Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MECONIUM ASPIRASI SYNDROME (MAS)

Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Anak


Pada Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh:

1. I Kadek Ananta Wijaya 10. Elizaveda Halimah S.


11. Ninik Sobarniati
2. Vielga De Princess
12. Nitami Yuliana Dewi
3. Viska Miftakhul Jannah 13. Nurul Dwi Fatima
14. Oktavia Bryan Trianita
4. Sri Sunarsih
15. Pawiti Lejaring Tyas
5. Ayu Novita Sari 16. Raninda Arga Sari
17. Ika Dwi Rachmawati
6. Desi Waluyaningtyas
18. Rahayu Pramudia Wira D.
7. Dian Mayang P. A.
8. Dina Rizqiyana Dewi
9. Dyah Rochmawati
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


2018KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Meconium Aspirasi Syndrome (MAS)” guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Anak ini dengan tepat waktu.

Makalah ini tidak akan selesai dengan baik jika tanpa dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Orang tua yang telah memberi kasih sayang serta dukungan moriil
dan materiil
3. Ibu Titin Suheri SKp., MSc. selaku dosen pembimbing mata ajar
Keperawatan Anak
4. Teman-teman seperjuangan Prodi Profesi Ners yang senantiasa
mendukung satu sama lain.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mohon maaf dan selalu terbuka untuk
kritik dan saran dari pembaca, guna penulisan yang lebih baik di masa
mendatang. Semoga makalah ini dapat berguna, tidak hanya bagi kami, tetapi
untuk semua yang membacanya.

Semarang, 19 Juli 2018

Kelompok

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
A. DEFINISI.....................................................................................................3
B. ETIOLOGI...................................................................................................4
C. PATOFISIOLOGI.........................................................................................5
D. PATHWAY`..................................................................................................7
E. MANIFESTASI KLINIK.............................................................................8
F. KOMPLIKASI.............................................................................................8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................8
H. PENATALAKSANAAN MEDIS................................................................9
I. PENCEGAHAN.........................................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................11
A. PENGKAJIAN...........................................................................................11
B. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................12
C. STUDY DIAGNOSTIK.............................................................................12
D. DATA LABORATORIUM.........................................................................12
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................13
CONTOH KASUS.................................................................................................19
BAB IV PENUTUP..............................................................................................22
A. KESIMPULAN..........................................................................................22
B. SARAN......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM) adalah sindrom atau kumpulan
berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonatus menghirup
atau mengaspirasi mekonium. Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi
sebelum, selama dan setelah proses persalinan.
Cairan amnion yang terwarna-mekonium ditemukan pada 5-15%
kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi pada bayi cukup bulan atau
lewat bulan. Pada 5% bayi yang berkembang pneumonia aspirasi, dimana
30% darinya memerlukan ventilasi mekanis dan 5-10 persennya
dapat meninggal. Kegawatan janin dan hipoksia terjadi bersama dengan
masuknya meconium kedalam cairan amnion.
Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi
spesialis anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan
520.000 (12% dari kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan Air
Ketuban Keruh (AKK) dan 35% diantaranya akan berkembang menjadi SAM
(sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30% neonatus dengan SAM akan
membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang menjadi pneumotoraks,
dan 4% meninggal. Enam puluh enam persen dari seluruh kasus hipertensi
pulmonal persisten berkaitan dengan SAM. 10 Pengeluaran mekonium ke
dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan hipoksia
intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam waktu
empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.
Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering
mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat
janin.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Aspirasi Mekonium?

1
2. Apakah etiologi Aspirasi Mekonium ?
3. Bagaimana patofisiologi Aspirasi Mekonium?
4. Apa saja gejala dan tanda Aspirasi Mekonium?
5. Apa saja diagnosa Aspirasi Mekonium?
6. Bagaimana pencegahan Aspirasi Mekonium?
7. Bagaimana penatalaksanaan Aspirasi Mekonium?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi dari Aspirasi Mekonium
2. Dapat mengetahui etiologi Aspirasi Mekonium
3. Dapat menegtahui patofisiologi Aspirasi Mekonium
4. Dapat mengetahui gejala dan tanda Aspirasi Mekonium
5. Dapat mengetahui diagnosa Aspirasi Mekonium
6. Dapat mengetahui bagaimana pencegahan Aspirasi Mekonium
7. Dapat mengetahui penatalaksanaan Aspirasi Mekonium

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Aspirasi Mekonium adalah terisapnya cairan amnion (cairan ketuban)
yang tercemar mekonium ke dalam paru yang dapat terjadi pada saat intra
uterin, persalinan dan kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi pada bayi
cukup bulan atau lewat bulan (lebih dari 40 minggu).
Mekonium adalah feses atau tinja pertama bayi yang baru lahir, yang
kental, lengket, dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada
kehamilan 34 minggu. Mekonium terbuat dari cairan ketuban, lendir , lanugo
(rambut halus yang menutupi tubuh bayi), empedu dan sel sel yang berasal
dari kulit dan saluran usus. Feses bayi biasanya berubah dari mekonium ke
tinja kuning kehijauan dalam 4-5 hari.
Cairan amnion yang mengandung mekonium terjadi pada gawat janin.
Pada gawat janin terjadi autoregulasi sirkulasi darah. Pada keadaan itu organ
vital seperti jantung dan otak akan mendapat aliran darah yang lebih banyak
dibandingkan dengan bagian tubuh lain, seperti ginjal dan mesenterium. Hal
ini menyebabkan hipoksia sirkulasi gastrointestinal sehingga terjadi
peningkatan peristaltik usus, relaksasi sfingter anal dan pengeluaran
mekonium ke dalam cairan amnion
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi
baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain adalah
sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan
amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari
semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10%

3
dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator.
Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran
preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat
ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal.
Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial
memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang
terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran.

B. ETIOLOGI
Penyebab Aspirasi Mekonium belum jelas mungkin terjadi intra uterin
atau segera sesudah lahir akibat hipoksia janin kronik dan asidosis serta
kejadian kronik intra uterin, adanya peningkatan aktivitas usus janin, cairan
amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat
keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Namun sindrom
atau kumpulan gejala ini lebih umum terjadi pada bayi postmatur, yaitu
mereka yang dilahirkan melewati 42 minggu usia kehamilan. Pada bayi
tersebut, bayi yang stres karena kekurangan oksigen mengeluarkan
mekonium.
Faktor resiko sindrom aspirasi mekonium :
1. Asfiksia Fetal
2. Prolonged Labour
3. skor Apgar <5 pada menit ke lima
4. Mekonium kental
5. denyut jantung yang tidak teratur atau tidak jelas
6. Usia kehamilan melebihi 40 minggu ( Postterm )
7. Berat badan lahir rendah. Bedakan dengan prematuritas, dimana
sindrom aspirasi mekonium jarang terjadi bila bayi lahir sebelum 34
minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk
terjadinya sindrom aspirasi mekonium
8. Kesulitan dalam melahirkan

C. PATOFISIOLOGI
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf
saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia

4
pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga
matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat
menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan
keluarnya meconium (Sinclair, 2010) . Mekonium secara langsung mengubah
cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah itu
meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum.
Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium
dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium
sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial
ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu:
obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis
kimia dan hipertensi pulmonal.
Obstruksi jalan nafas
Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli,
biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli
menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di
sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan
resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat
menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum
(pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium).
Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis
surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti
asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih
tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar,
menyebabkan atelektasis yang luas.
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin

5
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-
13) dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam
setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross
ventilation-perfusion (V/Q) mismatch.
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir

Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami


hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary
hypertension of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat
dari stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN
lebih lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi
mekonium [ CITATION Put16 \l 1033 ].

D. PATHWAY`

Gangguan Pertukaran Asidosis


Bersihan Jalan Nafas Persisten
Gas Air Leak Hipoksemia
Tidak Efektif Compliance Mediator
pulmonary
Atelectasis
Komplit EfekParsial
Ballvalve Aktivasi sitokin
Pneumonitis Risiko Infeksi
Aspirasi
(udarapostpartum
bocor)ASPIRASI MEKONIUM Gasping intra uterin
Hiperkapnea Inaktivasi surfaktan
paru berkurang vasoaktiv
hypertension
Compromise berlanjut

Obstruksi jalan Obstruksi jalan


napas perifer napas proksimal

Remodeling
Vaskularisasi
Paru
(hyperplasia
Air Trapping otot)
Ventilation/
perfusion (udara terjebak)
mismatch

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban
2. Frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran

7
3. Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
4. Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
5. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
6. Apneu (henti nafas)
7. Skor APGAR yang rendah
8. Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat badannya kurang,
kulitnya mengelupas).
9. Auskultasi : suara nafas abnormal

F. KOMPLIKASI
1. Pneumonia Aspirasi
Infeksi paru-paru yang diakibatkan oleh terhirupnya sesuatu ke dalam
saluran pernapasan.
2. Displasia Bronkopulmonari (BPD)
Perkembangan abnormal dari paru – paru yang dihasilkan dari
toksistasoksigen pada bayi prematur yang menerima bantuan pernapasan
berkepanjangan untuk penyakit membran hialin.
3. Pneumotoraks
Adanya udara yang terperangkap di dalam rongga pleura (daerah antara
paru – paru dan dinding dada) yang menyebabkan paru – paru
mengempis.
4. Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen
5. Gangguan pernafasan yang menetap selama beberapa hari

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Tryvanie dan Hanna (2017) biasanya hasil pemeriksaan bayi
dengan Meconium Aspiration Syndrome (MAS) memiliki nilai APGAR yang
rendah dan terdengar suara pernafasan yang abnormal (rhonki kasar). Adapun
pemeriksaan yang dilakukan menurut Tryvanie dan Hanna (2017) adalah
sebagai berikut:
1. Laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan
2. Analisa gas darah untuk menunjukkan kadar pH yang rendah,
penurunan pO2 serta peningkatan pCO2.
3. Dokter mungkin akan merekomendasikan rontgen dada untuk
memeriksa masalah di paru-paru bayi (Irina & Paula, 2018). Rontgen
dada untuk menunjukkan adanya bercakan di paru-paru (Yeh, Harris,
Srinivasan, Lilien & Pyati, 2000).

8
4. Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal seperti memastikan
cakupan kelainan intratorakal, mengidentifikasi area atelektasis dan
sindroma blokade udara dan memastikan posisi yang tepat untuk intubasi
endotrakeal dan kateter umbilikalis (Lynne, 2011).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Segera setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut
bayi. Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah
selang ke dalam trakea bayi (pipa endotrake) dan dilakukan pengisapan
lendir. Prosedur ini dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi
tidak lagi terdapat mekonium. Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan
bayinya aktif serta kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan
untuk tidak melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir
akan terjadi pneumonia aspirasi.
Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk
mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat. Pengobatan
lainnya adalah :
a. Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada)
b. Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)
c. Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu
tubuh)
d. Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap
mengembang).
Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari,
meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin
atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan
kerusakan otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru-paru
yang permanen.
Pada Sindrom Aspirasi Mekanium berat dapat juga dilakukan :
1. Penggunaan DeLee Suction Apparatus
Penggunaan alat ini harus segera dimasukkan ke dalam mulut bayi
sebelum mulai bernapas atau menangis.
2. Terapi Surfaktan

9
Dalam terapi ini, penghapusan penyumbatan dicapai dengan
memanfaatkan surfaktan buatan di paru-paru.
3. Osilasi dengan Frekuensi Tinggi (HFO)
Sebuah ventilator khusus untuk memberikan sejumlah dengan oksigen
ekstra ke paru – paru bayi pada frekuensi yang lebih tinggi.
4. Terapi Penyelamatan
Dalam terapi ini, oksida nitrat ditambahkan ke oksigen dalam
ventilator. Ventilator ini memperbesar pembuluh darah dan membantu
dalam memberikan aliran darah yang cukup dan oksigen ke paru – paru
bayi. Bila salah satu atau kombinasi dari ke empat terapi tersebut tidak
berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal
membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan
akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi. Sayangnya,
alat ini memang cukup langka.
I. PENCEGAHAN
Pencegahan aspirasi mekonium mencakup melakukan pengisapan
hipofaring sebelum bahu dilahirkan. Perhatian yang cermat pada kegawatan
janin dan segera memulai persalinan bila ditemui asidosis janin dan DJJ
buruk.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a) Identitas Orang Tua
b) Identitas bayi
1) Tanggal lahir dan waktu kelahiran
2) Jenis kelamin
3) Kelahiran tunggal / ganda
4) Lahir hidup / mati
5) Ukuran : BB, TB, LK, LD, LLA
6) Apgar score
7) Lama proses persalinan
c) Keluhan Utama
d) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
2) Riwayat Kesehatan Masa lalu

10
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
e) Riwayat persalinan
1) Tempat Persalinan
2) Cara persalinan
3) Penolong persalinan
4) Lama proses persalinan kala I
5) Lama proses persalinan kala II
6) Perdarahan
7) Waktu dan jumlah ketuban pecah
8) Warna dan bau air ketuban

11
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status infant saat lahir
1) Full-term, preterm atau kecil masa kehamilan
2) Apgar skor dibawah 5
3) Terdapat mekonium pada cairan amnion
4) Suctioning, resusitasi atau pemberian terapi oksigen
2. Pulmonarry
a) Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
b) Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru
c) Cyanosis
d) Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter
antero posterior (AP)

C. STUDY DIAGNOSTIK
Pada saat kelahiran, mekonium dapat dilihat dengan mengugunakan alat
yang disebut laringoskop. Rontgen dada memperlihatkan adanya bercak
infiltrat, corakan kedua lapang paru kasar, untuk menemukan adanya
atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened
diaphragma dan terdapatnya pneumothorax.

D. DATA LABORATORIUM
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi asidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

12
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Status pernafasan : kepatenan jalan 1. Monitor pernafasan 3350
 Monitor kecepatan, irama,
b/d sekresi yang tertahan nafas 0410
kedalaman, dan kesulitan
Definisi 041004 frekuensi pernafasan
bernafas.
Ketidakmampuan membersihkan 05 irama pernafasan
 Monitor sekresi pernafasan pasien
sekresi atau obstruksi dari saluran 17 kedalaman inspirasi  Auskultasi suara nafas, catat area
nafas untuk mempertahankan 12 kemampuan untuk dimana terjadi penurunan atau
bersihan jalan nafas. mengeluarkan sekret tidak adanya ventilasi dan
Batasan karakteristik : 03 tersedak keberadaan suara nafas tambahan.
 Kaji perlunya penyedotan pada
1. Dispnea 19 batuk
2. Sianosis jalan nafas
20 akumulasi sputum
3. Sputum dalam jumlah yang  Auskultasi suara nafas setelah
07 suara nafas tambahan
berlebihan tindakan, untuk dicatat
4. Tidak ada batuk  Monitor fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru
1. Manajemen jalan nafas 3140
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi kebutuhan

1
aktual/potensial pasien untuk
memasukan alat membuka jalan
nafas
 Lakukan penyedotan melalui
endotrakea atau nasotrakea
 Monitor status pernafasan dan
oksigenasi.

2. Resusitasi : Neonatus 6974


 Siapkan peralatan untuk resusitasi
sebelum kelahiran
 Uji coba perlengkapan resusitasi,
suksion, dan aliran oksigen untuk
memastikan alat berfungsi dengan
baik
 Tempatkan bayi baru lahir
dibawah pemancar panas yang
hangat
 Pasang laringoskop untuk
mendapatkan gambaran trakea
pada saat suction, cairan
mekonium dengan tepat

2
 Intubasi dengan kanul trakea (ET)
untuk menyingkirkan mekonium
dari jalan nafas bawah dengan
baik
 Gunakan suction mekanik untuk
menyingkirkan mekonium dari
jalan nafas bagian bawah
 Keringkan bayi dengan selimut
penghangat untuk mengeluarkan
cairan ketuban, untuk mengurangi
kehilangan panas, dan
memberikan stimulasi
 Posisikan bayi pada punggung
dengan leher ekstensi untuk
membuka jalan nafas
 Tempatkan selimut yang digulung
di bagian bawah bahu untuk
membantu bayi dengan posisi
yang benar
 Suksion sekret dari hidung dan
mulut dengan penghisap bola

3
karet
 Berikan stimulasi taktil dengan
menggosoktelapak kaki atau
menggosok punggung bayi
 Monitor pernapasan

2. Gangguan Pertukaran Gas b/d 1. Status pernapasan : Pertukaran gas Terapi oksigen (3320)
…08 tekanan parsial oksigen di darah
Ketidak seimbangan ventilasi - a. Pertahankan kepatenan jalan napas
arteri (PaO2) b. Berikan oksigen tamabahan seperti
perfusi
…09 tekanan parsial karbondioksida
yang diperintahkan
Definisi
di darah arteri (PaCO2) c. Monitor aliran oksigen
Kelebihan atau deficit oksigenasi …11 saturasi oksigen d. Amati tanda-tanda hipoventilasi
…14 keseimbangan ventilasi dan
dan/ atau eliminasi karbon dioksida oksigen
perfusi
pada membran alveolar - kapiler
…06 sianosis
Batasan Karakteristik …16 gangguan kesadaran
2. Tanda-tanda vital
1. Pola nafas abnormal (mis.
…01 suhu tubuh
Kecepatan, irama, …02 denyut jantung apical
…08 irama jantung apical
kedalaman)
…09 tekanan nadi
2. Dyspnea
…11 kedalaman inspirasi
3. Hipoksia
4. Somnolen
5. Warna kulit abnormal (mis,

4
pucat, kehitaman)

3. Risiko Infeksi Keparahan infeksi: baru lahir (0708) 1. Perlindungan infeksi (6550)
a. Monitor kerentanan terhadap
Definisi …02 hipotermia
…11 sianosis infeksi
Rentan mengalami invasi dan
...12 kulit lembab dan dingin b. Lapor dugaan infeksi pada
multiplikasi organisme patogenik
personil pengendali infeksi
yang dapatmenganggu kesehatan 2. Resusitasi : neonates (6974)
a. Siapkan peralatan untuk resusitasi
Faktor risiko :
sebelum kelahiran
 Pecah ketuban dini

5
CONTOH KASUS

Seorang bayi laki-laki lahir secara sectio caesarea di Rumah Sakit Abdul
Moeloek dari ibu G2P1A0 hamil 36 minggu dengan eklamsi +, kala II lama,
pada tanggal 12 Januari 2015 pukul 04.00 WIB. Berat Badan (BB) lahir 4000
gram, Panjang Badan (PB) 50 cm. Saat dilahirkan bayi tidak langsung
menangis dan tidak bernapas spontan, setelah dilakukan pembersihan jalan
napas terdapat meconium yang cukup banyak, kemudian dilakukan resusitasi
dan bayi bernapas, bergerak kurang aktif, dan tampak kebiruan pada
ekstremitas, dengan APGAR score 1/2. Pasien dibawa keruang Perinatologi
Rumah Sakit Abdul Moeloek untuk perawatan intensive.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit
berat, lemas, suhu badan 36,70C, nadi 134 x/menit, frekuensi napas 48
x/menit, tidak teratur, kedalaman dangkal. Kepala normochepal, bibir
sianosis. Pada pemeriksaan thorax didapatkan retraksi suprasternal, subcostal.
Pada pemeriksaan paru didapatkan suara rhonki pada kedua basal paru. Pada
pemeriksaan auskultasi jantung didapatkan bunyi Jantung I/II reguler.
Penilaian dengan Down Score didapatkan skor 4 dengan interpretasi gawat
napas. Penilaian dengan Ballard Score didapatkan nilai 26 yang bermakna
tingkat maturitas 36 minggu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin (Hb) 18,9 mg/dl,
leukosit 29.820 /uL, eritrosit 5,3 juta/ uL, hematokrit 58%, trombosit
188.000/uL, basophil 0, eusinofil 1, batang 0, segmen 76, limfosit 16,
monosit 7. C-reactive protein (CRP) kuantitatif negatif. Hasil foto thoraks
menunjukan kesan Respiratory Distress suspect Sindroma aspirasi mekonium.

1
Hasil rontgen: Pasien didiagnosis dengan Neonatus Cukup Bulan Sesuai
Masa Kehamilan (NCBSMK) dengan Respiratory Distress suspect Sindroma
aspirasi mekonium.
Penatalaksanaan

Pada pasien ini terjadi asfiksia berat diduga karena adanya sindrom
aspirasi mekonium, yang dapat ditegakkan berdasarkan keadaan seperti;

1. Sebelum bayi lahir alat pemantau janin menunjukkan bradikardia,


2. Ketika lahir cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna
kehijauan),
3. Bayi memiliki nilai apgar yang rendah
4. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana
kehijauan,
5. Dengan bantuan stetoskop terdengar suara pernafasan yang
abnormal (rhonki kasar),
6. Pemeriksaan selanjutnya pada rontgen thoraks menunjang adanya
sindrom aspirasi mekonium
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The
American Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP)
Steering Committee adalah jika bayi tidak bugar (tonus otot yang lemah dan
usaha napas yang kurang maupun tidak ada) dilakukan suction trakea
langsung setelah kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik.
Jika tidak didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction.

2
Sebaliknya, jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan
reintubasi dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan positif dan
rencanakan suction ulang setelah beberapa waktu. Apabila bayi bugar (usaha
napas yang cukup, menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik),
bersihkan sekresi dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb
syringe atau selang suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah
resusitasi berikutnya harus mencakup pengeringan, reposisi, dan pemberian
oksigen sesuai kebutuhan.
Pada pasien ini hanya dilakukan suction dan didapatkan mekonium pada
hasil suction. Akan tetapi,pada pasientidak dilakukan intubasi sehingga
penatalaksaan tidak sesuai dengan prosedur The American Academy of
Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee.
Selanjutnya penatalaksaan yang diberikan berupa non-farmakoterapi dan
farmakoterapi. Penatalaksanaan nonfarmakoterapi yang diberikan adalah
pasien dipuasakan, melakukan perawatan di incubator dengan
mempertahankan suhu pasien 36,5- 37,50C. Lalu pemasangan Continous
Positive Airway Pressure (CPAP) FiO2 55%, Positive End Expiratory
Pressure (PEEP) 7 dan pipa orogastrik (OGT), serta pemenuhan kebutuhan
cairan pasien. Penatalaksanaan farmakoterapi yang diberikan adalah
pemberian IVFD dekstrosa 10%, Injeksi Ronem 120mg/8jam, Injeksi
Omeprazole 2,8mg/12jam serta Injeksi aminofilin 10mg/12jam

Sumber : Putra ,Tryvanie R, ;Mutiara, Hanna. 2017. Sindroma Aspirasi


Mekonium. J Medula Unila : 7(1). 74-79

3
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin
menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika
bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah
dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan
yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada
kehamilan 34 minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban,
sindroma ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga
penyumbatan saluran udara lebih berat.

B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

4
DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Waldo E., (ed). Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Volume 1. Jakarta : EGC,
2000;600-601.
Surasmi, Asrining., Handayani, Siti., Kusuma, Heni Nur. Perawatan Bayi Risiko
Tinggi. Jakarta : EGC, 2003;85-87
Kosim, M. Sholeh. Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Penelitian Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2009 Oktober : 1-6.
Hendarwati, Chrisna. Asosiasi Tingkat Kekentalan, Adanya Sterkobilin dan Bilirubin
pada Air Ketuban Keruh dengan Terjadinya Sindrom Aspirasi Mekonium. Penelitian
Kesehatan. 2010 Mei : 4 – 29
Konsultasi Kedokteran. “Pengertian dan Gejala Sindrom Aspirasi Mekonium”.
Diunduh dari :
http://www.konsultasikedokteran.com/post/read/933/pengertian-dan-gejala-
sindrom-aspirasi-mekonium.html, 2015, diakses 25 Januari 2016
Buku Saku Doter. “Sindroma Aspirasi Mekonium”. Diunduh dari :
http://bukusakudokter.org/2012/11/05/sindroma-aspirasi-mekonium/, 2012,
diakses pada 29 Januari 2016
Putra, T. R., & Mutiara, H. (2017, Januari). Sindroma Aspirasi Mekonium. Jurnal
Medila Unila, VII. Diakses Juli 2018, dari
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/750/pdf.

University of Rochester Medical Center. (2018). Meconium Aspiration. Diakses


Juli 18, 2018, dari https://www.urmc.rochester.edu/.

Anda mungkin juga menyukai