Anda di halaman 1dari 5

Team 3

1. Herman Sugianto Nim : 2401990822


2. Annisa Dwi Rahma Nim : 2201869594
3. Sandi Setiawan Nim : 2401970013
4. Ni Putu Srita Mariska Suandi Nim : 2201869423
5. Mesinta Nim : 2201868194

Dalam kasus Gucci tersebut terlihat Gucci melakukan beberapa pelanggaran prinsip-prinsip
moral dan standar etika yang menjadi pedoman perilaku bisnis, yaitu dengan melakukan
pelanggaran hak-hak buruh, melalui kerja paksa dan tidak dibayar, pembatasan tidak
manusiawi, dan kebijakan tidak wajar lainnya.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 5 menyatakan bahwa “Tidak seorang pun
boleh menjadi sasaran penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat.” Dan Pasal 23 ayat (3) menyatakan bahwa “Setiap orang yang
bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan yang menjamin bagi dirinya
dan keluarganya suatu kehidupan yang layak bagi martabat manusia, dan jika perlu ditambah
dengan perlindungan sosial lainnya.” Praktik yang diadopsi oleh manajemen Gucci di
Shenzhen tampaknya telah melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Skandal yang dilakukan oleh Gucci di Shenzhen, seharusnya perusahaan menyediakan


keseimbangan antara bekerja dan kehidupan pribadi kepada karyawannya melalui jadwal
kerja yang fleksibel akan memberikan insentif dan kesempatan karyawan untuk mendapatkan
kepuasan kerja dan bersikap lebih etis di tempat kerja. Prinsip-prinsip moral dan standar yang
dijalankan oleh Gucci yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalankan bisnis Gucci
malah tidak menggambarkan etika bisnis yang baik.

Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh Gucci, dilihat dari faktor-faktor penentu etika dan
perilaku bisnis yang diimplementasikan perusahaan, antara lain :

1. Budaya Perusahaan (Corporate Culture)


Budaya Gucci di Shenzhen jelas tidak etis, hal ini bisa dilihat dari pelanggaran hak-
hak buruh, tugas dan tanggungjawab manajernya pun tidak etis. Praktik dan
pengaturan manajemen tenaga kerja yang bermasalah dan mencatat beberapa
pelanggaran hukum. Selain itu, dalam menjalankan usahanya, kebijakan pertukaran
barang Gucci yang terkesan sewenang-wenang dan tergantung pada suasana hati
manajer. Selain itu Gucci juga tidak memiliki manajemen yang logis dalam hal
kemanusiaan, sehingga hak-hak serta martabat karyawan dilanggar.
2. Insentif (Incentives)
Gucci telah melakukan pemalsuan catatan tentang jam kerja dan pengenaan kerja
lembur paksa pada karyawannya yang tidak dibayar. Dimana Gucci menerapkan
sistem kerja satu hari penuh dan pada hari kerja, karyawan diharuskan untuk berhenti
pada waktu tertentu untuk membuat catatan palsu dan melanjutkan pekerjaan sampai
jam 2 dan 3 pagi tanpa adanya kompesasi dari manajeman. Dalam hal ini manajemen
hanya memperhitungkan nilai ekonomi demi kepentingan perusahaan, tanpa
memperhatikan akan kebutuhan dasar karyawannya. Perusahaan menyalahgunakan
sistem tenaga kerja untuk tujuan utamanya yaitu menurunkan biaya dalam
mempekerjakan tenaga kerja tersebut, tanpa mempertimbangkan kebutuhan pekerja
akan gaji yang memadai, asuransi sosial, dan pelatihan.
3. Kesempatan (Opportunity)
Budaya perusahaan dan insentif mampu mendorong seseorang untuk berperilaku etis
di tempat kerja. Tetapi jika ada kesempatan untuk berperilaku tidak etis, karyawan
terdorong untuk mengambil kesempatan untuk berperilaku tidak etis.
4. Pilihan (Choice)
Manajer dan karyawan membuat keputusan, berperilaku dan menentukan pilihan
untuk perusahaan. Namun, pilihan-pilihan mereka seringkali dipengaruhi oleh budaya
perusahaan, insentif, kesempatan dan tindakan. Trend di lingkungan bisnis Gucci
menunjukan adanya penurunan etika bisnis. Trend ini harus segera diatasi melalui
diadakannya edukasi mengenai etika bisnis lebih dalam, pembentukan kode etik
dalam berbisnis di perusahaan, penegakan kode etik bisnis tersebut dan meningkatkan
kepedulian etika bisnis dilingkungan perusahaan.

Berdasarkan kasus Gucci diatas nilai perspektif moral atas praktik manajemen tenaga kerja
yang dapat kita ambil adalah sebagai berikut :

1. Etika hubungan sosial


Dalam prinsip bisnis kita harus memperlakukan orang lain seperti kita ingin
diperlakukan. Ini akan selalu menghasilkan perilaku etis atau kapasitas untuk
berempati dan simpati terhadap sesama manusia. Apabila perusahaan menerapkan
prinsip ini maka Orang tidak boleh melakukan hal-hal yang mereka tidak ingin orang
lain lakukan kepada orang lain.
Dalam kasus Gucci, manajemen hanya beroperasi dengan mempertimbangkan
kepentingan ekonomi perusahaan, tanpa memperhatikan kebutuhan dasar pekerja. Hal
tersebut menyalahgunakan sistem pengiriman untuk tujuan tunggal menurunkan biaya
perekrutan orang, tanpa mempertimbangkan kebutuhan pekerja untuk gaji yang
memadai, asuransi sosial, pelatihan dll
2. Etika Moralitas Kebenaran
Merupakan kapasitas untuk membedakan kesesuaian dan arah yang benar untuk
tindakan, hubungan, dan masalah manusia lainnya. Membantu orang ketika mereka
membutuhkan adalah salah satu ekspresi diterapkannya pada prinsip ini.
Dalam kasus Gucci, etika moralitas kebenaraan terlihat tidak adanya penerapan pada
prinsip ini, dimana karyawan yang sedang hamil seharusnya diperlakukan dengan
perhatian khusus, dan bantuan harus diberikan padanya ketika dia membutuhkannya,
tetapi sebaliknya, jam kerja yang panjang dan pembatasan kerja yang ketat
menyebabkan kegugurannya.
3. Etika Tata Krama atau Sopan Santun
Moralitas Sopan Santun, terdiri dari kumpulan norma dan pemahaman tidak tertulis
yang mengatur tentang tindakan sosial dalam setiap aspek usaha sehari-hari.
Menghormati orang dan martabat mereka merupakan salah satu penerapan prinsip ini.
Dalam kasus Gucci etika sopan santun terlihat tidak adanya penerapan pada prinsip
ini, dimana manajemen tidak menghormati martabat karyawan. Tunduk pada banyak
pembatasan yang tidak masuk akal, mereka diperlakukan seolah-olah mereka
hanyalah alat untuk menghasilkan uang, bukan sebagai manusia yang bermartabat,
dan tidak menerima rasa hormat dan perlakuan yang layak.
4. Etika hak buruh
Dasar moral hak asasi manusia telah dimasukkan ke dalam hak hukum. Ada undang-
undang dan peraturan pemerintah yang kuat dan ditegakkan dengan baik serta tenaga
kerja yang mapan untuk mengadvokasi dan bernegosiasi atas nama pekerja; organisasi
non-pemerintah (LSM) yang berkembang dengan baik dan media independen
membuat masalah menjadi transparan dan mengadvokasi solusi.
Dalam kasus Gucci diatas, hak-hak buruh ternyata tidak dilembagakan secara luas dan
hak-hak hukum ternyata tidak ditegakkan secara kuat, memungkinkan pengusaha
sebagai pihak yang lebih kuat untuk mengeksploitasi pekerja sebagai pihak yang lebih
lemah.
Untuk mencegah lebih lanjut terjadinya praktik kekerasan dalam pengelolaan tenaga kerja
diperlukan upaya dari berbagai pihak, seperti :

1. Perusahaan dan pemegang saham harus membangun kembali reputasi


perusahaannya sehingga memberikan citra yang baik di masyarakat. Kasus Gucci
ini dapat mengganggu rencana ekspansi Gucci di China, sehingga perusahaan
memiliki insentif yang kuat untuk mengambil tindakan positif dalam memperbaiki
kerusakan reputasinya di sana.
2. Terlepas dari apakah seorang karyawan telah mengundurkan diri atau masih
bekerja di Gucci, dia akan melakukan permintaan maaf dan tindakan yang sesuai
kompensasi. Selain itu, karyawan saat ini cenderung menginginkan penerapan
metode manajemen yang lebih sistematis dan kondisi kerja yang lebih baik.
3. Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja
ditegakkan, terutama di wilayahnya sendiri dan bahwa perusahaan beroperasi
sesuai dengan hukum di sana.
4. Pemerintah asing (dalam negeri) yang memiliki saham di setiap perusahaan yang
berkantor pusat di wilayah mereka, termasuk yang bersubsidi di negara luar
negeri, seperti China. Mereka dapat mengambil tindakan untuk mengurangi
insiden pelanggaran perburuhan di China dengan memberlakukan undang-undang
yang mirip dengan perjanjian anti-penyuapan yang telah disahkan di banyak
negara (OECD 2001).

Berikut Solusi yang memungkinkan agar kasus Gucci ini tidak terjadi lagi dikemudian hari,
diantaranya seperti :

1. Adanya tindakan yang perlu dikoordinasikan oleh Gucci, yaitu agar Gucci memimpin
upaya dalam mengembangkan dan menerapkan kode etik di seluruh industri dan di
seluruh dunia, sehingga menciptakan seperangkat norma dan harapan eksplisit yang
komprehensif tentang standar etika. Kode etika ini harus berlaku untuk semua cabang
dan toko. Kode etika tersebut harus mewajibkan setiap cabang dan toko perusahaan
untuk menganut prinsip-prinsip etika dan menanamkannya ke dalam sistem dan
kebijakan manajemen serta proses tinjauan internal.
Hak pekerja yang diidentifikasi dalam literatur tentang etika manajemen perburuhan
internasional, kode etika ini dapat mencakup item berikut: penggunaan kontrak kerja
tertulis dengan semua pekerja, menghindari penyalahgunaan sistem pengiriman, upah
yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang sama, larangan kerja wajib dan tidak
dibayar, kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan tentang jam kerja,
pemberian upah dan tunjangan tidak di bawah persyaratan hukum minimum, anti-
diskriminasi, anti-pelecehan, anti-penyalahgunaan, dan penghormatan terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Adanya tindakan yang dilakukan oleh karyawan, seperti menerapkan toleransi dalam
pikiran mereka sehingga seringkali mereka menganggap sebagai suatu kebajikan
(berlawanan dengan ketegasan). Dalam kasus ini, kita mungkin memperhatikan
bahwa karyawan bersikap toleran terhadap praktik-praktik kasar sampai kerugian
parah benar-benar terjadi (keguguran karyawan wanita). Kesadaran pekerja akan hak-
hak mereka mungkin lemah, dan mereka tampaknya terbiasa menanggung perlakuan
tidak adil mereka, yang melanggengkan praktik-praktik kasar. Untuk melindungi
karyawan, sangat penting untuk menantang pola pikir toleransi dan membekali
karyawan dengan kesadaran yang kuat akan hak dan cara yang tepat untuk melindungi
diri mereka sendiri secara kolektif. Mereka harus didorong untuk berkumpul dan
membuat suara mereka didengar (seperti menulis surat publik di Internet). Dengan
menyuarakan keluhan mereka, mereka dapat menarik lebih banyak perhatian,
sehingga memenangkan lebih banyak dukungan, dan departemen pemerintah terkait
lebih mungkin untuk menyelidiki kekhawatiran mereka.
3. Adanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, dimana pemerintah setempat harus
merevisi seluruh pendekatannya terhadap pemantauan dan pengaturan hak-hak buruh.
Para tenaga kerja Gucci kurang terlindungi karena hanya ada sedikit organisasi yang
dapat dimintai bantuan oleh pekerja, dan serikat pekerja tidak memiliki tujuan yang
sama seperti di negara-negara Barat. Sulit bagi pekerja untuk membela diri ketika hak
mereka dipertaruhkan.
4. Adanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah asing, yang bertanggung jawab
untuk membuat dan menegakkan hukum yang berlaku untuk semua perusahaan yang
beroperasi di negara mereka.

Anda mungkin juga menyukai