MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori-teori Belajar yang
diampu oleh :
Dr. Mamat Supriatna, M.Pd.
Dra. Rd. Tati Kustiawati, M.Pd.
Rina Nurhudi Ramdhani, M.Pd.
Disusun oleh:
Ananda Diar Shafira 1806529
Bangun Waizal Karniz 1800444
Nuha Tsaqifa Salsabila 1803949
Mutia Nur Aini 1803753
Yuni Nur Rohman 1800400
PPB-A 2018
A. Dasar Pemikiran
B. LINGKUP BAHASAN
Makalah ini terdiri dari tiga Bab. Dimana Bab I (Pendahuluan) terdiri
dari dua pembahasan yaitu Dasar Pemikiran dan Lingkup Bahasan Makalah.
Selanjutnya Bab II terdiri dari tiga pembahasan yaitu Deskripsi Teori,
Penelitian Terdahulu, Analisis, dan Skenario. Dalam Deskripsi Teori,
makalah ini membahas mengenai Teori Sistem Pengolahan Informasi.
Dalam Penelitian Terdahulu terdapat 16 jurnal bersumber dari :
Ardika, Y., & A. S. (2016). Efektivitas Metode Mnemonik Ditinjau
dari Daya Ingat dan Hasil Belajar Matematika Siswa SMK Kelas X.
Matematika Kreatif-Inovatif, 72.; Ariyanto, S. N. (2017). Terapi Bermain
Menyusun Puzzle Beragam untuk Meningkatkan Memori Jangka Pendek
Pada Anak ADHD. 1.; Bhinnety, M. (2011). Struktur dan Proses Memori.
Buletin Psikologi, 76-87.; Dharmawan, T. (2015). Musik Klasik dan Daya
Ingat Jangka Pendek pada Remaja. Ilmiah Psikologi Terapan, 370-379. ;
Halim, M. A. (2012). Keefektifan Teknik Mnemonic untuk Meningkatkan
Memori Jangka Panjang dalam Pembelajaran Biologi Pada Siswa Kelas
VIII SMP Al-Islam 1 Surakarta . xi.; Julianto, V. (2017). Meningkatkan
Memori Jangka Pendek dengan Karawitan. Ilmiah Psikologi , 144-145.;
Junaidi, M. C., & Soegiarto, B. (251). Hubungan antara Aktivitas Fisik
Terhadap Memori Kerja Murid SMA Don Bosco III Bekasi. Sari Pediatri,
2015.; Khotijah, S., A. T., & P. U. (2017). Penerapan Model Pemrosesan
Informasi Pada Pembelajaran Membaca Siswa Di SMP Negeri 02 Bengkulu
Utara . Ilmiah Korpus, 199.; Khotimah, H., Supena, A., & Hidayat, N.
(2019). Meningkatkan Attensi Belajar Siswa Kelas Awal melalui Media
Visual. Pendidikan Anak , 17.; Kusaeri, Lailiyah, S., Ariffadah, Y., &
Hidayati, N. (2018). Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Suska Jurnal of
Education, 125.; Lestari, T., & Nurihsan, A. J. (2017). Efektivitas Stratrgi
Pembelajaran SMART (Stories Method and Recall Training) terhadap
Peningkatan Memory Kerja Anak Fase Sekolah Dasar Kelas Rendah.
Repository.Upi.edu, 1-5.; Marettina, N., & Maruti, E. D. (2016). Pengaruh
Senam Otak terhadap Peningkatan Kemampuan Mengingat Memori Jangka
Pendek Pada Lansia di Unit Pelayanan Sosial Pucang Gading Semarang .
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 1-7.; Purwanto, S. (2011). Hubungan
Daya Ingat Jangka Pendek dan Kecerdasan dengan Kecepatan Menghafal
Al-Quran di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. 70-81.; Rehalat, A.
(2014). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Pendidikan Ilmu
Sosial, 7-8.; Rehalat, A. (2014). Model Pembelajaran Pemrosesan
Informasi. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 9-10.; Rinta, L. (2015).
Pendidikan Seksual dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif pada
Remaja dan Implikasinya terhadap Ketahanan Psikologi Remaja. 162-175.;
Suprapto, A. (2015). Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI Melalui
Teori Pemrosesan Informasi dan Teori Neuroscience. Pendidikan Agama
Islam, 49-50.; Thobroni, M., & Mustofa, A. (2013). Belajar &
Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam
Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.; Wardhani, S. S.
(2017). Penerapan Teknik Repitisi untuk Meningkatkan Memori Siswa
pada Konsep Sel. vii.
Dalam analisis, kami membandingkan Teori Sistem Pengolahan Informasi
dengan Teori Behavioristik. Dan skenario bimbingan klasikal tentang Cara
Menghafal Cepat dengan Teknik Mnemonik dalam Teori Pemrosesan
Informasi (Sibernetik) kepada peserta didik kelas X1I di SMAN 5 Bandung.
Dan terakhir Bab III terdiri dari dua pembahasan yaitu Kesimpulan dan
Implikasi.
BAB II
A. Deskripsi Teori
1. SISTEM PENGOLAHAN INFORMASI
Asumsi- asumsi
Teori-teori pengolahan informasi yang ada memiliki pandangan
yang berbeda-beda dalam hal proses-proses kognitif yang mana yang
tergolong penting dan bagaimana cara kerjanya, tetapi teori-teori tersebut
memiliki asumsi-asumsi yang sama. Salah satunya adalah pengolahan
informasi terjadi dalam tahapan-tahapan yang memisahkan penerimaan
sebuah stimulus dan penerimaan sebuah respon. Dari sini didapatkan logika
bahwa bentuk informasi tersebut diinterpretasikan secara mental, berbeda-
beda tergantung pada tahapannya. Tahapan yang dimaksud berbeda antara
satu sama lain secara kualitatif.
Asumsi lain mengatakan bahwa pengolahan informasi dapat
dianalogikan dengan pengolahan komputer. Para teoritis pengolahan
informasi meragukan gagasan yang menjadi ciri khas behaviorisme bahwa
pembelajaran merupakan pembentukan asosiasi antara stimulus-stimulus.
Para teoritisi pengolahan informasi tidak menolak gagasan tentang asosiasi
karena mereka mendalilkan bahwa asosiasi-asosiasi yang terbentuk di
antara potongan-potongan pengetahuan, membantu penguasaan dan
penyimpanan potongan-potongan tersebut dalam memori. Para teoritisi ini
tidak banyak memperhatikan kondisi-kondisi eksternal; mereka lebih
memfokuskan perhatian pada proses-proses internal (mental) yang terjadi
pembatas antara stimulus dan respon. Siswa merupakan pencari yang aktif
dan pemeroses informasi. Tidak seperti behavioris yang menyatakan bahwa
orang memberikan respon ketika terdapat stimulus yang datang kepada
mereka, para teoritisi pengolahan informasi berpendapat bahwa orang
menyeleksi dan memperhatikan aspek-aspek dari lingkungan,
mentrasformasi dan mengulang informasi, menguhubungkan informasi-
informasi yang baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya, dan mengorganisasikan pengetahuan untuk membuatnya
bermakna atau dapat dipahami (Mayer, 1996).
Fungsi-fungsi dari sistem manusia serupa dengan komputer. Sistem
manusia menerima informasi, menyimpan dalam memori, dan
mengambilnya lagi saat diperlukan. Pengolahan kognitif luar biasa efisien;
tidak banyak terjadi pembuangan atau persinggungan. Ada perbedaan
pendapat diantara para peneliti tentang seberapa jauh mereka dapat
memperluas analogi ini. Sebagian peneliti menganggap analogi dengan
komputer hanya sebuah kiasan. Sebagaian yang lainnya menggunakan
analogi komputer untuk membuat simulasi-simulasi aktivitas manusia.
Bidang ilmu tentang kecerdasan buatan berkaitan dengan pemerograman
komputer untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas manusia seperti berpikir,
menggunakan bahasa, dan memecahkan masalah (Bab 7).
Para peneliti juga berasumsi bahwa pengolahan informasi terlibat dalam
semua aktivitas kognitif: melihat/merasakan, mengulang, berpikir,
memecahkan masalah, mengingat, lupa dan mencitrakan (Farnham-
Diggory, 1992; Martlin, 2009; Mayer, 1996; Shuell, 1986; Terry, 2009).
Pengolahan informasi menjangkau lebih dari konsep tradisional tentang
pembelajaran manusia.
2. Perhatian
Sarana Pelaksanaan
Isyarat Memberikan isyarat pada siswa pada awal pemberian
pelajaran atau ketika akan berganti aktivitas
Gerakan Bergerak ketika menjelaskan materi dalam kelas.
Berkeliling ruang kelas ketika siswa sedang mengerjakan
tugas kelas mereka
Variasi Menggunakan materi dan alat bantu mengajar yang
berbeda-beda. Menggunakan gerak-gerak isyarat. Tidak
berbicara dengan nada yang monoton
Daya Memberikan pelajaran dengan materi-materi yang
Tarik menarik. Memerhatikan hal-hal menarik bagi siswa setiap
saat pelajaran
Pertanyaan Meminta siswa menjelaskan suatu topic dengan kata-kata
mereka sendiri. Menekankan pada meraka bahwa mereka
bertanggung jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri
Pembelajaran Verbal
4. Pencitraan Mental
Pencitraan mental membahas tentang bagaimana informasi di
representasikan dalam bentuk gambar-gambar dan tentang perbedaan-
perbedaan masing-masing individu dalam kemampuan menggunakan
pencitraan.
Representasi Informasi Spasial
Pencitraan mental mengacu pada representasi mental dari pengetahuan
visual/spasial termasuk karakter-karakter fisik dari objek-objek atau peristiwa-
peristiwa yang di representasikan. Stimulus-stimulus visual yang diperhatikan
disimpan sebentar dalam bentuk yang sesuai dengan kenyataannya dalam
register sensorik lalu ditranfer ke WM. Representasi WM muncul untuk
mempertahankan sebagian dari karakteristik fisik stimulus yang
direpresentasikannya (Gagne, Yekovich, & Yekovich, 1993). Gambar-gambar
merupakan representasi-representasi analog yang serupa namun tidak identik
dengan referen-referennya atau objek-objek yang diacunya (Shepard,
1978).Kebalikan dari gambar-gambar, proposisi adalah representasi yang
berbeda dari makna yang strukturnya tidak menyerupai referennya. Tuturan
“New York City” tidak serupa sama sekali dengan kota New York sebenarnya
maupun dengan gambaran dari tiga kata yang diambil secara acak dari sebuah
kamus. Gambaran dari New York City yang berisi gedung-gedung pencakar
langit, toko-toko, orang-orang, dan lalu lintas lebih mirip strukturnya dengan
referennya. Pola visual dari sebuah stimulus dirasakan ketika ciri-ciri fisiknya
terhubung dengan sebuah representasi LTM. Ini menandakan bahwa
gambaran-gambaran mental hanya dapat sejelas representasi-representasi LTM
(Pylyshyn, 1973). Dalam tataran bahwa gambaran-gambaran mental
merupakan produk dari persepsi-persepsi seseorang, gambaran-gambaran
tersebut cenderung berupa representasi-representasi yang tidak lengkap dari
stimulus-stimulus. Dukungan untuk gagasan bahwa orang menggunakan
pencitraan untuk merepresentasikan pengetahuan spasial berasal dari studi-
studi dimana partisipan-partisipannya diberi pasangan-pasangan gambar dua
dimensi yang masing-masing menggambarkan sebuah objek tiga dimensi
(Cooper & Shepard, 1973; Shepard & Cooper, 1983). Terkait dengan siswa
yang menggunakan pencitraan untuk merepresentasikan pengetahuan spasial
dan visual, pencitraan adalah hal yang relevan dengan muatan pendidikan yang
melibatkan objek-objek konkret. Ketika mengajarkan sebuah materi pelajaran
tentang berbagai tipe formasi batuan (gunung, dataran tinggi, punggung bukit),
seorang guru dapat menunjukkan gambar-gambar berbagai formasi batuan dan
meminta siswa untuk membayangkannya. Bukti menunjukan bahwa orang
juga menggunakan pencitraan ketika memikirkan tentang dimensi-dimensi
abstrak. Kerst dan Howard (1977) meminta sejumlah siswa untuk
membandingkan paasangan-pasanagn mobil, negara, dan hewan berdasarkan
dimensi konkret dari ukurannya dan dimensi abstraknya yang sesuai (misalnya:
biayanya, kekuatan militernya, kebuasannya).
Perbedaan-Perbedaan Individual
Kosslyn (1980) menyampaikan bahwa anak-anak cenderung
menggunaan pencitraan untuk menyimpan dan mengingat informasi daripada
orang dewasa yang lebih mengandalkan representasi proposisi. Dalam
eksperimennya, kosslyn memberi pernyataan pada sejumlah anak dan dan
orang dewasa sebagai berikut, “Seekor Kucing mempunyai cakar,” dan
“Seekor kucing mempunyai bulu.” Mereka diberi tugas menentukan kebenaran
kedua pernyataan tersebut. Kossylyn berpikir bahwa orang dewasa dapat
menjawab lebih cepat karena mereka dapat menjawab lebih cepat karena
mereka dapat mengakses informasi proposisi dari LTM sementara anak-anak
masih harus mengingat gambaran hewan ini dan melakukan pemindaian
terhadapnya. Untuk memastikan apakah pengolahan informasi orang dewasa
lebih baik secara umum, ada kelompok kontrol dimana sejumlah orang dewasa
diminta untuk memindai gambaran hewan tersebut sedangkan yang lainnya
boleh menggunakan strategi apapun.
Orang dewasa lebih lambat dalam merespon ketika diberi instruksi
untuk melakukan pencitraan dibandingkan mereka yang bebas memilih
strategi apapun, tetapi pada anak-anak tidak ditemukan perbedaan. Temuan ini
menunjukkan bahwa anak-anak menggunakan pencitraan, bahkan ketika
mereka dibebaskan untuk melakukan cara lainnya. Namun penelitian ini tidak
meneliti apakah anak-anak tidak bisa menggunakan informasi proposisi
(karena keterbatasan kognitif) atau apakah mereka bisa melakukannya tetapi
memilih untuk tidak melakukannya karena mereka merasa pencitraan lebih
efektif.
Penggunaan pencitraan oleh orang-orang dari berbagai usia tergantung
pada apa yang dibayangkan. Objek-objek konkret lebih mudah dibayangkan
daripada yang abstrak. Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan pencitraan
adalah kemampuan seseorang untuk menggunakannya. Pencitraan eidetik,
atau memory fotografi (Leask, Haber, & Haber, 1996) sebenarnya tidak seperti
sebuah foto. Gambar foto dilihat sebagai sebuah keseluruhan sementara
pencitraan eidetik terjadi berupa potongan-potongan. Orang mengatakan
bahwa sebuah gambaran timbul dan tenggelam dalam segmen-segmen, bukan
sekaligus.
Pencitraan eidetik lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada pada
orang dewasa (Gray & Gummerman, 1975) tetapi bahkan di antara anak-anak,
proses ini tidak umum (sekitar 5%). Pencitraan eidetik mungkin hilang seiring
dengan pertumbuhan, barangkali karena representasi proposisi menggantikan
cara berfikir imaginal. Mungkin juga orang dewasa masih menyimpan
kapasitas untuk membentuk gambaran jelas, tetapi tidak secara rutin
melakukannya karena sistem-sistem proposisi mereka dapat mempresentasikan
lebih banyak informasi. Jika memori dapat ditingkatkan, kapasitas untuk
membentuk gambaran dapat dikembangkan, tetapi kebanyakan orang dewasa
tidak secara eksplisit berusaha untuk mempertajam pencitraan mereka.
B. Penelitian Terdahulu
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Purwanto, 2011,
pp. 70-81) yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
kecepatan menghafal al-quran ditinjau dari daya ingat jangka pendek,
menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: pertama, daya ingat jangka
pendek berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan menghafal
Al-Qur’an. Semakin tinggi daya ingat jangka pendeknya maka akan
semakin cepat pula dalam menghafal. Kedua, kecerdasan tidak dapat
dimasukkan dalam analisis sebab antara kecerdasan dengan daya ingat
jangka pendek terjadi kolinearitas. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa ingatan jangka pendek mempunyai pengaruh yang signifikan (r
= 0,3008, p = <0,05) terhadap kecepatan menghafal Al-Qur’an. Semakin
tinggi tingkat ingatan jangka pendek maka semakin cepat pula dalam
menghafal Al- Qur’an. Setiap kali penghafal tersebut membaca Al-
Qur’an maka informasi tersebut akan diterima oleh indra, kemudian
memasuki sirkuit otak. Maka secara otornatis daya ingat akan bekerja
baik secara sadar maupun tidak. Penghafalan Al-Qur’an ini berbentuk
kata- kata dan konsonan yang menurut pendapat Baddeley (1976) akan
merangsang otak kiri.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Rehalat, Model
Pembelajaran Pemrosesan Informasi, 2014, pp. 7-8) bahwa sebuah teori
memori yang diusulkan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971) yang
menekankan pada interaksi antara penyimpanan sensoris, memori
jangka pendek, dan jangka panjang (Long Term Memory). Memori
Jangka pendek sebagai komponen dasar kedua dalam sistem Atkinson
dan Shiffrin adalah bersifat terbatas baik dalam kapasitas maupun
durasi. Informasi akan hilang dalam waktu 20-30 detik jika tidak
diulang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas
dan dapat menahan informasi dalam jangka waktu yang lebih lama,
namun sering kali memerlukan usaha yang keras agar dapat
memasukkan informasi ke memori ini. Fakta bahwa memori jangka
pendek di butuhkan ketika kita menyelesaikan sebagian besar tugas-
tugas kognitif mencerminkan peran penting memori jangka pendek
sebagai sebuah memori kerja (working memory) yang menjaga dan
memanipulasi informasi.Teori yang diajukan oleh Atkinson san Shiffrin
(1968, 1971) menekankan pada interaksi antara Short Term Memory
(STM) dan Long Term Memory (LTM). Memori jangka panjang
memiliki dua manfaat penting: Pertama, sebagaimana diketahui,
kecepatan lupa jauh lebih rendah untuk LTM. Beberapa psikologi
bahkan menyatakan bahwa informasi dalam LTM tidak pernah hilang
meskipun kita kehilangan kemampuan untuk memanggil kembali
informasi tersebut; dan LTM memiliki kapasitas yang tidak terbatas.
3. Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan dalam (Khotijah, Agus, &
Padi, 2017, p. 208) menunjukkan penerapan model pemrosesan
informasi dalam pembelajaran siswa sudah dapat dilihat melalui delapan
fase model pemrosesan informasi yang terdiri dari fase motivasi, fase
pemahaman, fase pemerolehan, fase penahanan, fase ingatan kembali,
fase generalisasi, fase perlakuan dan fase umpan balik. Hasil belajar
siswa kelas VII A SMP Negeri 02 Bengkulu Utara dengan menerapkan
model pemrosesan informasi, memperoleh skor rata-rata kelas yang
berada pada kategori baik. Pertemuan pertama skor rata- rata kelas
sebesar 79,4 dengan ketuntasan klasikal siswa 81%. Pertemuan kedua
skor rata-rata sebesar 79,5 dengan ketuntasan klasikal siswa 85% dan
tugas diluar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) skor rata- rata
kelas sebesar 81 dengan ketuntasan klasikal 100%. Berdasarkan skor
yang diperoleh tersebut, dapat dikatakan bahwa penerapan model
pemrosesan informasi dalam pembelajaran membaca siswa efektif
untuk digunakan.
4. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Bhinnety, Struktur
dan Proses Memori, 2011, p. 84) yang mengkaji pengaruh berbagai
intensitas kebisingan (70 dB, 85 dB, dan 95 dB) terhadap memori jangka
pendek para siswa Sekolah Dasar di Yogyakarta. Sumber kebisingan
yang digunakan adalah rekaman suara pesawat terbang yang sedang
lepas‐landas dan mendarat di Bandara Adisucipto, Yogya‐ karta dengan
intensitas maksimum yang teramati di sekitar lokasi bandara adalah 95
dB. Alat tes yang dipakai dalam studi tersebut adalah modifikasi dari
prosedur yang diusulkan oleh Peterson & Peterseon (1959), yang
melibatkan “rangkaian tiga huruf” tak bermakna (nonsense syllables),
yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya. Modifikasi yang
dilakukan oleh Magda Bhinnety adalah dalam penyampaian tugas dan
cara menjawabnya. Pada tes yang asli, karena diperuntukkan pada
kondisi normal, setiap tugas/soal disampaikan secara verbal dan
jawaban yang diberikan subyek secara verbal juga, sehingga
pelaksanaan tes dilakukan secara individual. Pada situasi bising
prosedur tersebut tidak dapat dilakukan, sehingga cara penyampaian
tugas/soal dimodifikasi menjadi secara visual melalui tayangan selama
5 detik, dan jawaban subyek dilkukan dengan cara menuliskannya pada
lembar jawaban. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: (a)
intensitas kebisingan dibawah 70 dB tidak berpengaruh pada memori
jangka pendek, sedangkan intensitas diatas 70 dB, yaitu 85 dB dan 90
dB, berpe‐ ngaruh secara signifikan, dan (b) semakin tinggi intensitas
kebisingan akan semakin menurun memori jangka pendek.
5. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Ardika & A, 2016,
p. 72) yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode
mnemonic yang ditinjau dari daya ingat siswa dalam mengingat rumus
trigonometri dan mengetahui efektivitas penggunaan metode mnemonic
yang ditinjau dari hasil belajar siswa pada materi trigonometri. Dalam
penelitian ini terdapat hasil analisis data kuesioner daya ingat,
menunjukkan bahwa daya ingat siswa secara keseluruhan masuk dalam
kriteria tinggi, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode
mnemonik ini dapat meningkatkan daya ingat siswa dengan mencapai
kriteria daya ingat tinggi. Dengan menggunakan metode mnemonik
dalam pembelajaran juga mampu meningkatkan minat belajar dan
kreatifitas siswa ketika membuat jembatan keledai. Subjek penelitian
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMKN
2 DEPOK SLEMAN. Jumlah siswa di kelas X TPA sebanyak 32 siswa.
Kelas X TPA ini dipilih karena menurut guru pengampu kelas tersebut
lebih mengalami kesulitan belajar dibandingkan kelas yang lain.
6. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Dharmawan, 2015,
pp. 370 - 379) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh alunan musik
klasik terhadap ingatan jangka pendek pada remaja. Subjek dalam
penelitian ini adalah 20 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
dengan kategori usia remaja akhir dan kategori IQ rata-rata. Data
dianalisis dengan metode non parametric uji independent sample t-test.
Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa hipotesa ditolak karena
musik klasik tidak pengaruh terhadap daya ingat jangka pendek pada
remaja. Musik klasik terbukti tidak dapat meningkatkan daya ingat
jangka pendek pada penelitian ini, hal ini juga bisa disebabkan pada
subjek yang tidak menyukai musik klasik sehingga kinerja otak tidak
bisa optimal dalam hal mengingat. Hal ini sesuai dengan sebuah
penelitian yang menyebutkan bahwa jika subjek tidak menjadikan salah
satu jenis musik menjadi kesukaan, maka musik tersebut bisa membuat
kinerja otak menjadi tidak optimal dalam melakukan recall (Cassidy, et
al., tt).
7. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Julianto, 2017, pp.
144-145) secara khusus meneliti pengaruh mendengarkan musik
karawitan terhadap kinerja memori jangka pendek siswa UIN Bandung.
Berdasarkan fenomena sehari-hari ada siswa yang belajar dengan
mendengarkan musik dan ada yang tidak. Subjek dalam penelitian ini
adalah mahasiswa dari berbagai fakultas UIN Sunan Gunung Jati
Bandung yang diambil dari berbagai semester.Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa mendengarkan musik karawitan,
mampu meningkatkan kinerja memori jangka pendek. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa yang diambil dari berbagai
fakultas dan tingkatan di UIN Sunan Gunung Jati Bandung, peneliti
dapat membuktikan bahwa orang yang mendengarkan musik karawitan
ketika menghafal informasi mampu mengingat lebih banyak kata
dibandingkan dengan orang yang menghafal tanpa mendengarkan
musik karawitan. Dapat disimpulkan bahwa musik karawitan dengan
tempo lambat dapat memberikan ketenangan dan perasaan rileks,
mampu meningkatkan konsentrasi serta kinerja memori jangka pendek.
8. Berdasarkan hasil penelian yang dilakukan dalam (Halim, 2012, pp. xi
-135) yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan teknik mnemonic
untuk meningkatkan memori jangka panjang dalam pembelajaran
biologi pada siswa kelas VIII SMP Al-Islam 1 Surakarta. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental dengan desain Matched Two
Groups Design, Posttest Only. Kriteria subjek penelitian yaitu siswa
yang memiliki nilai biologi murni di bawah nilai 67 yang merupakan
standar kompetensi mata pelajaran biologi di SMP Al-Islam 1 Surakarta.
Subjek penelitian sebanyak 32 siswa yang memenuhi kriteria yang
terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek
kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran biologi
dengan teknik mnemonic, sedangkan subjek kelompok kontrol
mempelajari materi biologi sendiri tanpa bimbingan dari guru atau
pengajar. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tes rekognisi
yang dikenakan pada subjek setelah perlakuan. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa teknik mnemonic efektif untuk meningkatkan
memori jangka panjang dalam pembelajaran biologi pada siswa kelas
VIII SMP Al-Islam 1 Surakarta.
9. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Kusaeri, Lailiyah,
Ariffadah, & Hidayati, 2018, p. 125) yang bertujuan untuk
mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika berdasarkan teori pemrosesan informasi. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian dilaksanakan di salah satu SMAN favorit di kota
Surabaya kelas XIMIA-4. Subjek penelitian dipilih berdasarkan skor
Tes Kemampuan Matematika (TKM) dan masukan dari guru bidang
studi matematika. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari masing-
masing dua siswa yang berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua siswa menerima
informasi atau stimulus berupa soal matematika melalui sensory register
dengan indra penglihatan dan pendengaran. Kemudian terjadi attention
setelah siswa membaca soal dan muncul persepsi saat memahami soal.
Perception terjadi ketika siswa melakukan retrieval konsep yang
dibutuhkan dari long term memory untuk menyelesaikan masalah.
Perbedaan saat melakukan retrieval pada masing-masing siswa yaitu
siswa yang berkemampuan matematika tinggi mengalami lupa atau
forgotten lost terhadap suatu konsep tertentu. Sedangkan siswa yang
berkemampuan matematika sedang mengalami kesalahan atau retrieval
failure dalam menjelaskan konsep terkait pengertian sudut elevasi.
Sedangkan bagi siswa yang berkemampuan matematika rendah sering
mengalami kesalahan dan lupa dikarenakan konsep-konsep yang
dibutuhkan di short term memory tidak tersimpan dengan baik oleh long
term memory.
10. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam (Wardhani, 2017, p. vii)
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan teknik
repetisi terhadap memori siswa di kelas XI MIA SMA Al-Falah
Bandung. Sampel dari penelitian ini sebanyak 25 siswa SMA Al-Falah
Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan desain penelitian The one group pretestposttest design. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes. Hasil tes dianalisis
secara kuantitatif yaitu dari rata-rata skor pretest (23,87) dan posttest
(37,12). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pada memori siswa. Hal ini diperkuat dengan analisis uji
regresi yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif terhadap
memori siswa. hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung (F0= 101,84) pada
taraf signifikansi α 0,00 dan thitung (t0) sebesar 10,091 dan taraf
signifikansi α <0,05. maka dengan demikian H0 ditolak, H1 diterima
yaitu penerapan teknik repetisi dapat meningkatkan memori siswa pada
konsep sel. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak melakukan
pengulangan maka semakin baik pula peningkatan memori siswa.
11. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Suprapto, 2015, pp.
48-49) bahwa materi pelajaran dengan teori pemrosesan informasi yang
disajikan secara menarik akan membuat materi tersimpan dalam sensory
memory yang bertahan hanya dalam satu detik, dan tersimpan dalam
memori jangka pendek yang reltif lebih lama yaitu dua puluh detik, dan
tersimpan dalam memori jangka panjang yang sulit hilang dari ingatan
karena selalu diulang-ulang.
12. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam (Junaidi &
Soegiarto, 251) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas
fisik terhadap kapasitas memori kerja murid SMA Don Bosco III.
Metode. Penelitian metode analitik dengan pendekatan potong lintang
pada 113 murid SMA Don Bosco III, Bekasi, pada 18 – 20 Juli 2016.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner demografi,
kuesioner skrining gangguan mental dan penyakit kronis, Physical
Acitivity Questionnaire of Adolescent (PAQ-A) dan Operation Span (O-
SPAN). Analisis data dengan univariat dan bivariat menggunakan uji
korelasi Spearman. Hasil. Terdapat 113 murid SMA Don Bosco III
dengan kisaran usia 14 – 17 tahun, usia terbanyak 15 tahun (47.8%),
laki-laki 61,1%, murid kelas X 44.2%. Mayoritas responden memiliki
aktivitas fisik “kurang baik” dan rerata memori kerja 6,16. Analisis
Spearman menunjukkan terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara
aktivitas fisik terhadap memori kerja dengan korelasi positif lemah
(r=0,384). Terdapat korelasi positif antara aktivitas fisik dan memori
kerja, aktivitas fisik yang semakin tinggi cenderung akan meningkatkan
memori kerja.
13. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam (Lestari & Nurihsan,
2017, pp. 1-5) yang bertujuan untuk menguji efektivitas strategi
pembelajaran SMART (Stories Method and Recall Training) terhadap
peningkatan memori kerja anak fase sekolah dasar kelas rendah. Strategi
ini dirancang agar anak dapat menggunakan memori lebih efisien
melalui latihan penyandian (stories) dan perolehan kembali informasi
(recalling) dalam satu rangkaian proses kognisi. Desain penelitian yang
digunakan adalah one group pretest-posttest design, dengan
menggunakan sekelompok subjek anak usia sekolah dasar kelas rendah
rentang usia 7-9 tahun sejumlah 15 orang. Pengukuran respon subjek
menggunakan insrumen memori kerja yang dikembangkan sendiri oleh
peneliti, yang dilakukan sebanyak lima kali dengan tiga kali pemberian
intervensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kapasitas memori kerja
meningkat seiiring dengan bertambahnya usia, dan pelatihan strategi
pembelajaran SMART (Stories Method and Recall Training) efektif
meningkatkan memori kerja anak. Strategi ini merupakan bagian dari
sistem mnemonik yang mengacu pada apa yang disarankan Gordon dan
Berger (2003), bahwa proses perolehan kembali informasi akan menjadi
lebih mudah jika informasi divisualisasi dan disimpan ke dalam sebuah
cerita yang koheren. Bagi sebagian besar orang karena merupakan salah
satu dari sistem memori yang paling kuat. Sekitar 40% dari otak
digunakan untuk fungsi-fungsi visual, sehingga informasi akan lebih
mudah diingat jika dibuat menjadi sebuah gambaran visual.
14. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam (Khotimah, Supena, &
Hidayat, 2019, p. 17) yang bertujuan untuk mencari solusi terkait
dengan upaya meningkatan perhatian siswa khususnya ditingkat awal
yaitu kelas 1, 2 dan 3 terhadap tugas belajarnya selama proses
pembelajaran berlangsung menggunakan media pembelajaran visual.
Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur integratif. Metode
ini menggabungkan berbagai artikel berbasis empiris dan penelitian,
buku, dan literatur lain yang dipublikasikan tentang penggunaan media
visual dalam meningkatkan perhatian belajar siswa kelas awal tersebut.
Penelitian literatur ini menyimpulkan: (1) Perhatian adalah proses
pemilihan informasi yang dikontrol secara sukarela oleh subjek (sadar),
atau dapat karena pengaruh beberapa peristiwa eksternal yang ditangkap
indera (tidak sadar); ( 2) Proses perhatian terjadi melalui seleksi,
kesadaran, dan control; (3) Model media visual yang digunakan
sebaiknya bervariasi baik media pembelajaran yang dibuat oleh guru
maupun media dari internet. Media visual dalam bentuk infografis
merupakan model media visual yang paling disarankan; (4) Implikasi
dari fungsi media visual terhadap memori penginderaan antara lain: (a)
memori pengindera hanya dapat mengolah informasi dalam jumlah
terbatas, sehingga media visual yang digunakan untuk menyajikan
materi pembelajaran perlu didesain sedemikian sehingga informasi-
informasi kunci dapat diterima oleh siswa dengan baik; (b) memori
penginderaan yang memiliki daya serap paling tinggi adalah indera
penglihatan, sehingga mengkombinasikan sajian informasi visual dapat
meningkatkan jumlah informasi yang mampu diterima oleh memori
pengindera.
15. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam (Ariyanto, 2017, p. 1)
yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh terapi bermain
menggunakan puzzle bergambar dapat meningkatkan memori jangka
pendek pada anak ADHD. ADHD adalah yang sering disebut sebagai
gangguan kesulitan memusatkan perhatian, impulsif, dan hiperaktif
yakni suatu sindrom neuropsikiatrik yang banyak ditemukan pada anak-
anak terlebih anak laki-laki. Gejala seperti kurangnya konsentrasi,
hiperaktif, serta impulsif pada anak ADHD dapat menganggu
perkembangan anak salah satunya perkembangan kognitif atau
kemampuan memori jangka pendek. Subjek dalam penelitian ini adalah
satu anak laki-laki ADHD berusia 8 tahun. Metode pengumpulan data
menggunakan skala digit span dan dianalisa dengan menggunakan
analisa grafik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi
bermain menyusun puzzle bergambar dapat meningkatkan memori
jangka pendek pada anak ADHD untuk mengulang angka dan huruf
dari depan.
16. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam (Marettina & Maruti,
2016, pp. 1-7) yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh senam otak dapat meningkatkan kemampuan mengingat
memori jangka pendek lansia di unit pelayanan sosial Pucang Gading
Semarang. Desain penelitian ini adalah Quasi Ekperimen dengan
pendekatan one group pretest-postest, intervensi dilakukan 5 kali dalam
2 minggu. Jumlah sampel dalam penelitian ini 19 lansia dengan
mengguankan teknik random sampling . Hasil analisis bivariat dengan
uji T berpasangan menunjukan ada pengaruh terapi senam otak
terhadap peningkatan kemampuan mengingat memori jangka
pendek.Lansia mengalami peningkatan skor memori jangka pendek
setelah dilakukan terapi senam otak sebanyak 5 kali dibuktikan dengan
lebih banyak deretan angka yang dapat diingat oleh lansia, walaupun
peningkatannya kurang signifikan. dikarenakan proses menua yang
terjadi pada lansia.
C. Analisis
3. Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih
stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak
stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik
mengarahkan diri diberikan, melihat masalah-masalah yang ketugas akan
diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan
memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan
hal- hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian
seseoran adalah faktor internal yang mencakup: minat, kelelahan, dan
karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas
stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian
stimulus secara berkala dan berulang-ulang.
4. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan
orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolah dari
lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang untuk
membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta
mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan
dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap
dengan meningkatnya pengalaman.
5. Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan
mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif,
yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ngatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan
ingatan jangka panjang yang relative permanen.Penyimpanan informasi dalam
jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-
kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk verbal
bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh
peserta didik.
6. Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan
jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh
karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya
pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh,
mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan,
ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai,
materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam
bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah
seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar,
setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan
apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada tiga factor yang
mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan (original
learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan
dengan interval waktu (spaced review).
8. Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat
mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar
atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi ke
situasi lain.
Adapun kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses
belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1. Kondisi Belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang
dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh
pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada
kondisi belajar yang diharapkan.
2. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak
dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan
belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar,
dapat mengukut tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan
motivasi belajar.
3. Pemberian Umpan Balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan,
dan tingkat kompetensinya (Abdurakhman & Rusli, 2017, pp. 19-21).
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa teori belajar pemrosesan
informasi yang terjadi merupakan interaksi faktor internal dan eksternal dari
peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan pembelajaran berbasis teori
sibernetik yang baik yang harus diperhatikan guru di kelas dalam kaitannya
dengan pembelajaran pemrosesan informasi atau sibernetik adalah:
1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang dibahas
3. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran
4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang
5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran
7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil
9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya (Rehalat, Model Pembelajaran Pemrosesan
Informasi, 2014, pp. 9-10)
Sedangkan, aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, karakteristik
pelajaran, sifat materi pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia
D. Skenario
Peserta didik kelas X1I di SMAN 5 Bandung akan segera menghadapi Ujian
Nasional (UN). Maka dari itu guru BK melakukan bimbingan klasikal tentang Cara
Menghafal Cepat dengan Teknik Mnemonik dalam Teori Pemrosesan Informasi
(Sibernetik) kepada peserta didik kelas XII pada jam mata pelajaran kedua dengan
waktu 1x45 menit. Tujuan dari bimbingan klasikal ini adalah untuk membantu
peserta didik kelas XII dalam:
1. Mempermudah peserta didik dalam mengingat pengetahuan baik itu tempat,
orang, tanggal, atau lainnya dengan cara menghubungkan dan
mengasosiasikannya dengan suatu kejadian yang ada hubungannya atau dekat
dengan dirinya
2. Mempermudah peserta didik dalam mengambil kembali pengetahuan yang
sudah lama sehingga dapat dipanggih kembali sewaktu diperlukan
3. Mengefektifkan informasi dari short-term memory (memori jangka pendek)
menjadi long-term memory (memori jangka panjang) dengan berbagai cara yang
terdapat didalamnya
Beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam bimbingan klasikal ini
adalah proyektor, PPT, laptop, dan video. Adapun beberapa tahapan yang akan
dilakukan dalam bimbingan klasikal ini yaitu:
Tahap 1: Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
Guru BK : “Assalammualaikum anak-anak”
Peserta didik : “Waalaikummussalam bu”
Guru BK : “Bagaimana kabarnya hari ini?”
Peserta didik : “Alhamdulillah, luar biasa, Allahu akbar, bersemangat”
Guru BK : “Sebelum memulai kegiatan pada hari ini, alangkah baiknya kita
membaca doa terlebih dahulu agar kegiatan yang dilakukan bisa berjalan dengan
lancar, kepada ketua kelas dipersilahkan untuk memimpin doa”
Ketua kelas : “Berdoa menurut kepercayaan masing-masing, dimulai.”
Ketua kelas : “Berdoa selesai”
Guru BK : “Nah sekarang anak-anak, gimana kalo kita buat kesepakatan dulu
sebelum kegiatan berlanjut. Kalo misalnya nanti kalian mendengar ibu
mengucapkan kata “pagi” kalian harus menjawab dengan “kukuruyukkk”, kalo
misalnya ibu mengucapkan “siang” kalian harus bersorak sambil tepuk tangan, dan
kalo misalnya ibu mengucapkan “malam” kalian harus menjawab “ssttttt”.
Gimana? Kalian setuju?”
Peserta didik : “Setujuuuu.”
Guru BK : “Kita coba dulu yaahhhh. Pagi, malem, siang, pagi, malem,
malem.”
Peserta didik : (merespon ucapan guru)
Guru BK : “Nah sekarang ibu punya video nih buat kalian. Yukkk disimakk.
(sambil memberikan video 1)
Peserta didik : (melihat video)
Guru BK : “Nah sekarang berapa kata yang bisa kalian ingat?”
Peserta didik : (merespon guru BK)
Guru BK : “Nah sekarang ada video lagi nih buat kalian, disimak lagi yukkk.”
Peserta didik : (melihat video)
Guru BK : “Nah sekarang berapa kata yang bisa kalian ingat?”
Peserta didik : (merespon guru BK)
Guru BK : “Apakah kalian menyadari ada perbedaan antara kata yang bisa
kalian ingat antara video pertama dan video kedua?”
Peserta didik : (merespon guru BK)
Guru BK : “Nah benar, jadi kata yang dapat dihapalkan dengan cara visual
berupa gambar-gambar dapat lebih banyak dibandingkan dengan kata yang
dihapalkan dengan cara verbal. Biasanya kita hanya bisa mengingat 5-7 kosa kata
saja ketika menggunakan cara verbal, namun ketika kita menghafal dengan cara
visual kita bisa saja mengingat semua kosa kata yang ada, dan ajaibnya bahkan kita
bisa mengingatnya secara berurutan, berbeda dengan cara verbal. Biasanya sulit
untuk mengingatnya secara berurutan, kata yang kita ingat biasanya tidak berurut”.
Peserta didik : (merespon guru BK)
B. IMPLIKASI
1. Pelaksanaan Bimbingan
Implikasinya terhadap pelaksanaan bimbingan, teori pemrosesan informasi
ini bisa diterapkan atau digunakan untuk bimbingan klasikal. Bimbingan klasikal
ini dilakukan secara tatap muka dikelas secara terjadwal dengan materi-materi
yang telah diprogramkan.
Untuk teknisnya, bimbingan klasikal ini harus dilakukan secara menarik dan
bervariasi, agar siswa fokus dan memperhatikan bimbingan yang diberikan.
Contohnya seperti menggunakan berbagai media elektonik atau menggunakan
cara penyampaian yang ekspresif dan berbeda-beda, mulai dari visual, audio,
maupun audiovisual. Karena setiap peserta didik memiliki cara yang berbeda-
beda dalam memproses informasinya. Selain itu, sebelum bimbingan klasikal
dimulai hendaknya kita memberikan informasi tentang tujuan dan juga topik
yang akan dibahas dalam bimbingan klasikal.
Ketika proses bimbingan klasikal berlangsung, hendaknya guru BK
memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik, penguatan serta feedback
terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik serta memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
Selain itu, jangan terlalu banyak memberikan materi sekaligus dan terlalu cepat
dalam menjelaskan materinya. Pendekatan atau metode layanan yang digunakan
dalam bimbingan klasikal ini, bisa menggunakan ekspositori, ceramah, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
Abdurakhman, O., & Rusli, R. K. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. 4-21.
Abdurakhman, O., & Rusli, R. K. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. 17.
Ardika, Y., & A. S. (2016). Efektivitas Metode Mnemonik Ditinjau dari Daya
Ingat dan Hasil Belajar Matematika Siswa SMK Kelas X. Matematika
Kreatif-Inovatif, 72.
Ariyanto, S. N. (2017). Terapi Bermain Menyusun Puzzle Beragam untuk
Meningkatkan Memori Jangka Pendek Pada Anak ADHD. 1.
Bhinnety, M. (2011). Struktur dan Proses Memori. Buletin Psikologi, 76-87.
Dharmawan, T. (2015). Musik Klasik dan Daya Ingat Jangka Pendek pada
Remaja. Ilmiah Psikologi Terapan, 370-379.
Halim, M. A. (2012). Keefektifan Teknik Mnemonic untuk Meningkatkan
Memori Jangka Panjang dalam Pembelajaran Biologi Pada Siswa Kelas
VIII SMP Al-Islam 1 Surakarta . xi.
Julianto, V. (2017). Meningkatkan Memori Jangka Pendek dengan Karawitan.
Ilmiah Psikologi , 144-145.
Junaidi, M. C., & Soegiarto, B. (251). Hubungan antara Aktivitas Fisik Terhadap
Memori Kerja Murid SMA Don Bosco III Bekasi. Sari Pediatri, 2015.
Khotijah, S., A. T., & P. U. (2017). Penerapan Model Pemrosesan Informasi Pada
Pembelajaran Membaca Siswa Di SMP Negeri 02 Bengkulu Utara . Ilmiah
Korpus, 199.
Khotimah, H., Supena, A., & Hidayat, N. (2019). Meningkatkan Attensi Belajar
Siswa Kelas Awal melalui Media Visual. Pendidikan Anak , 17.
Kusaeri, Lailiyah, S., Ariffadah, Y., & Hidayati, N. (2018). Proses Berpikir Siswa
dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Teori
Pemrosesan Informasi. Suska Jurnal of Education, 125.
Lestari, T., & Nurihsan, A. J. (2017). Efektivitas Stratrgi Pembelajaran SMART
(Stories Method and Recall Training) terhadap Peningkatan Memory Kerja
Anak Fase Sekolah Dasar Kelas Rendah. Repository.Upi.edu, 1-5.
Marettina, N., & Maruti, E. D. (2016). Pengaruh Senam Otak terhadap
Peningkatan Kemampuan Mengingat Memori Jangka Pendek Pada Lansia
di Unit Pelayanan Sosial Pucang Gading Semarang . Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan, 1-7.
Purwanto, S. (2011). Hubungan Daya Ingat Jangka Pendek dan Kecerdasan
dengan Kecepatan Menghafal Al-Quran di Pondok Pesantren Krapyak
Yogyakarta. 70-81.
Rehalat, A. (2014). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Pendidikan Ilmu
Sosial, 7-8.
Rehalat, A. (2014). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, 9-10.
Rinta, L. (2015). Pendidikan Seksual dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif
pada Remaja dan Implikasinya terhadap Ketahanan Psikologi Remaja.
162-175.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories an Educatioanal Perspektive. USA:
Pearson.
Suprapto, A. (2015). Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI Melalui Teori
Pemrosesan Informasi dan Teori Neuroscience. Pendidikan Agama Islam,
49-50.
Thobroni, M., & Mustofa, A. (2013). Belajar & Pembelajaran: Pengembangan
Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Wardhani, S. S. (2017). Penerapan Teknik Repitisi untuk Meningkatkan Memori
Siswa pada Konsep Sel. vii.
Kependidikan, D. J. (2008). Pendekatan, Jenis, Metode Penelitian Pendidikan. 16-
26.
Ramli, M., Hidayah, N., Zen, E. F., Flurentin, E., Lasan, B. B., & Hambali, I.
(2017). Bimbingan Klasikal dan Kelompok. 3-12.
Suryana. (2010). Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. 18-19.