Kelompok 2 :
-Tino _Kiki -Daffa -Raya -Aulia
-Putri -Anselma -Clarista
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pajak bumi dan bangunan memiliki peranan penting dan manfaat yang
besar bagi kehidupan masyarakat.Pajak memiliki peran yang sangat penting
terhadap kelangsungan masyarakat, terutama di Indonesia.Setiap harta yang
dimiliki wajib pajak dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang
ada.Pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan, pajak tersebut merupakan
pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak. Pajak bumi adalah pengenaan
pajak atas permukaan bumi (lahan) berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985.
Sedangkanpajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan; konstruksi teknik
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, atau tempat berusaha,
atau tempat yang dapat diusahakanberdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985.
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar oleh rakyat dengan dasar
hukum yang jelas dan dikelola oleh Pemerintah untuk menjalankan roda
pemerintahan dan melakukan pembangunan dengan tujuan untuk
mensejahterakan rakyat. Peranan pajak dalam suatu negara adalah sebagai
salah satu pendapatan negara yang dapat menjadi aset negara. Selain itu
pajak pada dasarnya mengandung dua sifat, yaitu budgeter (memasukkan)
dan non budgeter (mengatur). Budgeter atau yang berarti memasukkan
adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh pajak. Hal ini dapat dikatakan karena
dengan adanya pajak maka ada uang yang masuk ke kas negara yang
nantinya dikelola dengan tujuan membangun masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sifat
budgeter juga sangat berkaitan dengan fungsi sosial dalam batas-batas
keadilan dan perikemanusian yang terpancar dari nilai-nilai pancasila. Sifat
pajak yang lain adalah non budgeter yang berarti mengatur. Dengan adanya
pemasukan kas negara yang berasal dari pajak maka pembangunan akan
dapat terus berjalan seiring dengan pengelolaan pajak yang baik, adil dan transparan.
Semakin besar pajak yang diterima maka diperlukan
pengelolaan yang lebih dan pembangunan pun akan terus berjalan.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pajak mempunyai
peranan yang sangat vital dimana pajak sebagai pendapatan terbesar negara.
Besar kecilnya pajak yang diterima oleh negara akan sangat menentukan
laju perkembangan roda pemerintahan khususnya dalam melaksanakan
pembangunan. Ada beberapa macam pajak yang diterima oleh kas negara
salah satunya adalah pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak bumi dan
bangunan merupakan iuran wajib kepada kas negara atas dasar kepemilikan,
penguasaan dan perolehan manfaat dari bumi dan bangunan. Apabila dilihat
lebih mendetail pajak bumi adalah pengenaan pajak atas permukaan bumi
(lahan) dan pajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan tersebut.
Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Nilai jual obyek pajak (NJOP)
merupakan taxe base/dasar bagi penentuan pengenaan dan cara perhitungan
besarnya nilai pajak bumi dan bangunan khususnya dalam perhitungan
besarnya nilai harga jual lahan yang umum dan wajar. Jika tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan atau Nilai Jual Pengganti.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya terutama
apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai ekonomis tanah. NJOP
ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jualbeli, maka dalam
pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau
lebih rendah dari transaksi jual beli yang ditentukan oleh masyarakat.
Saat ini hampir seluruh penelitian untuk pengenaan PBB dilakukan
secara masal (mass appraisal), sedangkan penilaian yang dilaksanakan
secara individual (individual appraisal) masih sedikit. Keadaan ini
disebabkan wilayah obyek pajak yang luas, besarnya jumlah obyek pajak
dan waktu yang dibutuhkan cukup lama jika penilaian obyek pajak dilakukan langsung ke
lapangan satu per satu. Hal tersebut membuat
pengelolaan dan pamantauan pajak yang kurang efektif dan efisien.
Pengelolaan dan pemantauan pajak yang kurang efektif dan efisien tidak
hanya dirasakan di Kantor Pusat (Direktorat Pajak) tetapi juga hingga ke
daerah. Salah satu daerah yang mengalami masalah perpajakan tersebut
adalah Kecamatan Serengan. Kecamatan Serengan merupakan kecamatan
yang termasuk pengelolaan dan pemantauan pajaknya tidak efektif dan
efisien. Akibatnya pembangunan di kecamatan tersebut kurang lancar.
Penarikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di kecamatan Serengan dan Pasar
Kliwon diketahui paling rendah dibandingkan tiga kecamatan lainya di Kota
Surakarta.Hal itu akibat minimnya perkantoran yang berdiri di wilayah
tersebut.
Aplikasi SIG dengan dukungan teknologi penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan dalam menentukan nilai jual obyek pajak pada suatu daerah.
Penafsiran pajak bumi tersebut dapat dilakukan dengan interpretasi citra
penginderaan jauh dengan menggunakan parameter-parameter yang
mempengaruhi nilai harga lahan.Dengan data citra penginderaan jauh, saat
ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP pajak
bumi dan bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat atau belum dengan
fakta yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika
pembangunan.Oleh karena itu, penginderaan jauh dapat diterapkan untuk
menentukan besar NJOP pajak bumi dan bangunan disetiap
daerah.Kemampuan Sistem Informasi Geografi untuk mengelola data skala
makro maupun mikro cocok di aplikasikan kedalam bentuk perhitungan
nilai Jual Objek Pajak, disamping kemampuan untuk mengelola data.
Keluaran data dari Aplikasi Sistem Informasi Geografi penentuan Nilai Jual
Objek Pajak mampu memberikan gambaran pendapatan negara atau
penentuan kebijakan mengenai Pajak bumi dan Bangunan dari sektor pajak
dalam skala kecil.
B.Perumusan Masalah
Apabila melihat dari manfaat visualisasi data perpajakkan bumi dan
bangunan ke dalam sebuah peta yang dapat mengefektifkan dan
mengefisienkan visualisasi data perpajakkan bumi dan bangunan ke dalam
sebuah peta di Indonesia maka pada setiap daerah diperlukan pembuatan
peta yang berisi mengenai pajak khususnya pajak bumi dan bangunan yang
di dalamnya terdapat informasi nilai jual obyek pajak (NJOP). Nilai jual
obyek pajak (NJOP) merupakan taxe base/dasar bagi penentuan pengenaan
dan cara perhitungan besarnya nilai pajak bumi dan bangunan khususnya
dalam perhitungan besarnya nilai harga jual lahan yang umum dan wajar.
Pentingnya akan perhitungan harga jual lahan yang umum dan wajar untuk
nilai jual obyek pajak dalam pajak bumi dan bangunan mengaruskan setiap
daerah untuk memetakan nilai obyek pajaknya agar pajak bumi dan
bangunannya dapat dikelola dan dipantau secara efektif dan efisien. Salah
satu daerah di Indonesia yang belum memiliki visualisasi mengenai nilai
jual obyek pajak adalah daerah Kota Surakarta. Beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sebaran NJOP di Kecamatan Serengan dengan pemanfaatan
Aplikasi SIG?
2. Bagaimanakah kecenderungan NJOP Kecamatan Serengan dan mengapa demikian?
C.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui agihan NJOP Kecamatan Serengan dengan menggunakan Aplikasi SIG.
2. Menganalisis kecenderungan NJOP Kecamatan Serengan.
BAB II
PEMBAHASAN
b) Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)= 0,1% x (NJOP – NJOPTKP)
D. Nilai Jual Objek Palak Tidak Kena Palak PBB Pedesaan dan Perkotaan
Besarnya Nilal Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling
rendah Rp.10.000.000,00 untuk Setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP)ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan, untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta
bangunan diatasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor
16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lainnya.
3. Objek Pajak
( Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a) Pemindahan Hak
-Jual beli .
-Tukar Menukar.
-Hibah.
-Hibah Wasiat, adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang
pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia.
-Waris.
-Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, adalah
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau
badan kepada Perseroan terbatas atau badan hukum lainnya sebagai
penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
tersebut.
-Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, adalah pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.penunjukan pembeli
dalam lelang;
-Penunjukan pembeli dalam lelang, adalah penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah
Lelang.
-Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau
badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hakim tersebut.
-Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah
satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.
-Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-
badan usaha yang bergabung tersebut.
-Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan Sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru
tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
-Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.
CONTOH SOAL
Contoh 1:
Sebuah rumah dengan luas bangunan 100 m2 berdiri diatas lahan seluas 200 m2
dengan nilai jual tanah Rp 700.000 per m2 dan nilai jual bangunanRp 600.000 per m2.
Berapa PBB yang harus dibayar
Jumlah NJOP bumi 200 x Rp 700.000,00 = RP140.000.000
.Jumlah NJOP Bangunan 100 x Rp 600.000,00 = RP60.000.000
NJOP sbg dasar pengenaan = Rp200.000.000
NJOPTKP = ( RP12.000.000)
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp188.000.000
NJKP 20% x Rp 188.000.000 = RP37.600.000
PBB yang terutang :
0,5% x Rp37.600.000 = Rp188.000
Contoh Perhitungan PBB Lebih dari Satu Objek Seorang wajib pajak mempunyai
objek pajak berupa bumi dan bangunan di Desa A dan B dengan nilai sebagai berikut
Desa A :
NJOP Bumi Rp13.000.000
NJOP bangunan Rp 9.000.0009
Desa B :
NJOP bumi Rp 8.000.000
NJOP bangunan Rp10.000.000
Dan NJOPTKP untuk Objek pajak wilayah tersebut adalah Rp10.00.000. PBB yang
harus dibayar yaitu :
Desa A :
NJOP Bumi Rp13.000.000
NJOP Bangunan Rp 9.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp22.000.000
NJOPTK (Rp10.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp12.000.000
Desa B:
NJOP Bumi RP 8.000.000
NJOP Bangunan Rp10.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB RP18.000.000
NJOPTKP (RP 0)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp18.000.000
NJKP = 20% x (12.000.00+18.000.000) Rp6.000.000
PBB Terutang = 0,5% x 6.000.000 Rp30.000
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah
termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini
adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang
Nomor 12 Tahun1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak
lebih dahulu dari pada subjeknya.
Banyak hal yang harus diketahui tentang PBB dan peraturannya pun terus
berkembang sehingga kita harus selalu mencari informasi terbaru tentang perpajakan.
Pajak BPHTB adalah sumber penting dalam pendapatan negara terutama untuk daerah.
Karenahanya sebagian kecil yaitu 20 persen untuk pusat dan 80 persennya merupakan
bagian dari daerah. Sehingga dibutuhkan sinergi antara pemerintah dengan
masyarakat dalam menjaga konsistensi dalam pembangunan. Demi mendapatkan hasil
yang maksimal atas pajak BPHTB.Memberikan konsekuensi kepada pemerintah untuk
memberikan stimulan dan insentif kepada pengembang perumahan maupun masyarakat
miskin agar program pembangunan perumahan bisa terwujud. Sebagai salah satu upaya
dalam pembanguna atas pajak BPHTB. Sedangkan dibidang hak atas tanah maka perizinan
atas tanah serta pembangunan semestinya tidak melalui administrasi yang berbelit-belit
agar tidak mejadi maslah baru dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini.
Terjadinya pengurangan bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak sepenuhnya
menjadi masalah dan tugas pemerintah dalam penyelesaiannya. Masyarakat juga
memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya.