Malam,
Temaram,
Dingin dan sunyi menjelma kerinduan.
Mengingatkan lagi tentangmu yang membawaku pada derasnya hujan.
Malam ini ku biarkan ruang memori bekerja mundur.
Memutar kembali segala kenangan manis di dalamnya.
Tentang kamu, yang membuatku tak bisa tidur semalaman.
Aku menemukannya, dalam hening sepertiga malam yang ku pinta pada Tuhan.
Dia datang menyelinap masuk ke sela-sela ruangku mengadu.
Manis sekali saat pertama kali menyapa.
Membuatku tak ragu mempersilahkannya.
Detik demi detik ku rekam jelas senyumnya di ingatanku saat berbagi tawa.
Indah, sangat indah, senyumnya bagaikan candu, seperti kopi yang selalu ku minum setiap
malam.
Dia datang sebagai penawar.
Dia mengubah warna di hidupku, yang semula hanya berwarna abu-abu menjadi sekumpulan
merah jambu.
Dia mewarnai kanvas hidupku dengan warna-warni cinta.
Dia mengembalikan bahagiaku yang sempat hilang.
Dia memberi ketenangan di saat aku membutuhkan.
Dia sosok terhebat yang pernah ada.
Karenanya purnamaku kembali utuh.
Adanya saat itu membuatku tak ingin menjauh.
Hingga, di saat aku tak terjaga, aku tersadar.
Senyumnya hanyalah semu.
Tawanya hanyalah gurau.
Hadirnya kala itu sebatas keraguan.
Dan halu ku padanya terlampau sangat jauh.
Dia hanya singgah sebentar, memberi kenyamanan kemudian berlalu disaat aku mulai
sayang.
Entah, mencari pelabuhan ke mana lagi setelah dariku.
Dia mengambil separuh hatiku dan tak sempat dikembalikan.
Adakah yang tak di suka dariku sehingga pergi begitu saja setelah menemukan persinggahan?
Aku semakin kalut dibuatnya.
Aku hilang arah.
Kepergiannya yang tiba-tiba menimbulkan tanda tanya.
Aku sudah terlanjur, terbuai oleh euforianya.
Kita pernah sejalan, kita pernah membangun mimpi bersama, kita pernah berbagi tawa,
bahkan saling menghapus luka.
Tapi semua itu berakhir pada sebatas kata pernah.
Kamu, masa lalu yang mengajarkan arti kebahagiaan.
Terima kasih...
Sudah memberi sedikit warna dihidupku.
Telah memberi harapan, meski berujung perpisahan.
Terima kasih teruntuk kamu yang dulu mampu membuatku terbang berkali-kali.
Jatuh cinta bertubi-tubi.
Hingga ketika aku merasakan sakit yang teramat.
Itu disebabkan karena harapan yang ku buat.
Terima kasih sekali lagi.
Kamu tetap yang terindah, yang tak bisa ku miliki sepenuhnya.