Anda di halaman 1dari 10

Tugas Individu

Ketahanan Tanaman Terhadap Hama dan Penyakit

MEKANISME TOLERANSI TERHADAP HAMA

DOSEN:
Prof. Dr. Ir. Sylvia Syam, M.S

Reski Amalia Nasir


(G012202008)

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian di Indonesia sampai saat ini masih berperan sangat penting
bagi pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dalam pertumbuhan
perekonomian nasional melalui peningkatan PDB, perolehan devisa, penyediaan
bahan baku untuk industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan
pekerjaan, penyediaan bahan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Beras merupakan bahan pangan pokok yang harus tersedia setiap saat (Siburea
et al. 2014). Di Indonesia beras menyediakan sekitar 5680% kebutuhan kalori
penduduk (Adnyana et al. 2004). Pada tahun 2025 diperkirakan lebih dari 50%
penduduk dunia yang berjumlah 10 miliar akan bergantung pada beras sebagai
sumber pangan utama (Adnyana et al. 2004). Salah satu kendala dalam
peningkatan produksi dibidang pertanian adalah adanya serangan hama dan
penyakit. Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada usaha tani saat ini
merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan guna memperoleh keuntungan
semaksimal mungkin (Sodiq, 2009)

Hama merupakan organisme yang menyerang tanaman sehingga pertumbuhan


terganggu, selain itu juga menyebabkan kualitas dan kuantitasnya menurun
(Destarianto, 2013). Penanggulangan permasalahan penyerangan hama ini
kebanyakan petani memilih menggunakan insektisida sintetik. Penggunaan
insektisida berbahan aktif kimiawi secara terus menerus tanpa mengindahkan
aturan dosis dapat menimbulkan efek resistensi dan matinya berbagai musuh
alami serta dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yang berdampak buruk
terhadap kesehatan manusia (Rante & Manengkey, 2017).

Pada hakekatnya musuh-musuh alami dapat mengendalikan hama secara alami


manakala lingkungan sekitar memungkinkan untuk ber- kembangnya musuh-
musuh alami tersebut. Ekosistem pertanian di Indonesia yang beriklim tropis
sebenarnya memiliki banyak jenis musuh alami (parasitoid dan predator) yang
secara efektif dapat menekan populasi hama. Namun karena cara pengelolaan
pertanian yang tidak tepat antara lain penggunaan pestisida yang berlebihan dan
perombakan hutan untuk pembangunan serta bentuk-bentuk pembangunan lainnya
yang tidak berwawasan lingkungan kadangkala lebih banyak membunuh musuh-
musuh alami tersebut dari pada melindunginya (Gusnarsih, 2017)

Alternatif pengendalian OPT yaitu dengan menggunkan varietas yang unggul.


Varietas unggul memiliki keunggulan seperti tahan terhadap hama, penyakit
tertentu, rasa nasi dan respon terhadap pupuk. Penggunaan bibit unggul yang
dapat melipat gandakan hasil panen dalam sistem monokultur, akan menambah
rawannya agroekosistem yang peka terhadap gangguan lingkungan lain.
(Gusnarsih, 2017). Meski penggunaan varietas tahan sangat penting untuk
menekan serangan OPT, penanaman varietas tahan secara terus-menerus tidak
akan cukup untuk membendung serangan OPT. Hal ini karena beberapa OPT
memiliki kemampuan beradaptasi dan membentuk bioptipe/strain baru yang dapat
menyebabkan ketahanan varietas patah (Dianawati dan Sujitno 2015; Iswanto et
al. 2015). Oleh karena itu, diperlukan kombinasi beberapa strategi pengendalian.
Penerapan pengendalian terpadu yang menggabungkan beberapa cara
pengendalian merupakan strategi yang tepat (Widiarta dan Suharto 2000; Baehaki
2009).

Dengan demikian ketahanan suatu tanaman, khususnya terhadap serangan


suatu hama sangat memegang peranan penting dalam pengendalian hama secara
terpadu. Oleh karena itu kita harus selalu menghasilkan jenis tanaman baru, yang
memiliki ketahanan terhadap hama-hama penting yang cukup handal.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan tanaman?
2. Apa yang dimaksud dengan toleran terhadap hama?
3. Bagaimana mekanisme toleran terhadap hama?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Ketahanan Tanaman

Ketahanan atau resistensi tanaman merupakan pengertian yang bersifat


relatif. Untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman sifat tanaman, yang tahan
harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau yang peka.
Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit
bila dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama
yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan,
kehidupan dan perkembangbiakan serangga hama menjadi lebih terhambat bila
dibandingkan dengan perkembangbiakan sejumlah populasi hama tersebut apabila
berada pada tanaman yang tidak atau kurang tahan (S.W Indiati, 2004)

Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli
(terbawa keturunan faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan
yang mendorong tanaman menjadi relatif tahan terhadap serangan hama.
Beberapa ahli membedakan ketahanan tanaman dalam dua kelompok yaitu
ketahanan ekologi dan ketahanan genetik (Kogan, 1982). Ahli lain menganggap
ketahanan ekologi bukan merupakan ketahanan sebenarnya dan disebut ketahanan
palsu atau pseudo resistance sedangkan yang disebut sifat ketahanan tanaman
adalah ketahanan genetik. Hal ini disebabkan sifat ketahanan ekologi tidak tetap
dan mudah berubah tergantung pada keadaan lingkungannya, sedangkan sifat
ketahanan genetik relatif stabil dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan.

Sampai saat ini klasifikasi resistensi genetik menurut Painter yang banyak
diikuti oleh para pakar. Menurut Painter (1951) terdapat 3 mekanisme resistensi
tanaman terhadap serangga hama yaitu 1) ketidaksukaan, 2) antibiosis dan 3)
toleran.
a. Antixenosis/ non preference merupakan sifat tanaman yang menyebabkan
suatu serangga menjauhi atau tidak menyenangi suatu tanaman baik sebagai
pakan atau sebagai tempat peletakan telur. Menurut Kogan (1982) istilah yang
lebih tepat digunakan untuk sifat ini adalah antixenosis yang berarti menolak
tamu (xenosis= tamu). Antixenosis dapat dikelompokkan menjadi penolakan
kimiawi atau antixenosis kimiawidan penolakan morfologi atau antixenosis
morfologik.
b. Antibiosis adalah semua pengaruh fisiologi pada serangga yang merugikan,
bersifat sementara atau tetap, sebagai akibat kegiatan serangga memakan dan
mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Gejala penyimpangan fisiologi
terlihat apabila suatu serangga dipindahkan dari tanaman tidak memiliki sifat
antibiosis ke tanaman yang memiliki sifat tersebut. Penyimpangan fisiologi
tersebut berkisar mulai dari penyimpangan yang sedikit sampai penyimpangan
terberat yaitu terjadinya kematian serangga.
c. Mekanisme resistensi toleran terjadi karena adanya kemampuan tanaman
tertentu untuk sembuh dari luka yang diderita karena serangan hama atau
mampu tumbuh lebih cepat sehingga serangan hama kurang mempengaruhi
hasil, dibandingkan dengan tanaman lain yang lebih peka.

2.2 Toleransi Terhadap Hama

Toleransi ialah satu sifat yang dimiliki oleh tanaman yang mampu
menyembuhkan diri dari kerusakan serangan hama, meskipun jumlah hama yang
menyerang berjumlah sama dengan yang menyerang pada tanaman peka.

Serangga bertipe mulut menggigit-mengunyah menyerang tanaman dengan


cara memakan bagian-bagian yang diserangnya. Oleh karena itu tipe toleransi
yang dapat dihasilkan satu-satunya adalah adanya penggantian atau pertumbuhan
kembali. Pertumbuhan kembali ini sering diperbaiki oleh tingkat kedewasaan
relatif, dimana kerusakan bagian-bagian tanaman terjadi. Pembentukan daun-daun
baru sebagai imbangan daun yang dirusak oleh serangga, masih dapat
mengimbangi hasil produksinya dalam batas-batas tertentu. Hal ini umumnya
dapat dilihat pada varietas-varietas resisten atau yang memiliki resistensi moderat.
Bagi varietas-varietas yang matangnya lambat (umur panjang), kesempatan
menggantikan daun-daun rusak adalah relatif lebih panjang. Hilangnya bagian-
bagian tanaman seperti daun, tunas atau pucuk akibat serangan hama, umumnya
merangsang tanaman itu untuk membentuk bagian-bagian yang baru sebagai
penggantinya. Daya penyembuhan kembali suatu tanaman berbeda menurut
jenisnya. Jagung, gandum atau varietas tanaman lainnya berbeda-beda
kemampuannya untuk menyembuhkan kembali karena serangan uret atau lundi
lainnya. Kemampuan memperbaharui perakara, sehingga dapat berkembang
sempurna kembali mungkin dapat dilakukan. Di samping adanya tunas-tunas
semu (adventitusbuds), juga diperlukan adanya kemampuan memproduser
hormon tumbuh (growth hormone) yang dibutuhkan, subrine atau kalus untuk
menyembuhkan luka-luka. Proses ini sebenarnya amat rumit, hal semacam ini
dimiliki oleh berbagai strain tanaman dalam tingkat-tingkat yang bervariasi, tetapi
hal ini sangat bermanfaat bila dikombinasikan dengan suatu sistem perakaran
yang sempurna (Sodiq, 2009)

Aktivitas serangga yang merusak tanaman dengan jalan menggerek batang


sering kali disusul putusnya batang yang terserang. Toleransi terhadap serangga
penggerek batang sangat ditentukan oleh kekuatan dari pada jaringannya. Lundi
Diabrotica longicornis sangat merusak akar jagung “sweet corn” dan mudah
merobohkannya. Diketemukan bahwa Inbred 291 lebih resisten sifatnya karena
mampu membentuk perakaran yang baru dengan cepat (Walter, 1965).

Beberapa faktor yang mengakibatkan tanaman toleran terhadap serangan


hama, adalah: kekuatan tanaman secara umum, pertumbuhan kembali jaringan
tanaman yang rusak, ketegaran batang dan ketahanan terhadap rebah, produksi
cabang tambahan, pemanfaatan lebih efisien oleh serangga dan kompensasi lateral
oleh tanaman tetangganya. Misalnya, tanaman jagung yang memiliki volume
perakaran yang lebih besar lebih tahan terhadap kumbang akar jagung Diabrotica
virgifera .
2.3 Mekanisme Toleran Terhadap Hama

Untuk mengetahui mekanisme toleransi secara sederhana dapat dilakukan


berdasarkan penampakan tanaman melalui tingkat kerusakan tanaman dengan
menghubungkan dengan populasi. Tanaman yang toleran diasumsikan memiliki
tingkat kerusakan rendah tetapi dapat mendukung populasi yang tinggi (Balitkabi,
2017)

Di Indonesia, salah satu persyaratan untuk melepas varietas unggul baru


adalah memiliki potensi hasil yang sama atau lebih baik dari varietas yang sudah
ada. Apabila varietas baru tersebut tidak memiliki keunggulan hasil, maka
diperlukan keunggulan lain seperti ketahanan terhadap hama. Jika
membandingkan ketiga mekanisme ketahanan yang ada, maka toleransi
merupakan bentuk mekanisme yang memiliki peluang lebih besar untuk
memperoleh varietas unggul baru yang dapat dilepas oleh Pemerintah Indonesia.
Hal ini karena hasil biji yang relatif stabil merupakan kata kunci pada mekanisme
toleransi (Tabel 1).

Penentuan toleransi tanaman terhadap hama biasanya memperhatikan tingkat

serangan yang terjadi. Tingkat keparahan serangan hama dapat dilihat dari
intensitas kerusakan yang ditimbulkan. Pada kasus hama kutu kebul, intensitas
kerusakan daun merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan besar
atau kecilnya serangan hama tersebut (Tabel 2). Hal ini berarti informasi
intensitas kerusakan daun dapat mendukung kesahihan dalam menentukan
toleransi suatu genotipe kedelai terhadap hama kutu kebul.
Pengamatan kerusakan daun dapat langsung dilakukan di lapangan dan lebih
mudah dibandingkan dengan pengamatan trikoma daun, ketebalan daun, jumlah
populasi kutu kebul, siklus hidup kutu kebul, maupun kandungan senyawa kimia
dalam daun yang harus dilakukan di laboratorium. Artinya, pengamatan intensitas
kerusakan daun lebih efektif dan efisien digunakan oleh pemulia tanaman dalam
melakukan seleksi. Di samping itu, intensitas kerusakan daun merupakan karakter
yang diturunkan dari tetua ke keturunannya. Sulistyo et al. (2016) melaporkan
bahwa karakter intensitas kerusakan daun memiliki nilai heritabilitas sedang dan
berkorelasi negatif dengan jumlah polong isi dan bobot 100 biji. Seleksi
berdasarkan intensitas kerusakan daun pada intensitas seleksi 20% akan
memberikan kemajuan genetik sebesar 41,6% (Sulistyo 2016). Oleh karena itu,
intensitas kerusakan daun dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria seleksi dalam
perakitan varietas kedelai toleran terhadap kutu kebul.
 
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketahanan atau resistensi


tanaman merupakan pengertian yang bersifat relatif. Sifat ketahanan yang dimiliki
oleh tanaman dapat merupakan sifat asli (terbawa keturunan faktor genetik) tetapi
dapat juga karena keadaan lingkungan yang mendorong tanaman menjadi relatif
tahan terhadap serangan hama. Beberapa ahli membedakan ketahanan tanaman
dalam dua kelompok yaitu ketahanan ekologi dan ketahanan genetik. Mekanisme
ketahan tanaman dibedakan menjadi 3 yaitu, antixenisis, antibiotis dan toleran.

Toleransi ialah satu sifat yang dimiliki oleh tanaman yang mampu
menyembuhkan diri dari kerusakan serangan hama, meskipun jumlah hama yang
menyerang berjumlah sama dengan yang menyerang pada tanaman peka.
Beberapa faktor yang mengakibatkan tanaman toleran terhadap serangan hama,
adalah: kekuatan tanaman secara umum, pertumbuhan kembali jaringan tanaman
yang rusak, ketegaran batang dan ketahanan terhadap rebah, produksi cabang
tambahan, pemanfaatan lebih efisien oleh serangga dan kompensasi lateral oleh
tanaman tetangganya. Misalnya, tanaman jagung yang memiliki volume perakaran
yang lebih besar lebih tahan terhadap kumbang akar jagung Diabrotica virgifera .
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.A., J.S. Munarso, dan D.S. Damardjati. 2004. Ekonomi kualitas
beras dan selera konsumen. Dalam Kasryno F. et al. (Ed.). Ekomomi
Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta
Apri Sulistyo Dan Alfi Inayati. 2016. Mechanisms of antixenosis, antibiosis, and
toleranceoffourteensoybean genotypesin responseto whiteflies(Bemisia
tabaci). B I O D I V E R S IT A SISSN:1412-033XVolume 17,
Number2, October 2016E-ISSN:2085-4722Pages:447-
453DOI:10.13057/biodiv/d170207.
Baehaki, S.E. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam
perspektif praktek pertanian yang baik (good agricultural practices).
Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1): 6578.
Balitkabi. 2017. Intesitas kerusakan daun, kriteria seleksi ketahanan kedelai
terhadap kutu kebul.
https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/infotek/intensitas-kerusakan-
daun-kriteria-seleksi-ketahanan-kedelai-terhadap-kutu-kebul
Iswanto, E.H., U. Susanto, dan A. Jamil. 2015. Perkembangan dan tantangan
perakitan varietas tahan dalam pengendalian wereng coklat di Indonesia.
J. Litbang Pert. 34(4): 187193.
Kogan, M. 1975. Plant Resistence in pest management. In. R.L. metcalf and W.
Luckmann (Eds). Intrudation to insec pest management. John wilwy dan
sons, inc, new York. P.103-146
Moch. Sodiq. 2009. Ketahanan Tanaman Terhadap Hama.Upn Press. Isbn:
9789793100531.
Painter. R.h. 1951. Insect Resistence in crop plant the maemilan Co., New York.
520 pp
S.W. Indiati. 2004. Penyaringan dan mekanisme ketahanan kacang hijau MLG-
716 terhadap thrips. Jurnal litban pertanian (23,3)
Siburea, H., E. Yurisithae, dan N. Kusrini. 2014. Proyeksi produksi beras dan
strategi mewujudkan swasembada beras di Kabupaten Ketapang. J.
Social Econ. Agric. 3(1): 5864.

Anda mungkin juga menyukai