Anda di halaman 1dari 13

Tugas 2 PIO 2019.

Deskripsi :
Materi tugas 2 mencakup modul 4, 5 dan 6. Silahkan Anda menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas. Jawaban tugas 2 harus diupload paling
lambat 2 minggu setelah tugas ini ditampilkan.
Berikut pertanyaannya :

Skor Sumber Tugas


No Tugas Tutorial
Maksimal Tutorial
1 Anda pasti pernah melihat pertunjukan lumba- 30 Modul 4, KB 2
lumba. Jika Anda perhatikan, setiap kali seekor
lumba-lumba berhasil melaksanakan suatu tugas,
pemandu akan memberikan makanan kepada
lumba-lumba tersebut. Teori belajar apakah yang
digunakan dan dapatkah Anda menjelaskan
proses pembelajaran yang terjadi ? Berilah
contoh tentang penerapan metode pembelajaran
tsb di dunia kerja !
2 Metode apa saja yang dapat digunakan dalam 30 Modul 4, KB 3
program pelatihan yang sasaran pembelajarannya
berada di ranah kognitif ? demikian juga jika
sasaran pembelajarannya bersifat afektif ? dan
sasarannya bersifat psikomotor ? Jelaskan
jawaban Anda !
3 Bandingkan pendekatan past oriented appraisals 20 Modul 5, KB 2
dengan future oriented appraisals. Jelaskan
jawaban Anda !
4 Apa perbedaan pendekatan kepemimpinan 20 Modul 6, KB 2
perilaku atau situasional dengan kepemimpinan
transaksional atau transformasional ?

Selamat mengerjakan tugas.

NO.1
Proses pembelajaran kepada lumba-lumba tersebut merupakan proses pembelajaran REWARD
dimana setiap hal yang di lakukan dengan baik dan benar mendapatkan hadiah berupa snack
(makanan) untuk lumba-lumba. Proses ini sering kita liat di dunia pekerjaan umumnya,
contohnya Tugas pekerjaan yang di lakukan memberikan kepuasan kepada konsumen diatas rata-
rata karyawan yang lain.
NO.2
Macam-Macam Metode Pembelajaran
Memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang menarik.
Ketepatan penggunaan metode mengajar tersebut sangat tergantung kepada tujuan, isi, proses
belajar mengajar. Ditinjau dari segi penerapannya, metode-metode ada yang tepat digunakan
untuk siswa dalam jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada juga
yang tepat digunakan dalam kelas atau diluar kelas. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat
beberapa metode mengajar berdasarkan aspek yang menjadi tujuan.

1.

Metode Mengajar Psikomotor

Perkembangan psikomotorik adalah perkembangan pengendalian jasmaniah melalui kegiatan


pusat saraf, urat saraf, dan otot yangberkoordinasi. Teknik pengajaran untuk membentuk
kemampuan psikomotorik peserta didik dapat dipertimbangan melalui beberapa teknik
pemberian latihan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Latihan akan efisien
apabila disediakan lingkungan yang sesuai dimana mereka kelak akan bekerja. 2) Latihan yang
efektifhanya dapat diberikan jika tugas-tugas yang diberikan memiliki kesamaan operasional,
dengan peralatan yang sama dan dengan mesin-mesin yang sama dengan yang akan
dipergunakan di dalam kerjanya kelak 4) Latihan sudah dibiasakan dengan perilaku yang akan
ditunjukkan dalam pekerjaannya kelak. 5) Latihan hanya dapat diberikan kepada kelompok
peserta yang memang memerlukan, menginginkan dan sanggup memanfaatkannya. 6) Latihan
akan efektif apabila pemberian latihan berupa pengalaman khusus terwujud dalam kebiasaan-
kebiasaan yang benar. 7) Latihan diarahkan pada pencapaian kompetensi (persyaratan minimal)
yang harus dimiliki individu dapat melakukan/melaksanakan suatu jabatan/pekerjaan.

Berikut ini adalah beberapa metode pembelajaran dalam aspek psikomotor :


1.1

Metode Karya Wisata


Metode karya wisata adalah suatu pengajaran di lakukan dengan jalan mengajak anak-anak
keluar kelas untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan
bahan pelajaran. Metode karya wisata dapat di pergunakan. 1. Apabila pelajaran yang di
maksudkan untuk memberi pengertian lebih jelas dengan alat peraga langsung. 2. Apabila akan
membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan dan tanah air, dan menghargai
ciptaan Tuhan. 3. Apabila akan mendorong anak mengenal lingkungan dengan baik. Saran-saran
pelaksanaannya :

Hendaknya tujuan pelajaran di rumuskan dengan jelas, sehingga kelihatan wajar tidaknya metode
ini di pergunakan.

Hendaknya di selidiki terlebih dahulu objek yang akan di tuju dengan memperhatikan hal-hal
yang sekiranya akan menjadi kesulitan.
Hendaknya di jelaskan terlebih dahulu tujuan metode karya wisaya dan di siapkan pertanyaan-
pertanyaan yang harus mereka jawab.
1.2
Metode Demontrasi

Metode demontrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada semua siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang di
pelajari baik sebenarnya atau tiruan, yang di sertakan dengan penjelasan lisqan. (Sudirman, 1988,
hal. 133).Metode ini baik di gunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-
hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses menggunakan atau mengerjakan,
komponen-komponen yang membentuk sesuatu dan membandingkan satu cara dengan yang lain,
dan untuk mengetahui atqau melihat kebenaran sesuatu. Metode ini efektif apabila mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.Setaip langkah dari demontrasi harus bisa di lihat jelas oleh siswa.
2.Semua penjelasan secara lisan, hendaknya dapat di dengar oleh semua siswa.
3.Anak-anak harus tahu apa yang sedang mereka amati.
4.Demontrasi harus di rencanakan dengan teliti.
5.Guru sebagai demonstrator harus mengerjakan tugasnya dengan lancar dan efektif.
6.Demontrasi di laksanakan pada waktu yang tepat.
7.Berikan kesempatan pada anak-anak untuk melatih mengenai apa yang pernah mereka amati.
8.Sebelum demontrasi di mulai hendaklah semua alat tersedia.
9.Sebaiknya demontrasi di mulai / di sertai ringkasannya di papan tulis.
10.Jangan melupakan tujuan pokok.
11.Jika di perkirakan demontrasi itu sulit, sebelumnya supaya di coba terlebih dahulu.
12.Perlu adanya laporan tentang hasil demontrasi ini. Dengan menggunakan metode ini siswa-
siswi dapat mengamati secara teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi
terhadap apa yang telah di berikan oleh guru sehingga mereka dapat mengaktualisasikannya
dalam kehidupannya.

1.3 Metode Latihan Keterampilan

Metode latihan keterampilan (drill method)

adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang
kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat
proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode
latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta
didik. 1.Kelebihan metode pelatihan - Ketegasan dan ketrampilan siswa meningkat atau lebih
tinggi dari apa yang telah dipelajari Seorang siswa benar-benar memehami apa yang
disampaikan 2.Kelemahan metode pelatihan - Dalam latihan sering terjadi cara-cara atau gerak
yang tidak berubah sehingga menghambat bakat dan inisiatif siswa - Sifat atau cara latihan kaku
atau tidak fleksibel maka akan mengakibatkan penguasaan ketrampilan melalui inisiatif individu
tidak akan dicapai
1.4 Metode Kerja Lapangan

Metode kerja lapangan merupakan metode mengajar dengan mengajak siswa kedalam suatu
tempat diluar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi
langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati sendiri serta bekerja
sendiri didalam pekerjaan yang ada dalam masyarakat.

1.Kelebihan metode kerja lapangan -Siswa mendapat kesemmpatan untuk langsung aktif bekerja
dilapangan sehingga memperoleh pengalaman langsung dalam bekerja -Siswa menemukan
pengertian pemahaman dari pekerjaan itu mengenai kebaikan maupun kekurangannya

2.Kelemahaan metode kerja lapangan -Waktu terbatas tidak memungkinkan memperoleh


pengalaman yang mendalam dan penguasaan pengetahuan yang terbatas -Untuk kerja lapangan
perlu biaya yang banyak. Tempat praktek yang jauh dari sekolah shingga guru perlu meninjau
dan mepersiapkan terlebih dahulu -Tidak tersedianya trainer guru/pelatih yang ahli

2.Metode Mengajar Intelektual

Dalam menerapkan suatu metode pembelajaran haruslah ada cara-cara yang tepat yang bisa
digunakan agar dalam proses belajar dapat tercapai sesuai dengan keinginan, begitu juga dalam
menerapkan metode pembelajaran kognitif ada cara-cara dalam menerapkannya kepada peserta
didik. Berikut adalah cara dan strategi yang bisa digunakan dalam menerapkan metode
pembelajaran kognitif ini.

1.Dalam tahap Remembering


. Saat pertama kali baiknya memberikan motivasi-motivasi terlebih dahulu kepada peserta didik
agar bisa menjadi inspirasi yang mendorong peserta didik untuk belajar. Saat menyampaikan
hendaknya pengajar mampu melakukan penekanan-penekanan, pengodean, serta perhatian
kepada materi yang disampaikannya, serta di akhir jam pelajaran lakukan pengulangan terhadap
materi yang telah diberikan. Untuk lebih meningkatkan daya ingat peserta didik akan materi
lakukan juga sebuah diskusi untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing peserta didik
untuk mengeksplorasi informasi dari banyak hal.

2.Tahap Understanding
Seperti halnya tahap Remembering, dalam tahap Understanding juga dalam memberikan
pendahuluan hendaknya yang menarik. Dalam tahap ini peserta didik haruslah bereksplorasi dari
sumber-sumber yang ada seperti observasi, diskusi atau eksperimen namun sebelum melakukan
kegiatan eksplorasi pendidik haruslah memberikan sebuah pertanyaan kepada peserta didik
sebagai bahan dasar eksplorasi. Inti dari tahap Understanding adalah sebelum pendidik
menyampaikan materi, jangan beri tahu peserta didik terlebih dahulu, biarkan mereka mencari
tahu dengan bereksplorasi sendiri seperti tadi, hendaknya juga materi yang akan disampaikan
bersifat baru bagi peserta didik sehingga membuat peserta didik merasa penasaran. Hal tersebut
mengacu pada sekolah-dasar.blogspot.com (2012).
3.Tahap Aplication
Dalam tahap ini pendidik menyampaikan kasus-kasus (problem) atau bisa juga dari kasus yang
berasal dari peserta didik saat bereksplorasi yang biasa disebut Study kasus. Setelah itu pendidik
harus memberikan sebuah panduan dalam menyelesaikan kasus-kasus yang ada dengan panduan
yang bersifat global. Setelah memberikan panduan kepada peserta didik, biarkan mereka
memecahkan kasus-kasus yang telah diungkapkan sebelumnya menggunakan panduan yang
telah diberikan pendidik tadi. Akhir tahap ini pendidik harus memberikan masukan-masukan
atau koreksi terhadap pemecahan kasus yang kurang tepat atau yang lainnya. Jangan lupa berikan
sebuah penutup yang baik.

4.Tahap Analysis
Dalam tahap ini process skill harus digunakan untuk menganalisis masalah. Namun sebelum
melakukan analisis pertama-tama yang harus dilakukan adalah menyampaikan masalah-masalah
yang dihadapi kemudian mengumpulkan data-data dari masalah yang bersifat deduktif setelah
itu barulah menganalisis data dari masalah yang dihadapi, analisis dalam hal ini harus bersifat
deskriptif. Setelah menganalisis semua data-data yang telah ditemukan maka pembuatan
kesimpulan harus dilakukan, semakin detail hasil dari analisis tadi maka semakin bagus pula
kesimpulannya. Jangan lupa memberikan pendahuluan di awal dan penutup di akhir jam.

5.Tahap Evaluation
Tahap Evaluation atau evaluasi adalah tahap mengevaluasi dari data atau kesimpulan yang di
dapat dalam tahap Analysis untuk dilihat kebenarannya atau kebetulannya bila peserta didik
memiliki kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat menganalisis atau mungkin kesalahan data
saat menganalisis maka yang berhak membenarkan atau meluruskan kembali adalah pendidik.
Tahap-tahap rangkaian dalam Evaluation ini hampir sama dalam tahap pada Analysis.

6. Tahap Creation
Dalam tahap ini peserta didik haruslah berperan aktif dan berperan penuh, sementara pendidik
hanya sebagai pemantau saja. Pertama kali yang harus dilakukan peserta didik dalam tahap ini
adalah menyampaikan proyek atau kasus, selanjutnya adalah evaluasi dari proyek atau kasus
yang telah disampaikan tadi. Yang menjadi dasar dalam tahap Creation ini adalah memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada. Selanjutnya adalah inovasi proyek atau kasus dalam hal ini
peserta didik haruslah membuat sebuah inovasi yang baru dari hal yang ada. Inovasi dalam hal
ini bukan berarti membuat sebuah hal yang baru namun inovasi adalah membuat suatu kelebihan
dari sebuah kekurangan yang dimiliki oleh hal tersebut. Setelah melakukan inovasi hal yang
harus dilakukan peserta didik adalah melaporkan hasil dari proyek atau kasus yang telah
dikerjakan kepada peserta didik lain atau kepada pendidik. Jangan lupa juga berikan sebuah
penutup dan pembuka saat di tahap ini.

3.Metode Mengajar Afektif/Nilai

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi
afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus
dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang
berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pemebelajaran
afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa
model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.

3.1. Model Konsiderasi


Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk
mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa
didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul,
bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Langkah-langkah pembelajaran
konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta
siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan
perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responsnya masing-
masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari
tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.

3.2. Model pembentukan rasional


Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya.
Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai
juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan
rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang
nilai-nilai. Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi situasi dimana ada
ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3)
menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya,
(5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam
masyarakat.

3.3. Klarifikasi nilai


Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak.
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan
menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai
keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan,
agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya,
sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai. Langkah-langkah pembelajaran
klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari
sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2) mengharagai
pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3) berbuat:
siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.

3.4. Pengembangan moral kognitif


Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif,
yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca
konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan
mempertimbangkan nilai moral secara kognitif. Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif:
(1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan
nilai, (2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu, (3)
siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4) siswa didorong
untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi
lain.

3.5. Model nondirektif


Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi
yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai
potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan
kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan
dirinya. Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu yang permisif
melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan
masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3)
pengembangan pemahaman (insight ), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan
dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan
keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas
dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

NO.3
Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari pekerjaan yang telah
dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah diukur, terutama secara kuantitatif.
Kekurangannya adalah kinerja yang diukur tidak dapat diubah sehingga kadang-kadang justru
salah menunjukkan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu, metode ini
kadang-kadang sangat subyektif dan banyak biasnya.

Future based methods adalah penilaian kinerja dengan menilai seberapa besar potensi pegawai
dan mampu untuk menetapkan kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode ini juga
kadang-kadang masih menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai
acuan untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari metode ini adalah
keakuratannya, karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana kinerja seseorang pada
masa datang.
Pengkasifikasian pendekatan penilaian kinerja oleh Wherther di atas berbeda dengan klasifikasi
yang dilakukan oleh Kreitner dan Kinicki (2000). Berdasarkan aspek yang diukur, Kreitner dan
Kinicki mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi tiga, yaitu: pendekatan trait, pendekatan
perilaku dan pendekatan hasil. Pendekatan trait adalah pendekatan penilaian kinerja yang lebih
fokus pada orang. Pendekatan ini melakukan perankingan terhadap trait atau karakteristik
individu seperti inisiatif, loyalitas dan kemampuan pengambilan keputusan. Pendekatan trait
memiliki kelemahan karena ketidakjelasan kinerja secara nyata. Pendekatan perilaku, pendekatan
ini lebih fokus pada proses dengan melakukan penilaian kinerja berdasarkan perilaku yang
tampak dan mendukung kinerja seseorang. Sedangkan pendekatan hasil adalah pendekatan yang
lebih fokus pada capaian atau produk. Metode penilaian kinerja yang menggunakan pendekatan
hasil seperti metode management by objective (MBO), (Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).
Metode-metode penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh di atas yang
paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:
Written Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis deskripsi mengenai
kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-
saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
Critical Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat mengenai apa
saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai.
Graphic Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai kinerja
pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja (performance
factor ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala
yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika
tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi nilai 3
atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya. Metode ini merupakan
metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.

Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian kinerja yaitu
evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan
dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian pelayanan pelanggan. Bila
pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima suap dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang
berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan,
ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini
mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan. Pada
contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima suap dari pelanggan. Nilai 7
dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan bantuan. Dengan
mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam penilaian.
Multiperson Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu seorang pegawai
dibandingkan dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini sangat berguna
untuk menentukan kenaikan gaji (merit system), promosi, dan penghargaan perusahaan.
Management By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja, yaitu pegawai dinilai
berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifik yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh manajer saja, melainkan ditentukan dan disepakati
bersama oleh para pegawai dan manajer. Setiap metode di atas memiliki kelemahan dan
kelebihannya masing-masing, sehingga tidak baik bagi organisasi untuk menggantungkan
penilaian kinerjanya hanya pada satu jenis metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan
beberapa metode yang sesuai dengan lingkup organisasinya, Mondy dan Noe (1993: 414).

NO.4
1. Pengertian Kepemimpinan transaksional
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi
bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga
melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange
process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch,
mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :

a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya.
b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan
memperbaiki kesalahan.
c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.
Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000) pemimpin transaksional harus memiliki
informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus
memberikan balikan yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada
hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada
bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang
berkinerja buruk.

Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan di mana


pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai
tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan
dalam mengerjakan tugas tersebut.

Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin


mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan
sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

2. Ciri-ciri Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan transaksional sangat memperhatikan nilai moral seperti kejujuran, keadilan,


kesetiaan dan dan tanggung. Kepemimpinan ini membantu orang ke dalam kesepakatan yang
jelas, tulus hati, dan memperhitungkan hak-hak serta kebutuhan orang lain. Inilah kepemimpinan
kepala sekolah dengan mendengarkan keluhan dan perhatian berbagai partisipan, memutuskan
perdebatan dengan adil, membuat orang bertanggungjawab atas target kerja mereka,
menyediakan sumberdaya yang diperlukan demi pencapaian tujuan.

Kepemimpinan transaksional kepala sekolah mengandaikan adanya tawar menawar antara


berbagai kepentingan individual dari guru dan staf sebagai imbalan atas kerjasama mereka dalam
agenda kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pimpinan akan terus mengupayakan perbaikan-
perbaikan evaluasi program, jalinan komunikasi, koordinasi, strategi mengatur target khusus dan
kegiatan tugas-tugas untuk pemecahan masalah.

Kepala sekolah transaksional belajar tentang cara belajar (learning how to learn). Kepala sekolah
belajar dari aneka pengalaman dan mempertahankan keyakinan atas nilai-nilai mereka. Kepala
sekolah transaksional juga memiliki kemampuan motivasi dan memberdayakan guru dan stafnya.
Dampaknya adalah terwujudnya perilaku organisasi sekolah (school organization behavior).[2]

Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik sebagai berikut :[3]


a. Contingent reward
Kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang
baik, mengakui pencapaian.
b. Active management by exception
Melihat dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan perbaikan.
c. Pasive management by exception
Intervensi hanya jika standar tidak tercapai.
d. Laissez-faire
Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Istilah kepemimpinan transformasional terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan (leadership) dan
transformasional (transformational). Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang yang dilakukan
oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau
kelompok lain lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.[4]

McFarlan (1978) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses dimana pimpinan


dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Pfiffner (1980) kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu
atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Istilah transformasional berinduk dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan


atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Misalnya, mengubah energi potensial
menjadi energi aktual atau motif berprestasi menjadi prestasi riil. Jadi, seorang kepala sekolah
bisa disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional, jika dia mampu mengubah
sumber daya baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan-tujuan reformasi
sekolah.
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan
dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi
dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah
ditetapkan.[5] Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya manusia seperti pimpinan, staf,
bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti, dan lain-lain.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional ini, Leithwood, dkk (1999) mengemukakan :


[6]
Transformational leadership is seen to be sensitive to organization building, developing shared
vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring
efforts in schools.
Kepemimpinan transformasional menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya
sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangam visi secara bersama,
pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang
menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah.

2. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan transformasional diprediksikan mampu mendorong terciptanya efektifitas
institusi pendidikan. Jenis kepemimpinan ini menggambarkan adanya tingkat kemampuan
pemimpin untuk mengubah mentalitas dan perilaku pengikut menjadi lebih baik.
Kepemimpinan transformasional memiliki makna dan orientasi masa depan (future oriented)
institusi pendidikan diantaranya kebutuhan menanamkan budaya inovasi dan kreatifitas dalam
meningkatkan kreativitas dalam meningkatkan mutu dan eksistensi institusi pendidikan. Hal ini
penting karena warga institusi pendidikan terutama peserta didik berharap banyak untuk
terciptanya institusi pendidikan yang berkualitas, produktif serta profesional dalam menapaki
masa depan dan segala tantangan yang ada.

Ciri pemimpin transformasional diantaranya:[7]


a. Mampu mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil pekerjaan.
b. Mendorong pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi
c. Mendorong untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.
Kepemimpinan transformasional menurut Bernard M. Bass memiliki karakteristik yang
membedakan dengan gaya kepemimpinan yang lainnya diantaranya:[8]
a. Charisma
Memberikan visi dan misi yang masuk akal, menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa
hormat dan percaya.
b. Inspiration
Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya,
mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.
c. Intellectual stimulation
Meningkatkan intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara teliti.
d. Individualized consideration
Memberikan perhatian pribadi, melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan
secara individual.

PERBEDAAN KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN TRANSFORMASIONAL

Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial dalam


konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak saling
meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-masing.
Menurut pemikiran Bass (2007), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya
organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah transformasional mengubah
budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara pemimpin transaksional dan
transformasional berikut ini :[9]

1. Kepemimpinan Transaksional
a. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan
b. Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan dengan masalah
sekarang.
c. Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman dan sanksi
untuk mengontrol pengikut.
d. Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan
bagi kinerja yang dikehendaki.
e. Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan untuk berhasil
tawar-menawar.
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di luar
kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.
b. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.
c. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan memberikan
pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan, dan pengembangan bagi pengikut),
stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan
organisasional dengan sudut pandang yang baru) dan pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan
identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk pengikut.
d. Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan merangsang
pengikutnya untuk memecahkan masalah.
e. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk
mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
f. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui kepentingan
pribadi.

KESIMPULAN

Kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin


mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan
sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.

Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik yaitu Contingent reward


(kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang
baik, mengakui pencapaian), Active management by exception (melihat dan mencari
penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan perbaikan), Pasive management by
exception (intervensi hanya jika standar tidak tercapai), Laissez-faire (melepaskan tanggung
jawab, menghindari pengambilan keputusan).
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan
dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi
dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah
ditetapkan.

Kepemimpinan transformasional menurut Bernard M. Bass memiliki karakteristik yaitu


Charisma (memberikan visi dan misi yang masuk akal, menimbulkan kebanggaan, menimbulkan
rasa hormat dan percaya), Inspiration (mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menggunakan
simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang
sederhana), Intellectual stimulation (meningkatkan intelegensi, rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara teliti), Individualized consideration (memberikan perhatian pribadi, melakukan
pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan secara individual).

Perbedaan kepemimpinan transaksional dengan kepemimpinan transformasional yaitu kepala


sekolah transaksional bekerja di dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan
kepala sekolah transformasional mengubah budaya organisasi sekolah.

REFERENSI
Bustari, Meilina. Kepemimpinan Transformasional kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja
Organisasi,
http://eprints.uny.ac.id/76/1/5._KEPEMIMPINAN__TRANSFORMASIONAL__KEPALA_SE
KOLAH__DALAM_MENINGKATKAN_KINERJA_ORGANISASI.pdf diakses pada tanggal
29 November 2012 pukul 14.47
Danim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan (Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika,
Perilaku Motivational dan Mitos). Bandung: Alfabeta.
Danim, Sudarwan. 2003. Menjadi Komunitas Pembelajar ( Kepemimpinan Transformasional
dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran). Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyono. 2009. Educational Leadership (Mewujudkan Efektivitas Kepemimpinan Pendidikan).
Malang: UIN Malang Press.
Widodo, Joko. Kepemimpinan Pendidikan Transaksional dan Transformasional di SMK Non
Teknik. Fakultas Ekonomi UNNES.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/download/437/390 diakses pada tanggal 29
November 2012 pukul 14.44

Anda mungkin juga menyukai