Anda di halaman 1dari 16

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Kelompok 2 :
-Tino _Kiki -Daffa -Raya -Aulia
-Putri -Anselma -Clarista

SMA GAMA YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pajak bumi dan bangunan memiliki peranan penting dan manfaat yang
besar bagi kehidupan masyarakat.Pajak memiliki peran yang sangat penting
terhadap kelangsungan masyarakat, terutama di Indonesia.Setiap harta yang
dimiliki wajib pajak dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang
ada.Pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan, pajak tersebut merupakan
pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak. Pajak bumi adalah pengenaan
pajak atas permukaan bumi (lahan) berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985.
Sedangkanpajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan; konstruksi teknik
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, atau tempat berusaha,
atau tempat yang dapat diusahakanberdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985.
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar oleh rakyat dengan dasar
hukum yang jelas dan dikelola oleh Pemerintah untuk menjalankan roda
pemerintahan dan melakukan pembangunan dengan tujuan untuk
mensejahterakan rakyat. Peranan pajak dalam suatu negara adalah sebagai
salah satu pendapatan negara yang dapat menjadi aset negara. Selain itu
pajak pada dasarnya mengandung dua sifat, yaitu budgeter (memasukkan)
dan non budgeter (mengatur). Budgeter atau yang berarti memasukkan
adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh pajak. Hal ini dapat dikatakan karena
dengan adanya pajak maka ada uang yang masuk ke kas negara yang
nantinya dikelola dengan tujuan membangun masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sifat
budgeter juga sangat berkaitan dengan fungsi sosial dalam batas-batas
keadilan dan perikemanusian yang terpancar dari nilai-nilai pancasila. Sifat
pajak yang lain adalah non budgeter yang berarti mengatur. Dengan adanya
pemasukan kas negara yang berasal dari pajak maka pembangunan akan
dapat terus berjalan seiring dengan pengelolaan pajak yang baik, adil dan transparan.
Semakin besar pajak yang diterima maka diperlukan
pengelolaan yang lebih dan pembangunan pun akan terus berjalan.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pajak mempunyai
peranan yang sangat vital dimana pajak sebagai pendapatan terbesar negara.
Besar kecilnya pajak yang diterima oleh negara akan sangat menentukan
laju perkembangan roda pemerintahan khususnya dalam melaksanakan
pembangunan. Ada beberapa macam pajak yang diterima oleh kas negara
salah satunya adalah pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak bumi dan
bangunan merupakan iuran wajib kepada kas negara atas dasar kepemilikan,
penguasaan dan perolehan manfaat dari bumi dan bangunan. Apabila dilihat
lebih mendetail pajak bumi adalah pengenaan pajak atas permukaan bumi
(lahan) dan pajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan tersebut.
Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Nilai jual obyek pajak (NJOP)
merupakan taxe base/dasar bagi penentuan pengenaan dan cara perhitungan
besarnya nilai pajak bumi dan bangunan khususnya dalam perhitungan
besarnya nilai harga jual lahan yang umum dan wajar. Jika tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan atau Nilai Jual Pengganti.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya terutama
apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai ekonomis tanah. NJOP
ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jualbeli, maka dalam
pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau
lebih rendah dari transaksi jual beli yang ditentukan oleh masyarakat.
Saat ini hampir seluruh penelitian untuk pengenaan PBB dilakukan
secara masal (mass appraisal), sedangkan penilaian yang dilaksanakan
secara individual (individual appraisal) masih sedikit. Keadaan ini
disebabkan wilayah obyek pajak yang luas, besarnya jumlah obyek pajak
dan waktu yang dibutuhkan cukup lama jika penilaian obyek pajak dilakukan langsung ke
lapangan satu per satu. Hal tersebut membuat
pengelolaan dan pamantauan pajak yang kurang efektif dan efisien.
Pengelolaan dan pemantauan pajak yang kurang efektif dan efisien tidak
hanya dirasakan di Kantor Pusat (Direktorat Pajak) tetapi juga hingga ke
daerah. Salah satu daerah yang mengalami masalah perpajakan tersebut
adalah Kecamatan Serengan. Kecamatan Serengan merupakan kecamatan
yang termasuk pengelolaan dan pemantauan pajaknya tidak efektif dan
efisien. Akibatnya pembangunan di kecamatan tersebut kurang lancar.
Penarikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di kecamatan Serengan dan Pasar
Kliwon diketahui paling rendah dibandingkan tiga kecamatan lainya di Kota
Surakarta.Hal itu akibat minimnya perkantoran yang berdiri di wilayah
tersebut.
Aplikasi SIG dengan dukungan teknologi penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan dalam menentukan nilai jual obyek pajak pada suatu daerah.
Penafsiran pajak bumi tersebut dapat dilakukan dengan interpretasi citra
penginderaan jauh dengan menggunakan parameter-parameter yang
mempengaruhi nilai harga lahan.Dengan data citra penginderaan jauh, saat
ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP pajak
bumi dan bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat atau belum dengan
fakta yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika
pembangunan.Oleh karena itu, penginderaan jauh dapat diterapkan untuk
menentukan besar NJOP pajak bumi dan bangunan disetiap
daerah.Kemampuan Sistem Informasi Geografi untuk mengelola data skala
makro maupun mikro cocok di aplikasikan kedalam bentuk perhitungan
nilai Jual Objek Pajak, disamping kemampuan untuk mengelola data.
Keluaran data dari Aplikasi Sistem Informasi Geografi penentuan Nilai Jual
Objek Pajak mampu memberikan gambaran pendapatan negara atau
penentuan kebijakan mengenai Pajak bumi dan Bangunan dari sektor pajak
dalam skala kecil.

B.Perumusan Masalah
Apabila melihat dari manfaat visualisasi data perpajakkan bumi dan
bangunan ke dalam sebuah peta yang dapat mengefektifkan dan
mengefisienkan visualisasi data perpajakkan bumi dan bangunan ke dalam
sebuah peta di Indonesia maka pada setiap daerah diperlukan pembuatan
peta yang berisi mengenai pajak khususnya pajak bumi dan bangunan yang
di dalamnya terdapat informasi nilai jual obyek pajak (NJOP). Nilai jual
obyek pajak (NJOP) merupakan taxe base/dasar bagi penentuan pengenaan
dan cara perhitungan besarnya nilai pajak bumi dan bangunan khususnya
dalam perhitungan besarnya nilai harga jual lahan yang umum dan wajar.
Pentingnya akan perhitungan harga jual lahan yang umum dan wajar untuk
nilai jual obyek pajak dalam pajak bumi dan bangunan mengaruskan setiap
daerah untuk memetakan nilai obyek pajaknya agar pajak bumi dan
bangunannya dapat dikelola dan dipantau secara efektif dan efisien. Salah
satu daerah di Indonesia yang belum memiliki visualisasi mengenai nilai
jual obyek pajak adalah daerah Kota Surakarta. Beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sebaran NJOP di Kecamatan Serengan dengan pemanfaatan
Aplikasi SIG?
2. Bagaimanakah kecenderungan NJOP Kecamatan Serengan dan mengapa demikian?
C.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui agihan NJOP Kecamatan Serengan dengan menggunakan Aplikasi SIG.
2. Menganalisis kecenderungan NJOP Kecamatan Serengan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


1. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan adalah :
a) UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12
Tahun1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
b) KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual
Objek PajakTidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan
Bangunan.
c) KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai
Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
d) KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan
OrganisasiInternasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan
Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
e) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan
Pajak Bumi dan Bangunan.
f) Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003
Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak.
g) Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
KenaPajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
h) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan
Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan
Industri dan Real Estate.
2.Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Bangunan objek PBB adalah "Bumi dan atau Bangunan". Klasifikasi objek pajak diatur
oleh Menteri Keuangan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi
dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta unuk
memudahkan penghitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifkasi
bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Letak
2. Peruntukan
3. Pemanfaatan
4. Kondisi lingkungan dll
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Bahan yang digunakan
2. Rekayasa
3. Letak
4. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

3.Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Di Kecualikan


Obyek yang dikecualikan adalah:
a) Digunakan semata –mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,
sosial,pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak di maksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti; masjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-
lain.
b) Digunakan untuk kuburan.,
c) Digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan purbakala.
d) Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain
.e) Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan
OrganisasiInternasional yang ditentuikan oleh Menteri Keuangan.

5.Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
a) mempunyai hak atas bumi/tanah, dan /atau;
b) memperoleh manfaat atas bumi /tanah dan / atau ;
c) memiliki bangunan dan /atau;
d) menguasai bangunan ,dan atau;
e) memperoleh manfaat atas bangunan.

6. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan


Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditetapkan
perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
3. Nilai perolehan baru;
4. Penentuan nilai jual objek pajak pengganti.

7.Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena
pajak.Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya
Rp 12.000.000,dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu
Tahun Pajak.
2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan
tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

8. Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan


Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP).Besarnya NJKP adalah :
a) Objek pajak perkebunan adalah 40%
b) Objek pajak kehutanan adalah 40%
c) Objek pajak pertambangan adalah 40%
d) Objek pajak lainnya ( Pedesaan dan Perkotaan)
Apabila NJOPnya < Rp. 1000.000.000,- adalah 40%
 Apabila NJOPnya > Rp. 1000.000.000,- adalah 20%

9. Tarif Pajak PBB


Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 persen.

10. Rumus Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan


Rumus perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x NJKP
Contoh :
a) Jika NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 40% x (NJOP – NJOPTKP)= 0,2% x (NJOP – NJOPTKP)

b) Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
NJKP = 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)= 0,1% x (NJOP – NJOPTKP)

BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN


Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah(PDRD).
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman
sertalaut wilayah Indonesia
Contoh : Sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang dll
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
danatau perairan.
Contoh : Rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas
lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dil.

A. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB Pedesaan dan Perkotaan


Objek pajak yang tidak dikenakan PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah objek yang:
1. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaran pemerintahan
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosialkesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untukmemperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit
pemerintah, sekolah, pantiasuhan, candi, dan lain-lain.
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
4. Merupakan hutan lindung suaka alam , hutan wisata , taman nasional , tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa , dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asa perlakuan timbal balik.
6. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan peraturan Menteri Keuangan.

B. Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB Pedesaan dan Perkota- an


Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
1. Mempunyal suatu hak atas bumi, dan/atau;
2. Memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
3. Memiliki bangunan, dan/atau;
4. Menguasai bangunan, dan/atau;
5. Memperoleh manfaat atas bangunan.

C. Dasar Pengenaan PBB Perkotaan dan Pedesaan


Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditetapkan
setiap3 (tiga) tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan
setiap tahun sesuai perkembangan wilayah. Penetapan besarnya NJOP dilakukan
oleh Kepala Daerah.

D. Nilai Jual Objek Palak Tidak Kena Palak PBB Pedesaan dan Perkotaan
Besarnya Nilal Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling
rendah Rp.10.000.000,00 untuk Setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP)ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

E. Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan


Besarnya tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%.

SURAT KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


1. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda
administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).
2. Dasar Penerbitan SKP
SKP diterbitkan apabila :
1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP):
1) tidak diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta tidak ditandatangani oleh WP.
2) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP
yang disampaikan oleh WP:
3. Jumlah Pajak Terutang Dalam SKP
1. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan SPOP tidak diisi dengan
jelas, benar, dan lengkap serta tidak ditandatangani oleh WP atau pengembalian SPOPlewat
30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
2. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang didasarkan atas hasil pemeriksaan atau
keterangan lain adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain dengan pajak terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda
administrasi sebesar 25 % dari selisih pajak yang terutang.

SURAT TAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


1. Pengertian
Surat Tagihan Pajak (STP) PBB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak untuk melakukan tagihan pajak yang terutang dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak atau
kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran dan atau denda administrasi.

2. Dasar Penerbitan STP


-Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo
pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak(SKP)
telah lewat
-WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan, untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran.

II. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan


Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan adalah perbuatanatau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orangpribadi atau badan.

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta
bangunan diatasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor
16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lainnya.

2. Dasar Hukum BPHTB


Dasar hukum BPHTB adalah :
a) UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997
Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
b) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c) KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan
OrganisasiInternasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan.

3. Objek Pajak

( Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a) Pemindahan Hak
-Jual beli .
-Tukar Menukar.
-Hibah.
-Hibah Wasiat, adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang
pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia.
-Waris.
-Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, adalah
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau
badan kepada Perseroan terbatas atau badan hukum lainnya sebagai
penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
tersebut.
-Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, adalah pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.penunjukan pembeli
dalam lelang;
-Penunjukan pembeli dalam lelang, adalah penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah
Lelang.
-Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau
badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hakim tersebut.
-Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah
satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.
-Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-
badan usaha yang bergabung tersebut.
-Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan Sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru
tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
-Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.

b) Pemberian hak baru


-Kelanjutan pelepasan hak; Yang dimaksud dengan pemberian hak baru
karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak.
-Diluar pelepasan hak. Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di
luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak
milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c). Cara Menghitung


BPHTB Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan
NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang
adalah :

BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP atau


= 5% x (NPOP - NPOPTKP)

7.Pengenaan BPHTB Karena Waris ,Hibah Wasiat dan Pemberian Hak


a). Pengenaan BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat
Sesual dengan bunyi Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena waris dan
hibah wasiat diatur dengan pératuran pemerintah, yaitu PP No. 111 Tabun 2000
tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah
Wasiat,yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
a. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar 50 % dari yang seharusnya
terutang
b. saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
c. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak:
d. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar
pengenaan adalah NJOP PBB,
e. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis:
1) Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima
olehorang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk
suami/Istri;dan
2) Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.

b). Pengenaan BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan


Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak
pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 112 Tahun 2000
tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena
Pemberian Hak Pengelolaan, yang mengatur hal-hal sebagal berikut:
1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas
tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah
untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga
dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga
2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :
a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas;
b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas
c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan
pemberian Hak Pengelolaan;
d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar;
e. Apabila Nilat Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

CONTOH SOAL
Contoh 1:
Sebuah rumah dengan luas bangunan 100 m2 berdiri diatas lahan seluas 200 m2
dengan nilai jual tanah Rp 700.000 per m2 dan nilai jual bangunanRp 600.000 per m2.
Berapa PBB yang harus dibayar
Jumlah NJOP bumi 200 x Rp 700.000,00 = RP140.000.000
.Jumlah NJOP Bangunan 100 x Rp 600.000,00 = RP60.000.000
NJOP sbg dasar pengenaan = Rp200.000.000
NJOPTKP = ( RP12.000.000)
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp188.000.000
NJKP 20% x Rp 188.000.000 = RP37.600.000
PBB yang terutang :
0,5% x Rp37.600.000 = Rp188.000
Contoh Perhitungan PBB Lebih dari Satu Objek Seorang wajib pajak mempunyai
objek pajak berupa bumi dan bangunan di Desa A dan B dengan nilai sebagai berikut
Desa A :
NJOP Bumi Rp13.000.000
NJOP bangunan Rp 9.000.0009
Desa B :
NJOP bumi Rp 8.000.000
NJOP bangunan Rp10.000.000
Dan NJOPTKP untuk Objek pajak wilayah tersebut adalah Rp10.00.000. PBB yang
harus dibayar yaitu :
Desa A :
NJOP Bumi Rp13.000.000
NJOP Bangunan Rp 9.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp22.000.000
NJOPTK (Rp10.000.000)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp12.000.000
Desa B:
NJOP Bumi RP 8.000.000
NJOP Bangunan Rp10.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB RP18.000.000
NJOPTKP (RP 0)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp18.000.000
NJKP = 20% x (12.000.00+18.000.000) Rp6.000.000
PBB Terutang = 0,5% x 6.000.000 Rp30.000

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah
termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini
adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang
Nomor 12 Tahun1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak
lebih dahulu dari pada subjeknya.
Banyak hal yang harus diketahui tentang PBB dan peraturannya pun terus
berkembang sehingga kita harus selalu mencari informasi terbaru tentang perpajakan.
Pajak BPHTB adalah sumber penting dalam pendapatan negara terutama untuk daerah.
Karenahanya sebagian kecil yaitu 20 persen untuk pusat dan 80 persennya merupakan
bagian dari daerah. Sehingga dibutuhkan sinergi antara pemerintah dengan
masyarakat dalam menjaga konsistensi dalam pembangunan. Demi mendapatkan hasil
yang maksimal atas pajak BPHTB.Memberikan konsekuensi kepada pemerintah untuk
memberikan stimulan dan insentif kepada pengembang perumahan maupun masyarakat
miskin agar program pembangunan perumahan bisa terwujud. Sebagai salah satu upaya
dalam pembanguna atas pajak BPHTB. Sedangkan dibidang hak atas tanah maka perizinan
atas tanah serta pembangunan semestinya tidak melalui administrasi yang berbelit-belit
agar tidak mejadi maslah baru dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini.
Terjadinya pengurangan bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak sepenuhnya
menjadi masalah dan tugas pemerintah dalam penyelesaiannya. Masyarakat juga
memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya.

Anda mungkin juga menyukai