A. Pengertian Agribisnis
Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik
di sektor hulu maupun di hilir sektor pangan (food supply chain). Dengan kata lain, Agribisnis
adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Agribisnis mempelajari strategi
memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku,
pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dalam konteks manajemen agribisnis,
setiap elemen dalam produksi dan distribusi pertanian adalah sebagai aktivitas agribisnis. Istilah
"agribisnis atau agribusiness (Inggris), yang merupakan gabungan dari agriculture (pertanian)
dan business (bisnis). Dalam bahasa Indonesia dikenal pula Agrobisnis. Objek agribisnis dapat
berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya.
Kegiatan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis
tidak harus melakukan sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan
oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan merupakan kegiatan
agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk
memenuhi keperluan sehari-hari. Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya
mencakup kepada industri makanan saja karena pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan
erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi. FAO memiliki bagian yang
beroperasi penuh pada pengembangan agribisnis yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan industri pangan di negara berkembang.
5. SUB-SISTEM JASA yang menyediakan jasa bagi sub-sistem agribisnis hulu, sub-sistem
usahatani dan sub-sistem agribisnis hilir. Termasuk ke dalam sub-sistem ini adalah penelitian
dan pengembangan, perkreditan dan asuransi, transportasi, pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan, sistem informasi dan dukungan kebijaksanaan pemerintah (mikro ekonomi, tata
ruang, makro ekonomi).
Dalam rangka melaksanakan misi pembangunan sistem dan usaha agribisnis sebagaimana
diutarakan pada bab terdahulu, maka beberapa kebijaksanaan berikut ini perlu dilakukan.
A. Kebijaksanaan Makro
Kebijaksanaan makro yang dimaksudkan di sini adalah upaya menciptakan iklim ekonomi
yang kondusif bagi pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Kebijaksanaan dilakukan
dengan melakukan melalui instrumen makro ekonomi, baik moneter maupun fiskal.
B. Kebijaksanaan Moneter
Instrumen moneter seperti suku bunga, uang beredar dan nilai tukar dapat dijadikan alat
kebijaksanaan dalam merangsang berkembangnya sistem dan usaha agribisnis. Dengan
menetapkan suku bunga yang relatif rendah serta perlakuan kredit khusus bagi investasi dan
atau modal kerja unit usaha yang bergerak dalam bidang agribisnis, maka pertumbuhan unit
usaha sektor agribinis diharapkan makin cepat. Hal lain yang perlu memperoleh perhatian
dalam kebijaksanaan suku bunga dan perkreditanadalah tercapainya keseimbangan alokasi
kredit pada sub-sistem agribisnis hulu, sub-sistem on-farmdan sub-sistem agribisnis hilir
sedemikian rupa, sehingga ketiga sub-sistem tersebut berkembang secara seimbang. Harus
dirancang kebijaksanaan moneter untuk memudahkan tersedianya modal bagi usaha-usaha
agribisnis.
C. Kebijaksanaan Fiskal
Dua instrumen penting kebijaksanaan fiskal yang dapat dilakukan pemerintah adalah alokasi
pengeluaran pemerintah untuk pembangunan dan perlakuan pajak. Kebijaksanaan penerapan
pajak dalam rangka perolehan dana pembangunan harus dilakukan secara bijak agar mampu
merangsang dunia usaha yang bergerak dalam sektor agribisnis. Demikian pula pembelanjaan
anggaran pembangunan (investasi pemerintah) harus memberikan bobot yang lebih besar
terhadap pembangunan sektor riil yang terkait langsung dengan pembangunan sistem dan
usaha agribisnis.
Selain investasi pemerintah, masih ada investasi lain yang dapat berpengaruh terhadap sistem
dan usaha agribisnis. Investasi yang dimaksud mencakup investasi swasta domestik (PMDN) dan
investasi swasta asing (PMA). Investasi PMA dan PMDN memang tidak dapat sepenuhnya
diatur oleh pemerintah karena tergantung pengusaha itu sendiri. Namun pemerintah dapat
mempengaruhi keputusan investasi swasta melalui pengalokasian investasi pemerintah pada
agribisnis dan bentuk-bentuk promosi yang lain. Alokasi investasi pemerintah perlu
memperhatikan tahap-tahap pembangunan sistem agribisnis. Bila pada suatu daerah misalnya
Kawasan Timur Indonesia dimana tahap perkembangan sistem dan usaha agribisnis masih
berada pada tahap awal (natural resources and unskill-labor based),investasi pemerintah perlu
difokuskan pada investasi infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, irigasi, dll dan pada investasi
pembinaan kelembagaan lokal dan penyuluhan. Alokasi anggaran pemerintah untuk
membangun infrastruktur publik tersebut di daerah akan merangsang masuknya investasi swasta
termasuk PMA. Pada daerah dimana tahap perkembangan agribisnisnya sudah memasuki tahap
kedua (capital and skill labor based), investasi pemerintah perlu diprioritaskan pada
pengembangan teknologi sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru bagi agribisnis di daerah
tersebut untuk memasuki tahap pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh
investasi/teknologi. Selain itu diperlukan kebijaksanaan untuk merangsang investasi swasta
(PMA, PMDN) dalam bidang sistem dan usaha agribisnis, sehingga aliran PMA ke Indonesia
benar-benar mendukung pembangunan khususnya pembangunan agribisnis. Kebijaksanaan
promosi masuknya modal asing ke Indonesia yang hanya sekedar masuk tanpa memperdulikan
sektor ekonomi mana dimasuki sebagaimana populer di masa lalu, hendaknya jangan diulangi
lagi karena terbukti merugikan Indonesia sendiri.