Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK

KEWARGANEGARAAN

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4
1.CRISTLIA THIA APRINE TONDONDAME (210211060221)
2.EAUGGELION OKTAVIANI LUMINTAN (210211060233)
3.NOVRY GREGORIOS KODOATIE (210211060163)
4.PANGDAM R SETIAWAN (210211060061)
5.VIOCHELLO CHANDRA PELENGKAHU (210211060147)

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ELEKTRO
PRODI INFORMATIKA
2021
Tugas
1.    Anda identifikasi sebuah masalah bangsa yang dapat diantisipasi melalui pendidikan
kewarganegaraan. Apakah masalah itu muncul dari perkembangan IPTEKS, tuntutan dan
kebutuhan masyarakat, ataukah tantangan global saat ini

2.    Kumpulkanlah data dan informasi untuk mendeskripsikan lebih lanjut tentang masalah
tersebut

3.    Kemukakan program pendidikan kewarganegaraan seperti apa yang dapat dilakukan


guna mengantisipasi masalah tersebut

4.    Susunlah bentuk program tersebut secara tertulis

1. Masalah Toleransi Di Indonesia


Semboyang Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda tetapi satu jua yang
menandakan bahwa warga Negara Indonesia menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan sesuai dengan Pancasila. Selain itu Indonesia merupakan salah satu negara
dengan multikultural terbesar. Sesuai dengan Permendagri No.56 Tahun 2015 tentang
kode dan data wilayah administrasi Pemerintahan Per-Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan seluruh Indonesia bahwa terdapat 34 Provinsi. Lebih dari 1.340 suku yang
ada di Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia hidup di dalam
Unity in Diversity. Kata tersebut bermakna persatuan didalam perbedaan. Maka dari
itu Indonesia juga merupakan negara di mana fondasi utama untuk hidup adalah
agama yang terkandung dalam sila Pancasila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa. Agama yang ada di Indonesia Kristen Katolik, Protestan, Budha, Hindu, Kong
Hu Cu dan Islam. Keberagaman budaya di Indonesia merupakan kenyataan yang
historis dan sosial. Keunikan budaya yang beragam ini memberikan implikasi pola
pikir, tingkah laku dan karakter pribadi masing-masing sebagai sebuah tradisi yang
hidup dalam masyarakat dan daerah.
Toleransi didefinisikan oleh Sullivan, Pierson dan Marcus yang dikutip oleh
Saiful Mujani (2007:162) “a willingness to put up with those things one rejects or
opposes”, yakni kesediaan untuk menghargai, menerima atau menghormati segala
sesuatu yang ditolak atau ditentang seseorang. Suyati Sidharta (2009:14) menuliskan
toleransi merupakan kualitas sikap membiarkan adanya adat-istiadat dan perilaku
orang lain yang berbeda dengan dirinya. Secara etimologi, toleransi adalah suatu
bentuk kesabaran, ketahanan emosional, serta kelapangan dada yang dimiliki
seseorang. Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi diartikan sebagai sikap
atau sifat menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian seseorang baik itu
pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb yang berbeda atau yang
bertentangan dengan pendiriannya. Kata “Toleransi” berasal dari Bahasa Belanda
yaitu “Tolerante” yang kata kerjanya adalah “Toleran”. Kata “Toleransi” juga berasal
dari Bahasa Inggris yaitu “Tolerance” yang berarti membiarkan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Toleransi berarti bersikap atau bersifat menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan, pendirian, pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya.
Sehingga pada intinya, toleransi berarti bersifat atau bersikap menghargai. Sikap
toleransi ini sudah seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia mengingat
Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari beragam etnis, suku bangsa,
bahasa, budaya, adat istiadat dan agama. Indonesia menganut sistem demokrasi,
Kevin Osborn menyatakan bahwa toleransi merupakan salah satu pondasi terpenting
dalam demokrasi (Osborn, 1993:11).
Toleransi sosial merupakan sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman
latar belakang, pandangan, dan keyakinan antar sesama masyarakat di dalam
lingkungan sosial. Zainal Asril (2010:77) memberikan pemahaman mengenai
penguatan merupakan respon terhadap tingkah laku positif yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Sehingga, penguatan dapat
diartikan pula sebagai bentuk penghargaan yang tidak selalu berwujud materi
melainkan bentuk kata-kata, senyuman, anggukan maupun sentuhan. Dari pengertian
yang diberikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa penguatan toleransi sosial
adalah respon terhadap tingkah laku positif tindakan yang menghargai keberagaman
latar belakang, pandangan, dan keyakinan antar sesama masyarakat di dalam
lingkungan sosial yang dapat membuat terulang tindakan toleransi tersebut karena
dianggap baik.
Data Toleransi Menurut Undang-Undang
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945: ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan.
Undang-Undang Nomor 39/1999 Pasal 22 : tentang Hak Asasi Manusia. Hak atas rasa aman
adalah hak konstitusional setiap warga negara yang harus
dipenuhi oleh negara. Pun dengan hak atas kebebasan
berkeyakinan dan beragama
Pasal 29 UUD 1945 : (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.

Akar permasalahan terjadinya intoleran


Karena kurangnya pemahaman dan pemaknaan tentang adanya sebuah toleransi, Stev
(2013:56) menuliskan bahwa kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama di
Indonesia ditimbulkan oleh kekerasan karena perbedaan pemahaman dalam nilai-nilai
yang menjadi pertentangan umat manusia. Valinda (2017:18) menambahkan bahwa di
dalam kelompok masyarakat Indonesia, konflik dapat disebabkan karena faktor harga
diri dan kebanggaan kelompok terusik. Kemudian adanya perbedaan pendirian atau
sikap, perbedaan kebudayaan dan benturan kepentingan juga ikut menjadi timbulnya
konflik. Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. Manusia
sebagai mahluk sosial harus bergaul bukan hanya dengan kelompok sendiri tetapi juga
dengan kelompok lainnya. Toleransi harus didukung oleh cakrawala pengetahuan
yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama. Abu Hapsin,
Komarudin dan M. Arja Imroni (2014) menuliskan bahwa faktor penyebab terjadinya
konflik yang menimbulkan intoleransi dikarenakan pluralisme dan diskriminasi.
Untuk itu penting sebagai warga negara Indonesia untuk menjaga kerukunan
beragama. Akses teknologi yang mudah membuat masyarakat semakin antusias dalam
mengomentari dan melakukan share kembali isu-isu agama. Sejak republik ini
terbentuk, kekerasan dan konflik semakin meningkat. Di era global saat ini hadirnya
nilai-nilai budaya generasi millenial, seseorang memerlukan pengendali yang kuat
agar mampu memilih dan memilah nilai-nilai yang secara bebas ditawarkan. Untuk itu
kita perlu pemahaman terhadap sikap toleransi
Hubungan Dengan Pendidikan Kewarganegaraan
Hubungan dengan Pendidikan Kewarganegaaran yaitu:
Adanya pelangaraan hak dan kewajiban kita sebagai masyarakat di mana
kurangnya
sikap menghargai dan menghormati sesama terlebih antar umat beragama dan
melanggar
landasan ideologi kita yaitu Pancasila dan UUD 1945

2. Mencari data
Pelanggaran-pelanggaran Toleransi Di Indonesia
1) Tahun 2020, terjadi 180 peristiwa pelanggaran KBB, dengan 422 tindakan.
Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah peristiwa menurun tipis, yang mana
pada 2019 terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB, namun dari sisi tindakan
melonjak tajam dibandingkan sebelumnya yang ‘hanya’ 327 pelanggaran.
2) Peristiwa pelanggaran KBB di tahun 2020 tersebar di 29 provinsi di Indonesia
dengan konsentrasi pada 10 provinsi utama yaitu Jawa Barat (39), Jawa Timur
(23), Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9),
Sulawesi Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera
Barat (5). Tingginya jumlah kasus di Jawa Barat hampir setara dengan jumlah
kumulatif kasus di 19 provinsi lainnya.
3) Peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan mengalami fluktuasi di
setiap bulannya sepanjang tahun 2020, seperti pada bulan Januari (21), Februari
(32), Maret (9), April (12), Mei (22), Juni (10), Juli (12), Agustus (13), September
(16), Oktober (15), November (10), dan Desember (8). Angka peristiwa yang
tertinggi dan drastis terjadi pada bulan Februari 2020. Mengacu pada detail
peristiwa yang dicatat, tren pelarangan perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine’s
Day) di sejumlah daerah menjadi pemicu meningkatnya intoleransi.
4) Dari 422 tindakan yang terjadi, 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara.
Sementara 184 di antaranya dilakukan oleh aktor non-negara. Hal itu
menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan tindakan pelanggaran oleh aktor
negara tahun lalu berlanjut. Tindakan tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara
adalah diskriminasi (71 tindakan), sedangkan tindakan tertinggi oleh aktor non
negara adalah intoleransi (42 tindakan). Melihat potret tindakan aktor negara dan
non negara, tampak bahwa pandemi menjadi lahan subur bagi terjadinya
diskriminasi dan intoleransi.
5) Konfigurasi aktor negara dan aktor non negara pelaku pelanggaraan KBB tidak
banyak berubah. Pada kategori aktor negara, Pemerintah Daerah dan Kepolisian
menjadi pelaku pelanggaran tertinggi dengan masing-masing 42 tindakan.
Sedangkan aktor non negara tertinggi adalah kelompok warga (dengan 67
tindakan) dan ormas keagamaan (dengan 42 tindakan). Sedangkan kelompok
korban pelanggaran KBB tahun 2020 terdiri dari warga (56 peristiwa), individu
(47), Agama Lokal/Penghayat Kepercayaan (23), Pelajar (19), Umat Kristen (16),
Umat Kristiani (6), Aparatur Sipil Negara (4), Umat Konghucu (3), Umat Katolik
(3), Umat Islam (3), Umat Hindu (3), Umat Buddha (2), dan Ormas keagamaan
(2).
6) Sebanyak 24 rumah ibadah mengalami gangguan di tahun 2020 yang terdiri atas
Masjid (14), Gereja (7), Pura (1), Wihara (1), dan Klenteng (1). Umat Islam
menjadi pihak yang paling banyak mengalami gangguan terkait rumah ibadah.
Namun perlu dicatat bahwa yang paling banyak mendapatkan gangguan adalah
tempat ibadah umat Islam dari madzhab atau golongan yang oleh kelompok
pelaku dianggap berbeda dari mainstream. Kasus-kasus terkait rumah ibadah
seharusnya segera diselesaikan mengingat adanya urgensi kesehatan masyarakat
selama pandemi COVID-19, bukan malah ditunda lebih lanjut. Kasus penghentian
pembangunan, penyegelan, dan perusakan masjid, gereja, dan klenteng sebagian
besar disebabkan oleh produk kebijakan yang diskriminatif, intoleransi
masyarakat sekitar, dan konflik internal kepengurusan rumah ibadah.
7) Terdapat 32 kasus pelaporan penodaan agama yang dilakukan oleh aktor non-
negara. Sebanyak 27 di antaranya ialah berbasis daring yang berpotensi
disebabkan oleh adanya pandemi COVID-19 yang membuat orang menjadi
memiliki waktu luang lebih banyak untuk menggunakan sosial media karena
dirumahkan. Pelaporan berbasis daring ini dilakukan terhadap konten yang
dianggap sesat pikir, menghina tokoh agama, bermuatan kebencian, dan bercanda
yang melecehkan. Selain yang berbasis daring, kasus pelaporan penodaan agama
juga masih terjadi di kalangan masyarakat utamanya karena dianggap
menyimpang dari mahzab mayoritas dan penistaan. Dari semua kasus ini, 17
kasus di antaranya berujung penangkapan, dan 10 di antaranya dikenakan sanksi
pidana berupa denda dan kurungan. Para tahanan nurani ini biasanya dijerat oleh
UU PNPS, UU KUHP, UU ITE, dan UU Ormas. Padahal, beberapa Pasal di UU
ITE merupakan ‘pasal karet’ yang multitafsir dan tidak memberikan jaminan
kepastian hukum (lex certa).
8) Setara Institute mencatat 32 kasus terkait pelaporan penodaan agama, 17 kasus
penolakan pendirian tempat ibadah, dan 8 kasus pelarangan aktivitas ibadah.
Kemudian, 6 kasus perusakan tempat ibadah, 5 kasus penolakan kegiatan dan 5
kasus kekerasan.

3. Program Pendidikan Kewarganegaraan Yang Akan Dilakukan


Yang akan dilakukan guna mengatasi masalah toleransi di Indonesia yaitu dengan
cara:
a. Memperbaiki Pendidikan karakter bangsa
b. Menyelenggarakan Pendidikan Mental dan Pendidikan nasional
c. Memberikan pemahaman tentang Toleransi
d. Memperkuat Pendidikan kewarganegaraan
e. Memberikan sosialisasi tentang pentingnya Toleransi

4. Susunan Program
1. Memperbaiki pendidikan karakter bangsa : melalui pendidikan karakter bangsa
Indonesia dapat di ajarkan tentang pentingnya karakter berbangsa  dan bernegara.
Sejalan dengan perkembangan perkembangan zaman, pendidikan dilaksanakan
secara sistematis dalam bentuk formal di sekolah maupun seperti di era covid-19
ini pendidikan di laksanakan secara daring atau online.
2. Menyelenggarakan Pendidikan mental dan Pendidikan nasional:
menyelenggarakan Pendidikan Mental yaitu dengan perbaikan mental dan
menyadarkan para penerus bangsa bahwasannya setiap manusia memiliki HAM,
jadi kita tak perlu membatasinya hanya karena agama, suku, dan budaya sehingga
setiap masyarakat memiliki sikap toleransi. Pendidikan nasional yakni
meningkatkan, memperluas, dan memantapkan usaha penghayatan dan
pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di segenap lapisan
masyarakat.
3. Memberikan pemahaman tentang toleransi : untuk memiliki pengetahuan yang
benar dan tepat kita perlu mendapat informasi terutama mengenal tindakan
pencegahan sikap intoleran
4. Memperkuat Pendidikan kewarganegaraan: dengan memperkuat Pendidikan
kewarganegaraan cukup memperkuat karakter dan moral setiap individu. Dan
implementasinya yang cukup sempurna
5. Memberikan sosialisasi tentang pentingnya Toleransi : yang dimaksud ialah
memberikan sosialisasi  bertujuan dan bermaksud untuk memberikan pengetahuan
dan wawasan tentang betapa pentingnya Toleransi dalam kehidupan kita.

Anda mungkin juga menyukai