Anda di halaman 1dari 7

Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017

ISBN: 978-602-61268-4-9

Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan (P2)
Tahun 2017 Menggunakan Ms. Access Programming
Suhartono1, Martias2
1
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer BSI Jakarta
Jalan RS Fatmawati No 24 Pondok Labu Jakarta Pusat, Indonesia
Email: suhartono.sht@bsi.ac.id

2
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer BSI Jakarta
Jalan RS Fatmawati No 24 Pondok Labu Jakarta Pusat, Indonesia
Email: martias.mts@bsi.ac.id

Abstrak – Pada era millennium saat ini kemajuan ilmu dan teknologi di berbagai dunia semakin cepat melalui riset
dan inovasi yang terus menerus. Pergerakan antar manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain di buat
semaksimal dan secepat mungkin. Oleh sebab itu diperlukan dana yang sangat besar terutama untuk pembangunan
infrastruktur agar hal itu dapat terwujud. Pajak Bumi dan Bangunan adalah salah satu sumber dana yang diperlukan
untuk mempercepat pembangunan infrastruktur suatu negara atau daerah. PBB yang dikenakan terhadap pemilik
bumi dan bangunan yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang di tentukan oleh keadaan objek
pajak yaitu bumi/ tanah dan/atau bangunan dan sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah dan
sisanya untuk pemerintah pusat yang akan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan daerah. Sejak 1 Januari
2014 kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dialihkan dari pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
Subjek PBB P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki bangunan dan/atau menguasai bangunan dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan setiap 3 (tiga)
tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayah dan dilakukan
oleh Kepala Daerah.

Kata Kunci : Pajak Bumi dan Bangunan, Pedesaan dan Perkotaan, Ms. Access Programming

I. PENDAHULUAN sistem pemerintah pusat dari sentralisasi fiskal


Perkembangan infrastruktur yang baik dan menjadi disentralisasi fiskal dalam upaya memberikan
dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dari keleluasaan bagi pemerintah daerah melalui otonomi
Sabang sampai Merauke merupakan salah satu tujuan daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.
utama dari pembangunan nasional yang dicita-citakan Menurut (Kakunsi, 2013), perpajakan
Pemerintah sejak dahulu. Diperlukan dana yang sangat merupakan salah satu komponen penting dalam
besar dan dukungan banyak pihak agar hal tersebut perekonomian Indonesia, hal ini tercermin dalam
dapat terwujud secepatnya. Salah satu sumber dana APBN dengan jumlah pendapatan dari pajak hingga
yang dapat diandalkan untuk kemajuan infrastruktur triliun pada APBN.Optimalnya pendapatan pajak
suatu daerah adalah dari Pajak Bumi dan Bangunan untuk mendanai APBN merupakan wujud nyata
yang merupakan pendapatan asli daerah tersebut. kemandirian pendanaan pembangunan.Beragamnya
Menurut (Ngumar, 2016), pajak merupakan peraturan dan perubahan yang ada di sektor pajak
alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk perlu disosialisasikan, sehingga Wajib Pajak
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung memperoleh pemahaman dalam mengelola laporan
maupun tidak langsung dari masyarakat guna keuangannya.Selain itu, dunia usaha perlu memahami
membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan bahwa pajak memberikan kontribusi untuk
nasional dan ekonomi masyarakat. Sistem perpajakan pembangunan infrastruktur dan berbagai perangkat
selalu mengalami perubahan dari masa kemasa sesuai yang mendorong kemudahan melakukan usaha serta
perkembangan masyarakat dan Negara, baik dalam berbagai kebutuhan dalam membangun perusahaan
bidang kenegaraaan maupun dalam bidang sosial dan dan memberikan kontribusi bagi pendapatan
ekonomi. Salah satu pajak yang mempengaruhi Negara.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan
pendapatan daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan salah satu dari kebijakan reformasi perpajakan tahun
(PBB). 1985. Pajak Bumi dan Bangunan terdapat 5 jenis yang
Menurut (Antong, 2015), pajak bumi dan biasa disingkat menjadi P2 dan P3. PBB P2 sendiri
bangunan perdesaan dan perkotaan di awal adalah PBB sektor pedesaan dan perkotaan sedangkan
pengelolaannya menjadi primadona pendapatan asli PBB P5 adalah PBB sektor perkebunan, perikanan dan
daerah. Hal ini disebabkan karena adanya pengalihan pertambangan.

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-111


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

Menurut (Damaiyanti, 2014), sektor b. KMK No.201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian


perpajakan memberikan kontribusi yang besar bagi besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
pendapatan pemerintah suatu Negara. Penerimaan (NJOPTKP) sebagai dasar perhitungan Pajak Bumi
perpajakan adalah penerimaan yang dapat diandalkan dan Bangunan.
sebagai pembiayaan pembangunan pemerintah c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
khususnya pembangunan daerah. Pajak Bumi dan 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi
Bangunan terus mengalami peningkatan seiring dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar
dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan. d. Keputusan Menteri Keuangan
No.1004/KMK.04/1985 tentang penetuan Badan
II. LANDASAN TEORI atau Perwakilan Organisasi Internasional yang
menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut (UU No.12, 1994)adalah iuran yang yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
dikenakan terhadap pemilik, pemegang kekuasaan, e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-
penyewa dan yang memperoleh manfaat dari bumi dan 251/PJ./2000 tentang Tata Cara Penetapan
atau bangunan. Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Tidak Kena Pajak
Menurut (Suandy, 2005), Pajak Bumi dan sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan Bangunan.
besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-
dan bumi dan/atau tanah. Keadaan subjek (siapa yang 16/PJ.6/1998 tentang pengenaan Pajak Bumi dan
membayar) tidak ikut menentukan besar pajak. Bangunan.
Menurut (Siahaan, 2010)Pajak Bumi dan g. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah 43/PJ.6/2003 tentang penyesuaian besarnya Nilai
pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, Jual Objek Kena Pajak Tidak Kena Pajak
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi (NJOPTKP) PBB dan perubahan Nilai Perolehan
atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Bea
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan untuk
pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah tahun pajak 2004.
permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan h. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-
pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. 57/PJ.6/1994 tentang penegasan dan penjelasan
Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan atas
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara Fasilitas Umum dan Sarana Sosial untuk Kawasan
tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau Industri dan Real Estate.
laut. 2.3 Asas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Menurut (Mardiasmo, 2011) adalah iuran Menurut (Mardiasmo, 2011), untuk
yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada memberikan kenyamanan bagi para wajib pajak,
pemerintah daerah dan sisanya untuk pemerintah pusat pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam
yang akan digunakan untuk pelaksanaan beberapa asas yang meliputi:
pembangunan daerah. a. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
Menurut Resmi (2011,30) PBB adalah pajak b. Adanya kepastian hukum.
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak c. Mudah dimengerti dan adil.
terutang di tentukan oleh keadaan objek pajak yaitu d. Menghindari pajak berganda.
bumi/ tanah dan/atau bangunan. 2.4 Objek dan Bukan Objek Pajak Bumi dan
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat Bangunan (PBB)
disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Menurut (UU No.12, 1994),berikut ini adalah
adalah iuran yang dikenakan terhadap pemilik bumi ObjekPBB :
dan bangunan yang bersifat kebendaan dalam arti arti a. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau
besarnya pajak terutang di tentukan oleh keadaan bangunan.
objek pajak yaitu bumi/ tanah dan/atau bangunan dan b. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan
sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah bangunan adalah pengelompokkan bumi dan
daerah dan sisanya untuk pemerintah pusat yang akan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan daerah. sebagai pedoman serta untuk memudahkan
2.2 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan penghitungan pajak terutang.
(PBB) Dengan menentukan klasifikasi bumi/tanah
Dasar hukum yang berkaitan dengan Pokok diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
Ketetapan PBB dan perhitungan PBB serta hal-hal lain 1) Letak
yang bersangkutan dengan hal tersebut diantaranya 2) Peruntukan
adalah sebagai berikut : 3) Pemanfaatan
a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 4) Kondisi lingkungan dan lain-lain
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Dalam menentukan klasifikasi bangunan
nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
Bangunan. 1) Bahan yang digunakan

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-112


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

2) Rekayasa Orang atau badan yang mempunyai hak, memiliki,


3) Letak menguasai atau mendapat manfaat dari bangunan yang
4) Kondisi lingkungan dan lain-lain nilai jual kena pajaknya kurang dari Rp 8.000.000,-
Didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun (berdasarkan ketentuan Undang-undang No.12 tahun
1994 juga diatur beberapa objek pajak yang tidak 1994) tetap merupakan subjek pajak tetapi bukan
dikenakan PBB yaitu: merupakan wajib pajak.
a. Digunakan semata-mata untuk kepentingan umum 2.6 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan,dan Menurut (UU No.12, 1994), PBB
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5%
untuk memperoleh keuntungan. Digunakan untuk (lima persepuluh persen) yang berlaku sejak Undang-
kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis undang Nomor 12 Tahun 1985 sampai dengan
dengan itu. sekarang.
b. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan Menurut (Booklet PBB, 2012), ketika
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikelola oleh Pemda, maka tarifnya paling tinggi 0.3%
dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum (sesuai dengan UU PDRD.
dibebani suatu hak. Menurut (Perda No.2, 2016), tarif pajak
c. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat untuk NJOPnya dibawah Rp 1 milyar, tarifnya 0,1%.
berdasarkan atas perlakuan timbal balik. Untuk NJOP diatas Rp 1 milyar tarifnya 0,2% .
d. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi (ketentuan mengenai tarif berlaku 2017).Nilai Jual
internasional yang ditentukan oleh Menteri Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah Rp
Keuangan. 10 juta untuk setiap WP.
2.5 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2.7 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut (Waluyo, 2014), subjek pajak dalam (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan Menurut (Murtopo, 2010)yang menjadi Dasar
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau yang mempunyai pengertian harga rata-rata yang
memiliki menguasai, dan/atau memperoleh manfaat diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
atas bangunan. Dengan demikian subjek pajak tersebut wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,
di atas menjadi Wajib Pajak PBB. Jika Subjek Pajak NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,atau
Objek Pajak sedangkan perawatannya dikuasakan nilai jual objek pajak pengganti.
kepada orang atau badan, orang atau badan yang Berdasarkan pengertian NJOP tersebut
diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak oleh terdapat 3 (tiga) pendekatan penilaian yang dapat
Direktur Jenderal Pajak. Namun penunjukkannya dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP, yaitu:
tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subjek a. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
Pajak yang ditetapkan seperti pada contoh di atas yaitu menentukan nilai suatu objek (property)
dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada dengan jalan membandingkan objek yang dinilai
Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak dengan objek lain yang sejenis yang telah
terhadap Objek Pajak dimaksud. Apabila keterangan diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini disebut juga
yang diajukan oleh Wajib Pajak disetujui, maka metode perbandingan harga
Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan b. Pendekatan Biaya (Cost Approach) yaitu
sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu satu bulan menentukan nilai suatu objek (property) dengan
sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. Namun jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan
jika tidak disetujui, Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh objek tersebut. Biaya yang
mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai diperhitungkan adalah biaya bangunan baru
dengan alasan-alasan. Selanjutnya setelah jangka kemudian dikurangi dengan penyusutan yang ada.
waktu satu bulan sejak diterima keterangan ternyata c. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu
DJP tidak memberikan keputusan, keterangan yang menentukan nilai suatu objek (property) dengan
pernah diajukan dianggap disetujui. jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari
Menurut (Muttaqin, 2001), yang menjadi objek tersebut dengan suatu tingkat kapitalisasi
subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang tertentu. Pendekatan ini disebut juga pendekatan
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak kapitalisasi.
atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh setiap 3 (tiga) tahun, kecuali daerah tertentu setiap
manfaat atas bumi dan bangunan. Subjek Pajak Bumi tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan
dan Bangunan belum tentu merupakan wajib pajak, ekonomi setempat. NJOP dikelompokkan ke dalam
subjek pajak baru merupakan wajib pajak jika kelas-kelas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik
mempunyai objek Pajak Bumi dan Bangunan yang untuk bumi maupun bangunan.
dikenakan pajak. Hal ini berarti mempunyai hak atas Mulai 1 Januari 2011, pengelompokkan kelas
objek yang dikenakan pajak, memiliki, menguasai tanah dan atau bangunan mengacu pada PMK Nomor
atau memperoleh manfaat dari objek kena pajak. 150/PMK. 03/2010 menggantikan KMK Nomor
523/KMK.04/1998 di mana NJOP PBB untuk tanah

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-113


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

dan bangunan tidak lagi dikelompokkan dalam kelas 2) Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten
A dan B lagi. Akan tetapi, masing-masing tanah dan atau Kota.
bangunan terdapat 100 kelas. Untuk sektor perkotaan 2.11 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP),
dan pedesaan tanah atau bumi, kelas tertinggi adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT),
kelas 001 dengan NJOP sebesar Rp 68.545.000,- per dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
m2 dan kelas terendah adalah kelas 100 dengan NJOP Menurut (Mardiasmo, 2011), berikut ini
sebesar Rp 140,- per m2. Sedangkan untuk sektor adalah mengenai SPOP, SPPT dan SKP :
perkotaan dan pedesaan bangunan, kelas tertinggi juga a. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib
kelas 001 dengan NJOP Rp 15.250.000,- per m2 dan mendaftarkan objek pajaknya dengan memakai
kelas terendah adalah kelas 040 dengan NJOP sebesar SPOP
Rp 50.000,- per m2. b. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan
2.8 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan
Menurut(KMK No. 201, 2000) di dalam kepada dirjen pajak yang wilayah kerjanya
pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30
dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) maksimum sebesar Rp pajak.
12.000.000 (dua belas juta rupiah) dan minimal Rp. c. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan
10.000.000 (sepuluh juta rupiah) per Wajib Pajak dan SPOP yang diterimanya.
ditetapkan secara Regional. d. Dirjen Pajak dapat mengeluarkan surat ketetapan
2.9 Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan pajak dalam hal sebagai berikut:
Bangunan (PBB) 1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah
Menurut (Waluyo, 2014), Dasar ditegur secara tertulis tidak disampaikan
Penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
(NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% 2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
(dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% keterangan lain ternyata jumlah pajak terutang
(seratus persen) dari Nilai Jual Objek Pajak. (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak
Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 disampaikan oleh wajib pajak.
Tahun 2000 yang diberlakukan mulai tahun pajak e. Jumlah pajak terutang dalam SKP sebagaimana
2001 yaitu: dimaksud nomor 4 huruf a adalah pokok pajak
1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
Objek Pajak (NJOP); dihitung dari pokok pajak.
a. Objek Pajak perkebunan f. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB
b. Objek Pajak kehutanan sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b, adalah
c. Objek Pajak lainnya, yang apabila NJOP atas selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil
bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari pemeriksaan atau keterangan lain dalam pajak
Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) terutang yang dihitung berdasarkan SPOP
2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual ditambah denda administrasi sebesar 25% dari
Objek Pajak (NJOP); selisih pajak yang terutang.
a. Objek Pajak pertambangan Agar lebih mudah dipahami, berikut
b. Objek Pajak lainnya, yang apabila NJOP-nya diberikan bagan penerbitan ketetapan:
kurang dari Rp 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah).
Rumusan Pajak Bumi dan Bangunan:
PBB Terutang =Tarif Pajak x [ % NJKP x
(NJOP untuk Penghitungan Pajak – NJOPTKP)]

2.10 Tahun Pajak, Saat dan Tempat Pajak


Terutang
Menurut (Mardiasmo, 2011) tahun pajak, saat Sumber : (Mardiasmo, 2011)
dan tempat pajak terutang , yaitu: Gambar 1
a. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun Mekanisme Penerbitan Ketetapan
takwim, jangka waktu satu tahun takwim adalah
dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. 2.12 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
b. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah Menurut (Mardiasmo, 2011), berikut tata cara
menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 pembayaran dan penagihan :
Januari. a. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus
c. Tempat pajak terutang: dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak
1) Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Khusus Ibukota Jakarta

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-114


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

b. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus


dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak III METODE PENELITIAN
tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
c. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo Metode yang digunakan dalam penelitian ini
pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, adalah:
dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua 1. Studi Literatur
persen) sebulan, yang dihitung saat jatuh tempo Studi literatur atau studi pustaka dilakukan
sampai dengan hari pembayaran untuk jangka dengan mengumpulkan data dari berbagai
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. sumber dan membaca dari berbagai buku
d. Denda administrasi sebagaimana dimaksud no.3 di literatur yang dilakukan untuk mendukung
atas, ditambah dengan utang pajak yang belum pemahaman terhadap konsep-konsep yang
atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan berkaitan langsung dengan penelitian yang
Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat- diperoleh. Data tersebut diperoleh dalam bentuk
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya publikasi seperti jurnal, buku resferensi dan
STP oleh wajib pajak. website yang berisi tentang sukuk dan MS.
e. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Acces Programming.
Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh 2. Pengambilan kesimpulan
Menteri Keuangan. Data sekunder yang telah diperoleh kemudian di
f. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur analisa. Setelah proses analisa selesai dilakukan,
oleh Menteri Keuangan. maka langkah selanjutnya adalah melakukan
g. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) , pengambilan kesimpulan dengan cara menarik
surat ketetapan pajak, dan Surat Tagihan Pajak kesimpulan dari analisa data yang dilakukan
(STP) merupakan dasar penagihan pajak. sebelumnya.
h. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang
tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih IV.PEMBAHASAN
dengan Surat Paksa.
Agar lebih mudah dipahami, berikut bagan 4.1 Proses Input Data
tata cara pembayaran dan penagihan : Proses analisis perhitungan Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2)
menggunakan ilustrasi data yang diolah dengan MS.
Acces Programming. Pada layar komputer akan tampil
form kosong seperti berikut ini :

Sumber : (Mardiasmo, 2011)


Gambar 2
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB

2.13 Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan


Bangunan (PBB)
Menurut (Waluyo, 2014)bahwa hasil
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
penerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah
Sumber : (KS, 2016)
Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan
Gambar 3
pembagian sekurang-kurangnya 90% (Sembilan puluh
Form Input Data Perhitungan PBB P2 (kosong)
persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan
1. Pada form tersebut program akan meminta user
Pemerintah Daerah Tingkat I sebagai pendapatan
untuk menginput luas tanah. Pada contoh kasus
daerah yang bersangkutan, sedangkan sisanya 10%
luas tanah di input sebesar 80 m2
merupakan bagian pemerintah pusat yang menurut PP
2. Selanjutnya program akan meminta user untuk
No. 16 Tahun 2000 dibagikan kepada seluruh Daerah
menginput NJOP tanah. Pada contoh kasus NJOP
Kabupaten/Kota. Dengan memperhatikan pembagian
tanahdi input sebesar Rp. 2.176.000
tersebut terlihat bahwa hasil penerimaan Pajak Bumi
3. Kemudian program akan meminta user untuk
dan Bangunan diarahkan untuk kepentingan
menginput luas bangunan. Pada contoh kasus luas
masyarakat di Daerah Tingkat II. Imbangan
bangunan di input sebesar 36 m2
pembagian hasil penerimaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-115


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

4. Berikutnya program akan meminta user untuk pajak tersebut di atas menjadi Wajib Pajak PBB.
menginput NJOP bangunan. Pada contoh kasus Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak
NJOP bangunan di input sebesar Rp.968.000 (NJOP) yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari
5. Selanjutnya program secara otomatis akan transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
menampilkan perhitungan PBB untuk : bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
a. Tanah/Bumi yaitu sebesar Rp. 174.080.000 di ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek
dapat dari 80 x Rp. 2.176.000 lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,atau nilai
b. Bangunan yaitu sebesar Rp. 34.848.000 di jual objek pajak pengganti. NJOP ditetapkan oleh
dapat dari 36 x Rp. 968.000 Menteri Keuangan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali
c. NJOP yaitu sebesar Rp. 208.928.000 di dapat daerah tertentu setiap tahun sesuai dengan
dari Rp. 174.080.000 + Rp. 34.848.000 perkembangan sosial dan ekonomi setempat.
6. Kemudian program akan meminta user untuk
menginput NJOPTKP. Pada contoh kasus REFERENSI
NJOPTKP di input sebesar Rp. 10.000.000
7. Program secara otomatis akan menampilkan nilai Antong, dkk. 2015. Pengaruh Pengelolaan Pajak Bumi
jual kena pajak yaitu sebesar Rp. 198.928.000 yang dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Tahun
didapat dari Rp. 208.928.000 - Rp. 10.000.000 2014 Terhadap Perencanaan Anggaran
Penerimaan Pada DPPKAD Kota Palopo. Jurnal
8. Terakhir progam akan meminta user untuk
A kuntansi STIE Muhammadiyah Palopo.
menginput tarif pajak PBB. Pada contoh kasus Vol.02 No.01 Hal. 10-15
tarif PBB di input sebesar 0.1% (untuk kab. Bogor)
9. Program secara otomatis akan menampilkan biaya Damaiyanti, Dian Ni Putu dan I Putu Ery Setiawan.
PBB yang harus dibayarkan yaitu sebesar Rp. 2014. Analisis Efektivitas dan Kontribusi
198.928 yang didapat dari 0.1% x Rp. 198.928.000 Penerimaan PBB Terhadap PAD Kota Denpasar.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vo. 9
No. 1. Hal. 97-105

Booklet PBB Direktorat Jenderal Pajak. 2012..


Diakses dari
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Booklet
PBB.pdf, pada tanggal 20 September 2017.

Kakunsi, Indah Eunike. 2013. Analisis Pelaporan dan


Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Pada
Dinas PPKAD Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Jurnal EMBA Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan AkuntansiUniversitas Sam Ratulangi
Mana. Vol.1 No.4, Hal. 1934-1945

KMK No. 201.Keputusan Menteri Keuangan No:


201/KMK.04/2000 Tanggal 6 Juni 2000 Tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Sumber :(KS, 2016)
Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Perhitungan
Gambar 4.
Pajak Bumi dan Bangunan
Form Output Data Perhitungan PBB P2 (isi)
Mardiasmo.2011. Perpajakan Edisi Revisi. Penerbit
Berdasarkan perhitungan tersebut diatas dapat
Andi. Yogyakarta
di ketahui bahwa biaya PBB P2 tahun 2017 untuk
rumah dengan type 36/80 adalah sebesar Rp. 198.928
Murtopo, Purno. 2010. Susunan Satu Naskah 8
(Delapan) Undang-undang Perpajakan. Mitra
V.KESIMPULAN
Wacana Media. Jakarta
Sesuai dengan namanya, yang menjadi objek
Perda No. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No.
pada pajak bumi dan banguanan adalah bumi dan atau
bangunan yang di kelompokkan menurut nilai jualnya 2 Tahun 2016 Tentang Pajak Daerah
dan digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan
penghitungan pajak terutang. Sedangkan subjek pajak Resmi, Siti. 2011. Perpajakan : Toeri dan Kasus.
dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau Salemba Empat. Jakarta
badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, Muttaqin, Soemitro Rochmat danZainal. 2001. Pajak
dan/atau memiliki menguasai, dan/atau memperoleh Bumi dan Bangunan. Refika Aditama. Bandung.
manfaat atas bangunan. Dengan demikian subjek

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-116


Simposium Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 2017
ISBN: 978-602-61268-4-9

Siahaan, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah. Raja. Grafindo Persada :
Jakarta.

Suandy, Erly. 2005. Hukum Pajak. Edisi Ketiga.


Salemba Empat. Jakarta

UU No. 12. Undang-undang nomor 12 Tahun 1994


tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Waluyo. 2014. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat.


Jakarta

Ngumar, Berliana Esti Widari dan Sutjipto. 2016.


Analisis Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan
Terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah Kota
Surabaya. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen :
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
(STIESIA) Surabaya. Volume 5, Nomor 10, Hal
1-17

Prosiding SIMNASIPTEK: Hal. A-117

Anda mungkin juga menyukai