Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

ASIMILASI DAN HAK INTEGRASI TERHADAP NARAPIDANA DALAM UPAYA


PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DI
DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

DOSEN PENGAMPU : HANA FARIDAH SH.,MH

DI SUSUN OLEH :
REVI ASTUTI (1810631010009)
KELAS 4-E
MATA KULIAH : PENOLOGI DAN PEMASYARAKATAN

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Permasalahan .....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................3

A. Hak Narapidana..................................................................................................3
B. Pembinaan Narapidana ......................................................................................4
C. Teori Pemidanaan ..............................................................................................4
D. Pengertian Asimilasi ..........................................................................................5
E. Pengertian Asimilasi Narapidana .......................................................................6
F. Pengertian Hak Integrasi Narapidana ................................................................6
G. Bentuk-Bentuk Asimilasi ...................................................................................6
H. Pelaksanaan Asimilasi .......................................................................................7
I. Faktor-faktor yang mempermudah Asimilasi ....................................................8
J. Faktor-faktor Penghalang Asimilasi ..................................................................9

BAB III TINJAUAN YURIDIS...................................................................................10

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................11

A. Kebijakan Hukum Mengenai Asimilasi Narapidana ..........................................11


B. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Narapidana agar
Mendapatkan Asimilasi dan Hak Integrasi ......................................................12
C Proses Tahapan Asimilasi Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan ....14
D. Latar Belakang Pelaksanaan Pemberian Asimilasi Narapidana terhadap
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Corona Virus ................16

BAB V PENUTUP ........................................................................................................17

A. Kesimpulan ........................................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................19

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, dan
nikmat yang tiada batasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Judul yang
diambil oleh penulis dalam penyusunan makalah ini adalah Program asimilasi terintegrasi
terhadap narapidana dalam upaya pencegahan dan penyebaran Corona virus dalam lembaga
pemasyarakatan. Seiring dengan hal ini, penyusunan makalahini juga bertujuan untuk
memenuhi komponen penilaian dalam tugas terstruktur pada mata kuliah Penologi dan
Pemasyarakatan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan makalah ini, terutama ibu HANA FARIDAH SH.,MH sebagai dosen
pada mata kuliah Penologi dan Pemasyarakatan.
Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik
dalam isinya maupun dalam penyajianya, berkat dorongan dan bimbingan dari semua pihak
maka penulisan tugas ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini layak untuk dijadikan sumber rujukan dalam mengkaji ilmu
penologi dan pemasyarakatan dan memberikan kontribusi praktis maupun akademik bagi
internal civitas akademik Universitas Singaperbangsa, utamanya bagi Fakultas Hukum,
Jurusan Ilmu Hukum dan tidak bisa dipungkiri bagi semua golongan. Semua kebenaran
dalam tugas ini adalah semata dari Allah SWT dan miliknya, sedangkan segala kesalahan
kekurangan semata dari keterbatasan kami.

Karawang, 30 April 2020

Penyusun

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam proses peradilan pidana yang terakhir adalah lembaga
pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan ialah suatu lembaga yang dahulu juga
dikenal sebagai rumah penjara, yakni tempat dimana orang-orang yang telah
dijatuhi pidana dengan pidana-pidana tertentu oleh hakim.1
Sistem pemasyarakatan mengakui pentingnya peran serta masyarakat
dalam proses pembinaan narapidana. Pembinaan narapidana merupakan bagian
yang tak terpisahkan dalam proses penegakan hukum. Sistem pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Serta, berfungsi
menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat
dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggung jawab.2 Salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan
tersebut adalah dengan pelaksanaan asimilasi.
Dalam membuat kebijakan pembebasan narapidana terkait dengan wabah
corona, pemerintah menetapkannya melalui program asimilasi dan hak integrasi.
Program asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak yang
dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak dalam masyarakat.
Selanjutnya hak integrasi adalah pemberian pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas dan cuti bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak
pidana selain tindak pidana terorisme, narkotika dan prekurson narkotika
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak
asasi manusia.
Kebijakan pembebasan narapidana dalam upaya menekan laju penyebaran
virus corona adalah wewenang Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Hukum

1
DR. Hj. Tina Asmarawati SH.,MH, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia, CV Budi Utama, 2014,
Jakarta. hlm 36
2
Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan. UU No. 12 Tahun 1995,

1
dan Hak Asasi Manusia. Hal tersebut didasar atas kekhawatiran pemerintah akan
penyebaran virus corona di dalam lapas. Overcrowded atau kelebihan kapasitas
dalam lapas memperlihatkan kekhawatiran tersebut bukan hal yang main-main.
Jumlah lapas dan rutan yang terdapat di seluruh Indonesia mencapai 528 dengan
kapasitas sebanyak 130.512 orang. Sedangkan jumlah penghuni lapas mencapai
269.846 orang, hal tersebut mengakibatkan overcrowded hingga 107%! Bahkan
Occupancy rate 23 negara di benua Asia pada tahun 2014-2017 menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 8 negara yang mengalami extreme
overcrowding bersama-sama dengan negara Afghanistan, Bangladesh, Kamboja,
Iran, Nepal, Pakistan dan Filipina.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
A. Bagaimana kebijakan hukum mengenai asimilasi narapidana ?
B. Bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
narapidana agar mendapatkan asimilasi dan hak integrasi ?
C. Bagaimana proses tahapan asimilasi narapidana di dalam lembaga
pemasyarakatan ?
D. Bagaimana latar belakang pelaksanaan pemberian asimilasi
narapidana terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan
penyebaran Corona Virus ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
A. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
narapidana agar mendapatkan asimilasi dan hak integrasi ?
B. Untuk mengetahui proses asimilasi narapidana di dalam lembaga
pemasyarakatan ?
C. Untuk mengetahui latar belakang pelaksanaan pemberian asimilasi
narapidana terhadap upaya pencegahan dan penyebaran Corona
Virus ?

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Hak Narapidana
hak-hak narapidana, di dalam manual kemasyarakatan telah ditentukan bahwa
setiap narapidana mempunyai hak-hak tertentu yang sah menurut peraturan yang berlaku.
Sepanjang tidak ditentukan lain, setiap narapidana itu selama menjalankan pidana mereka
berhak untuk :
a. Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar
b. Memperoleh remisi
c. Memperoleh cuti
d. Memperoleh asimilasi
e. Memperoleh lepas bersyarat.
Khususnya bagi narapidana yang ternyata telah lebih dari satu kali dimasukkan
kedalam lembaga pemasyarakatan ataupun juga dikenal dengan recidivis, tidak
diperkenakan:
a. Memperoleh cuti
b. Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar
c. Memperoleh asimilasi
d. Memperoleh lepas bersyarat.3
Satu-satunya hak yang masih diperoleh oleh para recidivis yang menjalankan
pidana mereka di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut diatur dalam Pasal 3 huruf b
dari Keputusan Presiden RI No.5 Tahun 1987 tentang Pengurangan Masa Menjalani
Pidana (Remisi), yang berbunyi: Pengurangan masa menjalani pidana tidak diberikan
kepada:
a. Narapidana yang dikenakan pidana kurang dari 6 (enam) bulan
b. Recidivis
Dalam sistem pemasyarakatan menurut peraturan Pasal 14 (1) UU No.12 tahun
1995 tentang pemasyarakatan, narapidana warga pembinaan pemasyarakatan mempunyai
hak untuk :
a. Melakukan ibadah
b. Mendapatkan perawatan jasmani dan rohani

3
Drs.P.A.F.Lamintang, S.H. dan Theo Lamintang, S.H. Hukum Penitensier Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Ed.2.
Cet.2. Hal.180

3
c. Pendidikan
d. Pelayanan kesehatan makanan yang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Memperoleh informasi
g. Mendapat upah atas pekerjaanya
h. Menerima kunjungan
i. Mendapat remisi
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk mengunjungi keluarga
k. Mendapat kebebasan bersyarat
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.
Mengenai pembinaan yang tujuan utamanya untuk menyadarkan narapidana atau
anak pidana agar menyesali perbuatanya, dan mengembalikanya menjadi masyarakat
yang baik, dan taat kepada hukum.
2. Pembinaan Narapidana
Pada Bab II tentang pembinaan Pasal 5 UU RI No.12 Tahun 1995, sistem pembinaan
pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Penayoman
b. Persamaan, perlakuan dan pelayanan
c. Pendidikan
d. Pembimbingan
e. Penghormatan harta dan martabat manusia
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g. Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Hakekat pembinaan mempunyai makna bukan semata-semata kegiatan reaksi
melainkan terarah pada system aksi yang terkait dengan politik criminal dan kebijakan
perlindungan social sebagai bagian integral dengan kebijakan kesejahtraan sosial.
3. Teori Pemidanaan
Pembinaan yang dilakukan terhadap warga binaan pemasyarakatan didasarkan pada
teori pemidanaan. Menurut Muladi, secara tradisional teori-teoripemidanaan pada
umumnya dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu: teori absolut (absolute
theorien/vergelding theorien), teori tujuan (relatievetheorien/ doeltheorien), dan teori
gabungan (verenegings theorien).4
a. Teori Absolut
4
Muladi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998, hlm. 6.

4
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang
harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi
dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu
sendiri.5 Herbert mempunyai jalan pikiran bahwa apabila orang melakukan kejahatan
berarti ia menimbulkan rasa tidak puas kepada masyarakat. Dalam hal terjadi
kejahatan maka masyarakat itu harus diberikan kepuasan dengan cara menjatuhkan
pidana, sehingga rasa puas dapat dikembalikan lagi.6
b. Teori Tujuan/teori Relatif
Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari
keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana
untuk melindungi kepentingan masyarakat.7 Teori tujuan memberikan dasar pikiran
bahwa dasar hukum dari pidana adalah terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan ketertiban masyarakat.8
c. Teori Gabungan
Keberatan-keberatan terhadap teori pembalasan dan teori tujuan, dapat
menimbulkan aliran ketiga yang mendasarkan jalan pikiran bahwa pidana hendaknya
didasarkan atas tujuan unsur-unsur pembalasan dan mempertahankan ketertiban
masyarakat yang diterapkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salah
satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang lain, maupun pada semua unsur yang
ada.9
4. Pengertian Asimilasi
Pengertian asimilasi Asmilasi berasal dari bahasa latin yaitu assimilare yang
berarti “menjadi sama”10 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI asimilasi
adalah penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan
sekitar. Asimilasi biasanya ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi
adanya perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-
kelompok manusia. Bila individu manusia melakukan asimilasi dalam suatu
kelompok, berarti individu manusia dan kelompok akan melebur. Dalam proses

5
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, hlm 20
6
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1985, hlm.28
7
Muladi dan Barda, Op. Cit., hlm. 16.
8
Bambang Poernomo, Op. Cit., hlm. 29
9
Bambang Poernomo, Op.Cit., hlm. 30-31.
10
D. Hendropuspito, Sosiologi Semantik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 233

5
peleburan ini terjadi pertukaran unsur budaya. Pertukaran terjadi apabila suatu
individu atau kelompok menyerap budaya kelompok lainnya.11
5. Pengertian Asimilasi Narapidana
Asimilasi Narapidana adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat.12Sedangkan narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. 13
Jadi asimilasi narapidana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang yang
telah mendapatkan pidana kurungan di Lembaga Pemasyarakatan dan sedang
menjalani pembinaan dengan cara berbaur atau menyatu dengan masyarakat.
6. Pengertian Hak Integrasi Narapidana
Hak integrasi adalah pemberian pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas
dan cuti bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak pidana
terorisme, narkotika dan prekurson narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan
terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia.
7. Bentuk-Bentuk Asimilasi
Pada saat melakukan asimilasi membutuhkan suatu proses, proses ini
membutuhkan suatu prasyarat, yaitu bila terjadi saling penyesuaian diri sehingga
memungkinkan terjadinya kontak dan komunikasi sebagai landasan untuk dapat
berinterakasi dan memahami diantara kedua etnis. Maka akan terbentuk satu kesatuan
definisi dalam menafsirkan suatu ungkapan atau simbol-simbol dari lawan bicara.
Terbentuknya satu kesatuan definisi ini akan memudahkan dan memperlancar suatu
interaksi disegala bidang kehidupan. Menurut P. Hariyono dengan mengutip pendapat
Milton Gordon bahwa asimilasi menyangkut banyak dimensi kehidupan. Dia telah
merinci bentuk asimilasi sebagai proses sosial yang menyangkut baik kelompok
mayoritas maupun minoritas dalam tujuh bentuk asimilasi yang berkaitan satu sama
lain, yaitu:14
a. Asimilasi kebudayaan (akulturasi) yang bertalian dengan perubahan dalam pola-
pola kebudayaan guna penyesuaian diri dengan kelompok mayoritas.
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 83
12
1Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat.
13
Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
14
Drs. P. Hariyono, Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994),
hlm. 15.

6
b. Asimilasi struktural yang bertalian dengan masuknya golongan-golongan
minoritas secara besar-besaran dalam kelompok-kelompok, perkumpulan-
perkumpulan dan pranata-pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan
mayoritas.
c. Asimilasi perkawinan (amalgamasi) yang bertalian dengan perkawinan antar
golongan secara besar-besaran.
d. Asimilasi identifikasi yang bertalian dengan perkembangan rasa kebangsaan
berdasarkan mayoritas.
e. Asimilasi sikap yang bertalian dengan tak adanya prasangka.
f. Asimilasi perilaku yang bertalian dengan tak adanya diskriminasi.
g. Asimilasi “civic” yang berkaitan dengan tak adanya bentrokan mengenai sistem
nilai dan pengertian kekuasaan. Pelaksanaan asimilasi akan berjalan dengan baik
dan lancar apabila terbentuk rasa saling menghormati dan menghargai diantara
kedua golongan.
8. Pelaksanaan Asimilasi
Proses asimilasi tidak begitu saja terjadi, terdapat persyaratan timbulnya
asimilasi yaitu apabila ada:15
a. Kelompok-kelompok manusia yang asal dari lingkungan-lingkungan kebudayaan
yang berbeda.
b. Individu-individu dari kelompok-kelompok tadi saling bergaul langsung secara
intensif untuk waktu yang cukup lama
c. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok tadi masing-masing berubah
saling menyesuaikan diri menjadi satu.
Biasanya golongan-golongan yang tersangkut dalam proses asimilasi adalah
suatu golongan mayoritas dan golongan minoritas. Dalam hal ini golongan
minoritas mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayananya dan
menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas, yang dilakukan
secara terus menerus sehingga lambat laun akan kehilangan kepribadian
kebudayaanya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Asimilasi sangat
berhubungan dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama. Di dalam
proses tersebut terdapat bentuk interaksi sosial yang memberi arah (kemungkinan-
kemungkinan) ke suatu proses asimilasi yaitu:16

15
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 149.
16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 89

7
a. Interaksi sosial bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak lain
juga berlaku sama.
b. Interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan atau pembatasan.
c. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer.
d. Frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-
pola asimilasi tersebut.

9. Faktor-faktor yang mempermudah Asimilasi


Faktor–faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi
diantaranya yaitu:17
a. Toleransi.
Toleransi terhadap kelompok kelompok manusia golongan yang berbeda
dengan golongan sendiri akan mendorong terjadinya komunikasi, faktor
tersebutlah yang dapat mempercepat asimilasi.
b. Kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi.
Adanya kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi pada golongan
masyarakat dengan latar belakang golongan yang berbeda dapat mempercepat
proses asimilasi.
c. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
Sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat
yang lain, dimana masing-masing mengakui kelemahan-kelemahannya dan
kelebihan-kelebihannya
d. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat dengan
memberikan kesempatan kepada golongan minoritas.
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
Persamaan akan lebih mendekatkan antara golongan satu dengan golongan
yang lainnya, dan akan menghilangkan prasangka-prasangka yang ada diantara
golongan.
f. Perkawinan campuran (amalgamation)
Perkawinan merupakan faktor paling menguntungkan bagi lancarnya proses
asimliasi. Hal itu terjadi apabila sesorang dari golongan tertentu menikah dengan
golongan lain ataupun sebaliknya.
17
Ibid, hlm 90

8
g. Adanya musuh bersama dari luar
Adanya musuh bersama dari luar cenderung memperkuat kesatuan masyarakat
atau golongan masyarakat yang mengalami ancaman tersebut. Dengan keadaan
seperti itu akan terjalin kompromi diantara golongan minoritas dan mayoritas
untuk menghadapi ancaman secara bersama.
10. Faktor-faktor Penghalang Asimilasi
Dari berbagai asimilasi yang pernah diteliti oleh para ahli, terbukti bahwa
hanya dengan pergaulan antara kelompok-kelompok secara luas dan intensif saja
belum tentu terjadi suatu asimilasi, kalau diantara kelompok-kelompok yang
berhadapan itu tidak ada sikaptoleransi dan simpati satu terhadap yang lain. 18 Sikap
toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain sering terhalang oleh berbagai faktor,
dan faktor-faktor ini yang menjadi penghalang proses asimilasi. Faktor-faktor tersebut
adalah:19
a. Terisolalasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya
golongan minoritas)
b. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi
c. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
d. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi
daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya
e. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau ciri-ciri badaniah dapat
menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
f. In-group feeling yang kuat dapat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi,
In-group feeling berarti adanya perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat
pada kelompok dan kebudayaan yang bersangkutan. Golongan minoritas
mengalami gangguan dari golongan yang berkuasa.

18
Koentjaraningrat, Op.Cit hlm 203
19
Soerjono Soekanto, Op. Cit hlm 93

9
BAB III
TINJAUAN YURIDIS

1. Pengertian-pengertian
Berdasarkan peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia
(PERMENKUMHAM) Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan
hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
penyebaran corona virus diasease 19 (COVID 19), yaitu :
a. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan.20
b. Anak Yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah Anak
yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.21
c. Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak yang dilaksanakan dengan
membaurkan Narapidana dan Anak dalam kehidupan masyarakat.22
d. Cuti Mengunjungi Keluarga adalah program pembinaan untuk memberikan
kesempatan kepada Narapidana dan Anak untuk berasimilasi dengan keluarga dan
masyarakat.23
e. Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat adalah program
pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak ke dalam kehidupan
masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.24
f. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga
atau tempat Anak menjalani masa pidananya.25
g. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana.26
h. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis
pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.27

20
Pasal 1 angka 1 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
21
Pasal 1 angka 2 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
22
Pasal 1 angka 3 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
23
Pasal 1 angka 4 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
24
Pasal 1 angka 5 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
25
Pasal 1 angka 6 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
26
Pasal 1 angka 7 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020
27
Pasal 1 angka 8 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020

10
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Kebijakan Hukum Mengenai Asimilasi Narapidana

Asimilasi ini dijamin oleh UU RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


Pasal 14 mengenai hak narapidana, pada huruf j disebutkan bahwa Narapidana itu
berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
Asimilasi ini secara langsung di pengaruhi Pasal 15 dan 16 KUHP.

Pasal 15 KUHP, Berbunyi :

1. Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang
dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia
dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa
pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
2. Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan,
serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
3. Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum
dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka
waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Pasal 16 KUHP, berbunyi :

1. Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau
setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah
mendapat keterangan dari Jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan,
harus bertanya dulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur
oleh Menteri Kehakiman.
2. Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam
Pasal 15a ayat (5) KUHP, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul dan
setelah mendapat kabar dari Jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus,
harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
3. Selama pelepasan bersyarat masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa
setempat dimana dia berada, orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna
menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu
selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat

11
tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahan itu
kepada Menteri Kehakiman.
4. Waktu penahanan paling lama 60 (enam puluh) hari. Jika penahanan disusul
dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat,
maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai hari ditahan.

Asimilasi itu sendiri terbagi atas dua, yaitu,


1. Asimilasi kedalam Lembaga Pemasyarakatan, yang bentuknya berupa kunjungan
dari keluarga maupun masyarakat.
2. Asimilasi keluar Lembaga Pemasyarakatan, seperti cuti mengunjungi keluarga.
Cuti ini diberikan sebagai upaya memelihara kerukunan rumah tangga, berupa
kesempatan berkumpul bersama ditempat kediaman keluarga dalam jangka waktu
dua hari atau 2 x 24 jam (diluar dalam waktu perjalanan)28
Mengenai cuti mengunjungi keluarga ini, merupakan salah satu bentuk
asimilasi yang hingga sekarang menjadi perdebatan. Asimilasi dalam hal cuti
mengunjungi keluarga ini atau ”cuti memenuhi kebutuhan biologis” ternyata menjadi
suatu yang mendapat perhatian bagi penghuni penjara. Asimilasi ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhann biologis sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
penyimpangan seksual sesama jenis.
2. Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi Oleh Seorang Narapidana Agar
Mendapatkan Asimilasi dan Hak Integrasi

Berdasarkan PERMENKUMHAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat


pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan penyebaran corona virus diasease 19 (COVID 19),
yaitu :

Pasal 2
(1) Asimilasi Narapidana dilaksanakan di rumah dengan pembimbingan dan
pengawasan Bapas.
(2) Narapidana yang dapat diberikan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat:
a. berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman
disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir

28
Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pembaharuan Pemikiran Sahardjo mengenai Pemasyarakatan
Narapidana, Jakarta : IHC, 2008, hlm : 40 - 41

12
b. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik dan
c. telah menjalani ½ (satu per dua) masa pidana.
Pasal 3
(1) Asimilasi Anak dilaksanakan di rumah dengan pembimbingan dan pengawasan
Bapas.
(2) Anak yang dapat diberikan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat:
a. berkelakuan baik yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman
disiplin dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir
b. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik dan
c. telah menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan.
Pasal 4
Syarat pemberian Asimilasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3
dibuktikan dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan
pengadilan
b. bukti telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan atau melaksanakan subsidaer pengganti denda dijalankan di rumah
dalam pengawasan oleh Kejaksaan dan Balai Pemasyarakatan
c. laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas
d. salinan register F dari Kepala Lapas
e. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan f. surat pernyataan dari
Narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan
melanggar hukum.
Syarat Substantif
Ini merupakan satu-satunya syarat yang hanya bergantung pada narapidana.
Syarat ini adalah syarat substantif yang harus dipenuhi oleh narapidana di samping
syarat administratifnya. Persyaratan substantif yang harus dipenuhi narapidana dan
anak pidana adalah:
a. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang
menyebabkan ia dijatuhi pidana.
b. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang
positif.

13
c. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan
tekun dan bersemangat.
d. Kondisi masyarakat telah dapar menerima program kegiatan pembinaan
narapidana yang bersangkutan.
e. Selama menjalani pidana, narapidana tidak pernah mendapat hukuman disipin
sekurang-kurangnya dalam waktu Sembilan bulan terakhir, sehingga yang
diasimilasikan adalah narapidana yang mempunyai masa pidana dua belas
bulan atau lebih.
f. Masa pidana yang dijalani minimal setengah dari masa pidana setelah
dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak putusan pengadilan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Proses Tahapan Asimilasi Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan
Pelaksanaan Asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Saat hakim menjatuhkan
vonis kepada seorang narapidana, maka hak-haknya sebagai warga negara akan
dibatasi. Sesuai Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, yang dikatakan narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Meskipun narapidana itu kehilangan
kemerdekaannya, tetapi hak-hak narapidana harus tetap dilindungi sesuai dengan
aturan yang berlaku. Selama tidak ada ketentuan lain, pemberian hak bagi
narapidana itu harus dilaksanakan pada waktunya setelah memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditetapkan. Setiap narapidana selama menjalankan pidana
berhak untuk :

1. Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar


2. Memperoleh remisi
3. Memperoleh cuti
4. Memperoleh asimilasi
5. Memperoleh lepas bersyarat
Tahapan proses asimilasi narapidana yaitu29 :

 Tahap pertama, terhadap setiap narapidana yang masuk di Lapas dilakukan


penelitian untuk mengetahui segala hal tentang dirinya, termasuk sebab
melakukan pelanggaran dan segala keterangan mengenai dirinya yang dapat
diperoleh dari keluarga, bekas majikan atau atasannya, teman kerja, korban
29
C. Djisman Samosir SH.,MH, Penologi dan Pemasyarakatan edisi revisi, Jakarta: Nuansa Aulia, 2013, hlm 71

14
dari perbuatannya, serta dari tugas instansi lain yang telah menangani
perkaranya. Pembinaan seperti ini disebut pembinaan tahap awal, dimana
kegiatan masa pengamatan penelitian dan pengenalan lingkungan untuk
menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus
sebagai narapidana sampai dengan sepertiga dari masa pidananya. Pembinaan
pada tahap ini masih dilakukan dalam lapas dan pengawasannya maksimum.
 Tahap kedua, jika proses pembinaan terhadap narapidana telah berlangsung
selama-lamanya sepertiga dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim
Pengamat Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain
menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan dan
tata tertib yang berlaku di Lembaga, maka kepada narapidana yang
bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada
Lembaga Pemasyarakatan melalui pengawasan medium security.
 Tahap ketiga, jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani
seperdua masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat
Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik
maupun mental dan juga segi keterampilannya, maka wadah proses
pembinaannya diperluas dengan asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari
dua bagian. Yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal
sampai dengan setengah dari masa pidananya.
 Tahap keempat, jika proses pembinaan telah dijalani dua per tiga dari masa
pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini
disebut pembinaan tahap akhir, yaitu kegiatan berupa perencanaan dan
pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan
sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan.
Pembinaan pada tahap ini terhadap narapidana yang memenuhi syarat
diberikan Cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan Bersyarat dan pembinanya
dilakukan di luar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian
disebut Pembimbingan Klien Pemasyarakatan. Pembimbingan adalah
pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku professional kesehatan
jasmani dan rohani klien pemasyarakatan

15
4. Latar Belakang Pelaksanaan Pemberian Asimilasi Narapidana terhadap Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Corona Virus

Kebijakan asimilasi ditengah pandemi covid-19 ini diambil memang bukan


tanpa pertimbangan yang matang, karena sebelumnya banyak diberitakan di media
sosial terkait kondisi sel tahanan yang penuh sesak, sempit, dan sangat tidak layak.
Dalam satu sel diisi puluhan orang dan posisinya berimpitan antara satu dengan yang
lainnya. Pada saat mewabahnya pandemi Covid-19, hal ini menjadi momok
menakutkan bagi para narapidana, karena peluang menular antar sesama narapidana
menjadi sangat mudah dan luas. Jika sebelumnya kondisi para tahanan tidak terlalu
begitu dilirik dan penjara dianggap sebagai tempat yang cukup pantas bagi mereka
yang bersalah agar mendapatkan efek jera, namun saat sekarang hal tersebut menjadi
persoalan karena kondisi yang berdesakan tersebut tentu saja akan sangat
memudahkan bagi para narapidana menjadi sasaran virus mematikan, apalagi banyak
diantara mereka yang sudah berusia diatas 60 tahun dan sudah menjalani masa
hukuman ½ (satu perdua) masa Pidana. Poin ini jugalah yang menjadikan salah satu
pertimbangan dan usulan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Yasona
Laoly terkait pembebasan narapidana yang berdesakan demi mengurangi resiko
penularan Corona virus Covid-19 ini.
Menyikapi hal tersebut kementrian hukum dan ham mengeluarkan kebijakan
berupa PERMENKUMHAM No 10 Tahun 2020 tentang pencegahan dan
penanggulangan penyebaran ditengah wabah COVID-19 yang menjadi perdebatan
sangat panjang dan menimbulkan gejolak di negara ini, permasalahan yang muncul
akibat dari dikeluarkan Kebijakan ini tidak semata mata karena minimnya
pemahaman masyarakat indonesia mengenai apa itu asimilasi dan kapan asimilasi itu
diberikan. Di lain sisi dikarenakan ditakutkan bahwa para tahanan yag mendapatkan
asimilasi melakukan perbuatan pidana lagi setelah mendapatkan asimilasi tersebut.
Asimilasi ini diberikan untuk Narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak
pidana terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan
negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berta, serta kejahatan transnasional
terorganisasi, warga negara asing.30

30
www.google.com/amp/metromerauke.com/2020/04/25/asimilasi-ditengah-pandemi-covid-19-dan-penegakan-hukum-
pidana/amp/ (diakses pukul 10:03 tanggal 05/05/2020)

16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asimilasi di jamin oleh Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Pasal 14 mengenai hak narapidana, pada huruf j disebutkan
bahwa Narapidana itu berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga. Asimilasi ini secara langsung di pengaruhi Pasal 15 dan 16
KUHP.
Berdasarkan PERMENKUMHAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat
pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan penyebaran corona virus diasease 19 (COVID
19) menjelaskan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
narapidana agar mendapatkan asimilasi dan hak integrasi terdapat di dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4 serta syarat substantif.
Proses pelaksanaan asimilasi narapidana terbagi kedalam beberapa tahap,
yaitu pertama setiap narapidana yang masuk di lapas dilakukan penelitian untuk
mengetahui segala hal tentang dirinya, menentukan perencanaan pelaksanaan
program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang waktunya dimulai pada
saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan sepertiga dari
masa pidananya. Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan dalam lapas dan
pengawasannya maksimum. Kedua, ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan
melalui pengawasan medium security. Ketiga, jika proses pembinaan terhadap
narapidana telah dijalani seperdua masa pidana yang sebenarnya telah dicapai
cukup kemajuan-kemajuan, baik secara fisik maupun mental dan juga segi
keterampilannya, maka wadah proses pembinaannya diperluas dengan asimilasi
yang pelaksanaannya terdiri dari dua bagian. Yang pertama waktunya dimulai
sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan setengah dari masa pidananya.
Keempat, jika proses pembinaan telah dijalani dua per tiga dari masa pidananya
yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Narapidana yang memenuhi
syarat diberikan Cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan Bersyarat dan
pembinanya dilakukan di luar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Kebijakan asimilasi ditengah pandemi covid-19 ini diambil karena kondisi sel
tahanan yang penuh sesak, sempit, dan sangat tidak layak (overcapasity). Dalam
satu sel diisi puluhan orang dan posisinya berimpitan antara satu dengan yang

17
lainnya. Pada saat mewabahnya pandemi Covid-19, hal ini menjadi momok
menakutkan bagi para narapidana

B. Saran
Asimilasi dan hak integrasi narapidana sudah di jamin di dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebaiknya tidak ada lagi pro dan kontra terkait
asimilasi narapidana dalam upaya pencegahan dan penanggulangan corona virus
disease 19 (COVID-19).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang narapidana agar mendapatkan
asimilasi dan hak integrasi terdapat di dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 serta syarat
substantif telah diatur dalam permenkumham nomor 10 tahun 2020, sebaiknya
tidak ada lagi pungutan uang secara diam-diam oleh petugas lembaga
pemasyarakatan terhadap pemberian asimilasi dan hak integrasi seorang
narapidana.
Tahapan proses asimilasi narapidana sudah jelas dan diberikan kepada
narapidana yang memenuhi syarat-syarat asimilasi sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang mengaturnya demikian, hanya saja dalam
pelaksanaan terkadang menyimpang dari ketentuan undang-undang yang berlaku.
Pemberian asimilasi terhadap narapidana ditengah pandemi corona virus
sebaiknya diberikan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat agar tidak
menimbulkan pro dan kontra, karena seperti yang kita ketahui bahwasanya
sebelum adanya pandemi corona virus ini program pemberian asimilasi dan hak
integrasi terhadap narapidana memang sudah sering diberikan.

18
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1985
C. Djisman Samosir SH.,MH, Penologi dan Pemasyarakatan edisi revisi, Jakarta:
Nuansa Aulia, 2013
D. Hendropuspito, Sosiologi Semantik, Yogyakarta: Kanisius, 1989
DR. Hj. Tina Asmarawati SH.,MH, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di
Indonesia, Jakarta: CV Budi Utama, 2014
Drs. P. Hariyono, Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994
Drs.P.A.F.Lamintang, S.H. dan Theo Lamintang, S.H. Hukum Penitensier Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Ed.2. Cet.2.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni,2003
Muladi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998
Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pembaharuan Pemikiran Sahardjo
mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta : IHC, 2008, hlm : 40 -
41
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990
B. Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
PERMENKUMHAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan
hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan penyebaran corona virus diasease 19 (COVID 19)
PERMENKUMHAM Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat,
Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
C. Internet
www.google.com/amp/metromerauke.com/2020/04/25/asimilasi-ditengah-pandemi-
covid-19-dan-penegakan-hukum-pidana/amp/ (diakses pukul 10:03 tanggal
05/05/2020)

19

Anda mungkin juga menyukai