Anda di halaman 1dari 12

BIOPSYCHOLOGY BAB 6

SISTEM VISUAL

System visual: bagaimana kita melihat

Sistem visual adalah bagaimana cara kita dapat melihat apapun yang ada di sekitar kita.
Sistem visual berkaitan dengan respon atas berbagai cahaya yang masuk ke mata, yang akan
menghasilkan salinan internal akurat tentang dunia eksternal. Namun pada kenyataannya, sistem
visual lebih dari pada itu. Sistem visual menciptakan sebuah persepsi tiga dimensi yang akurat
dan amat terperinci dari gambar-gambar retinal yang sangat kecil, terdistorsi, dan terbalik yang
diproyeksikan di reseptor-reseptor visual yang berjejer di bagian belakang mata. Bahkan dalam
hal tertentu, persepsi tiga dimensi dari sistem visual ini lebih baik dibandingkan realitas
eksternalnya sendiri.
Cahaya merupakan aspek yang penting dalam sistem visual. Cahaya yang direfleksikan
(dipantulkan) ke dalam mata dari benda-benda di sekitar kita merupakan dasar bagi kemampuan
kita untuk melihatnya. Bila tidak ada cahaya, maka tidak akan ada penglihatan. Di dalam cahaya,
terdapat dua properti yang sangat menarik, yaitu panjang gelombang yang berperan penting
dalam persepsi warna, dan intensitas yang berperan dalam persepsi tentang kontras gelap-terang
(brightness).
Banyaknya cahaya yang mencapai retina diatur oleh sekumpulan jaringan kontraktil
berbentuk donat yang membuat mata kita memiliki warna khas, dinamakan iris. Terdapat lubang
iris yang biasa disebut pupil, sebagai celah masuknya cahaya ke mata. Terdapat dua penyesuaian
pupil sebagai respons atas berbagai perubahan iluminasi dalam mempresentasikan kompromi,
yaitu sensitivitas atau kepekaan yang merupakan kemampuan untuk mendeteksi keberadaan
benda-benda dengan iluminasi sangat redup, dan akuitas atau ketajaman yang merupakan
kemampuan untuk melihat detil-detil obyek. Bila tingkat iluminasi tinggi dan sensitivitas
menjadi tidak penting, maka sistem visual memanfaatkan situasi ini dengan mengonstriksi atau
mengkerutkan pupil. Akibatnya gambar yang diperoleh akan semakin tajam. Sebaliknya, ketika
tingkat iluminasi terlalu rendah untuk dapat mengaktifkan reseptor-reseptor visual, maka pupil
akan berdilatasi atau melebar untuk memungkinkan lebih banyak cahaya masuk, sehingga
mengorbankan ketajaman dan kedalaman fokus.

Diagram mata manusia.


Di belakang masing-masing pupil terdapat lensa yang memfokuskan cahaya agar jatuh
tepat di retina. Lensa memiliki kemampuan merefraksi atau membelokkan cahaya untuk
mendekatkan objek-objek yang jauh, maka lensa menjadi datar. Proses menyesuaikan
konfigurasi lensa untuk memfokuskan gambar pada retina disebut akomodasi. Gerakan mata
dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga setiap titik di dunia visual, diproyeksikan ke titik-titik
yang berkorespondensi di kedua retina. Untuk itu, kedua mata harus berkonvergensi, artinya
sedikit memutar ke arah dalam. Konvergensi paling besar terjadi ketika mengamati benda-benda
yang dekat.
Setelah cahaya melalui pupil dan lensa, maka cahaya tersebut akan mencapai retina.
Retina merupakan bagian mata yang peka cahaya. Terdapat beberapa komponen fungsional
retina yang tersusun dari lapisan-lapisan dalam gambar berikut :
Dalam arti tertentu, retina bersifat terbalik. Susunan terbalik ini menciptakan dua
masalah visual, yang pertama, cahaya yang datang terdistorsi oleh jaringan retinal yang harus
dilaluinya sebelum mencapai reseptor. Masalah yang lain adalah bahwa agar bundel akson-
akson sel ganglion retinal meninggalkan mata, harus ada sebuah celah di lapisan reseptor, celah
itu disebut blind spot. Masalah yang pertama diminimalkan fovea. Daerah fovea retina penting
bagi ketajaman penglihatan untuk melihat detil-detil halus. Tipisnya sel ganglion retinal di fovea
mengurangi distorsi cahaya yang masuk.
Ada dua tipe reseptor berbeda pada retina manusia, yaitu reseptor berbentuk kerucut
(cone) dan batang (rods). Spesies yang hanya aktif di siang hari cenderung hanya memiliki
retina kerucut saja, dan spesies yang hanya aktif di malam hari cenderung retina batang saja.
Dari observasi ini muncul teori dupleksitas (duplexity theory) yang mengemukakan bahwa cones
dan rods memediasi jenis-jenis penglihatan yang berbeda. Reseptor kerucut memediasi
penglihatan fotopik (photopic vision) yang terutama bertanggung jawab untuk mempersepsi
warna dengan tingkat akurasi tinggi (sangat detil) dan mendominasi dalam iluminasi yang baik.
Sedangkan reseptor bentuk batang memediasi penglihatan skotopik (scotopic vision) yang
terutama bertanggung jawab untuk penglihatan di tempat gelap. Akan tetapi sensitivitas
penglihatan skotopik tidak akan tercapai tanpa pengorbanan, penglihatan skotopik akan
kehilangan detil maupun warna dari penglihatan fotopik.
Terdapat perbedaan konvergensi yang besar di antara penglihatan fotopik dan skotopik.
Output beberapa ratus rod dapat berkonvergensi di sebuah sel ganglion retinal tunggal, padahal
biasanya sebuah sel ganglion retinal hanya menerima input dari beberapa cones. Akibatnya, efek
cahaya redup yang secara stimulan menstimulasi banyak rod dapat menambah pengaruh
terhadap penembakan sel ganglion retinal sehingga output rod yang terstimulasi menjadi
berkonvergensi. Sementara efek cahaya redup yang sama yang diterapkan pada selembar cone
tidak dapat bertambah dengan derajat yang sama tinggi dan sel-sel ganglion retina pun mungkin
tidak dapat merespons cahaya itu.
Sistem skotopik konvergen harus membayar derajat sensitivitasnya yang tinggi itu
dengan tingkat ketajaman yang rendah. Ketika sebuah sel ganglion retinal yang menerima input
dari ratusan rod mengubah penembakannya, otak tidak memiliki cara lain untuk mengetahui
porsi rod mana yang berkontribusi pada perubahan itu. Cahaya yang lebih intens dibutuhkan
untuk mengubah penembakan sebuah sel ganglion retinal yang menerima sinyal-sinyal dari
cone. Ketika sel ganglion retinal tidak bereaksi, kurang ada ambiguitas tentang lokasi stimulus
yang memicu reaksi tersebut.
Cone dan rod memiliki perbedaan juga dalam distribusinya di retina. Pada fovea, tidak
terdapat rod dan hanya ada cone. Pada batas-batas lekukan foveal, proporsi cone menyimpang
secara mencolok dan ada peningkatan jumlah rod. Densitas rod mencapai maksimum pada
temperatur 20º dari pusat fovea. Perhatikan juga bahwa ada banyak rod dalam nasal hemiretina
daripada dalam temporal hemiretina.
Sensitivitas spektral

Persepsi tentang gelap terang (brightness) dipengaruhi oleh cahaya dan panjang gelombang,

Kurva sensitivitas spektral

Adalah grafik tetntang brightness . dimana cahaya dengan intensitas yang sama dipresentasikan
dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda.

Manusia dan hewan yang mempunyai cone dan rod memiliki kedua macam kurva. Yaitu kurva
sensitivitas penglihatan spektral fotopik dan skotopik. Sensitivitas spektral fotopik manusia dapat
ditetapkan dengan meminta subjek menilai brightness relative panjang gelombang cahaya yang
berbeda-beda yang jatuh di fovea . Sementara sensitivitas spektral skotopik dapat ditetapkan
dengan meminta subjek menilai brightness relative panjang gelombang cahaya yang berbeda-
beda yang jatuh di periferi retina dengan intensitas yg terlalu rendah utk mengaktifkan cone
peripheral.
Adanya perbedaan spektral fotopik dan skotopik menyebabkan terjadinya efek purkinje.

Gerakan mata

Gerakan mata fiksasional tak sengaja ada tiga macam

1. Tremor
2. Drifts
3. Saccade atau flicks (jentikan)

Gerakan ini berfungsi untuk mempersepsi dunia.

Transduksi Visual: konversi cahaya menjadi sinyal-sinyal neural

Transduksi adalah konversi sebuah energy mjd bentuk lain

Visual transduction adl konversi cahaya mjd sinyal-sinyal neural oleh reseptor visual.
Saat pigment merah diekstraksi dari retina, rod mendominasinya. Pigmen ini yang kmudian
dikenal dengan nama rhodopsin dipapari cahaya secara terus menerus, maka pigmen itu akan ter-
bliched (kehilangan warnany) dan rod kehilangan kemampuan untuk menyerap cahaya. Tetapi
ketika dikembalikan ke kegelapan, rod mendapatkan kembali warna merah dan kapasitas
menyerap cahayanya.

Adsorbs cahaya oleh rhodopsin merupakan langkah pertama dalam penglihatan oleh sel
batang. Rhodopsin adalah sebuah reseptor protein G yang merespons cahaya dan bukan terhadap
molekul-molekul neurotransmitter. Reseptor-reseptor rhodopsin menginisiasi sebuah pancaran
berbagai peristiwa kimiawi interseluler ketika mereka diaktifkan. Ketika rod berada di
kegelapan, saluran-saluran sodium terbuka secara parsial sehingga membuat rod sedikit
terdepolarisasi dan memungkinkan aliran molekul-molekul neurotransmitter glutamate
eksitatorik terus-menerus keluar. Transduksi cahaya oleh rod merupakan sebuah poin penting,
yaitu sinyal-sinyal sering kali ditransmisikan melalui system-sistem neural oleh adanya
penghambat.
Dari retina ke korteks visual primer

Banyak jalur di otak yangb membawa informasi visual. Dan yang paling banyak diteliti
adalah retina-geniculate-striate pathways. System ini bersifat retinotopic , masing-masing
level dalam system diorganisasikan ke dalam retina. Dua stimuli yang dipresentasikan ke daerah
yang bedrekatan di retina membangkitkan neuron-neuron yang berdekatan ke semua level dalam
system.

Ada dua macam saluran komunikasi pararel yang mengalir melalui masing-masing
nucleus geniculate lateral. Salah satu saluran mengalir melalui 4 lapisan teratas yang disebut
lapisan parvocular layers atau P layers. Saluran ini terutama responsive terhadap warna, detail
pola halus dan terhadap objek yang stasioner atau bergerak. Sedangkan saluran lainnya mengalir
melalui 2 lapisan paling bawah yang disebut magnocellular layers atau M layers. Saluran ini
responsive terhadap gerakan. Cone memberikan mayoritas input ke lapisan P, sementara rod
memberikan mayoritas input ke lapisan M.

Melihat batas

Sebenarnya visual edge itu tidak ada. Hanya merupakan tempat dua daerah yang berbeda dari
sebuah gambar visual bertemu. Sebenarnya, persepsi tentang batas adalah persepsi tentang
kontras diantara dua bidang yang berdekatan dalam medan visual.

Match bands adalah garis-garis brightness dan darkness yang sebenarnya tidak ada yang
bersebelahan dengan batas-batas yang sebenarnya tidak ada. Meskipun kita sebenarnya tidak
menyadarinya,bagi kita setiap batas yang kita lihat dipertajam oleh system syaraf kita. Akibatnya
persepsi kita tentang batas-batas lebih baik dibanding kenyataannya.

Dua ilmuwan, Hubel dan Wiesel (1979) membandingkan medan reseptif (daerah medan visual
yang ada kemungkinannya bagi sebuah stimulus visual untuk mempengaruhi penembakan
neuron) yang direkam dari sel-sel ganglion retinal, nuclei genikulat lateral dan neuron-neuron
lapisan IV bawah, didapatkan 4 kesimpulan

- Di setiap tingkat, medan reseptif di daerah foveal retina lebih kecil daripada yang ada di
daerah periveral
- Semua neuron memiliki sebuah medan reseptif yang berbentuk bundar
- Semua neuron bersifat molekuler, artinya masing-masing neuron memiliki sebuah medan
reseptif di salah satu mata tetaqpi tidak di mata yang lain
- Banyak neuron di ketiga tingkat system retinal-genikular-striat yang memiliki medan
reseptif yang terdiri atas sebuah daerah eksitatorik dan sebuah daerah inhibitorik yang
dipisahkan oleh sebuah pembatas berbentuk bundar.

Medan Reseptif Neuron-Neuron Korteks Visual Primer Memiliki Karakteristik :


Terdapat dua karakteristik medan reseptif neuron visual primer
1. Dapat diatribusikan pada aliran sinyal dari neuron-neuron dengan medan reseptif yang
lebih sederhana ke neron yang lebih kompleks.
2. Neoron-neuron korteks visual primer mengelompok dalm kolom-kolom vertikal
fungsional
Semua kolom fungsional dalam korteks visual primer yang menganalisis input dari salah
satu daerah retina diklasterkan bersama-sama. Separuh klaster menerima input terutama dari
mata kiri, dan yang separuhnya menerima input terutama dari mata kanan, bahkan input dari
kedua mata ditemukan memasuki lapisaN iv dalam bentuk patches (bintik-bintik) yang masuk
secara bergantian. Semua klaster kolom fungsional yang menganalisis dari salah satu daerah
retina diperkirakan meliputi neuron-neuron dengan preferensi stimuli gariis-lurus dengan
berbagai macam orientasi.

Penglihatan Warna
Warna adalah salah satu kualitas paling kasat mata dari pengalaman visual manusia.
Warna hitam dialami ketika tidak ada cahaya, persepsi putih dihasilkan dari campuran intens
beragam panjang gelombangdengan proporsi yang kurang lebih sama, dan persepsi abu-abu
dihasilkan oleh percampuran yang sama, tetapi dengan intensitas bawah.
Sinar matahari dan sebagian besar sebagian sumber cahaya artificial mengandung campuran
kompleks sebagian besar panjang gelombang yang dapat dilihat . Kebanyakan obyek menyerap
bebrapa panjang gelombang cahaya yang berbeda yang menerpanya dengan dengan derajat yang
bervariasi dan memantukan sisanya. Campuran panjang gelombang yang dipantulkan obyek
akan mempengaruhi persepsi kita tentang warnanya
Pemrosesan komponen dan openen
Component theory (teori komponen) atau trichomatic theory tentang Pengelihatan warna
diusulkan oleh Thomas Young , Menurut teori ini ada tiga macam reseptor (kerucut) warna yang
berbeda, masing-masing dengan sensitivitas spektral yang berbeda, dan warna sebuah stimulus
tertentu diduga dikode oleh rasio antara aktivitas ketiga macam reseptor ini. Hal ini didasarkan
bahwa warna apapun dalam spektrum yang dapat dilihat dapat di matched dengan
mencampurkan ketiga panjang gelombang cahaya dengan proporsi yang berbeda-beda. Fakta
bahwa tiga panjang gelombang biasanya merupakan jumlah minimum panjang gelombang yang
dibutuhkan agar match dengan warna tertentu menunjukkan bahwa memang ada tiga reseptor.
Teori pengelihatan warna, Opponent-process teori(teori proses oponen) diusulkan oleh
Ewald Hering. Ada dua golongan sel yang berbeda dalam sistem visual untuk mengode warna
dan sebuah golongan kelas lain untuk mengode brightness. Masing-masing golongan sel
mengode dua persepsi warna komplementer. Salah satu golongan sel pengode warna
memberikan sinyal warna dengan mengubah aktifitasnyadi aarah tertentu(misalnya,
hiperpolarisasi) dan memberikan sinyal warna komplementer ke arah lain.
Complementary colors adalah pasangan warna yang menghasilkan warna putih atau abu-
abu bila dikombinasikan dengan ukuran yang sama (misalnya, cahaya hijau dan cahaya merah).
Menurut hering, warna-warna komplementer tidak dapat muncul bersamaan, tidak ada
benda warna kuning kebiruan atau hujau kemerahan. Hal yang lain adalah afterimage yang
dihasilkan dengan menatap warna merah adalah hijau dan sebaliknya, afterimage yang dihasilkan
degan menatap warna kuning adalah biru.

Konstansi Warna Dan Teori Retineks


Konstansi warna mengacu apda fakta bahwa warna yang dipersepsi dari sebuah obyek
bukan merupakan fungsi sederhana dari panjang gelombang yang dipantulkannya. Konstansi
warna adalah kecenderungan suatu obyek , untuk memiliki warna yang sama meskipun terjadi
perubahan tajam dalam panjang gelombang yang dipantulkannya.
Menurut teori retinex tentang pengelihatan warna, warna sebuah obyek ditentukan oleh
reflektance (reflektans) berapa besar proporsi cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda
yang dipantulkan oleh sebuah permukaan. Meskipun panjang gelombang cahaya yang
dipantulkan oleh sebuah permukaan berubah tajam dengan terjadinya perubahan iluminasi,
efisiensi sebuah permukan untuk menyerap masing-masing panjang gelombang dan untuk
memantulakan porsi yang tidak terserap tidak mengalami perubahan. Menurut teori retineks ,
sisitem visual menghitung reflektans berbagai permukaan dan oleh karenanya mempersepsi
warnanya, dengan membandingkan cahaya yang dipantulkan oleh permukaan-permukaan.
Menurut Hulbert, 2003 apabila persepsi warna bergantung pada analisis kontras, antara
daerah-daerah yang berdekatanh di medan visual, maka neuron-nuron kritis mestinya responsif
terhadap kontras warna.

Mekanisme Kortikal Pengelihatan Dan Kesadaran Yang Disadari


Korteks visual primer adalah daerah korteks yang menerima kebanyakan inputnya dari
nuklei penghantar visual di talamus. Korteks visual sekunder adalah daerah-daerah yang
menerima kebanyakan inputnya dari korteks visual primer, dan daerah-daerah korteks asosiasi
visual adalah daerah-daerah yang menerima input dari daerah-daerah korteks visual sekunder
maupun daerah-daerah sekunder sistem sensorik lainnya.
Aliran utama informasi visual dalam korteks adalah dari korteks visual primer ke
berbagai daerah korteks visual sekunder lalu ke daerah-daerah korteks asosiasi. Semakin tinggi
hierarki visual neuron-neuronnya memiliki medan reseptif yang lebih besar dan stimuli yang
direspon oleh neuron- neoron itu lebih spesifik dan lebih kompleks.

Kerusakan pada Korteks Visual Primer: Skotoma dan Komplesi.

Kerusakan pada sebuah daerah korteks visual primer menghasilkan scotoma (skotoma)---
daerah kebutaan--- di daerah yang berhubungan dengan medan visual kedua belah mata. Pasien-
pasien neurobiologist dengan dugaan kerusakan pada korteks visual primer biasanya diberi tes
perimetri. Tes perimetri ini yaitu, kepala pasien dijaga agar tidak bergerak di atas sebuah
sandaran dagu, pasien menatap sebuah titik fiksasi di atas layar dengan salah satu matanya.
Sebuah titik cahaya kecil kemudian disorotkan di berbagai bagian layar, dan pasien menekan
tombol untuk mencatat kapan titik itu terlihat. Hasilnya berupa peta medan visual dari masing-
masing mata, yang mengindikasikan daerah-daerah kebutaan.

Banyak pasien skotoma tidak menyadari defisitnya. Salah satu faktor yang berkontibusi
adalah komplesi. Seorang pasien dengan skotoma yang meihat sebuah gambar kompleks, yang
sebagian terletak dalam skotomanya, sering melaporkan melihat sebuah gambar yang lengkap
(Zur & Ullman dalam Pinel, 2009). Komplesi atau filling in adalah fenomena dimana system
visual menggunakan informasi yang diberikan oleh reseptor-reseptor di sekitar titik buta untuk
memenuhi celah dalam gambar retinal.

Kerusakan pada korteks visual primer: skotoma, penglihatan-buta, dan kesadaran yang
disadari

 Blindsight (penglihatan buta)

Blindsight adalah fenomena yang diperlihatkan oleh pasien-pasien dengan skotoma


sebagai akibat kerusakan pada korteks visual primernya. Blindsight adalah kemampuan
pasien untuk merespon stimuli visual dalam skotomanya meskipun mereka tidak
memiliki kesadaran yang disadari terhadap stimuli tersebut. di antara semua kemampuan
visual, persepsi gerakanlah yang paling mungkin selamat dari kerusakan pada korteks
visual primer. Sebagai contoh, seorang subjek mungkin dapat menjangkau dan
memegang sebuah benda yang bergerak dalam skotomanya, sementara ia mengatakan
sama sekali tidak melihatnya.

Maka muncul dua interpretasi neurologis dari penglihatan buta telah diusulkan.
Yang pertama adalah korteks striat tidak sepenuhnya rusak dan sekelompok sel
fungsional yang masih tersisa mampu memediasi beberapa kemampuan visual meskipun
tidak ada kesadaran yang disadari. Yang kedua, adalah jalur-jalur visual yang naik secara
langsung ke korteks visual sekunder dari struktur-struktur visual subkortikal tanpa
melalui korteks visual primer mampu mempertahankan beberapa kemampuan visual
meskipun tidak ada kesadaran kognitif.

Daerah-daerah fungsional korteks visual sekunder dan korteks visual asosiasi

Korteks visual sekunder dan porsi-porsi korteks asosiasi yang terlibat dalam analisis
visual terdiri atas daera-daerah yang berbeda, masing-masing terspesialisasi untuk tipe analisis
visual tertentu. Neuron-neuron di masing-masing daerah fungsional merespons paling kuat ke
aspek-aspek stimuli visual yang berbeda.

PET (Positron Emission Tomography), fMRI dan evoked potentials telah digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai daerah korteks visual pada manusia. Aktivitas otak subjek
dipantau sementara mereka memeriksa berbagai macam stimuli visual. Dengan mengidentifikasi
daerah-daerah aktivasi yang terkait dengan berbagai property visual (misalnya, gerakan atau
warna).

Arus Dorsal dan Ventral

Kebanyakan informasi memasuki korteks visual primer melalui nuclei genikulat lateral.
Informasi dari kedua nuclei genikulat lateral diterima di korteks visual primer, digabungkan dan
kemudian disegresikan ke dalam banyak jalur yang berproyeksi secara terpisah ke berbagai
daerah fungsional korteks visual sekunder dan kemudian ke daerah-daerah korteks visual
asosiasi. Banyak jalur yang mengonduksikan informasi dari korteks visual primer melalui
berbagai daerah terspesialisasi di korteks sekunder dan korteks asosiasi yang merupakan bagian
dua arus utama: arus dorsal dan arus ventral. Arus dorsal mengalir dari korteks visual primer ke
korteks prestriat dorsal lalu ke korteks parietal posterior, dan arus ventral mengalir dari korteks
visual primer ke korteks prestriat ventral lalu ke korteks inferotemporal.

Teori penglihatan “di mana” versus “apa”

Ungerleider dan Mishkin (1982) menyatakan bahwa arus dorsal dan ventral menjalankan
fungsi-fungsi visual yang berbeda. Arus dorsal terspesialisasi dalam persepsi spasial, arus ventral
terspesialisasi dalam rekognisi pola visual. Teori ini mampu memprediksi kerusakan pada system
dorsal mendirupsi persepsi spasial visual, dan kerusakan pada system ventral mendisrupsi
persepsi visual yang disadari.

Teori penglihatan “kontrol perilaku” versus “persepsi yang disadari”

Goodale dan Milner menyatakan bahwa perbedaan kunci antara arus dorsal dan ventral
bukan terletak pada jenis informasi yang mereka bawa tetapi untuk apa informasi itu digunakan.
Arus dorsal terspesialisasi dalam perilaku yang dipandu secara visual, arus ventral terspesialisasi
dalam persepsi visual yang disadari. Implikasinya mampu memprediksi kerusakan pada system
dorsal mendisrupsi perilaku yang dipandu secara visual, tetapi tidak mendisrupsi persepsi visual
yang disadari, dan memprediksi kerusakan pada system ventral yang mendisrupsi persepsi visual
yang disadari tetapi tidak mendisrupsi perilaku yang dipandu secara visual.
Prosopagnosia

Prosopagnosia adalah gangguan rekognisi visual yang menarik dan controversial. Yaitu,
agnosia visual dengan kesulitan spesifik dalam mengenali wajah-wajah. Agnosia adalah
ketidakmampuan untuk mengenali yang tidak dapat diatribusikan pada adanya deficit sensorik
atau hendaya verbal atau intelektual, visual agnosia adalah sebuah agnosia yang spesifik untuk
stimuli visual. Penderita prosopagnosis biasanya dapat mengenali seraut wajah sebagai seraut
wajah. Mereka sering melaporkan melihat bagian-bagian wajah individu yang campur aduk yang
untuk alasan tertentu tidak pernah menyatu menjadi sebuah keseluruhan yang mudah dikenali.
Testing yang saksama terhadap banyak penderita prosopagnosia mengungkapkan bahwa deficit
rekognisi mereka tidak terbatas pada wajah. Kasus ini menunjukkan bahwa banyak pendeerita
prosopagnosis yang memiliki masalah umum dalam mengenali objek-objek spesigik, objek-
objek yang menjadi bagian kelompok objek yang kompleks.

Anda mungkin juga menyukai