Agus Muchsin
Abstract: This article elucidates the regeneration of Islamic legal scholars in the context
of the development of Islamic law. Using historical approach, this study shows that fiqh
as a discipline did not exist in the early phase of Islam. The term fiqh in that phase
referred to its etymologic meaning, i.e., comprehension. The companion of the prophet
who had in-depth comprehension of Islam was termed faqih (plural: fuqaha). So, the term
fiqh in its early phase of Islam signified an overall comprehension of all the teachings of
God relating to belief, law, ethics, and other aspects. The regeneration according to
Islamic perspective is aimed at preparing the candidates of highly intelligent, mature
leader, with high moral integrity, who will guard and develop the identity of Islam as
khair ummah (the best community). Nowadays, the cadre of Islam continues to exist to
maintain and develop the regeneration of Islamic legal scholars through mosques,
religious organizations, and pesantren (Islamic boarding schools).
berdiskusi dengan Umar bin Khathab Dua faktor inilah yang memberikan
dan ijtihad Umar mengatakan kalau warna khusus bagi hukum-hukum
tidak perlu shalat.12 dan fatwa-fatwa yang dikeluarkan
Kasus ini di perhadapkan oleh masing-masing fuqaha, yang
kepada Rasul saw., lalu mengatakan klimaksnya membentukwatak daerah
cukup kamu meletakkan tanganmu tempat fatwa tersebut lahir. Watak
dengan seperti ini. Deskripsi ini dan warna itu mengerucut kepada
memperlihatkan bahwa ijtihad yang dua aliran besar. Pertama: Madrasah
dlakukan ole sahabat masih begitu al-Hadits lebih cenderung terkosen-
terjaga karena tetap diperhadapkan trasi pada Madinah yang merupakan
kepada Rasulullah saw. tempat asal Sunnah dan tempat
Sepeninggal Rasulullah saw, berkumpulnya para fuqaha, karena
ditangan para Khulafa al Rasyidun merekalah orang-orang yang paling
melakukan perluasan (futuhat) dekat dan paling mengenal Hadits
Islam, terutama di masa kekhalifa- Rasul saw waktu itu. Diantara pem-
han Umar bin Khattab r.a. Perluasan besar golongan ini dari kalangan
ini menuntut penyebaran sahabat sahabat adalah Zaid bin Tsabit r.a,
yang memahami agama (fuqaha) Abdullah bin Umar r.a dan ‘Aisyah
kebeberapa daerah baru untuk mem- r.a.13
berikan fatwa dan pengajaran tentang Aliran ini tidak hanya ber-
Islam yang benar dan sekaligus kembang di Hijaz, tapi juga meluas
menjadi qadhi/hakim yang memutus- ke daerah-daerah Syam, Mesir
kan perkara-perkara yang terjadi di bahkan Iraq. Diantara ulama-ulama
daerah-daerah baru tersebut. terkenal yang tergolong terlahir dari
Perbedaan kondisi tiap daerah aliran ini adalah Amir asy-Sya’bi r.a
menyebabkan lahirnya perbedaan (tabi’in Kufah), Imam Sufyan ats-
masalah yang timbul, kemudian Tsauri r.a (tabi’ tabi’in dan ulama
perbedaan masalah ini yang dicoba Kufah), Imam al-Auza’i r.a (ulama
diantisipasi oleh setiap sahabat di Syam), Yazid bin Habib r.a (ulama
daerah mereka masing-masing. Mesir pertama yang mengajak
Dengan bekal ilmu yang diting- masyarakat Mesir untuk mencurah-
galkan Rasul saw. Perbedaan sikap kan perhatian kepada Hadits), Imam
diantara para sahabat tersebut, masih Sa’id ibnu al-Musayyib r.a, Imam
berada pada tataran antar individu Malik r.a, Imam Syafi’i r.a, Imam
dan belum ada sikap fanatik Ahmad bin Hanbal r.a dan Imam
terhadap satu orang sahabat. Dawud azh-Zhahiri r.a.14
Metode fatwa fuqha tersebut, Fuqaha’ aliran ini yang berdiam
mengerucut menjadi dua golongan, di Hujaz berpatokan dan berpegang
satu golongan yang cenderung kuat terhadap teks-teks yang ada,
menggunakan logika dalam mengolah karena mereka memang memiliki
sumber asli, alquran dan Sunnah, teks-teks hadis yang banyak. Mereka
sementara golongan lain lebih cen- sangat enggan memakai logika,
derung sangat berhati-hati dalam karena sedikit sekali permasalahan-
membaca teks yang ada dan sangat permasalahan baru yang timbul di
memegang teguh teks-teks tersebut. kalangan mereka, hal ini disebabkan
Inilah embrio munculnya dua aliran juga oleh kesamaan kondisi dan
besar dalam perkembangan Fiqh dan lingkungan yang mereka hadapi
Ijtihaddi beberapa dekade berikutnya. dengan kondisi masa Rasul saw.
208 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 2, Juli 2010, hlm 202-213
sekitar 700 firqah. Induknya dapat di kan ilmu-ilmu agama dari kitab-
telusuri pada tiga ekspresi di atas, kitab kuning standar (al kutub al
yang semula semuanya bercorak mukarrarah). Mulai dari kitab kecil
Arab.20 (al mabsut), kitab-kitab sedang (al
Kemunculan firqah (kelompok mutawassithah) sampai pada kitab-
kelompok) dalam Islam, umumnya kitab besar atau tingkat tinggi (al
lahir bersama dengan faham-faham a’liy).
keberagamaan yang tidak jarang Pesantren dengan sistem peng-
menjadi sebuah aliran (madzhab), ajaran non klasikal biasanya diidentik-
bahkan menjadi sebuah organisasi kan dengan nama “salaf” atau pesan-
Islam, dengan upaya-upaya menarik tren salafiyah. Sebaliknya pesantren
simpati individu lain, dengan yang menggunakan sistem madrasi
melalui pengkajian, diskusi dan (klasikal) dengan menggunakan
kaderisasi. kitab-kitab non klasik biasanya
Di Indonesia, terdapat beberapa diidentikka dengan pesantren khalafi.
organisasi besar seperti, Nahdlatul
[[[[[ Terlepas dari dua metode di
(NU) Ulama’, Muhammadiyah, atas, Pesantren merupakan satu-
Majelis Ulama Indonesia (MUI), satunya jalan yang terbaik untuk
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), mengangkat harkat dan martabat
Front Pembela Islam (FPI), Hizbut umat islam melalui perbaikan
Tahrir Indonesia (HTI) dan beberapa kualitas pendidikan umat. Pesantren
organisasi Islam lainnya. Beberapa mempersiapkan peserta didik untuk
organisasi tersebut secara rutin melak- brakidah yang kokoh, berakhlak
sanakan kajian-kajian Islam sebagai mulia, berilmu pengetahuan luas,
bentuk penyikapan mereka terhadap memiliki kreatifitas tinggi sehingga
kasus-kasus sosial. Nahdlatul Ulama’ sanggup untuk hidup secara dinamis
dengan Bahtsul Masail sementara dalam bermasyarakat.
Muhammadiyah dengan Lembaga Menarik untuk dikemukakan
Tarjihnya. Dua jenis aktifitas peng- kaderisasi melalui pesantren dengan
kajian dari dua organisasi besar ter- corak seperti di atas, sekarang ini
sebut, banyak melahirkan kaderisasi juga menjadi marak dilaksanakan
ulama dan fuqaha yang secara pada lingkungan akademisi dengan
konpetitif memiliki kemandirian mela- pola Pesantren Mahasiswa (ma’had
kukan ijtihad. Baik ijtihad jama’iy al jami’ah). Program ini diharapkan
ataupun ijtihad sebagai konsumsi mampu melahirkan manusia-manusia
pribadi. terbaik dan pilihan, memiliki akidah
islamiyah yang kokoh dan menyatuh
c. Kaderisasi fuqaha melalui
dalam tauhid. Karenanya, mahasiswa
Pesantren
mendapat bekal berbagai disiplin
Asumsi masyarakat tentang ilmu pengetahuan agama seperti
pesantren tampaknya secara gradual akidah, tafsir, ushul figh dan fiqh
mengalami perubahan. Asumsi awal kalasik dan kontempore. Pengetahuan
ada yang menilai bahwa pesantren ini dikembangkan disamping penge-
adalah sebuah lembaga pendidikan tahuan mereka yang secara spesifik
Islam “tradisional” yang hanya berdasarkan jurusan dan program
mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam studi masing-masing.
dengan metode pengajaran sorogan.
Kiyai-kiyai di Pesantren mengajar-
211 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 2, Juli 2010, hlm 202-213
ibn Saurah, Abu Isa Dirham bin Isa, perdagangan, perekonomian, jual beli, sewa
Sunan Al- Turmidzi, Juz IV, menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan
kontrak dan sebagainya. Lihat., Harun Nasution,
Beirut: Dar al-Kut-b al-Ilmiyah, Islam Di tinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II,
1987 (Jakarta: Universitas Indonesia, 1979), h. 8
Ibrahim, H. Muslim, et.al. Perkembangan 2
Lihat Q.S. 48 : 13
Ilmu Fiqh di Dunia Islam Cet. II;
Sya’ba Muhammad Ismail, al-Tasyri’ al-
3
Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Islami: Mashadiruhu wa Athwaruhu (Cet. III;
Maarif, Ahmad Syafii Islam Dalam Mesir: Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyyah,
Bingkai Keindonesiaan dan 1975), h.10 – 11.
Kemanusiaan Sebuah Rrfleksi 4
Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj al-
SejaraH, Cet. I; Bandung: Mizan. Qusyairy, Sahih Muslim, Jilid II, (Beirut: Dar al-
2009. Kut-b al-Ilmiyah, t.th.), h. 390.
5
Muhammad Ismail, Sya’ba, al-Tasyri’ Abu Isa Dirham bin Isa ibn Saurah,
Sunan Al- Turmidzi, Juz IV, (Beirut: Dar al-
al-Islami: Mashadiruhu wa Kut-b al-Ilmiyah, 1987), h. 592.
Athwaruhu Cet. III; Mesir: 6
Lihat Ahmad Hasan, The Early
Maktabat al-Nahdhat al- Development of Islamic Jurisprudence (Cet.I;
Mishriyyah, 1975. India: Adam Fublisher and Distributors,
_____________ Al-Khatib, Al-Fiqh al- 1994), h. 3 – 4.
7
Muqaran Mesir: Dar al Talif, Lihat Hasan Ahmad Al-Khatib, Al-Fiqh
1957. al-Muqaran (Mesir : Dar al Talif, 1957), h.
12.
Nasution, Harun, Islam Di tinjau Dari 8
Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: Lihat Yusuf Qardhawi, Madkhal li
Dirasat al-Syari’at al-Islamiyah (Cet. I;
Universitas Indonesia, 1979 Beirut: Muassasat al-Risalah, 1993), h, 21.
Qardhawi, Yusuf, Madkhal li Dirasat 9
Muhammad Yusuf Musa, Al-Madkhal li
al-Syari’at al-Islamiyah Cet. I; Dirasat al-Fiqh, al-Islamy (Cet. II; Mesir: Dar
Beirut: Muassasat al-Risalah, al-Fikr al-Araby, 1961), h. 11.
10
1993 Umar Sulaiman al-Asyqar, Tarikh al-
Fiqh al-Islamy, diterjemahkan oleh Dedi
al-Qusyairy, Abul Husain Muslim bin Al- Junardi dan Ahmad Nurrahman dengan judul
Hajjaj, Sahih Muslim, Jilid II, Fiqh Islam Sejarah Pembentukan dan
Beirut: Dar al-Kut-b al-Ilmiyah, t.th. Perkembangannya, (Cet. I; Jakarta:
Rakhmat, Jalaluddin, et, et. al. Akademika Pressindo, 2001), h. 12-13.
Kontekstualisasi Doktrin Islam Departemen Agama RI, Al qur’an dan
11
Dalam Sejarah Cet. II; Jakarta: Terjemahnya (Jakarta: Atlas, 1998), h. 1101
12
Paramadina, 1995. Ibid., h. 1108
13
Yusuf Musa, Muhammad, Al-Madkhal Seorang laki-laki sementara junub dan tidak
menemukan air datang menemui Umar bin
li Dirasat al-Fiqh, al-Islamy Cet. Khathab mempertanyakan apakah dia harus shalat
II; Mesir: Dar al-Fikr al-Araby, atau tidak. Umar menjawab jangan shalat sampai
1961. engkau mendapatkan air. Ammar berkata pada
Umar “tidakkah anda ingat. Dulu engkau dan akau
pernah dalam perjalanan, kita dalam keadaan
Catatan Akhir: junub, Engkau tidak shalat sementara aku
1
berguling-guling diatas tanah, setelah itu aku
Problema kemasyarakatan dalam al quran sampaikan pada Rasulullah. Mendengar demikian
secara umum termaktub pada 368 ayat, dan 228 Umar menegur Ammar dan berkata wahai Ammar
ayat atau 3 1/5 persen merupakan ayat yang takutlah kepada Allah. Lihat., Jalaluddin
mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan Rakhmat,et. al. Kontekstualisasi Doktrin Islam
umat, yaitu ayat yang berkaitan dengan hidup Dalam Sejarah (Cet. II; Jakarta: Paramadina,
kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris, 1995), h. 251
213 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 2, Juli 2010, hlm 202-213
14 17
Lihat. H. Muslim Ibrahim et.al. Lihat., Q.S. Ali Imran : 110
Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam (Cet. II; 18
Lihat., Malik Fajar, (Ed), Kontekstualisasi
Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 44 Ajaran Islam ( Jakarta : IPHI dan Paramadina,
15
Lihat., Ibid 1995), 203-221
1 19
Lihat., T.M. Hasbi Ash Shiddiqie, Pengantar Lihat. Q.S. Al Baqarah (2): 285
Hukum Islam, Jilid I (Bandung : Bulan Bintang, 20
Lihat., Ahmad Syafii Maarif, Islam Dalam
1980), h. 93-98.
Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan Sebuah
16
Lihat. Jalaluddin Rakhmat, op. cit., h.268- Rrfleksi SejaraH, (Cet. I; Bandung: Mizan. 2009),
269. h. 180