Anda di halaman 1dari 7

Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

Tindak pidana di bidang perbankan atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan perbankan
adalah segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
dalam menjalankan usaha bank, sehingga terhadap perbuatan tersebut dapat diberlakukan
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pidana baik pidana umum maupun
pidana khusus. Tindak pidana di bidang perbankan menyangkut perbuatan yang berkaitan
dengan perbankan dan diancam pidana, baik pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan
atau UndangUndang Perbankan Syariah, dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Contoh peraturan perundang-undangan tersebut antara lain Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), UndangUndang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (UU TPPU), Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme (UU TPPT), atau Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) yang melibatkan bank1.

1. Tindak Pidana Pasar Modal


Kebijakan formilatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TTPM) diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentangPasar Modal (selanjutnya disebut UUPM),
pada bab XV tentang ketentuan pidana (pasal 103-110). Menurut pasal 110, TTPM
terdiridari dua kelompok jenis tindak pidana, yaitu:
a. TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dakam pasal 103 Ayat (1), pasal 104, pasal
106, dan pasal 107;
b. b.TPPM yang berupa “pelanggaran”, diatur dalam pasal 103 Ayat (2), pasal 105, dan
pasal 109.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Tindak Pidana Pasar Modal secara singkat dapat
didefinisikan sebagai, segala perbuatan yangmelanggar ketentuan-ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Pasar Modal.

Adapun peran bank dalam kegiatan pasar modal adalah:

a. Bank sebagai kustodian, yaitu sebagai pihak yang memberikan jasapenitipan Efek dan harta
lain yang berkaitan dengan Efek serta jasalain, termasuk menerima dividen,
1
OJK, Pahami & Hindari “Buku Memahami Dan Menghindari Tindak Pidana Perbankan (Sesuai UU Perbankan
Syariah), (Jakarta: OJK, 2008), h., 3-4.
bunga, dan hak-hak lain,menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang
rekeningyang menjadi nasabahnya;
b. Bank sebagai wali amanat, yaitu sebagai pihak yang mewakilikepentingan
pemegang Efek yang bersifat utang.Berdasarkan peranannya dalam kegiatan pasar
modal, maka bank akan menjadi subjek TPPM jika:
1) Melanggar pasal 43 UU Pasar Modal, yaitu menyelenggarakankegiatan
usaha sebagai custodian tanpa persetujuan Bapepam;
2) Melanggar pasal 50 UU Pasar Modal, yaitu menyelenggarakanusaha
sebagai wali amanat yang tidak terdaftar di Bapepam.Pasal 103 Ayat (1)
UU Pasar Modal menyebutkan bahwaSetiap Pihak yang melakukan
kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal
34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, danPasal 64 diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahundan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundrying)


Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) secara populer dapat
dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakanatau melakukan perbuatan
lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organized crime maupun
individu yangmelakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotik dan tindak
pidanalainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang
berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai
uang yang sah tanpa terdeteksi bahwauang tersebut berasal dari kegiatan ilegal.

3. Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT)


Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 terdapat definisi secara langsung mengenai
tindak pidana pendanaan terorisme sebagaimana diuraikan pada Pasal 1 angka 1, yang
menyebutkan bahwa Pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka
menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan
digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.
4. Adapun rumusan lengkap tindak pidana pendanaan pencucian diuraikan pada Pasal 4
yakni setiap orang yang dengan sengaja menyediakan, meng Tindak Pidana Korupsi
Yang Berkaitan dengan Bank
umpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak
Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak
pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) didalam Pasal 5
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk
melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dipidana karena melakukan tindak pidana
pendanaan terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
serta didalam Pasal 6 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
merencanakan, mengorganisasikan, atau menggerakkan orang lain untuk melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana karena melakukan tindak
pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Tindak pidana pendanaan terorisme juga terdapat dalam UndangUndang No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
yaitu dalam Pasal 2 ayat (2), yang berbunyi bahwa Harta Kekayaan yang diketahui atau
patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung
untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n. Pasal 2 ayat (1) huruf n
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 mengacu pada tindak pidana asal berupa tindak
pidana terorisme.

Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang merajalela di Indonesia. Tindak
pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang sangat kompleks. Dari sudut politik,
korupsi menjadi faktor pengganggu dan mengurangi kredibilitas pemerintah. Dari sudut
ekonomi, korupsi merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kerugian keuangan
negara dalam jumlah besar. Dari sudut budaya, korupsi merusak moral dan karakter
bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur2.
Adanya doktrin perseroan membuat terpisahnya kekayaan antara negara sebagai
pemberi modal dengan kekayaan badan hukum sebagaimana diatur dalam Undang –
Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang – Undang Nomor
19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Hal tersebut membuat
pertanggungjawaban negara hanya sebatas kepemilikan modal. Namun, kekayaan yang
terpisah tersebut termasuk pada ruang lingkup keuangan negara sebagaimana diatur
dalam Pasal 2 huruf g Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara. Sehingga kerugian yang dialami oleh lembaga perbankan milik negara dapat
berimplikasi menjadi kerugian keuangan negara.
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 2 dan 3 Undang – Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan dasar hukum
yang mengatur korupsi berkaitan dengan kerugian negara. Kerugian negara mutlak harus
dibuktikan sebagaimana ditekankan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
25/PUU-XIVI2016 yang menyatakan kata “dapat” dalam pasal tersebut  bertentangan
dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Kerugian negara
pada lembaga perbankan milik negara erat kaitannya dengan fungsi bank sebagai
penyalur dana kepada masyarakat (lending). Sebagai contoh dalam praktiknya, jika
terdapat orang yang dengan sengaja dan melawan hukum bersama-sama dengan oknum
dari bank memanipulasi data calon penerima kredit sehingga tidak terdapat agunan yang
dapat dilelang ketika terjadi gagal bayar, maka telah terjadi kerugian negara.

Contoh Kasus Tindak Pidana Perbankan

1. Contoh Kasus Aparat Penegak Hukum Memaksa Bank untuk Membuka Rahasia
Bank tanpa Disertai Surat Izin OJK

2
Syahril, Mohd. Din, Mujibussalim, PENERAPAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERBANKAN, Syiah Kuala Law Journal (Banda Aceh: Fakultas Hukum Universtas
Syiah Kuala, 2017), h., 17.
Ali melapor kepada Aparat Penegak Hukum (APH) karena telah menjadi korban
penipuan investasi online yang ditawarkan oleh PT. Jaya Investasiku dan telah
mengirimkan sejumlah uang ke rekening tabungan atas nama Ali di Bank Berkah
Syariah. APH menindaklanjuti laporan korban dengan segera datang ke Bank Berkah
Syariah untuk meminta informasi rekening tabungan atas nama Ali dalam rangka
pengamanan uang yang sudah terlanjur dikirim. Pada saat datang ke Bank Berkah
Syariah, APH tersebut hanya membawa surat tugas dari atasannya tanpa disertai surat
izin pembukaan rahasia bank dari OJK. Bank Berkah Syariah tidak berani memberikan
informasi terkait data nasabah penyimpan dan/atau simpanannya atas nama Ali tersebut
tanpa adanya surat izin pembukaan rahasia bank dari OJK. APH merasa tidak dihargai
dan menganggap Bank Berkah Syariah mempersulit proses penanganan tindak pidana,
sehingga APH memaksa dan menekan pegawai Bank Berkah Syariah untuk memenuhi
permintaannya.
Atas kejadian dimaksud, sebagai bentuk penyelesaiannya adalah Bank Berkah
Syariah berhak melaporkan APH tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tindakan yang dilakukan APH tersebut dapat dikategorikan sebagai pihak yang dengan
sengaja memaksa bank untuk memberikan keterangan tanpa membawa perintah
tertulis atau izin dari OJK, sehingga melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 60
ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah yaitu “Anggota direksi, komisaris, pegawai
Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, atau Pihak Terafiliasi
lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah)”.
2. Contoh Kasus Pegawai Menerima Dana Imbalan dari Nasabah
Sakti merupakan pengusaha tambak udang yang seringkali mengalami pasang
surut usaha. Dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, Sakti tercatat
pernah memiliki pembiayaan macet namun telah diselesaikan dengan penjualan Agunan
Yang Diambil Alih (AYDA). Hal tersebut menyebabkan Sakti memiliki riwayat
pembayaran pembiayaan (track record) yang buruk dan berdampak pada pengajuan
pembiayaan di masa yang akan datang. Pada saat akan membeli tambak udang yang baru,
Sakti membutuhkan tambahan modal sebesar Rp800.000.000,00. Sakti kemudian
menghubungi Gading, Kepala Cabang Bank Syariah Jaya, untuk mengajukan fasilitas
pembiayaan musyarakah. Menyadari bahwa Sakti memiliki track record merah dalam
SLIK, Sakti menawarkan imbalan kepada Gading sebesar Rp40.000.000,00 apabila
Gading menyetujui pengajuan permohonan pembiayaannya. Karena diiming-imingi
imbalan tersebut, akhirnya Gading menyetujui permohonan tersebut dan meminta
pegawainya untuk mencairkan pembiayaan Sakti.
Tindakan Gading tersebut dapat dikategorikan sebagai pegawai bank yang
menerima suatu imbalan, komisi, uang untuk keuntungan pribadinya dalam rangka
fasilitas pembiayaan musyarakah oleh bank, sehingga melanggar Pasal 63 ayat (2) huruf
a Undang-Undang Perbankan Syariah dan diancam dengan hukuman pidana sebagaimana
diatur dalam pasal tersebut. Adapun bunyi pasal Pasal 63 ayat (2) huruf a “Anggota
dewan komisaris, direksi, atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang dengan sengaja:

a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui


untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang
tambahan, pelayanan, uang, atau barang berharga
untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka:
1. mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi
orang lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas penyaluran dana dari Bank
Syariah atau UUS;

2. melakukan pembelian oleh Bank Syariah atau


UUS atas surat wesel, surat promes, cek dan
kertas dagang, atau bukti kewajiban lainnya;

3. memberikan persetujuan bagi orang lain untuk


melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas
penyaluran dananya pada Bank Syariah atau
UUS

maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3


(tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).

Anda mungkin juga menyukai