Anda di halaman 1dari 11

A.

Sejarah Lahirnya Teori Pemrosesan Informasi


Sebelum kognitivisme muncul pada 1950-an, teori behavioris mendominasi yang
menyamakan proses pembelajaran dengan jenis penguatan stimulus-respon (Ertmer & Newby,
1993). Dengan munculnya kognitivisme, para peneliti mulai mengeksplorasi proses mental yang
lebih detail tentang bagaimana dan mengapa orang belajar. Teori pemrosesan informasi menjadi
salah satu teori yang lahir dari pergeseran paradigma tersebut (Tangen & Borders, 2017). Secara
keseluruhan, teori pemrosesan informasi tidak terkait dengan satu teori saja, akan tetapi teori
pemrosesan informasi menggambarkan pendekatan yang diambil oleh banyak psikolog yang
digunakan untuk memproses sebuah informasi. Model awal pemrosesan informasi adalah
menggunakan komputer sebagai perumpamaan otak manusia, dan salah satu pendekatan
penelitian dalam teori pemrosesan informasi yaitu mengembangkan model komputer untuk
menggambarkan pemikiran manusia. Tentu saja, ketika seseorang menelaah bagaimana emosi,
interaksi sosial, motivasi, dan kreativitas itu mempengaruhi pemikirannya, dapat disimpulkan
bahwa otak manusia tersebut sebenarnya mirip dengan komputer. Kemudian teori pemrosesan
informasi ini juga menyajikan bagaimana proses atau tahapan seseorang ketika berpikir.
Sebagian besar istilah-istilah yang digunakan dalam teori pemrosesan informasi ini dipinjamkan
dari metafora komputer, seperti pemrosesan informasi, pengkodean, penyimpanan informasi, dan
pengambilan kembali informasi (Duchesne & McMaugh, 2016).
Teori pemrosesan informasi bukanlah sebuah teori tunggal, melainkan nama generik yang
yang diterapkan pada pendekatan teoritis yang berhubungan dengan kognitif. Meskipun beberapa
ahli psikologi membahas teori pemrosesan informasi, akan tetapi teori ini tidak memiliki teori
yang dominan (Matlin, 2009; Schunk, 2012). Terdapat satu buku karya Watson (1924) yang
memiliki dampak negatif terhadap teori pemrosesan informasi, dimana judul dari bukunya adalah
Behaviorism dengan temanya itu menjelaskan bahwa para psikolog hanya dapat mempelajari
perilaku individu yang dapat diobservasi secara langsung. Pendapat Watson sangat mendukung
dengan pendekatan stimulus-respon dimana eksperimen merekam bagaimana seseorang
merenpons stimulus tanpa mempertimbangkan adanya proses berpikir yang memunculkan
sebuah respons. Kesenjangan yang muncul dalam pendekatan ini (Behaviorism) adalah dimana
pendekatan ini tidak menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan seorang individu terhadap
informasi yang terdapat di dalam stimulus (Reed, 2011). Ada banyak model pemrosesan
informasi, salah satu yang paling banyak digunakan adalah model multistore yang pertama kali
dijelaskan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968), dimana modelnya itu diciptakan berdasarkan
analogi komputer (Duchesne & McMaugh, 2016).
Sebuah fakta bahwa psikologi kognitif disebut pemrosesan informasi pada manusia, dimana
mencerminkan bahwa teori pemrosesan informasi ini sering kali digunakan oleh para psikolog
kognitif. Perolehan informasi, penyimpanan informasi, pengambilan kembali informasi, dan juga
penggunaan informasi itu terdiri dari beberapa tahapan yang terpisahkan (Reed, 2011). Para
Psikolog menunjukkan perumpamaan bahwa hardware dari sebuah komputer itu sebagai otak
manusia, sedangkan software komputer adalah koginisinya manusia (Santrock, 2007).

B. Tokoh
a. Richard Chatham Atkinson lahir pada tanggal 19 Maret 1929 dan beliau adalah professor
psikolog dan ilmu kognitif asal Amerika. Atkinson memulai karirnya pada tahun 1960-an
sebagai profesor psikologi di Universitas Stanford, dimana Atkinson bekerja sama
dengan Patrick Suppes dalam bereksperimen menggunakan komputer untuk mengajar
matematika dan membaca kepada anak-anak di sekolah dasar Palo Alto. Program
pendidikan untuk pemuda berbakat di Stanford adalah turunan dari eksperimen Atkinson
dan Patrick.
b. Richard Shiffrin lahir pada tanggal 13 Maret 1942 dan beliau adalah psikolog Amerika,
profesor ilmu kognitif di Departemen Ilmu Psikologi dan Otak di Universitas Indiana,
Bloomington. Shiffrin telah menyumbangkan sejumlah teori perhatian dan memori ke
bidang psikologi. Dia ikut menulis model memori Atkinson-Shiffrin pada tahun 1968
dengan Richard Atkinson, yang merupakan penasehat akademisnya pada saat itu.

C. Pendekatan Teori Pemrosesan Informasi


Pendekatan teori pemrosesan informasi adalah pendekatan kognitif dimana individu
mengolah informasi, mengontrolnya, dan menyusun strategi yang berhubungan dengan informasi
tersebut. Menurut pendekatan ini secara bertahap individu mengembangkan kapasitas untuk
memproses informasi yang diperolehnya, yang memungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan
dan keahlian mereka yang kompleks (Santrock, 2007).
D. Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi merupakan sebuah pendekatan yang digunakan untuk
mengembangkan kesadaran manusia, yang mengacu pada studi dan analisis urutan kejadian yang
terjadi dalam pikiran manusia ketika menerima informasi baru. Atkinson dan Shiffrin (1968)
mendefinisikan bahwa teori pemrosesan informasi sebagai proses belajar manusia yang meliputi
beberapa proses yaitu memori sensorik, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang
(Loc, N.P., Tong, D. H., & Duy, V. K., 2019). Atkinson & Shiffrin (1968) juga menyatakan
aktivitas mental yang terkait dengan memperoleh, memproses, menyimpan, dan mengambil
kembali informasi dapat dianalogikan dengan fungsi komputer, misalnya penyimpanan memori
dan kemampuan pencarian (Lutz & Huitt, 2018). Atkinson & Shiffrin (1968) menyebutkan ada
tiga struktur penting yang terdapat dalam teori pemrosesan informasi:
a. Memori sensori
Informasi yang baru diperoleh akan ditangkap oleh memori sensori, dimana memori sensori
adalah memori yang dihasilkan oleh panca indera setiap manusia, seperti hasil informasi yang
diperoleh dari melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Lingkungan memiliki
beragam sumber informasi, dimana melalui sel reseptor bentuk informasi itu akan diproses oleh
otak. Memori ini seringkali tidak disadari dan berlangsung dalam jangka waktu yang sangat
singkat, bahkan waktu terpanjang diperlukan pada memori sensori ini hanyalah tiga detik saja
(Loc, N. P., Tong, D. H., & Duy, V. K., 2019).
Atkinson & Shiffrin (1968) mengatakan bahwa untuk menyimpan informasi dan
mengirimnya ke dalam memori jangka pendek atau memori kerja, individu harus memerhatikan
informasi yang diperolehnya (Tangen & Borders, 2017). Jumlah informasi yang diperoleh
individu terus-menerus itu melebihi jumlah yang dapat diproses, karena individu tidak dapat
memproses semua informasi yang ditangkap maka dari itu individu harus selektif, yang sangat
terkait dengan tahapan memori ini adalah perhatian. Jika individu memusatkan perhatiannya
terhadap informasi yang diperoleh maka informasi tersebut akan diproses lanjut oleh memori
jangka pendek, dan apabila informasi yang diperoleh tidak diperhatikan dengan baik saat
diterima otomatis informasi tersebut akan hilang (Duchesne & Mcmaugh, 2016). Huitt (2003)
menyebutkan ada dua metode untuk merangsang perhatian, yaitu mempromosikan minat dan
memicu pengenalan pola (Tangen & Borders, 2017).
b. Memori jangka pendek
Memori jangka pendek adalah kemampuan untuk menyimpan sejumlah kecil informasi yang
diperoleh dalam keadaan aktif untuk waktu yang singkat. Informasi akan mudah hilang kecuali
individu menyimpan informasi secara sadar. Atkinson & Shiffrin (1968) mengemukakan bahwa
proses informasi dari memori sensorik ke memori jangka pendek akan berlangsung sekitar 15
sampai 20 detik, terkadang hingga 1 menit jangkanya dengan kapasitas 5 hingga 9 informasi
(Loc, N. P., Tong, D. H., & Duy, V. K., 2019). Atkinson & Shiffrin (1968) mengatakan bahwa
terdapat dua strategi penting untuk menyimpan informasi ke dalam memori jangka pendek yaitu
rehearsal dan chunking. Rehearsal (latihan) adalah proses mengulang informasi untuk
meningkatkan kekuatan memori. Sedangkan chunking itu sendiri diartikan sebagai
pengorganisasian informasi ke dalam bentuk potongan (Tangen & Borders, 2017).
c. Memori jangka panjang
Menurut Atkinson & Shiffrin (1968) mengatakan bahwa memori jangka panjang adalah
tempat penyimpanan informasi tanpa batas. Abbot (2002) juga mendefinisikan memori jangka
panjang sebagai tempat informasi disimpan secara permanen dimana informasi tersebut dapat
berada dalam keadaan tidak aktif, hilang dari pikiran dan tidak digunakannya, hingga seseorang
mengambilkan kembali ke dalam kesadaran (Loc, N. P., Tong, D. H., & Duy, V. K., 2019).
Schunk (2016) mengemukakan bahwa terdapat dua elemen penting untuk menyimpan
informasi ke dalam memori jangka panjang dan meningkatkan kemungkinan pengambilan
kembali informasi tersebut yaitu elaborasi dan pengkodean. Definisi elaborasi ialah sebuah
proses yang menghubungkan informasi baru dengan informasi yang diterima sebelumnya.
Sedangkan pengkodean merupakan sebuah proses pembentukan informasi ke dalam memori
jangka panjang (Tangen & Borders, 2017).

E. Implikasi Teori Pemrosesan Informasi


1. Teori pemrosesan informasi dapat diterapkan pada bagaimana proses berpikir siswa
dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Didukung penelitiannya Kusaeri, dkk (2018).
2. Teori pemrosesan informasi dapat diterapkan pada pengambilan keputusan individu
untuk berhenti merokok, yang ditunjang dalam penelitiannya Alda Ardelia (2018).
3. Teori ini dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam
belajar pada materi biosfer dengan menggunakan model pembelajaran pemrosesan
informasi, ditunjang dalam penelitiannya Tumiar Sidauruk dan Weni Ayu S Z (2011).
4. Teori ini dapat diterapkan pada proses berpikir siswa dalam mengolah informasi yang
disajikan melalui alat peraga laboratorium dengan dukungan penelitiannya Tri Nuryani,
Wahyu Hari Kristiyanto, dan Diane Noviandini (2018).
5. Teori ini dapat diterapkan pada keefektifan pembelajaran membaca siswa tingkat
menengah pertama, dukungan penelitian oleh Septiani Khotijah, Agus Trianto, dan Padi
Utomo (2017).
6. Teori ini juga dapat diterapkan pada guru yang mengajar mata pelajaran PAI dimana guru
tersebut dapat menyajikan materi secara kreatif dan menarik, ditunjang dari penelitiannya
Anas Suprapto (2015).
Using the Processing Information Theory into Teaching Mathematics:
A Case Study of “Vektor” Concept
(Loc, N.P., Tong, D.H., & Duy, V.K., 2019)

A. Latar Belakang Masalah


Dengan adanya inovasi dan perkembangan masyarakat, tuntutan terhadap inovasi dalam
proses pembelajaran juga menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu, saat ini kebutuhan
pembelajaran tidak hanya untuk memenuhi tujuan semata melainkan juga harus dapat
menciptakan inisiatif, kegembiraan, dan kepositifan bagi siswa dalam proses belajar.
B. Tujuan
Studi penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan proses belajar
mengajar dalam konten program matematika dengan menggunakan tiga fase model teori
pemrosesan informasi menurut Atkinson dan Shiffrin (1968).
C. Metode
Sampelnya adalah siswa SMA Tam Vu Vietnam kelas 10 A9 yang terdiri dari 45 siswa.
Dimana ada tiga fase yang akan dieksperimenkan oleh guru, siswa akan belajar secara
individu dengan bimbingan guru. Ada 8 pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa
untuk melihat respon jawabannya. Tahap pertama siswa harus menjawab soal 1 dan 2.
Tahap kedua siswa menjawab soal 3, 4, 5, 6. Dan tahap ketiga siswa menjawab soal 7 dan
8.
D. Hasil
Hasil penelitian eksperimen ini menyatakan bahwa sebagian besar siswa memperoleh
konsep baru juga dapat menganalisis, mensintesis, dan menerapkan konsep ini pada situasi
yang baru.
E. Kesimpulan
Proses belajar mengajar dengan menggunakan tiga model dari teori pemrosesan informasi
ini mengharuskan guru untuk mengetahui bagaimana cara untuk menciptakan perhatian
dan daya tarik siswa ketika proses belajar berlangsung. Proses belajar dengan metode ini
juga menuntut siswa untuk memperhatikan dengan baik dan mengikuti arahan dari
gurunya.
Review Jurnal/
AMALIA MUSRI/Program Pasca Sarjana Psikologi UNY/2021

Information Processing Theory and Comprehension Model in Language Learning:


Experiences from Future Language Teachers: A Self-Study Research
(Ramos, Angela. J.V., Soria, C.V., & Houde, Patricia. M.A., 2017 )

A. Latar Belakang Masalah


Pemahaman bahasa adalah proses yang membutuhkan konstruksi makna yang bagus.
Kesulitan-kesulitan dalam tahapan tersebut menimbulkan permasalahan yang berbeda-beda
mengenai kemampuan berbahasa.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang dialami siswa selama kelas
bahasa berlangsung mengenai pengambilan informasi, dan masalah pemahaman yang
disajikan dalam keterampilan bahasa yang berbeda.
C. Metode
Subjeknya dua mahasiswa bahasa asing. Mereka terdaftar di kelas pembelajaran dua
bahasa I dan II. Peserta satu sedang belajar bahasa Jepang dan peserta dua sedang belajar
bahasa Perancis.
D. Hasil
Hasil penelitian yaitu hampir tidak mungkin untuk mengisolasi pemrosesan informasi
hanya ke satu area otak saja. Karena pemrosesan informasi adalah mekanisme kompleks
yang membutuhkan aliran informasi yang konstan dari tiga model memori, merujuk pada
Atkinson dan Shiffrin (1968).
E. Kesimpulan
Penelitian ini memberikan poin penting bagi peneliti selanjutnya untuk menemukan
mengapa siswa menghadapi kesulitan selama proses pembelajaran bahasa. Tidak kalah
pentingnya, subjek penelitian juga memberikan refleksi mendalam tentang praktik
mengajar.
Riview Jurnal/

AMALIA MUSRI/Program Pasca Sarjana Psikologi UNY/2021

The Effect of Visual Stimulus Characteristics on Adolecents’ Short Term Memory


(Jin, Y & Liu, Y., 2021)

A. Latar Belakang Masalah


Penelitian sebelumnya banyak menyarankan bahwa pentingnya memori jangka pendek dan
memori yang terkait dengan usia, tetapi tidak banyak yang melakukan penelitian secara
khusus menargetkan memori jangka pendek pada remaja. Oleh karena itu, penelitian ini
akan fokus untuk menguji penggunaan stimulus visual dalam proses belajar akan
berdampak positif atau tidak terhadap memori jangka pendek.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan stimulus visual akan
berdampak positif pada proses belajar mengajar terhadap memori jangka pendek remaja.
C. Metode
Subjek penelitiannya berjumlah 19 remaja kidal sehat, laki-laki 9 orang dan perempuan 10
orang. Direkrut dengan menggunakan pengambilan sampel berpeluang pada sekolah Ulink
Sanghai. Penelitian eksperimen menggunakan desain pengukuran yang berulang, dimana
semua partisipan menjalani prosedur yang sama persis tetapi dengan urutan stimulus
berbeda.
D. Hasil
Menurut hasil penelitian dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan cocok. Penggunaan
gambar pada proses pembelajaran dapat meningkatkan memori jangka pendek seseorang
secara signifikan dibandingkan hanya dengan menggunakan teks saja pada saat proses
belajar mengajar.
E. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa warna hitam (solid) memiliki efek besar pada proses
menghafal, baik pada koreksi maupun merespons. Rata-rata gambar hitam putih paling
membantu dalam menghafal, karena memiliki konsentrasi dan waktu respons yang relatif
singkat dan nilai ingatnya yang tinggi.
Riview Jurnal/

AMALIA MUSRI/Program Pasca Sarjana UNY/2021

Effects of Using Digital Tools on the Process of Memorization


(Hamzi, A., Echantoufi, N., Khouna, J., & Ajana, L., 2021)

A. Latar Belakang Masalah


Penelitian terbaru mengatakan bahwa efek dari alat digital mempunyai dampak langsung
pada perhatian, motivasi, otonomi, dan keberhasilan akademis. Di Maroko siswa juga
menggunakan alat digital dalam proses belajar mengajar, penelitian ini memfokuskan pada
durasi penggunaan alat digital sebagai parameter yang dievaluasi.
B. Tujuan
Tujuannya untuk mengidentifikasi durasi penggunaan yang dapat mempengaruhi proses
mengahfal dan sifatnya, kedua ingin menentukan jenis ingatan yang terpengaruh, ketiga
ingin menentukan kondisi pada penggunaan yang sehat, bermanfaat, dan efektif.
C. Metode
Pengumpulan data menggunakan kuisioner dan juga wawancara. Sampel yang digunakan
untuk data kuisioner adalah semua mahasiswa Maroko yang jumlahnya 340, 71%
diantaranya dari fakultas sains Dher El Mehrez, dan 29% dari Fez Higher Normal School.
Laki-laki berjumlah 173 dan perempuan berjumlah 201 dengan usia rata-rata 19,5 tahun.
Dilengkapi dengan wawancara dari 72 mahasiswa yang telah mengisi kuisioner, 37,5%
laki-laki dan 62,5% perempuan.
D. Hasil
Hasil penelitian ini menegaskan bahwa ada kecenderungan antara penggunaan alat digital
yang berat dengan dominasi smartphone yang jelas atas laptop dan tablet. Penelitian
menunjukkan bahwa ketersediaan informasi melalui perangkat digital berkontribusi pada
pemrosesan informasi yang dangkal. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa penggunaan
alat digital memiliki pengaruh langsung terhadap hafalan sebagai proses pembelajaran.
E. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan alat digital untuk durasi yang normal itu
bermanfaat bagi proses menghafal, sementara penggunaan massal itu merugikan proses
menghafal.
Riview Jurnal/
AMALIA MUSRI/Program Pasca Sarjana Psikologi UNY/2021
DAFTAR PUSTAKA

Ardelia, A. (2018). Pencarian dan Pemrosesan Informasi dalam Pengambilan Keputusan untuk
Berhenti Merokok. Interaksi Online. 6 (4), 526-536
Duchesne, S & Mcmaugh, A. (2016). Educational Psychology for Learning and Teaching.
Australia: Cengage Learnig
Ertmer, P. A & Newby, T. J. (1993). Behaviorism, Cognitivism, Constructivism: Comparing
Critical Features from an Instructional Design Perspective. Performance Improvement
Quarterly. 6 (4), 50-72.
Hamzi, A., Echantoufi, N., Khouna, J., & Ajana, L. (2021). Effect of Using Digital Tools on the
Process of Memorization. International Journal of Emerging Technologies in Learning.
16 (04), 278-295. doi: 10. 3991/ijet.v16i04. 18285
Jin, Y & Liu, Y. (2021). The Effect of Visual Characteristics on Adolescents’ Short-Term
Memory. Advance in Social Science, Education, and Humanities. 561, 243-246.
Khotijah, S., Trianto, A., & Utomo, P. (2017). Penerapan Model Pemrosesan Informasi pada
Pembelajaran Membaca Siswa di SMP Negeri 02 Bengkulu Utara. Jurnal Ilmiah Korpus.
1 (2), 199-209
Kusaeri., Lailiyah, S., Arrifadah, Y., & Hidayati, N. (2018). Proses Berpikir dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Suska
Journal of Mathematics Education. 4 (2), 125-141
Loc, N. P., Tong, D. H., & Duy, V. K. (2019). Using the Information Processing Theory into
Teaching Mathematics; A Case Study of “Vector” Concept. International Journal of
Scientific & Technology Research. 8 (09), 1612-1616.
Nurayni, T., Kristiyanto, W. H., & Noviandini, D. Profil Proses Berpikir Siswa dalam Mengolah
Informasi yang Disajikan Melalui Alat Peraga Laboratorium. Jurnal Berkala Pendidikan
Fisika. 11 (1), 17-24
Ramos, Angela. J. V., Soria, C. V., & Houde, Patricia. A. M. (2017). Information Processing
Theory and Comprehension Model in Language Learning: Experiences from Future
Language Teachers: A Self-Study Research. XXVI Verano De La Ciencia. 10, 1-8.
Reed, S. K. (2011). Kognisi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Richard Chatham Atkinson. (2021, September 19). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses
pada 11.37, September, 19, 2021, dari
https://en.wikipedia.org/wiki/Richard_C._Atkinson
Richard Shiffrin. (2021, September 19). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada 11.40,
September, 19, 2021, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Richard_Shiffrin
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective. Boston: Allyn & Bacon
Sidauruk, T & Zandroto, Weni. A. S. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Pemrosesan
Informasi Berpikir Induktif dalam Mata Pelajaran Geografi pada Kelas XI SMA Negeri
15 Medan. Jurnal Geografi. 3 (2)
Suprapto, A. (2015). Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI Melalui Teori Pemrosesan
Informasi dan Teori Neuroscience. Jurnal Pendidikan Agama Islam. 2 (1), 23-51d
Tangen, J. L & Borders, L. D. (2017). Applying Information Processing Theory to Supervision:
An Initial Exploration. Counselor Education & Supervision. 56, 98-111. doi: 10.
1002/ceas.12065

Anda mungkin juga menyukai