -10,50 dengan p=0,000 Hal ini
menunjukkan bahwa nilai signifikan (p <0,05)
dengan demikian diperoleh H0 ditolak. Jadi
dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata
skor rasa haus yang bermakna antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
PEMBAHASAN
Rasa haus sebelum dan setelah
mengunyah permen karet xylitol pada
pasien CKD dengan terapi hemodialisis
yang menjadi subyek penelitian pada
kelompok perlakuan
Berdasarkan
hasil penelitian
diperoleh data bahwa rasa haus pada pasien
CKD yang menjadi subyek penelitian
sebelum mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok perlakuan, diperoleh data
6

sekresi saliva, namun permen karet jenis


xylitol lebih sesuai karena mengandung
kadar gula lebih rendah, permen karet yang
mengandung xylitol mampu meningkatkan
kuantitas saliva lebih tinggi dibandingkan
permen karet non xylitol (Bots et al, 2005).
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa terjadi perubahan rasa haus
pada 10 responden penelitian yang
dilakukan pengukuran postest nilai rasa haus
setelah mengunyah permen karet xylitol
sebanyak dua butir (3 gram) setiap empat
jam sekali selama satu hari pada kelompok
perlakuan.
Pengukuran
postest
menunjukkan 10 responden yang mengalami
peningkatan rasa haus sebelum mengunyah
permen karet xylitol mengalami penurunan
nilai rasa haus setelah mengunyah permen
karet xylitol dengan rata-rata nilai rasa haus
menjadi 21,70. Nilai rasa haus terkecil
adalah 18,0 dan nilai rasa haus terbesar
adalah 25,0. Hasil ini menunjukkan
penurunan rasa haus yang diakibatkan oleh
peningkatan sekresi saliva yang terjadi
sebagai hasil dari rangsangan mekanis
berupa pengunyahan yang menyebabkan
berkurangnya sensasi mulut kering dan rasa
haus.
Rasa haus awal dan akhir pada pasien
CKD dengan terapi hemodialisis tanpa
intervensi mengunyah permen karet
xylitol yang menjadi subyek penelitian
pada kelompok control
Berdasarkan
hasil penelitian
diperoleh data rasa haus awal dan akhir
pada pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol yang menjadi subyek
penelitian pada kelompok kontrol. Gambaran
rasa haus awal tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok kontrol
dengan nilai rasa haus terkecil 30,0 nilai rasa
haus terbesar 35,0 nilai rata-rata rasa haus
33,00 dan standar deviasi 1,825 sedangkan
nilai akhir rasa haus pada pasien CKD
dengan terapi hemodialisis tanpa intervensi
mengunyah permen karet xylitol pada
kelompok perlakuan dengan rata-rata nilai
rasa haus 32,4. Nilai rasa haus terkecil 29,0
nilai rasa haus terbesar 35,0 dengan standar
deviasi 2,118.
Munculnya sensasi mulut kering
dan rasa haus selain diakibatkan oleh

pembatasan cairan disebabkan juga oleh


peningkatan kadar urea dalam darah yang
menyebabkan menurunnya sekresi saliva.
Uremia yang terjadi secara terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya polineuropati.
Neuropati dan depresi pada sistem saraf
otonom terutama terjadi pada saraf perifer
nervus trigeminal (V) dan nervus facialis (VII)
yang mempersyarafi kelenjar mayor (parotis,
submandibularis, dan sublingual) dan minor
(kelenjar Van ebner) serta menyebabkan
tertekannya saraf simpatis dan parasimpatis
yang
berfungsi
sebagai
sekretonik
(Amerongen, 1991; Ganong, 2008;
Christopher, 2010). Peningkatan sekresi
saliva dapat ditingkatkan dengan cara
stimulasi. Stimulasi saliva tergantung dari
banyak faktor salah satunya adalah
mengunyah (Snow and Wackyn, 2004).
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa tidak terjadi perubahan rasa
haus pada 10 responden penelitian yang
dilakukan pengukuran akhir nilai rasa haus
tanpa intervensi mengunyah permen karet
xylitol pada kelompok kontrol. Pengukuran
awal menunjukkan 10 responden yang
mengalami peningkatan rasa haus dan
pengukuran
akhir
menunjukkan
10
responden tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol tidak mengalami
perubahan nilai rasa haus yang signifikan
dengan rata-rata nilai rasa haus 32,4. Nilai
rasa haus terkecil 29,0 nilai rasa haus
terbesar 35,0. Hasil ini menunjukkan tidak
terjadinya perubahan rasa haus yang
signifikan diakibatkan oleh penurunan
sekresi saliva yang terjadi karena faktor
pembatasan cairan dan peningkatan kadar
urea dalam darah yang menyebabkan
munculnya sensasi mulut kering dan rasa
haus.
Perbedaan nilai rasa haus sebelum dan
setelah mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok perlakuan
Setelah data terkumpul dilakukan uji
perbedaan nilai rasa haus sebelum dan
setelah mengunyah permen karet xylitol
pada pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis pada kelompok perlakuan.
Dilakukan analisis data dengan uji Paired
Samples T-Test. Hasil uji Paired Samples TTest menunjukkan bahwa nilai rasa haus
sebelum dan setelah mengunyah permen
7

karet xylitol pada kelompok perlakuan selisih


nilai rata-rata rasa haus 11,1 dan simpangan
baku 2,13 dengan p=0,000. Dari hasil
analisis bearti p<0,05 dengan demikian H0
ditolak. Bearti ada perbedaan yang
bermakna rata-rata nilai rasa haus pada
pasien CKD dengan terapi hemodialisis
sebelum dan setelah mengunyah permen
karet xylitol di Unit Hemodialisis BRSU
Tabanan pada kelompok perlakuan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori menurut Guyton dan Hall (2003) yang
menyatakan bahwa dengan memberikan
rangsangan mekanik berupa pengunyahan
yang dipersyarafi oleh saraf mandibularis
(motorik yang merupakan inervasi dari saraf
trigeminalis dapat memberikan stimulus ke
nucleus salivatori superiol dan inferiol yang
diteruskan ke saraf otonom dan memberikan
stimulus sekretonik ke saraf perifer
glosofaringeal dan saraf facialis yang berada
pada kelenjar saliva mayor dan minor untuk
menskresikan saliva lebih banyak.
Efektifitas mengunyah permen karet
sebagai cara mengatasi xerostomia dan rasa
haus telah dibuktikan pada penelitian yang
melibatkan 65 pasien dengan terapi
hemodialisa dan diberikan permen karet.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan
gejala xerostomia dan rasa haus (Bots et al,
2005). Hal yang sama dikemukakan oleh
Verman et al, (2005) bahwa mengunyah
permen karet merupakan terapi alternative
yang dapat diberikan untuk merangsang
kelenjar ludah atau terapi paliatif pada
pasien yang menjalani hemodialisa.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa terjadi perubahan rata-rata
nilai rasa haus pada 10 responden penelitian
yang dilakukan pengukuran nilai rasa haus
setelah mengunyah permen karet xylitol
sebanyak dua butir (3 gram) setiap empat
jam sekali selama satu hari pada kelompok
perlakuan. Pengukuran nilai rasa haus
sebelum dan setelah mengunyah permen
karet xylitol menunjukkan 10 responden
yang mengalami peningkatan rasa haus
sebelum mengunyah permen karet xylitol
mengalami penurunan nilai rasa haus
setelah mengunyah permen karet xylitol
dengan selisih nilai rata-rata rasa haus 11,1
dan standar deviasi 2,13 dengan p=0,000.
Hasil ini menunjukkan rata-rata penurunan

rasa haus setelah mengunyah permen karet


xylitol, rata-rata penurunan rasa haus ini
diakibatkan oleh peningkatan sekresi saliva
yang terjadi sebagai hasil dari rangsangan
mekanik berupa pengunyahan yang
menyebabkan berkurangnya sensasi mulut
kering dan rasa haus.
Perbedaan nilai rasa haus awal dan akhir
tanpa intervensi mengunyah permen
karet xylitol pada kelompok control
Setelah data terkumpul dilakukan
uji perbedaan nilai rasa haus awal dan akhir
tanpa intervensi mengunyah permen karet
xylitol pada pasien CKD dengan terapi
Hemodialisis pada kelompok kontrol.
Dilakukan analisis data dengan uji Paired
Samples T-Test. Hasil uji Paired Samples TTest menunjukkan bahwa nilai rasa haus
awal dan akhir tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok kontrol
dengan selisih nilai rata-rata rasa haus 0,06
dan simpangan baku 0,96 dengan p=0,081.
Dari hasil analisis bearti p>0,05 dengan
demikian H0 diterima. Bearti tidak ada
perbedaan yang bermakna rata-rata nilai
rasa haus awal dan akhir pada pasien CKD
dengan terapi hemodialisis tanpa intervensi
mengunyah permen karet xylitol.
Pembatasan
cairan
tubuh
merupakan faktor yang paling penting yang
menyebabkan penurunan sekresi saliva
karena apabila cairan tubuh berkurang
hingga mencapai 8% maka kecepetan aliran
saliva berkurang hingga mencapai nol,
penurunan kecepatan aliran saliva ini dapat
merangsang timbulnya sensasi mulut kering
(Edgar dan O Mullane, 1996 dalam Astiti,
2010).
Kekeringan
pada
mulut
menyebabkan ujung-ujung saraf di mulut
secara
langsung
dirangsang
oleh
kekeringan, yang menyebabkan munculnya
rasa haus yang dapat diatasi hanya dengan
membasahi mulut walaupun sebenarnya
tidak ada ingesti air. Kekeringan di mulut
dapat terjadi apabila sekresi saliva tertekan
oleh faktor yang tidak berkaitan dengan
kandungan air dalam tubuh, misalnya efek
ektra renal, rasa cemas, merokok atau obat
tertentu (Sherwood, 2001).
Hal yang sama dikemukakan Guggeinheimer
dan Moore (2003) dan Jung (2005) bahwa
pasien yang menjalani terapi hemodialisa
8

karena penyakit ginjal tahap akhir dapat


mengalami penurunan fungsi kelenjar ludah
yang berakibat pada timbulnya sensasi rasa
haus dan mulut kering. Manifestasi ini dapat
juga berhubungan dengan penggunaan
obat-obatan untuk mengobati penyakit yang
menyertai.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa tidak terjadi perubahan ratarata nilai rasa haus yang signifikan pada 10
responden penelitian yang dilakukan
pengukuran akhir nilai rasa haus tanpa
intervensi mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok kontrol. Pengukuran awal
menunjukkan 10 responden yang mengalami
peningkatan rasa haus dan pengukuran
akhir menunjukkan 10 responden tanpa
intervensi mengunyah permen karet xylitol
tidak mengalami perubahan nilai rasa haus
yang signifikan dengan selisih nilai rata-rata
rasa haus awal dan akhir 0,06 dan standar
deviasi 0,96 dengan p=0,081. Hasil ini
menunjukkan tidak terjadinya perubahan
nilai rasa haus yang signifikan diakibatkan
oleh penurunan sekresi saliva yang terjadi
karena faktor pembatasan cairan dan
peningkatan kadar urea dalam darah yang
menyebabkan munculnya sensasi mulut
kering dan rasa haus.
Perbedaan rasa haus pada kelompok
perlakuan dan kontrol pada pasien CKD
dengan terapi hemodialisis
Setelah data terkumpul dilakukan uji
perbedaan nilai rasa haus pada kelompok
perlakuan dan kontrol pada pasien CKD
dengan terapi Hemodialisis, dilakukan
analisis data dengan uji Independent T-Test.
Hasil uji hipotesis Independent T-Test
dengan selisih rata-rata -10,50 dengan nilai
signifikan (p value) sebesar 0,000
berdasarkan tingkat kepercayaan masingmasing 95% (= 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa nilai signifikan (p <0,05) dengan
demikian diperoleh H0 ditolak. Jadi dapat
disimpulkan terdapat perbedaan rerata skor
rasa haus yang bermakna antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol yang bearti
ada pengaruh yang signifikan mengunyah
permen karet xylitol terhadap rasa haus
pada pasien CKD dengan terapi
hemodialisis.
Rasa haus pada penderita yang mendapat
terapi hemodialisis dapat terjadi karena

berbagai faktor. Kemampuan ginjal yang


menurun dalam mengekresikan urine
menyebabkan penderita gagal ginjal kronik
dengan hemodialisa, dianjurkan membatasi
asupan air untuk menjaga keseimbangan
cairan. Pembatasan intake cairan akan
menyebabkan penurunan aliran saliva pada
penderita dan menimbulkan kekeringan
mulut yang menstimulasi munculnya rasa
haus (Susanti dan Hasibuan, 2000).
Sekresi saliva dapat dipengaruhi
oleh berbagai rangsangan, yaitu rangsang
mekanis, rangsang kimia, dan rangsang
neuronal. Rangsang mekanis dihasilkan dari
aktivitas pengunyahan. Rangsang neuronal
dihantarkan oleh system saraf otonom, baik
simpatis maupun parasimpatis. Rangsang
kimia diperoleh dari rangsangan rasa seperti
manis, asin, asam, pedas, dan pahit.
Stimulasi saliva tergantung dari banyak
faktor salah satunya adalah mengunyah
(mekanik) dan rangsangan pengecapan rasa
manis (kimiawi) (Amerongen, 1991).
Saraf motorik yang mempengaruhi
rangsangan mengunyah adalah saraf Cranial
Tigeminus. Nervus Trigeminus merupakan
saraf cranial terbesar. Nervus ini disebut
trigeminus, karena memiliki tiga cabang yaitu
nervus optalikus, nervus maksilaris, dan
nervus mandibularis. Nervus trigeminus
mengandung baik serabut sensoris maupun
serabut motoris. Cabang-cabang tepinya
membawa serabut parasimpatis. Nervus
mandibularis bersifat motoris dan sensoris.
Radiks sensoris meninggalkan ganglion
trigeminal dan berjalan keluar cranium
melalui foramen ovale. Radiks motoris
nervus trigeminus juga keluar dari cranium
melalui cabang foramen yang sama dan
bergabung
dengan
akar
sensoris
membentuk truncus nervus mandibularis.
Serabut sensoris nervus mandibularis
mensyarafi kulit pipi dan kulit atas mandibula
dan sisi kepala. Juga mensyarafi articulation
temporomandibularis dan gigi rahang bawah,
mukosa pipi, dasar mulut, dan bagian depan
lidah. Serabut motoris nervus mandibularis
mensyarafi
otot-otot
pengunyahan
(Christopher, 2010).
Sekresi saliva meningkat setelah
lima sampai tujuh menit mengunyah permen
karet karena sebagian besar pemanis dan
rasa dari permen telah terurai dalam mulut
9

(Dodds, 2007). Snow dan Wackym (2004)


dalam Simatupang (2006) menyatakan
bahwa mengunyah 4-8 potong (6-12 gram)
permen karet telah dibuktikan oleh banyak
penelitian dapat menstimulasi pengeluaran
saliva. Hal ini juga didukung oleh penelitian
Stephens, (2011) bahwa dengan mengunyah
permen karet tidak hanya dapat
meningkatkan sirkulasi pembuluh darah di
sekitar
kelenjar
saliva
tapi
juga
meningkatkan
sirkulasi
darah
ke
otak.Efektifitas mengunyah permen karet
sebagai cara mengatasi xerostomia telah
dibuktikan
pada
penelitian
dengan
melibatkan 65 pasien dengan terapi
hemodialisa dan diberikan permen karet
selama dua minggu. Hasil penelitian
menunjukkan penurunan gejala xerostomia
dan rasa haus (Bots et al, 2005). Hal yang
sama dikemukakan oleh Verman et al,
(2005) bahwa mengunyah permen karet
merupakan terapi alternative yang dapat
diberikan untuk merangsang kelenjar ludah
atau terapi paliatif pada pasien yang
menjalani hemodialisa.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui bahwa terjadi penurunan nilai rasa
haus pada 10 responden penelitian yang
dilakukan pengukuran nilai rasa haus setelah
mengunyah permen karet xylitol sebanyak
dua butir (3 gram) setiap empat jam sekali
selama satu hari pada kelompok perlakuan
dan tidak terjadi perubahan nilai rasa haus
yang signifikan pada 10 responden
penelitian yang dilakukan pengukuran akhir
nilai rasa haus tanpa intervensi mengunyah
permen karet xylitol pada kelompok kontrol.
Penurunan rasa haus ini diakibatkan oleh
peningkatan sekresi saliva yang terjadi
sebagai hasil dari rangsangan mekanik
berupa pengunyahan dan rangsang kimia
berupa kandungan rasa manis pada permen
karet
xylitol
yang
menyebabkan
berkurangnya sensasi mulut kering dan rasa
haus.

adalah 21,7. Rata-rata nilai rasa haus awal


tanpa intervensi mengunyah permen karet
xylitol pada kelompok kontrol adalah 33,00
dan rata-rata nilai rasa haus akhir tanpa
intervensi mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok kontrol 32,40. Berdasarkan
hasil analisa data menggunakan uji paired t
test pada kelompok perlakuan diperoleh nilai
p=0,000 yang bearti ada perbedaan yang
bermakna rata-rata nilai rasa haus sebelum
dan setelah mengunyah permen karet xylitol
pada kelompok perlakuan di unit
hemodialisis BRSU Tabanan, sedangkan
hasil analisa data menggunakan uji paired t
test pada kelompok kontrol diperoleh nilai
p=0,81 yang bearti tidak ada perbedaan nilai
rasa haus awal dan akhir pada pasien
dengan terapi hemodialisis tanpa intervensi
mengunyah permen karet xylitol pada
kelompok kontrol di unit hemodialisis BRSU
Tabanan. Berdasarkan uji independent t test
antara kelompok perlakuan dan kontrol
diperoleh nilai p=0,000 dapat disimpulkan
terdapat perbedaan rerata nilai rasa haus
yang bermakna antara kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
ada pengaruh yang signifikan mengunyah
permen karet xylitol terhadap rasa pada
pasien CKD dengan terapi hemodialisis di
unit hemodialisis BRSU Tabanan.
SARAN
Kepada Pihak Rumah Sakit BRSU
Tabanan hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai sumber informasi
dalam penambahan point mengunyah
permen karet xylitol pada standar
operasional prosedur edukasi pembatasan
asupan cairan pada pasien CKD dengan
terapi Hemodialisis yang berkunjung ke Unit
Hemodialisis BRSU Tabanan.
Kepada
peneliti
selanjutnya
yang
hendak
melanjutkan penelitian ini agar mengunakan
sampel yang lebih banyak, intervensi
dilakukan lebih berkesinambungan dan
waktu penelitian yang lebih lama untuk
menambah validitas hasil penelitian. Selain
itu, pada sampel sebaiknya didapatkan data
yang homogen dengan memperhatikan
faktor perancu. Untuk peneliti selanjutnya
diharapkan dapat meneliti bagaimana
pengaruh mengunyah permen karet xylitol

SIMPULAN
Rata-rata nilai rasa haus sebelum
mengunyah permen karet xylitol pada
kelompok perlakuan di unit hemodialisa
BRSU Tabanan adalah 32,80 dan setelah
mengunyah permen karet xylitol rata-rata
nilai rasa haus pada kelompok perlakuan
10

terhadap BB pre Hemodialisa dan BB kering


pasien CKD dengan terapi Hemodialisa.

KEPUSTAKAAN
Amerongen, A Van Niew. 1991. Ludah dan
Kelenjar Ludah, Arti Bagi Kesehatan
Gigi. Diterjemahkan Prof.drg. Rafiah
Abyono. Yogyakarta: Gadja Mada
University Press
Astuti, 2010. Perbedaan Volume Saliva
Sebelum dan Sesudah Meminum
Yogurt Prebiotik yang mengandung
Bifidobacterium
Animal
pada
Mahasiswa
Kedokteran
Gigi
Universitas
Padjajaran.
Skripsi.
Bandung: Universitas Padjajaran
Amanda N. 2011. Xylitol, (online),
(http://www.worldhealthdepot.com
diakses tgl 15 Maret 2014)
Badan Standarisasi Nasional. 2012. Bahan
Tambahan Pangan Pemanis Buatan.
(online) (http://sisni.bsn.go.id diakses
25 Maret 2014)
Bots C.P, Brand H.S, Veerman E.C, 2005.
The management of xerostomia in
patient with hemodialysis: comparison
of artificial saliva and chewing gum,
(online).(http://www.hospicecare.com
diakses tgl 15 Maret 2014)
Brunner, & Suddart. 2008. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Christopher. 2010. Anatomy, Function, and
Evaluation of the Salivary Glands,
Chapter
1
(online)
(http//www.freepatentsonline.com
diakses tgl 26 Maret 2014)
Corsello et al. 1994. Compotitions For The
Relief Of Xerostomia and The
Treatment Of Associated Disorders.
(online)
(http//freepatentsonline.com
diakses 17 Maret 2014)
Dawes, C. 1987. Physiological Factors
Affecting Salivatory Flow Rate, Oral
Sugar Clearence, and The Sensation
Of Dry Mouth in Man. J Dent Rest 66,
648,
653.
(online)

(htt://proquest.umi.com/pqdweb
diakses tgl 27 Maret 2014)
Dodds, M. W. J. 2007. Sugarfree Chewing
Gum and Oral Health The Simulation,
(online)
(http://www.aactcandy.org
diakses tgl 27 Maret 2014)
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke 17. Diterjemahkan
dari : Review of Medikal Physiology.
Oleh M. D. Widjajakusumah, et al.
Jakarta : CV. EGC.
Guggenheimer, J dan Moore, P. 2003.
Xerostomia Etiology, Recognition and
Treatment, (online) (http://jada.ada.org
diakses tgl 22 Maret 2014)
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005, Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :Konsep,
Proses, danPraktik Volume 2, Edisi 4,
Jakarta: EGC
Scot, T. W; McMurry, John J V; Spiers,
Angela; Jardine, Alan G. (2001).
Impaired Endothelial Function In
Isolated Human Uremic Resistence
Arteries. Kidney International 60.3 (Sep
2001):
1077-82)
(online)
(http://proquest.umi.com/pqdweb
diakses tgl 10 Maret 2014
Simatupang, 2006. Metode Pengukuran
Saliva dan Pemeriksaan Kelenjar
Saliva.
(online)
(www.usurepository.com diakses tgl 11
Maret 2014)
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari
Sel ke Sistem, Edisi 6 Jakarta: EGC
Sugiono.
2012.
Metode
Penelitian
Administrasi
Dilengkapi
dengan
metode R%D. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Suwitra. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam; Penyakit Ginjal Kronik, Jilid II
Edisi V. Jakarta; Interna Publishing

11

Sylvia & Lorraine. 2005. Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit;
Volume 2, Edisi 6.Jakarta. ECG
Veerman E.C.I, Bjornstrom M, Axell T. 2005.
Chewing Gum and a Saliva Substitute
Alleviate Thirst and Xerostomia in
Patient on Haemodialysis. (online)
(http://ndt.oxfordjournals.org diakses tgl
26 Maret 2014)
Widiana. 2005. Distribusi Geografis
Penyakit
Ginjal
Kronik
di

Bali:Komparasi Formula Cockroft-Gault


dan Formula Modification of dietin
Renal Disease. Journal Penyakit
Dalam. 8 (3). (online) (http://ejournalsl.undip.ac.id diakses tgl 27 Maret
2014)

12

Anda mungkin juga menyukai