Anda di halaman 1dari 5

Kompetisi vs kolaborasi

oleh: Iin Indrawati


Widyaiswara Madya PPSDM

Apakah Anda pernah mengalami suatu kondisi dimana Anda mencapai suatu
keberhasilan yang Anda perjuangkan, tetapi teman-teman Anda membicarakan
berbagai hal negatif tentang Anda? Bagaimana reaksi Anda? Apakah Anda hanya
akan mengatakan: ‘mereka hanya iri, iri tanda tak mampu!’. Mungkin ada benarnya
apa yang Anda katakan karena apapun yang kita kerjakan, akan selalu ada yang
tidak suka dengan kita. Namun demikian, ada baiknya kalau Anda juga menengok
apa saja yang telah Anda lakukan untuk pencapaian Anda tersebut. Barangkali ada
yang salah. Salah satu kemungkinannya adalah, cara Anda meraih keberhasilan itu
yang membuat Anda menjadi bahan pembicaraan. Mungkin Anda lebih
mementingkan kompetisi dibandingkankan dengan kolaborasi.
Salah satu budaya yang selama ini berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi, baik di dalam
kehidupan orang-per-orang maupun di dalam organisasi, adalah budaya kompetisi.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, kompetisi adalah kata
kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali
ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau
with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan
keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas
mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau
kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari
struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang
antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek
yang sama. Sedangkan dalam istilah biologi, kompetisi berarti persaingan dua
organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan
kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu
kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal

1
ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2) Kompetisi makanan yaitu kompetisi
untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal, yaitu kompetisi
pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal yaitu kompetisi
pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat positif atau
negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat negatif bagi
keduanya.
Dari sudut pandang biologi, kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan
dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi
ledakan populasi hewan yang berkompetisi. Dalam kehidupan sehari-hari pun
nampaknya kita sudah terbiasa dengan kompetisi ini. Bukankah kita lahir ke dunia

pun melalui kompetisi?


Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah dalam semua bidang kehidupan
kita harus berkompetisi? Tentu saja kalau di bidang olah raga, kita memang harus
berkompetisi secara terbuka untuk meraih kemenangan karena memang itu
tujuannya, tetapi apakah kita juga harus berkompetisi untuk sesuatu yang
sebenarnya bukan kompetisi? contohnya apakah kita ingin selalu terlihat lebih
unggul daripada orang lain dalam kegiatan diskusi, rapat, perbincangan bersama
teman, atau bahkan sampai berkendara di jalan raya? Bagaimana dengan kompetisi
di bidang lain? bisnis misalnya. Atas nama kompetisi, apakah kita harus membuat
sebuah perusahaan bangkrut dan melihat ribuan pegawai kehilangan pekerjaannya?
Kompetisi berarti persaingan, maka hasilnya adalah kemenangan dan kekalahan.
Dalam skala kecil di lingkup organisasi, mereka yang kalah dalam
berkompetisi harus rela kehilangan kedudukan, jabatan atau pekerjaannya.
Dalam budaya kompetisi, jargon yang digunakan adalah keunggulan
kompetitif. Untuk menang, mutlak diperlukan keunggulan dan bukan sekedar
keunggulan, tetapi keunggulan yang sulit untuk ditiru dan membuat semua lawan
tidak berkutik. Ketika kompetisi hanya diartikan sebagai menang dan kalah, akan
melahirkan amarah, dendam, kebencian, juga menimbulkan depresi.
Hidup adalah serangkaian perjalanan dari pemenuhan keinginan atau
pencapaian keberhasilan. Bagaimana seseorang memaknai keberhasilannya akan
menentukan apakah yang dicapainya itu menjadi bahan pembicaraan yang positif
atau yang negatif, menjadi berkah atau masalah. Keberhasilan mengandung dua
makna, yaitu hasil dan proses. Kalau Anda lebih mementingkan hasil, maka proses
untuk memperolehnya bisa dilakukan dengan cara apa saja. Sebaliknya kalau hasil
bukanlah segala-galanya bagi Anda, proses memperoleh keberhasilan akan
dilakukan secara beretika. Dengan demikian, ketika suatu pencapaian keberhasilan
menghasilkan atau menimbulkan kemarahan, kekecewaan atau pembicaraan yang
negatif dari banyak orang, mungkin yang harus kita periksa adalah prosesnya.
Dalam kompetisi selain untuk perlombaan olah raga, kompetisi tidak
didasarkan pada perencanaan dan aturan main yang disepakati semua pihak,
melainkan terjadi begitu saja, sangat subjektif dan perpotensi untuk menyakiti atau
menyinggung perasaan orang lain. Dalam kompetisi seperti ini, semua orang hanya
menginginkan kemenangannya sendiri, mencari selamat sendiri. Meskipun kita bisa
menetapkan aturan untuk berkompetisi secara sehat, ada cara lain yang menurut
penulis lebih baik, yaitu berkolaborasi.
Dibandingkan dengan kompetisi, kolaborasi lebih menjanjikan keberhasilan
bersama yang berkesinambungan karena di dalam kolaborasi semua orang adalah
partner yang sama-sama memberi kontribusi penting untuk untuk mencapai
keberhasilan sejati, keberhasilan yang dirasakan oleh seluruh pemangku
kepentingan (Jede Kuncoro, 2007: x)

Wikipedia mendefiniskan kolaborasi sebagai


‘working with each other to do a task’. Dalam kolaborasi kita akan mendapatkan
gabungan kekuatan yang luar biasa, tak terbatas, dan pasti lebih mampu memenuhi
keinginan pemangku kepentingan, daripada jika kita berusaha sendiri. Dengan kata
lain, terjadi sinergi. Selain itu ada kerjasama tim, keselarasan, saling mendukung
dan saling menghargai. Berkolaborasi juga dapat mengubah cara pandang kita
terhadap orang lain. Kita memandang orang lain sebagai kawan seperjuangan,
bukan sebagai lawan yang harus dikalahkan. Pada hubungan kolaborasi, terdapat
kesempatan untuk bekerja sama yang lebih banyak, terjadi penyebarluasan
perintah, terdapat pemahaman dan solidaritas pada setiap orang yang terlibat, serta
terjadi komunikasi yang intensif. Di dalam kolaborasi tidak ada pihak yang menang
dan yang kalah. Keberhasilan adalah kemenangan bersama.
Bagaimana kita berkolaborasi? Penulis memberikan sebuah contoh pada
sebuah fakultas, perguruan tinggi X yang sedang mempunyai program memberikan
materi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terbaru yaitu SAK tentang Instrument
Keuangan. Materi diberikan kepada para mahasiswa dan kepada pihak luar
(swasta/negeri) yang membutuhkan. Dari beberapa orang pengajar yang ada pada
fakultas itu hanya ada satu orang yang telah menguasai SAK tersebut, sebut saja
namanya A, karena kebetulan ia pernah mengikuti pelatihan dan mempraktekannya
pada beberapa bank/lembaga keuangan. Apa yang harus dilakukan oleh fakultas
untuk mengatasi kelangkaan pengajar SAK tersebut? Tentu saja, ia dapat
mengirimkan para pengajar yang lainnya untuk mengikuti pelatihan dengan biaya
yang mahal. Alternatif lainnya adalah pengajar yang sudah menguasai materi,
mengajarkan ilmunya kepada rekan-rekannya, karena tidaklah mungkin ia
mengajarkan materi itu sendirian. Bila datang permintaan dari luar (swasta), untuk
sementara mungkin orang yang sudah mahirlah yang diberi tugas mengajar. Bila A
sedang mendapat tugas mengajar di fakultas dan tiba-tiba mendapat permintaan
dari luar, maka rekan-rekannya dapat mengganti peran mengajar di fakultasnya. Ke
depannya kalau ada permintaan lagi dari swasta/luar, dapat diatur giliran untuk
mengajar di luar. Dengan cara seperti ini, fakultas dapat menghemat uang
pelatihan, para pengajar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan berbagi ilmu, dan
benturan kepentingan antar pengajar yang memberi materi di dalam fakultas dengan
yang luar dapat diminimalkan. Tidak ada yang akan merasa dikalahkan, karena ilmu
kalau diajarkan tidak akan pernah berkurang
Bagaimana bila budaya kompetisi sudah terlanjur melekat pada diri
seseorang? Dalam hal ini, yang harus diubah adalah pola pikirnya, yaitu pola pikir
bahwa kolaborasi jauh lebih baik daripada kompetisi yang kemudian diikuti dengan
perubahan perilakunya. Hal ini bisa dimulai dengan sikap mental berupa kesediaan
untuk bekerja sama dan mendukung orang lain, bekerja demi berfungsinya sebuah
sistem dan berpikir demi kepentingan yang lebih luas, yaitu organisasi. Ketika
menghadapi persaingan antarrekan kerja, kita hendaknya mulai bertanya apakah
persaingan ini sesuai dengan prinsip kolaborasi? apakah akan membawa manfaat
bagi oranisasi atau justru merugikan? Kita menunjukkan kepada setiap orang bahwa
kita telah memilih kolaborasi sebagai bagian dari gaya hidup kita.

DAFTAR PUSTAKA

Magin, Michael 2004. Making TEAMS Work 24 Poin Penting Seputar Kesuksesan
dalam Kerja sama. Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. McGraw-Hill
Companies. New York.

Kuncoro Jede. 2007. From Competing to Collaborating. PT Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Kompetisi
http://en.wikipedia.org/wiki/Collaboration

Anda mungkin juga menyukai