Anda di halaman 1dari 2

1.

7 langkah pengembangan kerangka kerja system manajemen kinerja : 

1) Menyelaraskan pengembangan system manajemen kinerja dengan strategi perubahan


lain dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk menetapkan sasaran dari
pengembangan system manajemen kinerja dalam kerangka peningkatan kinerja
organisasi / perusahaan.
2) Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat system manajemen kinerja
baru. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan orang-orang yang akan terlibat dalam
perubahan pada saat system manajemen kinerja yang telah dirancang tersebut akan
diterapkan.
3) Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan system
manajemen kinerja. Tujuannya adalah untuk memadukan semua tingkat organisasi
mulai dari kelompok kerja, departemen, divisi, dan organisasi secara keseluruhan.
4) Melakukan identifikasi factor-faktor keberhasilan yang kritis bagi
perusahaan. Tujuannya adalah untuk menetapkan apa yang harus diukur.
5) Pembentukan tim yang ditugasi memilih system manajemen kinerja.Tujuannya adalah
untuk melacak kinerja organisasi/perusahaan sehingga dapat dilakukan identifikasi
factor kebrhasilan kritis.
6) Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level perusahaan.
7) Memfasilitasi pemanfaatan system manajemen kinerja untuk meningkatkan kinerja
oraganisasi/perusahaan. 

Sedangkan menurut Bacal (2005), langkah-langkah untuk mengembangkan system


manajemen kinerja adalah :

 mengetahui adanya kekurangan dalam system manajemen kinerja sekarang


 mengenali kekurangan dan tingkat keseriusannya
 mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan batik yang
berhubungan dengan system maupun yang berhubungan dengan manusia (manajer
dan karyawan)
 mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan itu
 melaksanakan rencana tindakan
 melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
2. Variabel kinerja ada 2 (dua) tipe yaitu variable kuantitatif  dan kualitatif. Variabel kuantitatif
berupa angka, sedangkan variable kualitatif berupa kata-kata. Pada umumnya, variable
kinerja kuantitatif lebih disukai karena dapat dihitung dan hasilnya lebih objektif. Variabel
kinerja kuantitatif biasanya hemat waktu dan tidak menimbulkan interprestasi ganda. Cara
termudah dan termurah dalam menentukan variabel kinerja  adalah dengan cara mengutip
dari daftar variabel yang dikemukakan dalam berbagai buku teks tetapi cara ini tidak
disarankan jika kita ingin merancang variabel kinerja yang kontekstual di perusahaan karena
adanya perbedaan jenis produk/atau jasa yang ditawarkan, lingkungan persaingan yang
dihadapi, perilaku pelanggan, dan letak geografis. Penentuan variabel kinerja perlu
memperhatikan dua jenis kesalahan yaitu gap dan false alarm. Gap ialah tidak mengukur
variabel kinerja yang seharusnya diukur sehingga kita kehilangan variabel kritis yang
seharusnya kita kelola. False alarm adalah melakukan pengukuran variabel yang seharusnya
tidak perlu mendapatkan perhatian. 
Kesalahan tipikal dalam penentuan variabel kinerja yang mungkin dijumpai  saat
perancangan sistem manajemen kinerja adalah :

1. Adanya variabel kritis yang belum tercantum,


2. Terlalu banyak variabel,
3. Variabel kurang bermakna,
4. Salah penekanan terhadap variabel,
5. Sukar dalam penerjemahan dan penerapan, dan
6. Bias antara fokus untuk pengendalian versus perbaikan. Untuk menentukan,
memetakan, dan menganalisis apakah variabel yang kita pilih sudah sesuai dengan
yang seharusnya dipilih, dapat digunakan angket. Penentuan variabel kunci kinerja
hendaknya bersifat dinamis yaitu harus disesuaikan dengan perkembangan
organisasi/perusahaan dan perubahan lingkungan persaingan yang terjadi.

Kerangka kerja system manajemen kinerja :


 
Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan, yaitu pemilihan variable kinerja, ketrkaitan
antarvariabel kinerja, dan kaji banding yang akan diambil.

Ada beberapa kritik yang disampaikan oleh para pakar mengenai The Balanced
Scorecard (BSC), diantaranya :

 Kritik pertama berkaitan dengan focus pada perspektif finasial


 Kritik kedua berkenaan dengan keterkaitan antarvariabel secara lurus (linier) yang
hanya berdasarkan anggapan (asumsi) atau keterkaitan antarvariabel tersebut tanpa
disertai data statistic pendukung
 Kritik ketiga menyangkut tidak disediakannya ruang untuk kaji banding
 Kritik keempat menyangkut kebingungan memahami antara system manajemen
kinerja dengan strategi operasi.
 Kritik kelima berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 

Anda mungkin juga menyukai