Anda di halaman 1dari 106

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI KOPI

ARABIKA (Coffea arabica L.) ASAL MANDAILING


TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA
TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI SUKROSA

SKRIPSI

OLEH:
RIZKY NUR HIKMAH
NIM 171501221

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI KOPI
ARABIKA (Coffea arabica L.) ASAL MANDAILING
TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA
TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI SUKROSA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasipada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara

OLEH:
RIZKY NUR HIKMAH
NIM 171501221

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

ii
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI KOPI
ARABIKA (Coffea arabica L.) ASAL MANDAILING
TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA
TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI SUKROSA

OLEH:
RIZKY NUR HIKMAH
NIM 171501221

Dipertahankan di hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera


Utara pada Tanggal: 13 Agustus 2021
Disetujui oleh:
Pembimbing Panitia Penguji

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.
NIP 195301011983031004 NIP 197806032005012004

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.


Ketua Program Studi Sarjana Farmasi NIP 195301011983031004

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Jantan yang Diinduksi
Sukrosa”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip
Harahap, Apt. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran selama penelitian
dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada tim
penguji yaitu Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. dan Ibu Marianne,
S.Si., M.Si., Apt yang banyak memberikan masukan dan saran atas skrpsi ini.
Ucapan terimakasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D. yang telah memberikan bantuan dan fasilitas
selama masa pendidikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Henny Sri
Wahyuni, S.Farm., M. Si., Apt. selaku penasehat akademik serta seluruh dosen
pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas arahan, bimbingan dan
ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus
kepada kedua orang tua, Ayahanda Muhammad Syafii dan Ibunda Mutiah serta
kepada adik Rony Azhari dan Nadiyah Hasanah Putri atas doa , dukungan, dan
pengorbanan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan penelitian Amirah Abd Salam dan
Angelin Belainna Ginting. Terima kasih kepada sahabat tercinta Anggi Juwita
Dalimunthe, Anrini Saurma Sitorus, Antonius Rizky Prasetyo Wahyudi, Desy
Rahmadani Harahap, Eferindah Karlin Agata Hutasoit, Eliza Khairini Lubis,
Hilma Alghina, Nur Azizah, Nurul Izzah, Latifah Hariyanto, Nesa Aqila, Putri
Almadani, Raja Putra Perjuangan, Riska Juliana, Rizka Ilmiyanti, dan Saswendra
Felmi yang telah memberikan semangat, motivasi dan menemani penulis dalam
keadaan suka dan duka. Kepada teman-teman seperjuangan di kelas D dan
Farmasi Klinis Komunitas yang tidak bisa disebutkan satu per satu terimakasih

iv
atas semangat, bantuan dan doa kepada penulis selama masa perkuliahan hingga
selesai penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis juga menerima kritik dan saran yang membangun pada
skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Medan, 13 Agustus 2021


Penulis

Rizky Nur Hikmah


NIM 171501221

v
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rizky Nur Hikmah

Nomor Induk Mahasiswa : 171501221

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Kopi Arabika

(Coffea arabica L.) terhadap Penurunan Kadar

Glukosa Darah pada Tikus Jantan yang Diinduksi

Sukrosa

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya
sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi saya
tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi
sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya
tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.

Medan, 13 Agustus 2021


Penulis

Rizky Nur Hikmah


NIM 171501221

vi
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI KOPI ARABIKA (Coffea
arabica L.) ASAL MANDAILING TERHADAP PENURUNAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI
SUKROSA

ABSTRAK

Latar Belakang : diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis biasanya


disebabkan oleh pankreas yang memproduksi insulin yang tidak efektif bagi tubuh
atau tubuh tidak mampu secara adekuat memakai insulin yang ada. Biji kopi
mengandung senyawa polifenol antioksidan tinggi yang berasal dari asam fenolik
yaitu asam klorogenat, kafein, kumarin, ferulik, dan asam sinapik. Biji kopi juga
mengandung flavonoid yaitu quercetin yang memiliki efek dapat menurunkan
kadar glukosa dalam darah.
Tujuan : untuk mengetahui efek antidiabetes ekstrak etanol biji kopi arabika
terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan yang diinduksi sukrosa.
Metode : uji efek antidiabetes menggunakan 25 ekor tikus jantan diinduksi
dengan sukrosa dan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu Carboksimetil Cellulosa
Natrium (CMC-Na) 0,5% sebagai kontrol negatif, metformin 45 mg/kgbb sebagai
kontrol positif, dan Ekstrak Etanol Biji Kopi Arabika (EEBK) 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb sebagai kelompok uji diberikan secara oral. Parameter
yang diukur adalah kadar glukosa darah. Tikus diinduksi dengan sukrosa dosis
5,625 g/kgbb selama 10 hari dan diberi perlakuan setelah kadar glukosa darah
tikus ≥ 200mg/dl , lalu diukur kadar glukosa darahnya pada menit 15, 30, dan 60.
Hasil : EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb dapat
menurunkan Kadar Gula Darah (KGD) tikus yang diinduksi sukrosa. Berdasarkan
nilai Penurunan Kadar Gula Darah (%PKGD) dan ΔKGD ditemukan kelompok
metformin 45 mg/kgbb lebih tinggi dari EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan
400 mg/kgbb, semakin tinggi nilai %PKGD dan ΔKGD maka semakin potensial
efek antidiabetesnya. Dari hasil analisis statistik Post Hoc Tukey HSD
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok EEBK
100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb dengan kelompok Na-CMC 0,5%
(p<0,05) namun tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok
metformin 45 mg/kgbb (p>0,05). Maka, Ketiga kelompok ekstrak memiliki efek
antidiabetes dibandingkan kelompok CMC-Na tetapi tidak lebih potensial dari
kelompok metformin 45 mg/kgbb.
Kesimpulan : berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Ketiga ekstrak
mempunyai efek antidiabetes terhadap tikus jantan yang diinduksi sukrosa dan
tidak lebih potensial dari efek Metformin 45 mg/kgbb.

Kata kunci : biji kopi arabika, sukrosa, diabetes mellitus, kadar glukosa darah.

vii
EFFECTIVENESS TESTING OF ETHANOL EXTRACT OF ARABICA
COFFEE (Coffea arabica L.) ORIGIN MANDAILING ON THE
REDUCTION OF BLOOD GLUCOSE LEVELS IN SUCROSE-INDUCED
MALE RATS

ABSTRACT

Background: diabetes mellitus (DM) is a chronic disease usually caused by the


pancreas that produces insulin that is not effective for the body or the body is
unable to adequately use the existing insulin. Coffee beans contain high
antioxidant polyphenol compounds derived from phenolic acids, namely
chlorogenic acid, caffeine, coumarin, ferulic, and synapic acid. Coffee beans also
contain a flavonoid, namely quercetin, which has the effect of lowering blood
glucose levels.
Objective : to determine the antidiabetic effect of ethanolic extract of Arabica
coffee beans on reducing blood glucose levels in male rats induced by sucrose.
Methods: the antidiabetic effect was tested using 25 male rats induced with
sucrose and divided into 5 groups, namely Carboxymethyl Cellulosa Sodium
(CMC-Na) 0.5% as a negative control, metformin 45 mg/kgBB as a positive
control, and Ethanol Extract of Arabica Coffee Beans (EEBK). ) 100 mg/kgbw,
200 mg/kgbw, and 400 mg/kgbw as the test group were given orally. Parameters
measured were blood glucose levels. Mice were induced with sucrose at a dose of
5,625 g/kg for 10 days and treated after the rat blood glucose level was glukosa
200mg/dl, then blood glucose levels were measured at 15, 30, and 60 minutes.
Results: EEBK doses of 100 mg/kg, 200 mg/kg, and 400 mg/kg can reduce blood
sugar levels (KGD) in rats induced by sucrose. Based on the value of Decrease in
Blood Sugar Levels %PKGD and ∆KGD was found that the metformin group of
45 mg/kgbb was higher than EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, and 400
mg/kgbb, the higher the %PKGD and ∆KGD value, the more potential the
antidiabetic effect. From the results of the Post Hoc Tukey HSD statistical
analysis showed that there was a significant difference between the EEBK 100
mg/kgbw, 200 mg/kgbb, and 400 mg/kgbw groups with the 0.5% Na-CMC group
(p<0.05) but not had a significant difference with the 45 mg/kgbw metformin
group (p>0.05). Thus, the three extract groups had an antidiabetic effect compared
to the CMC-Na group but not more potent than the 45 mg/kgbb metformin group.
Conclusion: based on the description above, it can be concluded that the three
extracts had an antidiabetic effect on male rats induced by sucrose and no more
potent than the effect of Metformin 45 mg/kgbw.

Keywords: arabica coffee beans, sucrose, diabetes mellitus, blood glucose levels.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ..................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... .iv
SURAT PERNYATAAN...................................................................................... .vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Hipotesis............................................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
2.1 Uraian Tumbuhan.............................................................................................. 6
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ................................................................................... 6
2.1.2 Nama Lain (Sinonim)..................................................................................... 7
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ..................................................................................... 7
2.1.4 Kandungan Kimia .......................................................................................... 7
2.1.5 Khasiat Tumbuhan ......................................................................................... 8
2.2 Ekstraksi ............................................................................................................ 8
2.3 Gula Darah ...................................................................................................... 11
2.4 Sukrosa ............................................................................................................ 12
2.5 Hiperglikemia .................................................................................................. 12
2.6 Diabetes Mellitus ............................................................................................ 12
2.6.1 Definisi ......................................................................................................... 12
2.6.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus ....................................................................... 13
2.6.3 Gejala Diabetes Mellitus .............................................................................. 14
2.6.4 Faktor Resiko ............................................................................................... 15
2.6.5 Patofisiologi ................................................................................................. 15
2.6.6 Penegakan Diagnosis ................................................................................... 16
2.6.7 Hormon yang Berperan untuk Mengatur Kadar Glukosa dalam Darah ....... 18
2.6.8 Obat Antidiabetes ......................................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 23
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................................ 23
3.1.1 Alat ............................................................................................................... 23
3.1.2 Bahan ........................................................................................................... 23
3.2 Hewan Percobaan ............................................................................................ 23
3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia....................................................................... 24

ix
3.3.1 Pengumpulan Simplisia................................................................................ 24
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ................................................................................. 24
3.3.3 Pembuatan Serbuk Simplisia ....................................................................... 24
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia .............................................................. 24
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik .............................................. 24
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik............................................................................ 25
3.4.3 Penetapan Kadar Abu Total ......................................................................... 25
3.4.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam .................................................... 25
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Air ................................................................... 25
3.4.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol .............................................................. 26
3.4.7 Penetapan Kadar Air .................................................................................... 26
3.5 Skrining Fitokimia .......................................................................................... 26
3.5.1 Uji alkaloid ................................................................................................... 27
3.5.2 Uji flavonoid ................................................................................................ 27
3.5.3 Uji saponin ................................................................................................... 27
3.5.4 Uji Tanin ...................................................................................................... 27
3.5.5 Uji Steroid/Triterpenoid ............................................................................... 28
3.5.6 Pemeriksaan Glikosida ................................................................................. 28
3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Kopi .............................................................. 28
3.7 Pembuatan Sediaan Uji ................................................................................... 29
3.7.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%............................................................ 29
3.7.2 Pembuatan Suspensi Metformin .................................................................. 29
3.7.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Kopi ........................................................... 29
3.7.4 Pembuatan Larutan Sukrosa ......................................................................... 29
3.8 Prosedur Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Dara dari Ekstrak Etanol Biji
Kopi Arabika dengan Toleransi Glukosa pada Tikus Putih Jantan ...................... 30
3.9 Analisis Data ................................................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 31
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ........................................................................... 31
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik ..................................................................... 31
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik .................................................................. 31
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ................................................................... 31
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia biji kopi arabika............. 31
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ................................................................................. 32
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Kopi (EEBK) degan
metode induksi sukrosa ......................................................................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 45
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 45
5.2 Saran ................................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel12.1 Kadar gula darah normal....................................................................... 17
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus .................................................... 17
Tabel 4.1 Hasil Karakteristik tumbuhan ............................................................... 31
Tabel34.2 Hasil skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder .......................... 32
Tabel44.3 Hasil KGD rerata puasa tikus sebelum induksi sukrosa ....................... 33
Tabel54.4 Hasil KGD rerata puasa tikus sesudah induksi sukrosa ........................ 34
Tabel64.5 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 15 ...................................... 35
Tabel74.6 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 30 ...................................... 36
Tabel84.7 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 60 ...................................... 37
Tabel94.8 Hasil ΔKGD rerata tikus menit 15-setelah diinduksi sukrosa .............. 38
Tabel 4.9 Hasil ΔKGD rerata tikus menit 30-seudah induksi sukrosa.................. 39
10

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Kerangka Pikir Penelitian .......................................................................... 5
2.1 Jaringan Utama Pankreas ........................................................................... 16
2.2 Proses sekresi insulin ................................................................................. 18
4.1 Grafik KGD rerata tikus setelah perlakuan EEBK .................................... 34
4.2 Selisih KGD sesudah induksi dengan menit ke-15,30, dan 60 .................. 39

xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Identifikasi tumbuhan ......................................................................... 48
2. Surat ethical clearance.................................................................................. 49
3. Karakteristik tumbuhan kopi arabika ........................................................... 50
4. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik ...................................................... 51
5. Bagan alur penelitian.................................................................................... 52
6. Gambar alat dan Bahan yang digunakan ...................................................... 56
7. Hewan percobaan ......................................................................................... 57
8. Tabel konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia ........................... 58
9. Contoh perhitungan dosis............................................................................. 59
10. Perhitungan hasil karakterisasi serbuk simplisia........................................ 63
11. Perhitungan hasil karakterisasi ektrak ........................................................ 65
12. Data KGD tikus metode induksi sukrosa ................................................... 66
13. Data %PKGD tikus metode induksi sukrosa ............................................. 67
14. Data ∆KGD tikus metode induksi sukrosa................................................. 68
15. Hasil analisis statistic menggunakan SPSS 22 ........................................... 69

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini, penyakit tidak menular semakin meningkat karena jumlah
kejadian dalam masyarakat semakit meningkat. WHO menggunakan istilah
penyakit kronis untuk penyakit tidak menular. Salah satunya adalah penyakit
diabetes mellitus, dimana kadar glukosa melebihi batas normal di dalam darah
(Hipergilikemia). Hiperglikemia dalam kondisi kronis dapat menyebabkan
kerusakan fungsi dan kegagalan berbagai organ seperti mata, syaraf, jantung, dan
pembuluh darah (Putri dan Muhammad, 2013).
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis biasanya disebabkan
oleh pankreas yang memproduksi insulin yang tidak efektif bagi tubuh atau tubuh
tidak mampu secara adekuat memakai insulin yang ada. Hal tersebut dapat
membuat kadar glukosa meningkat di dalam darah (Karamoy dan Made, 2019).
Diabetes mellitus ternyata tidak dapat mengakibatkan kematian secara
langsung, namun berakibat fatal bila penanganannya tidak tepat. Penyakit ini
memerlukan terapi medis dan penyuluhan tentang kepatuhan terapi yang
berkesinambungan guna mencegah komplikasi akut ataupun kronis (Putri dan
Muhammad, 2013).
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan Diabetes melitus
memiliki pravalensi 1,9% di dunia, yang menjadikan DM sebagai penyebab
kematian urutan ketujuh di dunia. Pada tahun 2012 angka kejadian diabetes
melitus di dunia mencapai sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian
diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi
DM di Indonesia meningkat sampai 57%. Tingginya prevalensi Diabetes Melitus
tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah seperti jenis
kelamin dan umur, sedangkan faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan
merokok, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,, konsumsi alkohol, Indeks
Massa Tubuh (IMT), dan lingkar pinggang. (Fatimah, 2015).
Penyakit DM dapat menyebabkan berubahnya kualitas hidup masyarakat
yang mana hal ini dapat mengakibatkan naiknya biaya kesehatan yang cukup

1
besar. Oleh karena itu, semua kelompok masyarakat dan pemerintah, sebaiknya
ikut serta dalam menangani penyakit DM, khususnya dalam upaya pencegahannya
(Soelistijo dkk., 2019).
Pencegahan dan pengurangan tingkat keparahan angka diabetes, yaitu
dengan mengontrol kadar glukosa darah melalui penghambat aktivitas enzim (α-
glukosidase) untuk menghidrolisis karbohidrat menjadi glukosa dan menaikkan
sekresi atau sensitivitas insulin. Pemberian akarbose ataupun voglibose yang
didapat dari alam merupakan penghambat α-glukosidase secara farmakologi.
Namun yang dijual dan tersedia dipasaran hanya sedikit dan juga menimbulkan
efek samping (gastrointestinal) setelah mengonsumsi obat tersebut. Sehingga
penting dalam mencari pengobatan alternatif penghambat α-glukosidase yang
tidak memberikan efek samping dan banyak tersedia di alam (Tarigan dkk., 2020).
Suatu penelitian menunjukkan, adanya hasil isolasi senyawa aktif dari 411
tanaman obat yang menjadi inhibitor α-glukosidase merupakan golongan terpen,
alkaloid, quinine, flavonoid, fenol, fenilpropanoid dan senyawa yang memiliki
kerangka steroid. Senyawa-senyawa tersebut, selain berpotensi sebagai
penghambat enzim α-glukosidase juga dapat mensekresikan insulin. Senyawa
fenol banyak tumbuh di alam termasuk pada tanaman kopi (Tarigan dkk., 2020).
Meminum kopi secara rutin dan teratur merupakan salah satu terapi
pengobatan diabetes. Kopi banyak mengandung senyawa untuk pengobatan
mencegah diabetes. Diantaranya adalah senyawa kafein dan asam klorogenat
yang dapat memacu sensitivitas insulin. Hal ini berhubungan terhadap penurunan
resiko kejadian diabetes tipe 2 pada kelompok peminum kopi (Subeki dan
Muhartono, 2015).
Kopi mengandung senyawa polifenol antioksidan tinggi yang berasal dari
asam fenolik yaitu asam klorogenat, kafein, kumarin, ferulik, dan asam sinapik.
Komposisi polifenol pada biji kopi ditentukan oleh kualitan biji kopi dan aktivitas
antioksidannya. Komposisi polifenol dapat dipengaruhi jenis, cara pengolahan
biji kopi, dan letak geografis. Asam klorogenat merupakan senyawa polifenol
yang banyak ditemukan dalam biji kopi (Mangiwa dan Agnes, 2019). Zat
antioksidan akan menghambat oksidasi dan akan melindungi se beta pankreas dari
reaksi pengoksidasi berantai (Hamdani dan Salfauqi, 2020).

2
Hasil penelitian Wu et al (2005) membuktikan bahwa dalam
mengonsumsi kopi dapat mencegah terjadinya kegagalan sel β-pankreas dalam
menghasilkan insulin, konsentrasi kadar glukosa dalam plasma akan menurun
karena adanya asam klorogenat di dalam kopi. Menurut Arnolv (2004), kopi
mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan dalam
meningkatkan sensivitas insulin (Subeki dan Muhartono, 2015).
Menurut penelitian Hamdani dan Salfauqi (2020), Ekstrak Etanol Biji
Kopi Arabika dapat menurunkan kadar glukosa mencit jantan yang telah
mengalami hiperglikemia. Kopi yang diambil adalah kopi dari Gayo, Aceh.
Jenis kopi yang paling umum yang ditanam di Indonesia adalah kopi
arabika dan kopi robusta, dikarenakan letak geografis Indonesia terbagi dalam
kepulauan dan memiliki kontur tanah yang berbeda-beda. Oleh karena itu, cita
rasa biji kopi yang dihasil memiliki kekhasan yang tersendiri dan berbeda antara
satu dengan yang lain (Syaputra, 2016).
Sejak tahun 1878, kopi arabika asal Mandailing sudah dikenal dunia. Kopi
ini tumbuh di ketinggian 1200 kaki di atas permukaan laut. Kopi jenis arabika
ditanam pertama kali di Sumatera Utara adalah di desa Pakantan Kabupaten
Mandailing Natal. Kopi arabika Mandailing sendiri memiliki cita rasa yang kuat
dibandingan dengan kopi jenis Arabika lainnya (Syaputra, 2016).
Kopi Mandailing adalah jenis kopi arabika sepesialiti yang dapat
ditemukan di Kabupaten Mandailing Natal. Menurut topografi wilayahnya, Kopi
Mandailing tumbuh pada ketinggian 600-1700 meter dpl. Di Kecamatan Pakantan,
kopi dapat mulai tumbuh pada ketinggian 600 meter dpl, sedangkan Kecamatan
Ulupungkut, kopi tumbuh pada ketinggian 1000 meter dpl. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan kopi adalah ketinggian daerahnya, tetapi kenapa
Kopi Mandailing memiliki kualitas yang tinggi, jadi alasannya itu tanah yang
dipakai adalah tanah vulkanik yang subur mulai dari ketinggian 1000 meter dpl
(Toguria, dkk., 2013).
Berdasarkan uraian tersebut, dilakukakan penelitian tentang uji efektivitas
ekstrak etanol biji kopi arabika asal Mandailing terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada tikus jantan yang diinduksi sukrosa.

3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah
apakah (EEBK) dapat menurunkan kadar glukosa pada tikus jantan yang diinduksi
sukrosa?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitian adalah EEBK
mempunyai efek terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan yang
diinduksi sukrosa.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek EEBK dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus jantan
yang diinduksi sukrosa.

1.5 Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis, dan tujuan penelitian maka
manfaat penelitian ini diharapkan :
a. bagi peneliti mendapatkan dosis yang tepat dari ekstrak etanol biji kopi
yang memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah optimal
b. bagi ilmu pengetahuan menambah inventaris tumbuhan obat yang
berkhasiat sebagai penurun kadar glukosa darah
c. bagi masyarakat menjadi bahan informasi kepada masyarakat tentang efek
dari ekstrak etanol biji kopi untuk menurunkan kadar glukosa darah

4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Pada penelitian ini digunakan tikus jantan diinduksi dengan sukrosa.
Variabel bebas dalam penelitian adalah variasi dosis EEBK yaitu dosis 100
mg/kgbb. 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb. Sedangkan variabel terikat adalah
penurunan kadar glukosa darah tikus dengan parameter kadar gula darah dapat
dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

EEBK
dosis:
100,200,
dan 400
mg/kgbb
Penurunan
Tikus jantan Kadar Kadar
Tikus jantan Glukosa Glukosa darah
diabetes
Darah mg/dL

sukrosa
Kontrol
negatif:
CMC Na
Waktu
0,5%
pengamatan :
menit 15, 30,
Kontrol
dan 60
positif:
Metormin
dosis 45
mg/kgbb

Gambar 1.1 Kerangka Pikir


Penelitian

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan


Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam floranya,
salah satunya adalah kopi. Indonesia tidak hanya memiliki satu jenis kopi, tetapi
berbagai jenis, bahkan kopi merupakan komoditas ekspor unggulan yang menjadi
penyumbang terbesar ke-4 setelah sawit, kopi, dan kakao. Kopi Indonesia
merupakan kopi yang spesial yang mempunyai potensi yang sangat bagus.
Asosiasi Eksportis Kopi Indonesia (AEKI) mencatat konsumsi kopi orang
Indonesia naik sebesar 36% sejak tahun 2010 sampai 2014 (Susilaningsih, 2018).
Kopi Spesial Indonesia adalah kopi khas Indonesia yang dikenal akan
citarasanya yang khas. Contoh kopi tersebut antara lain adalah kopi lintong, kopi
toraja, kopi Gayo, kopi Mandailing, dan lainnya, yang umumnya adalah jenis kopi
arabika (Syakir, 2010).
Daerah yang baik untuk tanaman kopi ialah antara 400-1200 meter di atas
permukaan laut, dengan tingkat hujan yang teratur pula, dengan rata-rata curah
hujan 189 milimeter. Tingkat curah hujann di Kotanopan dan Pakantan sekitar
146- 220 milimeter tiap bulannya. Tidak semua daerah memiliki lahan yang
bagus, dan terkadang ada beberapa daerah yang unsur tanahnya bagus untuk
pertanian kopi, tetapi kondisi cuacanya kurang bagus. Menurut Dr. Franz Junghun
(1847), seorang antropolog dan ahli tanaman, melakukan penelitian di Mandailing
sampai Sipirok, Angkola. Hasil temuannya tersebut merekomendasikan bahwa
lahan-lahan di sekitar pengunungan di Mandailing dan Angkola bagus untuk
tanaman keras seperti kopi yang dapat menghasilkan cita rasa kopi yang khas
(Agustono dkk., 2019).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan


Menurut Herbarium Medanese (MEDA) Universitas Sumatera Utara
sistematika tumbuhan kopi arabika sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae

6
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Cofeea arabica L.
2.1.2 Nama Lain (Sinonim)
Menurut Wiliam H. Ukers dalam bukunya All About Coffee kata kopi
mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut
diadaptasi dari bahasa Arab qahwa, atau istilah Turki kahveh. Kata qahwa
memang digunakan untuk menyebut minuman yang terbuat dari biji yang diseduh
dengan air panasSejarah mengenai kopi telah dicatat pada abad ke-9. Pertama kali,
kopi hanya ada di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia
dataran tinggi (Syaputra, 2016).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan


Kopi merupakan tanaman perdu yang dapat tumbuh dengan tinggi 5 m.
percabangan dimulai dari permukaan tanah, yang bersifat dimorfik, yang terdiri
dari cabang ortotrop dan plagiotrop. Cabanya dapat membentuk tunas-tunas air.
Kopi Arabika dan kopi Robusta memiliki percabangan yang berbeda, dimana kopi
arabika memiliki cabang plagiotrop yang berbentuk sudut runcing ke atas,
sedangkan kopi robusta memiliki percabangan mendatar dan melengkung ke
samping. Bunga memiliki 4-6 kuntum., yang tumbuh dari ketiak daun cang buah.
Jadi, setiap buku membentuk karangan bunga yang mencapai 30 bunga. Bakal
buah tumbuh hingga masak dalam rentan waktu 7-12 bulan. Dompolan buah yang
sudah dipanen tidak dapat memproduksi buah lagi (Evizal, 2013).

2.1.4 Kandungan Kimia


Kopi mengandung senyawa asam klorogenat dan kafein yang berfungsi
untuk menaikkan sensivitas insulin yang dimediasi oleh adrenalin (Subeki dan
Muhartono, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mangiwa dan Agens (2019), ekstrak
biji kopi arabika mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan
tanin. Kopi juga mengandung senyawa polifenol sebagai antioksidan berasal dari

7
asam fenolik seperti kafein, asam klorogenat, kumarin, dan asam sinapik yang
berperan sebagai antioksida akibat terdegradasinya asam klorogenat, kafein,
trigonelin dan senyawa bioaktif lainnya. Senyawa-senyawa ini berfungsi untuk
menekan glukosa darah (Mangiwa dan Agnes, 2019).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan


Bunga dan daun kopi mengandung kafein yang biasanya berfungsi sebagai
bahan penyegar dan penambah stimulan tubuh. Kopi mengandung alkaloid yang
terdiri dari kafein, adenine, xantin, hipoxantin, guanosin, dan proteids. Buah kopi
kering mengandung protein 13%, lemak 12%, gula 9%, kafein 1-1,5% untuk kopi
arabika dan 2-2,5% untuk kopi robusta, sedangkan asam kafetanik 9%. Efek
farmakologi kafein yang terdapat di dalam kopi yaitu sebagai analgesic, diuretik,
anorektan, antioksidan, antiinflamasi, antikolenergik gigi, stimulant yang dapat
menjadi kecanduan. Efek penarikan (withdrawal) kafein yaitu sakit kepala, mudah
marah, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnis, dan nyeri perut. Mengonsumsi
kopi dapat mempengaruhi aktivitas jantung dan syaraf pusat sehingga
meningkatkan kewaspadaan, pemikiran lebih fokus dan jelas, dan pertahanan
tubuh yang lebih baik. Kopi banyak terdapat dalam obat farmasi dan minuman
penambah stimulan tubuh. Kopi dapat juga mengobati demam, rasa sakit, pusing
dan migraine, serta meningkatkan tekanan darah (Evizal, 2013).
Kegunaan lain dari kopi untuk mencegah penyakit Alzheimer, mengurangi
resiko penyakit batu empedu dan Parkinson, meningkatkan daya ingat dan IQ,
mengurangi resiko penyakit diabetes, dan menurunkan resiko sirosis hati serta
mengurangi berbagai penyakit kanker diantaranya mulut, tenggorokan, dan
payudara. Namun kopi juga memiliki efek samping seperti kecanduan. Resiko
untuk wanita hamil sangan berbahaya dapat mengalami keguguran, menyebabkan
defisiensi besi pada ibu dan bayi, dan wanita yang banyak mengonsumsi kopi
dapat menimbulkan penyakit kardiovaskular (Evizal, 2013).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari suatu
campurannya dengan menggunakan pelarut yang cocok dan sesuai. Dikatakan

8
sudah ekstraksi jika tercapai titik kesetimbangan antara konsentrasi senyawa
dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah dilakukan ekstraksi,
pelarut dan sampel harus dipisahkan dengan melakukan penyaringan. Ekstrak
awal susah dipisahkan menggunakan teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi
senyawa tunggal. Jadi, ekstrak awal harus dipisahkan terlebih dahulu ke dalam
fraksi yang mempunyai polaritas dan ukuran yang sama (Mukhriani, 2014).
Sampel yang berasal dari tumbuhan, proses ekstraksi khususnya dilakukan
sebagai berikut:
a. bagian dari tumbuhannya dikelompokkan, misalnya daun, biji, bunga, dll.
Kemudian dilakukan pengeringan dan penggiingan pada bagian
tumbuhannya
b. dilakukan pemilihan pelarut yang sesuai.
c. contoh dari pelarut polar yaitu air, etanol, methanol, dll.
d. contoh dari pelarut semipolar yaitu diklorometan, etil asetat, dll.
e. contoh dari peklarut nonpolar yaitu eter, n-heksana, dll. (Mukhriani, 2014).
Metode ekstraksi ada beberapa macam yang dapat digunakan adalah :
a. maserasi
Matode yang sederhana dan paling sering dilakukan adalah metode
maserasi. Metode ini sangat cocok digunakan untuk skala kecil dan skala industri.
Pertama-tama, cara yang dilakukan dalam metode ini adalah memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah yang inert tertutup rapat dengan
suhu kamar. Ekstraksi dapat dihentikan, jika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman.
Kemudian pelarut dipisahkan dari sampel dengan menggunakan proses
penyaringan. Kekurangan dari metode ini adalah menggunakan waktu yang lama,
pelarut yang dibutuhkan banyak, dan kemungkinan besar ada banyak senyawa
yang hilang. Tidak hanya tu, ada banyak senyawa yang susah diekstraksi dengan
suhu kamar. Disisi lain, metode ini dapat mencegah kerusakan senyawa-senyawa
yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).
b. ultrasound (Assisted Solvent Extraction)
Metode maserasi jenis ini, digunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan
frekuensi tinggi sekitar 20 kHz). Sampel diletakkan didalam wadan ultrasonic dan

9
ultrasound, agar mengeluarkan tekanan mekanik pada sel sehingga membentuk
rongga pada sampel. Rusaknya suatu sel dikarenakan adanya peningkata kelarutan
senyawa dalam pelarut serta meningkatkan hasil dari ekstraksi (Mukhriani, 2014).
c. perkolasi
Metode perkolasi, dilakukan dengan cara dibasahi sampel secara perlahan
menggunakan perkolator yaitu sebuah wadah silinder yang di bagian bawahnya
memiliki kran. Bagian atas sampel ditambahkan pelarut dan membiarkan menetes
secara perlahan. Metode ini memiliki keuntungan, yaitu sampel harus selalu dialiri
oleh pelarut baru. Sedangkan kekurangannya adalah, jika perkolator yang berisi
sampel tidak homogeny maka pelarut akan mengalami kesulitan dalam
menjangkau semua tempat. Tidak hanya itu, metode ini membutuhkan banyak
pelarut sehingga kurang ekonomis dan membutuhkan waktu yang lama atau bisa
juga dibilang kurang efisien waktu (Mukhriani, 2014).
d. soklet
Metode soklet dilakukan dengan cara sampel diletakkan ke dalam sarung
selulosa atau bisa juga dengan kertas saring dalam klonsong yang diletakkan di
atas labu dan di bawah kondensor. Ke dalam labu dimasukkan pelarut yang sesuai
dan diatur suhu penangas di bawah suhu refluks. Metode ini memiliki keuntungan
proses ekstraksi yang bersifat kontinyu. Sampel diekstraksi oleh pelarut murni
yang diperoleh dari kondensasi, yang membutuhkan banyak pelarut tetapi tidak
menggunakan waktu yang banya. Sedangkan kerugiannya yaitu senyawa yang
bersifat termolabil mengalami terdegradasi karena ekstrak yang dihasilkan berada
pada titik didih (Mukhriani, 2014).
e. refluks dan destilasi uap
Proses refluks dilakukan dengan cara memasukkan sampel dan pelarut
kedalam labu yang sudah dihubungkan kondensor. Kemudian, dipanaskan pelarut
sampai berada dititik didihnya. Uap akan mengalami kondensasi dan kembali lagi
ke dalam labu. Sama halnya dengan destilasi uap yang pada umumnya digunakan
untuk mengekstraksi minyak esensial. Dalam proses pemanasan, uap akan
terkondensasi dan destilat (uapnya menjadi 2 bagian terpisah dan tidak
bercampur) selanjutnya ditampung ke wadah yang sudah dihubungakan dengan

10
kondensor. Kelemahan dari kedua metode ini yaitu dapat terjadinya degradasi
pada senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).

2.3 Gula Darah


Gula darah terbagi atas glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Monosakarida
yang paling umum adalah glukosa. Jika ingin melakukan diet buah yang banyak,
maka yang akan mningkat adalah fruktosa, sedangkan pada saat hamil dan laktasi
yang akan meningkat adalah galaktosa darah. Pola makan akan mempengaruhi
kadar gula darah di dalam tubuh. Kadar gula darah seseorang sebelum dan
sesudah makan akan berbeda. Begitu pula dengan kadar gula darah orang yang
berpuasa (Kasengke dkk., 2015).
Memakan makanan yang mengandung karbohidrat, maka glukosa darah
akan meningkat. Di dalam hati akan mengubah sebagian glukosa yang ada pada
makanan menjadi glikogen. Setelah berpuasa selama 2-3 jam, glikogen akan
diuraikan melalui proses yang dinamakan glikogenolisis dan akan melepaskan
glukosa darah yang sudah terbentuk ke dalam darah. Selain penurunan
penyimpanan glikogen juga mengalami penguraian triasil gliserol dijaringan
adiposa, yang memproduksi asam lemak sebagai bahan pengganti dan gliserol
untuk sintesis glukosa dalam proses glukoneogenesis. Asam amino akan
dilepaskan dari otot sebagai prekursor glukoneogenesis. Setelah satu malam
berpuasa, glikogenolisis ataupun glukoneogenesis akan mempertahankan kadar
glukosa darah dengan baik. Setelah berpuasa selama 30 jam, glikogen yang
tersimpan di hati akan habis (Kasengke dkk., 2015).
Makanan yang diserap oleh tubuh, kadar glukosa darah akan berada
diantara 4,5-5,5 mM. Kemudian mengonsumsi makan yang mengandung
karbohidrat kadar glukosa akan menaik hingga 6,5-7,2 mM. Pada saat berpuasa,
kadar glukosa mengalami penurunan hingga 3,3-3,9 mM. Serangan konvulsi
terjadi jika kadar glukosa darah mengalami penurunan yang mendadak, misalnya
pada keadaan overdosis insulin dikarenakan pada pasokan glukosa mengalami
ketergantungan otak secara langsung. Pola makan yang tidak teratur akan
menimbulkan ketidakseimbangan sehingga membuat seseorang menjadi obesitas.
Dalam pemantauan berat badan normal orang dewasa digunakan cara perhitungan

11
Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan ini berlaku pada orang dewasa diatas 18
tahun, sedangkan untuk bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan memakai
kriteria standard yang lain. Pengukuran IMT menggunakan rumus berat badan
dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam satuan meter kuadrat (m2) (Kasengke
dkk., 2015).

2.4 Sukrosa
Menurut Lehninger (1982), sukrosa adalah golongan sakarida yang
merupakan gabungan dari glukosa dan fruktosa. Lain halnya dengan maltosa dan
laktosa yang merupakan golongan disakarida juga, sukrosa tidak memiliki atom
karbon monomer yang bebas, karena unit monosarida pada sukrosa memiliki dua
komponen yang berikatan antara satu dengan yang lain. Inilah yang menjadi
alasan sukrosa tidak menjadi gula pereduksi (Zulfahmi dan Dwi, 2012).
Glukosa dan Sukrosa merupakan yang paling efektif dalam memberikan
penyerapan dan meningkatkan oksidasi dalam karbohidrat (Arimbi dkk., 2019).

2.5 Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan suatu keadaan apabila kadar glukosa darah
berkisar antara 140-200 mg/dL. Diabetes mellitus terjadi jika kadar glukosa
plasma vena yang diambil tanpa melihat waktu makan terakhir (sampel
acak/sesaat) ≥ 140 mg/dL. Setelah makan akan meningkatkan kadar glukosa darah
sekitar 80-100 mg/dL ke kadar sekitar 120-140 mg/dL, khususnya pada penderita
dengan gejala hiperglikemia kronik seperti polydipsia, polyuria, mata kabur, nyeri
kepala, penurunan berat badan yang cepat, kadang juga mengalami mual dan
muntah (Kasengke dkk., 2015).

2.6 Diabetes Mellitus


2.6.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit menahun yang menunjukkan
jumlah kadar glukosa darah melebihi batas normal dengan gula darah sewaktu
memiliki kadar sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa sama
atau melebih 126 mg/dl. Diabetes Mellitus kadang disebut silent killer

12
dikarenakan banyak penyandang tidak menyadarinya dan ketika diketahui sudah
mengalami komplikasi. Hampir seluruh sistem tubuh di serang oleh penyakit ini,
mulai kulit sampai kejantung menimbulkan komplikasi (Hestiana, 2017).

2.6.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi Diabetes Mellitus ada 3 yaitu:
a. diabetes mellitus tipe I
Diabetes Mellitus tipe I adalah suatu kelainan sistemik yang biasanya
dikarenakan adanya gangguan metabolisme glukosa dan dikenal dengan
hiperglikemia kronis. Hal ini terjadi karena sel β pada pankreas dirusak oleh
autoimun sehingga insulin yang dikeluarkan berkurang dan bahkan berhenti.
Pasien yang mengalami ini akan membutuhkan asupan insulin eksogen. Penyakit
ini memicu komplikasi kronik yang akan membutuhkan pengobatan yang
berkelanjutan dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya. Banyak
komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang tidak terkontrol seperti gangguan
makrovaskular ataupun mikrovaskular yang dapat membuat kualitas dan harapan
hidup penderita akan menurun (Afdal dan Eka, 2012).
Diabetes Mellitus tipe I banyak dijumpai pada anak-anak dan remaja yang
setiap hari membutuhkan beberapa suntikan insulin, dan menggunakan simpanan
insulin untuk tetap bertahan hidup. Pasien yang mengalami diabetes tipe 1 ini
akan berisiko menderita autoimun, genetik, dan dan alam sekeliling. Pasien
diabetes harus melakukan suntik insulin sebelum makan dan terkadang juga harus
melakukan suntik insulin pada waktu sebelum tidur di malam hari. Penurunan dan
kenaikan kadar glukosa pada darah dapat membahayakan pasien diabetes, karena
jika terlalu banyak insulin yang disuntikkan akan menyebabkan terjadinya
hipoglikemia (Nugroho,2012).
b. diabetes mellitus tipe II
Diabetes Mellitus tipe II dapat dikenali diabetes tinggkat permulaan
dewasa. Diabetes ini diawali dengan ketahanan insulin, karena tubuh tidak
menggunakan insulin secara baik. Jika insulin banyak dibutuhkan, kelenjar
pankreas tidak dapat memproduksi insulin sesuai yang dibutuhkan. Diabetes ini

13
biasanya terjadi karena beberapa faktor, seperti usia lanjut, gemuk (obesitas), dan
kurang berolahraga (Nugroho,2012).
Diabetes Mellitus tipe II juga terjadi jika sel jaringan dan otot tidak peka
atau sudah resistensi insulin yang mengakibatkan glukosa tertahan karena tidak
bisa masuk ke dalam sel dan akan menumpuk pada sirkulasi darah. Hal ini
biasanya terjadi pada pasien yang gemuk dan mengalami obesitas. Maka hal
utama yang diperlukan adalah pengendalian Diabetes Melitus dengan pedoman 4
pilar pengendalian Diabetes Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan,
olahraga, kepatuhan pengobatan yang bertujuan agar penyandang Diabetes
Melitus dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup kebutuhan. (Putri dan
Muhammad, 2013).
c. diabetes gestasional
Diabetes gestasional terjadi karena adanya gangguan glukosa pada wanita
yang sedang mengandung. Diabetes ini banyak dijumpai pada wanita Amerika
keturunan Afrika, Hispanik/Latin, dan juga Red Indian. Diabetes ini juga sering
ditemui pada wanita yang kuat makan dan memiliki riwayat keturunan pengidap
diabetes. Pada pasien yang mengidap diabetes ini membutuhkan pencegahan
untuk menurunkan kadar glukosa darah supaya tidak menular kepada
kandungannya. Setelah mengandung, 90-95% wanita mengidap diabetes ini
kembali sembuh, dan 5-10% dapat mengidap diabetes tipe dua. Selain itu,
diabetes gestasional dapan meningkatkan risiko bayi memiliki kadar bilirubin
yang tinggi dibanding bayi normal (Nugroho,2012).

2.6.3 Gejala Diabetes Mellitus


Menurut Emma S. Wirakusumah, gejala-gejala diabetes ditandai dengan:
a. trias poli:
- polyuria, meningkatnya buang air kecil karena hiperglikemia.
- polydipsia, menimbulkan dehidrasi sehingga membutuhkan banyak
minum.
- polyphagia, nafsu makan meningkat karena insulin tidak mampu dalam
metabolisme glukosa.
b. lemas, dikarenakan karbohidrat banyak yang diekskresikan melalui urin.

14
c. berat badan menurun, dikarenakan kehilangan banyak lemak sebagai pengganti
cadangan energi.
d. polineuritis, timbulnya gatal-gatal pada tubuh dikarenakan dalam metabolisme
karbohidrat memerlukan vitamin B1 yang berfungsi sebagai koenzim.
e. hiperglikemia, kadar glukosa darah meningkat (Nugroho,2012).

2.6.4 Faktor Resiko


American Diabetes Association (ADA) mengatakan, bahwa Diabetes
Mellitus memiliki faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu riwayat keluarga,
umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gram,
atau riwayat penderita diabetes gestasional. Sedangkan faktor resiko yang dapat
diubah diantaranya adalah obesitas dengan IMT ≥25 kg/m2, lingkar perut wanita
≥80 cm dan pria ≥90 cm, aktivitas fisik berkurang, tekanan darah tinggi, diet yang
tidak sehat dan dislipidemi. Faktor resiko lain dari diabetes adalah penderita
Polycystic ovarysindrome, penderita sindrom metabolic yang mempunyai riwayat
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT) yang mempunyai riwayat kardiovaskular seperti stroke atau Peripheral
Arterial Disease, konsumsi alkohol, stress, merokok (Fatimah, 2015).

2.6.5 Patofisiologi
Menurut Decroli, penyebab Diabetes Mellitus, yaitu :
a. resistensi insulin
Resistensi insulin terjadi karena adanya konsentrasi yang lebih tinggi dari
konsentrasi normal yang diperlukan guna mempertahankan normoglikemia. Di
tingkat sel, reaiatensi insulin memperlihatkan kemampuan yang tidak sesuai dari
insulin signaling dimulai dari pre reseptor, berubahnya protein kinase B, mutasi
pada protein Insulin Receptor Substrate (IRS), meningkatnya fosforilase serin dari
protein IRS, Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor) (Decroli,
2019).

15
b. disfungsi sel beta pankreas
Kerusakan sel beta dijelaskan dalam berbagai teori, seperti teori
glukotoksisitas, lipotoksisitas, dan penumpukan amyloid. Terdapat berbagai efek
yang dapat muncul akibat hiperglikemia terhadap sel beta pankreas. Pertama
adalah desensitasi sel beta pakreas, merupakan gangguan sementara sel beta oleh
hiperglikemia yang dirangsang secara berulang. Keadaan ini akan normal lagi jika
glukosa darah dinormalkan. Kedua adalah rusaknya sel beta pankreas adalah
kelainan yang reversibel dan terjadi lebih dulu dibandingkan glukotoksisitas.
Ketiga adalah kerusakan yang menetap pada sel beta. Hiperglikemia kronik adalah
yang disebabkan oleh berkurangnya sintesis dan sekresi insulin dan secara gradual
akan merusaknya sel beta (Decroli, 2019). Berikut adalah gambar dari sel beta
pankreas dapat dilihat dari Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jaringan Utama Pankreas

2.6.6 Penegakan Diagnosis


Penegakan diagnosis Diabetes mellitus dapat melalui dua cara yaitu uji
diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada orang
yang memiliki gejala DM sedangkan pemeriksaan penyaring dilakukan pada
orang yang tidak memiliki gejala tapi punya risiko. Uji diagnostik biasanya
merupakan pemeriksaan lanjutan pada orang-orang yang telah positif uji
penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu

16
pemeriksaan kadar gula darah sewaktu (>200 mg/dl), pemeriksaan kadar gula
darah puasa (>126 mg/dl), kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standard (Fatimah, 2015).
Pengecekan bisa dilakukan dengan tes darah, tes urine dan glukometer,
untuk mengetahui menderita diabetes atau tidak salah satu dengan pengecekan tes
darah dapat diketahui dengan melihat kadar gula darah normal pada Tabel 2.1.

Tabel12.1 Kadar gula darah normal

Kadar gula setelah puasa Kadar gula 2 jam setelah puasa


Normal : <100 mg/dl Normal : <140 mg/dl
Pradiabetes: 100-126 mg/dl Pradiabetes: 140-200 mg/dl
Diabetes : >126 mg/dl Diabetes : >200 mg/dl
Sumber: Nugroho,2012.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


diabetes digolongkaan dalam kelompok prediabetes dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam
Atau
Pemerikasaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Sumber : Soelistijo, dkk., 2019.

17
2.6.7 Hormon yang Berperan untuk Mengatur Kadar Glukosa dalam Darah
2.6.7.1 Insulin
Insulin memiliki ukuran kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia
dan merupakan suatu protein. Insulin terdiri dari 51 asam amino (amino acid) dan
tersusun atas dua rantai yaitu A dan B yang dihubungkan dengan jembatan
disulphide. Sel β, prekursor insulin dihasilkan oleh sintesis DNA atau RNA. Hati
dan ginjal merupakan dua organ utama yang akan membersihkan insulin dari
sirkulasi. Hal ini terjadi melalui proses hidrolisis pada jembatan disulfide rantai A
dan B melalui proses glutathione insulin transhydrogenase (insulinase). Setelah
mengalami pembelahan reduktif, maka akan mengalamin degradasi lebih lanjut
dengan cara preteolisis. Hati akan membersihkan darah dari insulin kira-kira 60%
yang dikeluarkan dari pankreas berdasarkan letaknya sebagai lokasi akhir aliran
darah vena porta, dan ginjal sebanyak 35-40% akan membersihkan hormone
endogen. Tetapi pada pasien diabetes yang memperoleh pengobatan menggunakan
insulin melalui suntikan insulin subkutan, perbandingan akan menjadi terbalik,
sebanyak 60% insulin eksogen yang dibersihkan oleh ginjal akan dikeluarkan oleh
hati tidak lebih dari 30-40%. Waktu paruh insulin adalah 3-5 menit dalam
sirkulasi (Katzung, 2002).
Peningkatan glukosa darah menginduksi peningkatan metabolisme glukosa
dalam sel beta, sehingga terjadi peningkatan produksi ATP melalui beberapa
sumber: glikolisis, oksidasi glukosa mitokondria, dan pengangkutan aktif
ekuivalen reduksi dari sitosol ke rantai transpor elektron mitokondria.
Peningkatan yang dihasilkan pada rasio ATP/ADP menghambat ATP sensitive
K+ channel sehingga mengakibatkan depolarisasi membran plasma, kemudian
terjadi pembukaan voltage-gated Ca2+ channel diikuti dengan masuknya Ca2+
ekstrasel yang berfungsi untuk mengaktifkan eksositosis granul-granul. Proses ini
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

18
Gambar 2.2 Proses sekresi insulin
Glukosa akan diangkut dari dalam darah melewati membran sel masuk ke
dalam sel, proses ini memerlukan senyawa pengangkut glukosa yaitu glucose
transporter 2 (GLUT-2). Dalam keadaan fisiologik, transportasi transmembran
dilakukan oleh GLUT-2 yang berfungsi sebagai pembawa glukosa dengan akses
masuk ke dalam sel yang tak terbatas. Glukosa akan mengalami proses fosforilasi
dan oksidatif oleh aktivasi glukokinase (mengubah glukosa menjadi glukosa-6
fosfat) dengan membebaskan molekul fosfat sehingga rasio ATP/ADP berubah,
kemudian terjadi depolarisasi membrane (Banjarnahor dan Sunny, 2012).

2.6.7.2 Glukagon
Glukagon disintesis dalam sel alfa dari pulau Langerhans pankreas.
Glukagon adalah suatu peptida yang sama pada semua mammalian dan memiliki
satu rantai tunggal dengan 29 asam amino dan berat molekul 3485. Pembelahan
proteolitik selektif pada suatu molekul prekursor akan mengonversi 18.000 MW
ke glukagon. Glukagon didegradasi secara luas dalam hati, ginjal, dan plasma,
serta situs reseptor jaringannya. Karena inaktivisasi cepat oleh plasma,
pendinginan selang pengumpul dan pemberian tambahan penghambat enzim
proteolitik dilakukan pada pengambilan contoh darah untuk pengukuran
imunologis glukagon dalam sirkulasi. Waktu paruh glukagon adalah 3 dan 6 menit
yang sama dengan waktu paruh insulin (Katzung, 2002).

19
2.6.8 Obat Antidiabetes
Obat-obat golongan antidiabetes ada secara oral dan suntikan sebagai
berikut :
2.6.8.1 Sulfonilurea
Obat golongan ini memiliki efek utama yaitu meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek sampingnya adalah hipoglikemia dan meningkatkan
berat badan. Hati-hati menggunakan obat ini pada pasien yang resiko tinggi
hipoglikemia dan gangguan fungsi hati dan ginjal (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.2 Glinid
Glinid adalah obat yang cara kerjanya hampir sama dengan sulfonylurea,
tetapi yang membedakannya adalah tempat reseptornya., dengan hasil akhir
berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin pada fase pertama. Golongan
obat ini terdiri dari 2 jenis obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoat) dan
Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresikan secara cepat dari hati. Obat ini juga dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.3 Metformin
Metformin memiliki efek yaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin adalah salah satu obat lini pertama pada pasien diabetes tipe dua. Pada
pasien gangguan ginjal, dosis metformin diturunkan (LFG 30-
2
60ml/menit/1,73m ). Metformin tidak boleh diberikan dengan keadaan LFG<30-
60ml/menit/1,73m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien dengan
kecendurangan hipoksemia. Efek samping adalah adanya gangguan saluran
pencernaan seperti dyspepsia, diare, dll (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.4 Tiazolidinedion (TZD)


Obat ini merupakan golongan agonis dari Peoxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma). Golongan obat ini memiliki efek untuk

20
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidinedion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema/retensi
cairan. Hati-hati pada pasien gangguan hati. Obat yang masuk golongan ini adalah
pioglitazone (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.5 Penghambat Alfa Glukosidase


Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat absorpsi glukosa dalam
usus halus. Efek samping adalah mungkin terjadinya bloating (penumpukan gas
dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Untuk mengatasi efek samping
dapat diberikan dengan dosis kecil. Contoh golongan opbat ini adalah acarbose
(Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.6 Penghambat enzim Dipeptyl peptidase-4 (DPP-4 inhibitor)


Obat golongan ini merupakan suatu serin protease yang didistribusikan
secara luas di dalam tubuh. Enzim ini akan memecah dua asam amino dari peptide
yang mengandung alanin dan prolin pada kedua peptide N-terminal. Penghambat
DPP-4 akan menghambat lokasi pengikat pada DPP-4 sehingga akan mencegah
inaktivasi dari GLP-1 dalam bentuk aktif di sirkulasi darah, sehingga dapat
memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons insulin, dan mengurangi
sekresi glucagon. Obat yang termasuk dari golongan ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sitagliptin, saxagliptin, dan alogliptin (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.7 Penghambat Enzim Sodium Glucose co-Transporter 2 (SGLT-2


inhibitor)
Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi glukosa di
tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin. Obat
golongan ini dapat menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek samping
yang dapat terjadi adalah infeksi saluran kencing dan genital. Pada pasien dengan

21
gangguan ginjal perlu dilakukan penyesuaian dosis. Hati-hati karena dapat
mencetuskan ketoasidosis (Soelistijo, dkk., 2019).

2.6.8.8 Insulin
Insulin dapat digunakan pada keadaan HbA1c saat diperiksa ≥7,5% dan
sudah menggunakan satu atau dua obat antidiabetes, , penurunan berat badan yang
cepat, berat yang disertai ketosis, krisis hiperglikemia, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, infark miokard akut. Stroke), k ehamilan dengan diabetes
mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, Gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat, kondisi, perioperative sesuai dengan indikasi.
Jenis dan lama Kerja Insulin meliputi insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin),
insulin kerja pendek ( Short-acting insulin), insulin kerja menengah (Intermediate-
acting insulin) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin), insulin kerja panjang
(Long-acting insulin), insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin),
insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan
menengah (Premixed insulin), insulin campjuran tetap kerja ulgtra panjang
dengan kerja cepat. Efek samping terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia,
penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut DM,
dan terjadinya reaksi alergi terhadap insulin (Soelistijo dkk., 2019).

22
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental,


dilakukan pengujian langsung efek ekstrak etanol biji kopi arabika terhadap
penurunan kadar glukosa darah tikus jantan di laboratorium dengan metode uji
toleransi glukosa. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : pengambilan
dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak, skrining fitokimia pada ekstrak biji
kopi dan pengujian efek penurunan kadar glukosa darah. Data dianalisis secara
anova (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji pos hock tukey menggunakan
program stastistical and product service solution (SPSS).

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, aluminium foil, animal box, glinder, Glucometer dan Glucometer
strip, hot plate, kertas saring, lemari pengering, mortir dan stamfer, neraca analitik
(Vibra AJ), neraca hewan (Presica GW-1500), oral sonde, oven, penangas air,
perkamen, rotary evaporator (Heidolph WB-2000), spuit, tanur.

3.1.2 Bahan
Bahan Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kopi arabika
asal Mandailing. Bahan kimia yang digunakan antara lain asam asetat glasial, amil
alkohol, asam klorida, asam sulfat pekat, aquades, besi (III) klorida, etanol 96%
(hasil destilasi), natrium klorida, isopropanol, natrium karboksi metil selulosa
(NaCMC), kloroform, serbuk magnesium, timbal (II) asetat, serbuk seng, pereaksi
Mayer, pereaksi Bouchardat, pereaksi Dragendorff, pereaksi Molish, metanol,
natrium sulfat anhidrat, toluen, larutan NaCl 0,9 % , sukrosa, dan metformin.

3.2 Hewan Percobaan


Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
dengan berat badan 150-200 g sebanyak 25 ekor.

23
3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia
3.3.1 Pengumpulan Simplisia
Pengambilan sampel dilakukan secara Cluster Random Sampling dengan
menentukan sampel berdasarkan kelompok wilayah dari anggota populasi
penelitian. Sampel diambil dari perkebunan kopi di Mandailing Natal. Sampel
yang diambil adalah biji kopi yang sudah kering dan warna kulit biji putih
kehijauan.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan


Identifikasi tumbuhan biji kopi dilakukan di Herbarium Medanense,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara,
Medan.

3.3.3 Pembuatan Serbuk Simplisia


Buah kopi yang telah dipetik diseleksi untuk pemisahan buah kopi yang
berpenyakit dan cacat. Buah kopi kemudian dikupas kulitnya dan dikeringkan
dengan penjemuran dibawah sinar matahari hingga kering. Biji kopi kering
selanjutnya disortasi, dibuang kulit tanduknya, dan dikeringkan kembali dalam
oven. Biji kopi yang telah kering kemudian digiling dengan glinder sehingga
menghasilkan serbuk kasar kopi hijau Arabika (Coffea arabica) (Hamdani dan
Salfauqi, 2020).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia


Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam
asam, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol
dan penetapan kadar air (Depkes RI, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik


Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati
bentuk, warna, dan rasa dari simplisia biji kopi arabika.

24
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara
menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek kemudiaan meneteskan
kloralhidrat, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Abu Total


Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam kurs porselin yang telah
dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis. Jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring
melalui kertas s aring abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam kurs yang sama.
Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, kemudian
ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1995).

3.4.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam


Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Air


Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24
jam dalam 100 ml air-klorofom (2,5 ml klorofom dalam air suling sampai 1 liter)
dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan ditara.
Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam
air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 1995).

25
3.4.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 96% dalam labu bersumpat sambil dikocok selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian di saring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Air


Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluene).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penampung dan tabung penerima. Dimasukkan 200 ml toluene dan 2 ml air suling
ke dalam labu alas bulat, lalu destilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluene dibiarka
mendidih selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan
ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut, dimasukkan 5 g serbuk
simplisia yang telah 20 ditimbang, labu dipanaskan secara hati-hati selama 15
menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap
detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan
hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.5 Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia serbuk simplisia biji kopi arabika meliputi pemeriksaan
senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid.

26
3.5.1 Uji alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid.
Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Masing–
masing sebagai berikut:
a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer, maka akan terbentuk endapan putih
atau kekuningan.
b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, maka akan terbentuk endapan
warna coklat sampai hitam.
c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendroff, maka akan terbentuk endapan
merah atau jingga.
Alkaloida positif jika terjadi paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes
RI, 1995).

3.5.2 Uji flavonoid


Sebanyak 10 g serbuk simplisia biji kopi ditambahkan air panas kemudian
dididihkan selama 5 menit, dan disaring. Kemudian 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g
serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat, dan 1 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif ditandai dengan munculnya warna
merah kekuningan, atau jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI, 1995).

3.5.3 Uji saponin


Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok
kuat – kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil
tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam
klorida 2 N menunjukkan positif adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Uji Tanin


Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dalam 20 mL air panas, kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan 2-3 tetes

27
larutan FeCl3 1 %. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau,
merah, ungu, biru atau hitam yang kuat (Mangiwa dan Agnes, 2019).

3.5.5 Uji Steroid/Triterpenoid


Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dalam 5 ml kloroform dan 5 ml asetat
anhidrat, kemudian ditambahkan 2 ml larutan H2SO4 pekat melalui dinding
tabung reaksi. Adanya triterpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah,
jingga atau ungu (Mangiwa dan Agnes, 2019).

3.5.6 Pemeriksaan Glikosida


Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 gr, lalu disari dengan 30 ml
campuran etanol 96 % garis air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N, direfluks selama
2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 20 ml air
suling dan 20 ml timbal (II) aseatat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit
lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloforoform-isopropanol (3:2)
sebanyak 3 kali pada kumpulan sari lapisan isopropanol diuapkan pada suhu tidak
lebih dari 50˚C sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol untuk larutan percobaan.
0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air pada sisa ditambahkan 2 ml
air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml hati-hati asam sulfat,
terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan
gula (Depkes RI, 1995).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Kopi


Ekstrak etanol biji kopi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol
96%. Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca,
ditambahkan etanol 96 % sebanyak 3,75 L (75 bagian), tutup, biarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas
sebanyak 1,25 L (25 bagian) hingga diperoleh 5 L (100 bagian). Pindahkan ke
dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2
hari. Kemudian dinaptuang. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary
evaporator sampai pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses penguapan di
dalam oven sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

28
3.7 Pembuatan Sediaan Uji
3.7.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%
Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml air
suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa
yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling,
dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya
dengan air suling hingga garis tanda.

3.7.2 Pembuatan Suspensi Metformin


Dosis metformin pada manusia dewasa adalah 500 mg per hari, jika
dikonversi pada tikus dengan berat 200 g adalah 0,018 maka dosis metformin
untuk tikus adalah 45 mg/kg BB. Ditimbang serbuk tablet metformin kemudian
disuspensi dalam Na CMC 0,5% hingga 10 ml (Dewi, dkk., 2016).

3.7.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Kopi


Suspensi ekstrak etanol biji kopi arabika dibuat 3 variasi dosis yakni dosis
100 mg/kgbb; 200 mg/kgbb; dan 400 mg/kgbb. Ekstrak etanol biji kopi arabika
ditimbang sesuai dosis dan dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan
suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen,
volume dicukupkan hingga 10 ml.

3.7.4 Pembuatan Larutan Sukrosa


Dosis sukrosa yang digunakan didasarkan pada dosis sukrosa kelinci yaitu 3
g/kgbb per oral, maka perhitungan dosis sukrosa untuk tikus adalah 1,5 kg x 3
g/kgbb x 0,25 = 1,125 g/ 200gramBB (0,25 merupakan faktor konversi dosis
kelinci ke tikus). Dosis sukrosa yang digunakan dihitung berdasarkan berat badan
masing-masing tikus menjadi 5,625 g/kgbb, kemudian dilarutkan dalam aquades
sebanyak 2,5 ml (Ayu, dkk., 2014).

29
3.8 Prosedur Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah dari Ekstrak Etanol
Biji Kopi Arabika dengan Toleransi Glukosa pada Tikus Putih Jantan
Penelitian ini digunakan prosedur kerja yang mengacu kepada Putri,dkk.,
(2017), Wunu, dkk (2019), dan Hamdani dan Salfauqi, (2020), dengan modifikasi
minor. Tikus dipuasakan (tidak makan tapi tetap minum selama 8-12 jam). Berat
badan ditimbang dan diukur kadar glukosa darah puasa. Diberikan larutan sukrosa
secara oral selama 10 hari, diuji kadar glukosa darah untuk mengetahui efek dari
penginduksian sukrosa.
Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan diberi perlakuan
selama 14 hari, masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu:
Kelompok I (kontrol negatif) : suspensi CMC-Na 0,5 %
Kelompok II (kontrol positif) : Metormin dosis 65 mg/kgbb
Kelompok III : suspensi EEBK dosis 100 mg/kg bb
Kelompok IV : suspensi EEBK dosis 200 mg/kg bb
Kelompok V : suspensi EEBK dosis 400 mg/kg bb
Setelah 10 hari dilakukan perlakuan pada kelompok perlakuan tikus
dilakukan pengukuran glukosa darah yaitu pada hari ke 10 menit 15,30, dan 60
setelah perlakuan. Pengukuran glukosa darah tikus dilakukan pada pada hari
pertama sebelum diinduksi sukrosa, pada hari ke 10 sesudah diinduksi sukrosa
dan pada hari ke 10, menit 15,30, dan 60 setelah perlakuan. Pengukuran glukosa
dilakukan dengan cara: ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, ujungnya
digunting atau disayat dengan menggunakan pisau bedah kecil hingga membentuk
sayatan yang dalam. Sampel darah (setetes) yang berasal dari ujung ekor
diteteskan ke strip glukosa yang telah dimasukkan dalam glucometer.

3.9 Analisis Data


Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANOVA)
dengan tingkat kepercayaan 95 % dan dilanjutkan dengan uji Pos Hock Tukey
untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan
program SPSS22.

30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan


Identifikasi tumbuhan dilakukan di laboratorium Herbarium Medanese
(MEDA) Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara terhadap bahan yang diteliti adalah tumbuhan Kopi
Arabika (Coffea arabica) famili Rubiaceae yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Pemeriksaan Karakteristik


Karakteristik biji kopi arabika dan simplisia terdiri dari pemeriksaan
makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, dan karakteristik simplisia.

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik


Pemeriksaan makroskopik biji berbentuk hampir setengah bulat atau
jorong, bagian punggung cembung. Berwarna putih kehijauan Bau khas tajam
aromatik biji kopi.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel
batu lumen lebar bernoktah, parenkim dinding tipis, lapisan pigmen parenkim
tetes minyak yang dapat dilihat pada Lampiran 3 (Idris, 2014).

4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia biji kopi arabika


Karakterisasi serbuk simplisia biji kopi arabika diperoleh kadar air
sebanyak 4,65%, kadar sari larut air 23,79%, kadar sari larut etanol 19,73%, kadar
abu total 3,65%, dan kadar abu tidak larut asam 0,58%. Hasil tiap parameter
memenuhi persyaratan karakteristik simplisia biji kopi arabika sesuai dengan
Materia Medika Indonesia jilid V tahun 1989. Hasil tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.1.

31
Tabel54.1 Hasil Karakteristik simplisia biji kopi arabika

Hasil Hasil Persyaratan (%)


No Karakteristik
Simplisia (%) ekstrak (%) (MMI,1989)
1 Kadar air 4,65% 11.32% ≤12,5%
2 Kadar sari larut air 23,79% - ≥23,5%
3 Kadar sari larut etanol 19,73% - ≥13%
4 Kadar abu total 3,56% 2,68% ≤4%
Kadar abu tidak larut
5 0,58% 0,63% ≤1%
asam

Kadar air ekstrak dari biji kopi yaitu 11,32% yang merupakan ekstrak
kental karena berada pada rentang 5-30%. Kadar abu total ekstrak yaitu 2,68%
sedangkan kadar abu tidak larut asam yaitu 0,63%. Hasil pemeriksaan
karakterisasi simplisia dan ekstrak yaitu kadar air, kadar sari larut air, kadar sari
larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam memenuhi syarat yang
telah tercantum dalam Materia Medika Indonesia. Perhitungan karakterisasi
serbuk simplisia biji kopi arabika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11.

4.3 Skrining Fitokimia


Pada penelitian ini, dilakukan skrining fitokimia terhadap sampel biji kopi
yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi USU. Berdasarkan skrining
fitokimia yang dilakukan, didapatkan bahwa serbuk simplisia biji kopi arabika
dan ekstrak etanol biji kopi arabika mengandung senyawa metabolit sekunder
alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid/ steroid dan tannin dan tidak
mengandung saponin. Hasil skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder yang
telah dilakukan dapat dilihat dalam Tabel 4.2.

Tabel34.2 Hasil skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder

Senyawa metabolit Hasil skrining Hasil skrining


sekunder serbuk simplisia ekstrak
Alkaloid Positif Positif
Flavonoid Positif Positif
Glikosida Positif Positif
Saponin Negatif Negatif

32
Tabel 4.2. (Lanjutan)

Steroid/Triterpenoid Positif Positif


Tanin Positif Positif

4.4 Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Kopi (EEBK) dengan
metode induksi sukrosa
Uji aktivitas ekstrak etanol biji kopi arabika terhadap penurunan glukosa
darah telah dilakukan pada tikus jantan putih yang diinduksi sukrosa. Pertama
tikus uji dibagi 5 kelompok secara acak yang terdiri dari 5 ekor tikus tiap
perlakuan secara oral yaitu kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC-Na
0,5%, kelompok kontrol positif diberikan larutan metformin dosis 45 mg/kgbb,
dan kelompok uji dengan 3 variasi dosis perlakuan yaitu EEBK 100 mg/kgbb,
EEBK 200 mg/kgbb, dan EEBK 400 mg/kgbb.
Sebelum pengujian dilakukan, tikus dipuasakan (tidak diberi makan tetapi
tetap diberi minum) selama 18 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-
masing dan diberi tanda pada ekor. Kemudian masing-masing tikus diukur KGD
puasa tikus menggunakan glucometer untuk mengetahui KGD awal. Hasil
pengukuran KGD tikus rata-rata setelah puasa selama 18 jam, sebelum tikus
diinduksi sukrosa 5,625 g/kgbb ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel44.3 Hasil KGD rerata puasa tikus sebelum induksi sukrosa

KGD rerata tikus sebelum induksi


Kelompok
sukrosa (mg/dl) ±SEM
CMC Na 0,5% 100,4 ± 1,94
Metformin 45 mg/kgbb 101,2 ± 2,60
EEBK 100 mg/kgbb 90,2 ± 6,15
EEBK 200 mg/kgbb 91 ± 3,41
EEBK 400 mg/kgbb 90,6 ± 2,28

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa sebelum diinduksi sukrosa untuk


semua tikus menghasilkan KGD 70-110 mg/dL (Soelistijo, dkk., 2019). Setelah
dilakukan uji ANOVA pada KGD puasa antara masing-masing kelompok
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara
kelompok kontrol, kelompok uji, dan kelompok pembanding (p > 0.05) yaitu

33
0,083. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang digunakan dalam kondisi
fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa darah normal sehingga dapat
digunakan sebagai hewan uji.
Setelah dilakukan pengukuran KGD puasa, tikus diinduksi dengan sukrosa
dosis 5,625 g/kgbb secara oral. Diamati tingkah laku tikus dan bobot badan, serta
diukur KGD pada hari ke-10 sampai menunjukkan kenaikan KGD. Tikus
dianggap diabetes apabila KGD ≥ 200 mg/dL (Soelistijo, dkk., 2019). Tikus mulai
dapat digunakan dalam pengujian. Hasil pengukuran KGD rerata tikus setelah
diinduksi sukrosa untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel54.4 Hasil KGD rerata puasa tikus sesudah induksi sukrosa

KGD rerata tikus sesudah induksi


Kelompok
sukrosa (mg/dl) ±SEM
CMC-Na 0,5% 219 ± 5,01
Metformin 45 mg/kgbb 240,8 ± 14,42
EEBK 100 mg/kgbb 216,4 ± 5,42
EEBK 200 mg/kgbb 214,2 ± 12,99
EEBK 400 mg/kgbb 227,4 ± 6,55

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa pemberian sukrosa 5,625 g/kgbb


untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dL.
Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan untuk percobaan dalam
keadaan hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia ini disebabkan oleh pemberian
sukrosa dengan dosis yang relatif tinggi. Sukrosa dalam sel epitel usus halus akan
dihidrolisis oleh enzim sucrase menghasilkan glukosa dan fruktosa. Pada usus
halus terjadinya penyerapan glukosa dan masuk ke peredaran darah, sehingga
meningkatkan kadar glukosa darah (Togubu dkk., 2013).
Hasil tes ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji, dan yaitu kelompok
pembanding (p > 0,05) yaitu 0,324. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang
digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni tikus sudah dalam
kondisi diabetes sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Pemberian
perlakuan dimulai setelah tikus positif diabetes hari ke-10, 30 menit setelah
diberikan induksi sukrosa. Kemudian dilakukan pengukuran KGD pada menit 15,

34
30 dan 60 setelah perlakuan. Grafik KGD rerata tikus setelah perlakuan dapat
dilihat pada Grafik 4.1.

300

250
kadar gula darah (mg/dl)

200
CMC-Na
150
Metformin

100 EEBK 100 mg/kgbb


EEBK 200 mg/kgbb
50
EEBK 400 mg/kgbb

0
Sebelum Sesudah Menit 15 Menit 30 Menit 60
induksi induksi
waktu (menit)

Grafik 4.1. KGD rerata tikus setelah perlakuan EEBK

Berdasarkan Grafik 4.1 bahwa terjadi penurunan KGD setelah pemberian


EEBK dengan dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin 45
mg/kgbb dimana efek mulai terlihat pada menit ke 15, 30, dan 60.
Selanjutnya data KGD (mg/dL) masing-masing tikus pada semua
kelompok perlakuan dilakukan perhitungan persen penurunan KGD (%PKGD),
kemudian dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA lalu dilanjutkan uji
Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Hasil
persentase penurunan KGD rata-rata tikus setelah perlakuan mulai terlihat pada
menit ke 15. Hasil pengukuran persentase penurunan KGD pada menit ke 15
dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel64.5 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 15

KGD rerata tikus setelah %PKGD rerata tikus


Kelompok
perlakuan (mg/dl) setelah perlakuan ± SEM
CMC-Na 0,5% 216,6 0,99a ± 0,16
Metformin 45 mg/kgbb 202,6 15,20ab ± 3,57

35
Tabel 4.5. (Lanjutan)0

EEBK 100 mg/kgbb 195 9,12ab ± 1,52


EEBK 200 mg/kgbb 194,4 9,15ab ± 3,15
EEBK 400 mg/kgbb 204,8 9,80ab ± 1,39
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom %PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada menit ke 15, kelompok


EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin dosis 45
mg/kgbb menurunkan KGD tikus yang diinduksi sukrosa. Sedangkan kelompok
CMC-Na sebagai kontrol negatif juga mengalami penurunan yang tidak signifikan
dan masih dalam kategori diabetes (KGD ≥ 200mg/dL). Hal ini menunjukkan
bahwa potensi CMC-Na menurunkan kadar glukosa relatif kecil dibandingkan
dengan pemberian ekstrak biji kopi arabika. CMC-Na dalam hal ini hanya
merupakan pembawa yang tidak memiliki efek farmakologis atau tidak
berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah, tapi adanya proses
metabolisme dalam tubuh tikus dan diuresis sehingga kadar glukosa darah dalam
tubuh dapat tikus berkurang (Jangga dan Suriani, 2016).
Setelah dilakukan uji statistik Post Hoc Tukey HSD diperoleh hasil bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok EEBK dosis 100
mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dengan kelompok metformin dosis 45
mg/kgbb dan kelompok CMC-Na 0,5%. Dari hasil data, terlihat bahwa terjadi
penurunan KGD tikus pada kelompok EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb,
400 mg/kgbb, dan metformin dosis 45 mg/kgbb sehingga dapat dikatakan
memiliki efek antihiperglikemia jika dibandingkan dengan kelompok CMC-Na
0,5% pada menit ke 15 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok EEBK
dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb telah menyerupai efek
antidiabetes dari kelompok pembanding metformin 45 mg/kgbb.
Pada menit ke 30 terjadi penurunan KGD dari kelompok EEBK dosis 100
mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin dosis 45 mg/kgbb. Hasil
pengukuran penurunan KGD menit 30 dapat dilihat pada Tabel 4.6.

36
Tabel74.6 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 30

KGD rerata tikus setelah %PKGD rerata tikus


Kelompok
perlakuan (mg/dl) setelah perlakuan ± SEM
CMC-Na 0,5% 213,6 2,27a ± 0,39
Metformin 45 mg/kgbb 168,6 29,33b ± 2,96
EEBK 100 mg/kgbb 178,6 15,96ab ± 2,09
EEBK 200 mg/kgbb 172,2 19,34b ± 6,36
EEBK 400 mg/kgbb 177,6 21,84b ± 2,31
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom %PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan Tabel 4.6 persentase penurunan rata-rata setiap kelompok


pemberian EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, serta
metformin 45 mg/kgbb mengalami peningkatan dibandingkan pada menit 15.
Pemberian EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb
memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok tikus yang diberikan
CMC-Na (p<0,05) dan kelompok pembanding metformin 45 mg/kgbb. Hal ini
menyatakan bahwa pemberian EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400
mg/kgbb telah memberikan efek penurunan KGD menyerupai kelompok
pembanding metformin 45 mg/kgbb.
Pada menit ke 60 terjadi penurunan KGD dari kelompok EEBK dosis 100
mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin dosis 45 mg/kgbb. Hasil
pengukuran penurunan KGD menit 60 dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel84.7 Hasil % PKGD rerata tikus pada menit ke 60

KGD rerata tikus setelah %PKGD rerata tikus


Kelompok
perlakuan (mg/dl) setelah perlakuan ± SEM
CMC-Na 0,5% 212,6 2,84a ± 0,48
Metformin 45 mg/kgbb 119,4 49,60b ± 3,51
EEBK 100 mg/kgbb 126,6 40,58b ± 1,67
EEBK 200 mg/kgbb 120,4 43,55b ± 4,01
EEBK 400 mg/kgbb 121,2 46,64b ± 2,28
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom %PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

37
Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa %PKGD rata-rata setiap kelompok
EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kgbb
mengalami peningkatan dibandingkan pada menit 30. Setelah dilakukan uji
statistik Post Hoc Tukey HSD diperoleh hasil bahwa kelompok Na-CMC 0,5%
memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kg bb (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400
mg/kgbb dan metformin 45 mg/kgbb memiliki efek antidiabetes jika
dibandingkan dengan kelompok Na-CMC 0,5%. Kelompok EEBK 100mg/kgbb,
200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan
kelompok metformin 45 mg/kgbb (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb telah menyerupai
efek antidiabetes dari kelompok metformin 45 mg/kgbb.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa EEBK 100 mg/kgbb,
200 mg/kgbb, dan 400 mg/kg bb mampu menurunkan KGD tikus yang diinduksi
sukrosa. Jika dilihat dari nilai %PKGD kelompok pembanding metformin 45
mg/kgbb tetap memiliki nilai %PKGD yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok uji EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb, dimana
semakin tinggi nilai %PKGD maka semakin baik efek antidiabetes nya. Hasil
%PKGD berturut-turut dari yang tertinggi ke terendah dimulai dari kelompok
pembanding metformin 45 mg/kgbb yaitu sebesar 49,60%, diikuti kelompok
EEBK 400 mg/kgbb sebesar 46,65%, EEBK 200 mg/kgbb sebesar 43,55%, dan
EEBK 100 mg/kgbb sebesar 40,58%. Perhitungan dilanjutkan untuk mengetahui
delta (selisih) KGD rerata tikus setelah diinduksi sukrosa. Hasil ΔKGD rerata
tikus setelah diinduksi sukrosa sebelum diinduksi sukrosa dapat dilihat pada
Tabel 4.8.

Tabel94.8 Hasil ΔKGD rerata tikus menit 15-setelah diinduksi sukrosa

Kelompok ΔKGD rerata tikus (mg/dL) ± SEM


CMC-Na 0,5% 2,40a ± 0,51
Metformin 45 mg/kgbb 38,00ab ± 10,52
EEBK 100 mg/kgbb 19,80ab ± 3,88
EEBK 200 mg/kgbb 21,40ab ± 8,88

38
Tabel 4.8. (Lanjutan)

EEBK 400 mg/kgbb 22,60b ± 5,93


Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom ∆PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa terjadi penurunan KGD rerata


pada menit 15, namun setelah dilakukan uji statistik ANOVA diperoleh nilai
signifikansi yaitu 0,030 yang menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan
antar kelompok CMC-Na 0,5%, EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400
mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kgbb.
Pada menit 30, terjadi peningkatan nilai ΔKGD rerata tikus jika
dibandingkan dengan menit 15. Hasil ΔKGD rerata tikus menit 30-sesudah
diinduksi sukrosa dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel104.9 Hasil ΔKGD rerata tikus menit 30-seudah induksi sukrosa

Kelompok ΔKGD rerata tikus (mg/dL) ± SEM


CMC-Na 0,5% 5,20a ± 0,97
Metformin 45 mg/kgbb 72,20ab ± 11,58
EEBK 100 mg/kgbb 37,80ab ± 5,38
EEBK 200 mg/kgbb 42,00b ± 17,90
EEBK 400 mg/kgbb 49,80b ± 6,49
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom ∆PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan uji statistik Post Hoc Tukey HSD diperoleh hasil bahwa
kelompok CMC-Na 0,5% memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok
EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kg bb
(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kg bb mampu menurunkan KGD
tikus dan memiliki efek antidiabetes jika dibandingkan dengan kelompok CMC-
Na 0,5%. Kelompok metformin 45 mg/kgbb memiliki perbedaan yang signifikan
dengan kelompok CMC-Na 0,5% (p<0,05) namun tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400
mg/kgbb (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok EEBK 100 mg/kgbb,

39
200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb mempunyai efek antidiabetes yang menyerupai
efek metformin 45 mg/kgbb. Hasil ΔKGD rerata tikus menit 60-sesudah diinduksi
sukrosa dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel114.10 Hasil ΔKGD rerata tikus menit 60-sesudah diinduksi sukrosa

Kelompok ΔKGD rerata tikus (mg/dL) ± SEM


CMC-Na 0,5% 6,40 ± 0,93
Metformin 45 mg/kgbb 121,40 ± 15,83
EEBK 100 mg/kgbb 89,80 ± 5,34
EEBK 200 mg/kgbb 93,80 ± 15,06
EEBK 400 mg/kgbb 106,20 ± 7,86
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom ∆PKGD
menujukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan uji statistik Post Hoc Tukey HSD diperoleh hasil bahwa
kelompok CMC-Na 0,5% memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok
EEBK 100 mg/dl, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kgbb
(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, 400 mg/kgbb, dan metformin 45 mg/kgbb mampu menurunkan KGD
tikus dan memiliki efek antidiabetes jika dibandingkan dengan kelompok CMC-
Na 0,5%. Kelompok metformin 45 mg/kgbb memiliki perbedaan yang signifikan
dengan kelompok CMC-Na 0,5% (p<0,05), namun tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan kelompok EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400
mg/kgbb (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok EEBK 100 mg/kgbb,
200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb mampu menurunkan KGD tikus.

40
140

120
Selisih KGD (mg/dl)
100

80 CMC Na
Metformin
60
Dosis 100 mg/kgbb
40
Dosis 200 mg/kgbb
20 Dosis 400 mg/kgbb

0
sesudah- sesudah- sesudah-
menit 15 menit 30 menit 60
waktu (menit)

Grafik 4.2 Selisih KGD sesudah induksi dengan menit ke-15,30, dan 60

Berdasarkan uraian dan Grafik 4.2 di atas dapat disimpulkan bahwa EEBK
100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kg bb mampu menurunkan KGD tikus
yang diinduksi sukrosa. Jika dilihat dari nilai ΔKGD kelompok pembanding
metformin 45 mg/kgbb memiliki nilai ΔKGD yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok uji EEBK 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb,
dimana semakin tinggi nilai ΔKGD maka semakin baik efek antidiabetesnya.
Hasil ΔKGD berturut-turut dari yang tertinggi sampai terendah dimulai dari
kelompok pembanding metformin 45 mg/kgbb yaitu sebesar 121,40 mg/dL,
diikuti kelompok EEBK 400 mg/kg bb sebesar 106,40 mg/dL, EEBK 200
mg/kgbb sebesar 93,80 mg/dL, dan EEBK 100 mg/kg bb sebesar 89,80 mg/dL.
Uji Paired T-Test sebelum dan sesudah induksi sukrosa diperoleh
signifikan 0,000 (a<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
sebelum dan sesudah induksi sukrosa. Selain itu, uji Paired T-Test sesudah
induksi sukrosa dengan menit ke 15, 30, dan 60 juga memperoleh signifikan 0,000
(a<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
sesudah induksi sukrosa dengan perlakuan pada menit ke 15, 30, dan 60.
Berbagai penelitian mengenai diabetes yang telah dilakukan, dan sebagian
besar diantaranya menggunakan tikus jantan galur Wistar sebagai obyek
penelitian. Hal ini dikarenakan tikus jantan galur Wistar mudah diperoleh, mudah

41
dalam perawatannya, dan memiliki kemampuan metabolik yang cepat. Jadi,
sangat bermanfaat dalam penelitian eksperimental yang bersangkutan dengan
metabolisme tubuh (Srinivasan & Ramarao, 2007).
Metformin sebagai pembanding kontrol positif dalam perlakuan
menunjukkan penurunan kadar glukosa tikus secara signifikan. Hal ini terjadi
karena metformin merupakan salah satu obat antidiabetes lini pertama golongan
biguanida yang bekerja dengan meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin
yang diproduksi oleh sel beta pankreas dan dapat menurunkan produksi glukosa
hepatik melalui aktivitas enzim AMP (Activated Protein Kinase) serta
meningkatkan stimulasi ambilan glukosa oleh otot skelet dan jaringan lemak
(Hamdani dan Salfauqi, 2020).
Asam klorogenat adalah salah satu senyawa yang terkandung di dalam kopi
hijau Arabika (Coffea arabica L.) yang sangat berperan dalam penurunan kadar
glukosa darah tikus hiperglikemia. Mekanisme asam klorogenat dalam
menurunkan kadar glukosa darah yaitu menghambat sintesis asam lemak baik
secara in vitro ataupun in vivo, menghambat ekspresi G6 Pase (Glukosa-6-
fosfatase) hati dan aktivitas steatosis hati, serta menstimulasi uptake glukosa pada
otot skeletal dengan melalui aktivasi AMPK sama halnya mekanisme kerja
metformin. Sehingga pemberian ekstrak kopi hijau Arabika dan pemberian
metformin memiliki kemiripan dalam tingkat penurunan kadar glukosa darah
(Hamdani dan Salfauqi, 2020).
Senyawa yang juga dapat menurunkan KGD pada ektrak etanol biji kopi
arabika adalah flavonoid. Flavonoid adalah senyawa antioksidan yang
menurunkan kadar glukosa darah. Flavonoid sangat peka terhadap kerusakan sel
beta yang memproduksi insulin serta dapat juga meningkatkan sensivitas insulin.
Antioksidan dapat menekan apoptosis sel beta tanpa mengubah proliferasi dari sel
beta pancreas. Mekanismenya adalah kemampuan flavonoid terutama quercetin
dalam menghambat GLUT 2 mukosa usus sehingga dapat menurunkan absorbsi
glukosa. Hal ini mengakibatkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa
dari usus sehingga kadar glukosa darah turun. GLUT 2 diduga merupakan
transporter mayor glukosa di usus pada kondisi normal. Pada penelitian yang
dilakukan Song, didapatkan bahwa flavonoid dapat menghambat penyerapan

42
glukosa. Ketika quercetin yang tertelan dengan glukosa, hiperglikemia secara
signifikan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa quercetin dapat menghambat
penyerapan glukosa melalui GLUT 2. Flavonoid juga dapat menghambat
fosfodiesterase sehingga meningkatkan cAMP pada sel beta pankreas.
Peningkatan cAMP akan menstimulasi pengeluaran protein kinase A (PKA) yang
merangsang sekresi insulin semakin meningkat (Ajie, 2015).
Menurut Farhaty dan Muchtaridi, konsentrasi asam klorogenat dan
senyawa metabolit sekunder biji kopi arabika hijau lebih banyak dibanding
dengan biji kopi yang disangrai. Konsentrasi asam klorogenat biji kopi arabika
hijau sebanyak 4,1-7,9g/100g sedangkan biji kopi arabika yang disangrai
sebanyak 1,9-2,5g/100g. Dalam proses penyangraian, asam klorogenat dapat
terurai menjadi derivat fenol dan dapat menyebabkan nilai kandungannya menjadi
berkurang didalam biji kopi tersebut.
Selain itu, senyawa fenol yang merupakan turunan flavonoid juga terdapat
dalam biji kopi arabika. Senyawa fenol memiliki keampuan dalam meningkatan
sekresi insulin, mencegah kerusakan pada sel β pankreas dan meningkatan fungsi
dari sel β pankreas sehingga dapat menimbulkan efek hipoglikemik pada tikus
(Yuda dkk., 2015).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
aktivitas antioksidan dari biji kopi arabika tergolong dalam kategori kuat. Hal ini
disebabkan karena daerah pengambilan sampel yaitu di Mandailing Natal
merupakan daerah yang berbukit dengan ketinggian sekitar 1000-1200 mdpl.
Menurut Fatchurrozak et al (2013) dalam Mubarak et al (2017), ketinggian suatu
tempat dari permukaan laut merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh ketinggian tempat berkaitan dengan
proses metabolisme suatu tanaman, seperti proses biokimia dan sintesis senyawa
metabolit sekunder seperti vitamin. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan,
karakter morfologi, maupun kandungan senyawa aktif pada suatu tanaman.
Semakin tinggi ketinggian tempatnya, maka semakin tinggi pula stress terhadap
lingkungan, sehingga produksi metabolit sekunder termasuk produksi vitamin
akan mengalami peningkatan. Namun, semakin tinggi daerah, maka semakin

43
rendah suhu udaranya, dan intensitas cahaya matahari akan semakin berkurang,
sehingga mempengaruhi proses fisiologis tanaman (Mubarak et all, 2017).
Tanin mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan
ambilan glukosa (Handayani, 2019). Tanin diketahui dapat memacu metabolisme
glukosa dan lemak sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat
dihindari. Tanin mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu dengan meningkatkan
glikogenesis. Selain itu, tanin juga berfungsi sebagai astringent atau pengkhelat
yang dapat mengerutkan membran epitel usus halus sehingga mengurangi
penyerapan sari makanan dan sebagai akibatnya menghambat asupan gula dan
laju peningkatan gula darah tidak terlalu tinggi (Prameswari dan Simon, 2017).
Alkaloid bekerja dengan menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan
sekresi growth hormone releasing hormone (GHRH), sehingga sekresi growth
hormone (GH) pada hipofise meningkat. Kadar GH yang tinggi akan
menstimulasi hati untuk mensekresikan Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1).
IGF-1 mempunyai efek dalam menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar gula
darah menurun (Prasmeswari dan Simon, 2014).

44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
EEBK mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap tikus jantan yang
diinduksi sukrosa. Berdasarkan %PKGD EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb berturut-turut adalah 40,58%; 43,55%; dan 45,65%
pada menit ke 60 dan menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap CMC-Na
0,5% (p<0,05). Jika dilihat dari nilai ΔKGD EEBK dosis 100 mg/kgbb, 200
mg/kgbb, dan 400 mg/kgbb berturut-turut adalah 89,80 mg/dL; 93,80 mg/dL; dan
106,40 mg/dL pada menit ke 60 dan menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap CMC-Na 0,5% (p<0,05).

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan maka disarankan kepada peneliti
berikutnya untuk melakukan fraksinasi dan isolasi senyawa metabolit sekunder
dari biji kopi arabika asal Mandailing yang memiliki efek antidiabetes.

45
DAFTAR PUSTAKA

Afdal dan Eka A.R. 2012. Negletet-Noncompliant Type 1 Diabetes Mellitus with
Complication. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(2). Halaman 107.
Agustono, B., Junaidi, dan Kiki M.A. 2019. Sejarah Kopi Mandailing.
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Halaman 61.
Ajie, R.B. 2015. White Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Potential as Diabetes
Mellitus Treatment. Majority. 1(4). Halaman 71-72.
Arimbi, dkk. 2019. Efektivitas Glukosa dan Sukrosa terhadap Peak Expiratory
Flow Rate (PEER) dan Daya Tahan Kardiovaskular. Universitas Negeri
Makassar. Halaman 83.
Ayu, R.D., Fatimawali, dan Gayatri C. 2014. Uji Efektivitas Penurunan Kadar
Gula Darah Ekstrak Etanol Daun Sendok (Plantaago major L.) pada Tikus
Putih Jantan Galur Wistar (Rattus novergicus) yang Diindksi Sukrosa.
Pharmacon. 3(2). Halaman 136.
Banjarnahor, E dan Sunny W. 2012. Sel Beta Pankreas Sintesis dan Sekresi
Insulin. Jurnal Biomedik 3(4). Halaman 158.
Decroli, E. 2019. Diabetes Mellitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Halaman 4-6.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 321, 324-325, 333-334, 336.
Dewi, N.P., Ramla a., dan Sri M.S. 2016. Uji Efektivitas Antidiabetes Eleutherine
bulbosa (Mill) Urb. Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus
Obesitas. Posiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia Ke-50.
Halaman 54.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.
Evizal, R. 2013. Tanaman Rempah dan Fitofarmaka. Bandar Lampung: Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Halaman 109.
Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Majority. 4(5). Halaman 93-97.
Hamdani I. dan Salfauqi N. (2020). Ekstrak Etanol Kopi Hijau Arabika (Coffea
arabica L.) sebagai Antihiperglikemia pada Mencit (Mus musculus).
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 10(2). Halaman 143.
Hestiana D.W. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam
Pengelolaan Diet pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Kota Semarang. Jurnal of Health Education. 2(2). Halaman 139.
Karamoy A.B. dan Made D. 2019. Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 yang Berolahraga Rutin dan yang Berolahraga Tidak Rutin
di Lapangan Renon, Denpasar 2015. E-Jurnal Medika. 8(4). Halaman 2.
Kasengke, J., Youla A.A., dan Michaela E.P. 2015. Gambaran Kadar Gula Sesaat
pada Dewasa Muda Usia 20-30 Tahun dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
≥23 kg/m2. Jurnal e-Biomedik. 3(3). Halaman 851-853.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta: Salemba
Medika. Halaman 674-675 dan 707.
Mangiwa S. dan Agnes E.M. 2019. Skrining Fitokimia dan Uji Antioksidan
Ekstrak Biji Kopi Sangrai Jenis Arabika (Coffea arabica) Asal Wamena
dan Moanemani, Papua. Jurnal Biologi Papua. 11(2). Halaman 103-105.

46
Mubarak, K., Hasnah, N., Abd., W.W., Pasjan, S. 2017. Analisis Kadar
αTokoferol (Vitamin E) dalam Daun Kelor (Moringa oleifera Lam) dari
Daerah Pesisir dan Pegunungan serta Potensi Sebagai Antioksidan.
Kovalen. 3(1): 78-88.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. 7(2). Halaman 362-363.
Nugroho, S. 2012. Pencegahan dan Pengendalian Diabetes Melitus melalui
Olahraga. Medikora. 9(1). Halaman 5-7.
Putri, N.H.K. dan Muhammad A.I. 2013. Hubungan Empat Pilar Pengendalian
DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi.
1(2). Halaman 234-236.
Soelistijo, S.A., dkk. 2019. Pedoman Pengolalaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. Jakarta: PB Parkeni. Halaman 13 dan
27-29.
Srinivasan, K., & Ramarao, P. 2007. Animal models in type 2 diabetes research:
an overview. The Indian Journal of Medical Research, 125(3).
Subeki dan Muhartono. 2015. Pengaruh Pemberian Infusa Kopi dalam
Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan. Juke
Unila. 5(9). Halaman 1-2.
Susilaningsih, A.Y. 2018. Panduan Pendirian Usaha Kedai Kopi. Jakarta: Badan
Ekonomi Kreatif. Halaman 7.
Syakir, M. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Halaman 2.
Syaputra, T.E. 2016. Kerjasama Ekspor Kopi Mandailing ke Korea Selatan Tahun
2016. Jom Fisip. 4(2). Halaman 2.
Tarigan, E.B., Dian H., dan Puspo E.G. 2020. Komponen Bioaktif Kopi
Berpotensi sebagai Antidiabetes. Perspektif 19(1). Halaman 41-42.
Togubu, dkk. 2013. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Etanol dan Heksana
Tumbuhan Suruhan (Peperomia pellucida) pada Tikus Wistar yang
Hiperglikemik. Jurnal MIPA UNSRAT. 2(2). Halaman 113.
Toguria, N.R., Diana C., dan Sinar I.K. 2013. Strategi Pengembangan Agribisnis
Kopi Mandailing (Coffea arabica). Repository USU. Halaman 5.
Wunu, H.U., Christin A.B., dan Magi M.T.R. 2019. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Etanol 70% Daun Kirinyuh (Cromolaena odorata L.) terhadap Penurunan
Kadar Gula Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar yang
Diinduksi Sukrosa. CHMK Pharmaceutical Scientific Journal. 2(2).
Halaman 67.
Yuda, A.A.G.P., Rolan R., dan Arsyik I. 2015. Kandungan Metabolit Sekunder
dan Efek Penurunan Glukosa Darah Ekstrak Biji Rambutan pada Mencit.
Jurnal Sains dan Kesehatan. 3(1). Halaman 124.
Zarwinda, I. dan Dewi S. 2018. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap
Kafein dalam Kopi. Lantanida Journal. 6(2). Halaman 181.
Zulfahmi dan Dwi E.N. 2012. Pengaruh Sukrosa terhadap Kandungan Total Fenol
Minuman Rempah Tradisional (Minum Secang). Pertanian Terapan.
12(2). Halaman 129.

47
LAMPIRAN

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

48
Lampiran 2. Rekomendasi Persetujuan Etik

49
Lampiran 3. Karakteristik tumbuhan biji kopi arabika

Tumbuhan Kopi Arabika Buah Kopi Arabika

Biji Kopi Arabika Serbuk simplisia Biji Kopi Arabika

Ekstrak Biji Kopi Arabika

50
Lampiran 4. Gambar hasil pembahasan mikroskopik

Lapisan sel batu

Parenkim dingding tipis

Lapisan pigmen
parenkim dengan tetes
minyak

51
Lampiran 5. Bagan alur penelitian

Biji Kopi

Dipetik, diseleksi, dan dikupas kulitnya.

Dikeringkan di bawah sinar matahari.

Disortasi, dibuang kulit tanduknya,


dan dikeringkan kembali dalam oven.

Simplisia

Ditimbang berat kering.

Diglinder dan disimpan pada wadah


plastik yang tertutup rapat

Serbuk simplisia

Karakterisasi Skrining fitokimia

1. Makroskopik Senyawa golongan


2. Mikroskopik  Alkaloid
3. Penetapan  Flavonoid
a. Kadar air  Saponin
b. Kadar sari larut dalam air  Glikosida
c. Kadar sari larut dalam  Tannin
etanol  steroid
d, Kadar abu total
e. Kadar abu total yang tidak
larut asam

52
Lampiran 5. Bagan kerja ekstraksi simplisia biji kopi arabika (Lanjutan)

Serbuk simplisia biji kopi 500 g

Dimasukkan ke dalam wadah


kaca
Ditambah 75 bagian (3,75L)
etanol 96%
Ditutup, dibiarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya
sambil sesekali diaduk,
serkai, dan peras

Maserat Ampas

Dibilas dengan
cairan penyari
Dipindahkan ke dalam sebanyak 25
bejana tertutup, bagian (1,25L)
biarkan di tempat hingga
sejuk, terlindung dari diperoleh 100
cahaya selama 2 hari bagian (5 L)
Dinapnaptuangkan

Dipekatkan dengan
rotary evaporator
sampai sebagian
pelarutnya menguap

Diuapkan di dalam
sampai diperoleh
ekstrak kental

Ekstrak kental 42 g

53
Lampiran 5. Bagan kerja pembuatan suspensi EEBK (Lanjutan)

EEBK Suspensi Na-CMC

Ditimbang ekstrak Diukur volume


sesuai dosis yang sesuai dengan
akan dibuat dosis yang
akan dibuat
Massa dalam
lumpang

Digerus hingga homogen

Suspensi EEBK

54
Lampiran 5. Bagan Pengujian pada Hewan Uji (Lanjutan)

25 ekor tikus jantan

Dipuasakan selama 18 jam


dan diukur KGD tikus puasa
Diinjeksi sukrosa 5,625 g/KgBB
secara oral per hari selama 10 hari
Diukur kenaikan KGD tikus
pada hari ke 10
25 ekor tikus jantan diabetes (KGD≥200 mg/dl

Dibagi dalam 5 kelompok sebagai


berikut:
Kelompok I : suspensi CMC-
Na 0,5 %
Kelompok II : Metormin dosis
45 mg/kgbb
Kelompok III : suspensi EEBK
dosis 100 mg/kgbb
Kelompok IV : suspensi EEBK
dosis 200 mg/kgbb
Kelompok V : suspensi EEBK
dosis 400 mg/kgbb

Diukur KGD tikus dengan


alat Glucometer hari ke 10
pada menit ke 15,30,60

KGD hari 10 (menit


15,30,60)

55
Lampiran 6. Gambar alat dan bahan yang digunakan

Strip Glukometer (Easy Touch) Glukometer (Easy Touch)

Oral sonde dan spuit Metformin 500 mg

Sukrosa

56
Lampiran 7. Gambar Hewan Percobaan

57
Lampiran 8. Tabel konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia
(Suhardjono, 1995)

58
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Dosis

1. Perhitugan dosis suspensi CMC-Na 0,5%

- CMC-Na= = 5 mg/ml

- Dosis yang diberikan 50mg/kg bb pada mencit dengan berat 200g:


50 mg/kg bb x 200 gram = 10mg
- Volume CMC-Na yang diberikan pada mencit dengan berat 200g

X = 2 ml

2. Perhitungan dosis suspensi sukrosa


- Dosis kelinci (1,5 kg) = 3 g/kgBB
- Dosis tikus (200 g) = 1,5 kg × 3 g/kgBB × 0,25 = 1,125 g/200gbb
= 5,626 g/kgbb
- Ditimbang 5,625 g ditimbang dilarutkan dalam 2,5 ml akuades
- Volume suspensi sukrosa yang diberikan pada tikus adalah ×bb

×200 g = 2 ml

3. Perhitungan dosis Metformin 45 mg/kgBB


- Dosis metformin untuk manusia = 500 mg
- Dosis tikus (bb = 200 g)
= 500 mg × 0,018 ×

= 45 mg/kgBB
Menurut FI edisi III, keseragaman bobot = 20 tablet, maka diambil 20 tablet
metformin, digerus dan ditimbang berat totalnya = 11.823,4 mg
Berat bahan aktif metformin dalam 20 tablet metformin adalah:
= 500 mg/tab x 20 tab
= 10000 mg

59
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Dosis (Lanjutan)

Serbuk tablet metformin yang ditimbang untuk digunakan adalah:

X = 53,2053 mg ≈ 53 mg
- Cara pembuatan larutan metformin :
Ditimbang 54 mg serbuk tablet metformin dilarutkan dalam 10 ml aquades.
- Jumlah metformin dosis 45 mg/kg bb (misal, bb tikus = 200 g)
= × 200 g

= 9 mg
- Volume larutan metformin yang diberikan
= × 10 ml

= 2 ml

4. Perhitungan dosis EEBK 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB
- Cara pembuatan suspense EEBK:
Timbang 100, 200, dan 400 mg EEBK, masing-masing dilarutkan dalam
10 ml suspensi Na-CMC 0,5%.
- Berapa volume suspensi EEDPW yang akan diberikan pada mencit?
- Misal: BB tikus = 200 g
Jumlah EEBK dosis 100 mg/kgBB = × 200 g = 20 mg

Volume larutan yang diberikan = × 10 ml = 2 ml

Jumlah EEBK dosis 200 mg/kgBB = × 200 g = 40 mg

Volume larutan yang diberikan = × 10 ml = 2 ml

Jumlah EEBK dosis 400 mg/kgBB = × 200 g = 80 mg

Volume larutan yang diberikan = × 10 ml = 2 ml

60
Lampiran 10. Perhitungan hasil karakterisasi serbuk simplisia
1. Perhitungan kadar air

Kadar air = 100%

No Berat sampel (g) Volume air (ml)


1 5,0025 0,3
2 5,0082 0,1
3 5,0113 0,3

1. Kadar air = 100% = 5,99%

2. Kadar air = 100% = 1,99%

3. Kadar air = 100% = 5,98%

Rata-rata kadar air = = 4,65%

2. Perhitungan kadar sari larut air

Kadar sari larut air = 100%

No Berat sampe (g) Berat isi cawan (g)


1 5,0072 0,2197
2 5,0059 0,2808
3 5,0104 0,2147

1. Kadar sari larut air = 100% = 21,93%

2. Kadar sari larut air = 100% = 28,04%

3. Kadar sari larut air = 100% = 21,42%

Rata-rata kadar sari larut air = = 23,79%

61
Lampiran 10. (lanjutan)
3. Perhitungan kadar sari larut etanol

Kadar sari larut etanol = 100%

No Berat sampel (g) Berat isi cawan (g)


1 5,0099 0,1979
2 5,0071 0,1962
3 5,0125 0,1990

1. Kadar sari larut etanol = 100% = 19,75%

2. Kadar sari larut etanol = 100% = 19,59%

3. Kadar sari larut etanol = 100% = 19,85%

Rata-rata kadar sari larut etanol = = 19,73%

4. Perhitungan kadar abu total

Kadar abu total = 100%

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0154 0,0741
2 2,0094 0,0727
3 2,0169 0,0690

1. Kadar abu total = 100% = 3,67%

2. Kadar abu total = 100% = 3,61%

3. Kadar abu total = 100% = 3,42%

Rata-rata kadar abu total = = 3,56%

62
Lampiran 10. (lanjutan)
5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam = 100%

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0180 0,0102
2 2,0131 0,0056
3 2,0108 0,0201

1. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,50%

2. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,27%

3. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,99%

Rata-rata kadar tidak larut asam total = = 0,58%

63
Lampiran 11. Perhitungan hasil karakterisasi ekstrak

1. Perhitungan kadar air

Kadar air = 100%

No Berat sampel (g) Volume air (ml)


1 5,0031 0,6
2 5,0015 0,6
3 5,0075 0,8

1. Kadar air = 100% = 11,99%

2. Kadar air = 100% = 11,99%

3. Kadar air = 100% = 9,98%

Rata-rata kadar air = = 11,32%

2. Perhitungan kadar abu total

Kadar abu total = 100%

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0404 0,4475
2 2,0572 0,4376
3 2,0396 0,4398

1. Kadar abu total = 100% = 2,32%

2. Kadar abu total = 100% = 2,79%

3. Kadar abu total = 100% = 2,93%

Rata-rata kadar abu total = = 2,68%

64
Lampiran 11. Lanjutan
3. Perhitungan kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam = 100%

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0132 0,0221
2 2,0158 0,0083
3 2,0167 0,0077

1. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 1,09%

2. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,41%

3. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,38%

Rata-rata kadar tidak larut asam total = = 0,63%

65
Lampiran 12. Data KGD dengan metode induksi sukrosa

Kelompok BB KGD KGD KGD KGD KGD


tikus sebelum sesudah hari-10 hari-10 hari-10
(g) induksi induksi menit-15 menit-30 menit-60
sukrosa sukrosa (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl)
hari-1 hari-10
(mg/dl) (mg/dl)
145 102 220 218 216 214
165 106 236 232 229 231
CMC-Na 128 100 219 217 213 211
155 100 205 204 202 201
171 94 215 212 208 206
Rerata 152,8 100,4 219 216,6 213,6 212,6
158 102 224 203 162 121
142 93 206 194 155 118
Metformin 163 107 283 215 174 118
156 98 266 206 177 112
151 106 225 193 175 128
Rerata 154 101,2 240,8 202,6 168,6 119,4
145 94 266 211 158 118
EEBK 167 80 194 185 180 121
100 145 100 206 192 180 136
mg/kgbb 159 86 199 193 188 131
147 91 217 194 187 127
Rerata 152,6 90,2 216,4 195 178,6 126,6
165 98 238 212 172 113
EEBK 148 92 207 202 177 124
200 165 86 207 199 172 120
mg/kgbb 154 86 201 178 167 116
145 93 218 181 173 129
Rerata 155,4 91 214,2 194,4 172,2 120,4
158 92 233 204 174 129
EEBK 159 76 209 199 161 116
400 145 111 231 208 191 132
mg/kgbb 151 94 223 204 186 112
142 80 241 209 176 117
Rerata 151 90,6 227,4 204,8 177,6 121,2

66
Lampiran 13. Data %PKGD tikus metode induksi sukrosa

Kelompok KGD hari-10 KGD hari-10 KGD hari-10


menit-15 menit-30 menit-60
(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl)
0,91 1,82 2,73
1,28 2,55 1,70
CMC-Na 0,91 2,74 3,65
0,49 0,98 1,95
1,40 3,26 4,19
Rerata 0,998 2,27 2,844
9,38 27,68 45,98
5,83 24,76 42,72
Metformin 24,03 38,52 58,30
22,56 33,46 57,89
14,22 22,22 43,11
Rerata 15,204 29,328 49,6
20,68 40,60 55,64
EEBK 4,64 7,22 37,63
100 6,80 12,62 33,98
mg/kgbb 3,02 5,53 34,17
10,60 13,82 41,47
Rerata 9,148 15,958 40,578
10,92 27,73 52,52
EEBK 2,42 14,49 40,10
200 3,86 16,91 42,03
mg/kgbb 11,44 16,92 42,29
16,97 20,64 40,83
Rerata 9,122 19,338 43,554
12,45 25,32 44,64
EEBK 4,78 22,97 44,50
400 9,96 17,32 42,86
mg/kgbb 8,52 16,59 49,78
13,28 26,97 51,45
Rerata 9,808 21,834 46,646

67
Lampiran 14. Data Selisih PKGD tikus metode induksi sukrosa

Kelompok ∆H sesudah-t15 ∆H sesudah-t30 ∆H sesudah-t60


2 4 6
4 7 5
CMC Na 2 6 8
1 2 4
3 7 9
Rerata 2,4 5,2 6,4
21 62 103
12 51 88
Metformin 65 109 165
60 89 154
32 50 97
Rerata 38 72,2 121,4
55 108 148
EEBK 9 14 73
100 14 26 70
mg/kgbb 6 11 68
23 30 90
Rerata 21,4 37,8 89,8
26 66 125
EEBK 5 30 83
200 8 35 87
mg/kgbb 23 34 85
37 45 89
Rerata 19,8 42 93,8
29 59 104
EEBK 10 48 93
400 23 40 99
mg/kgbb 19 37 111
32 65 124
Rerata 22,6 49,8 106,2

68
Lampiran 15. Hasil analisis statistik data KGD dengan metode induksi sukrosa

menggunakan SPSS 22

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
KGDsebeluminduksi CMC-Na .263 5 .200 .951 5 .747
*
Metformin .196 5 .200 .937 5 .642

Dosis 100 *
.202 5 .200 .940 5 .665
mg/kgbb

Dosis 200 *
.142 5 .200 .996 5 .995
mg/kgbb

Dosis 400 *
.237 5 .200 .898 5 .400
mg/kgbb
*
KGDsesudahinduksi CMC-Na .264 5 .200 .948 5 .720
*
Metformin .288 5 .200 .904 5 .432
Dosis 100 *
.217 5 .200 .955 5 .774
mg/kgbb
Dosis 200
.292 5 .190 .808 5 .094
mg/kgbb
Dosis 400 *
.288 5 .200 .864 5 .245
mg/kgbb
*
menit15 CMC-Na .246 5 .200 .960 5 .806
*
Metformin .177 5 .200 .964 5 .832
Dosis 100 *
.220 5 .200 .923 5 .547
mg/kgbb
Dosis 200
.341 5 .057 .853 5 .204
mg/kgbb
Dosis 400 *
.225 5 .200 .914 5 .494
mg/kgbb
*
menit30 CMC-Na .211 5 .200 .954 5 .767
Metformin .313 5 .123 .854 5 .209
Dosis 100 *
.178 5 .200 .964 5 .832
mg/kgbb
Dosis 200
.346 5 .050 .797 5 .076
mg/kgbb
Dosis 400 *
.278 5 .200 .934 5 .623
mg/kgbb

69
*
menit60 CMC-Na .251 5 .200 .918 5 .515
*
Metformin .205 5 .200 .954 5 .767

Dosis 100 *
.284 5 .200 .880 5 .309
mg/kgbb

Dosis 200 *
.178 5 .200 .970 5 .872
mg/kgbb

Dosis 400 *
.156 5 .200 .979 5 .931
mg/kgbb

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

KGDsebeluminduksi 1.927 4 20 .145


KGDsesudahinduksi 2.749 4 20 .057
menit15 1.759 4 20 .177
menit30 1.134 4 20 .369
menit60 .704 4 20 .598

ANOVA

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

KGDsebeluminduksi Between
627.440 4 156.860 2.410 .083
Groups

Within Groups 1302.000 20 65.100

Total 1929.440 24
KGDsesudahinduksi Between
2358.160 4 589.540 1.244 .324
Groups
Within Groups 9480.000 20 474.000
Total 11838.160 24
menit15 Between
1629.040 4 407.260 4.092 .014
Groups
Within Groups 1990.400 20 99.520
Total 3619.440 24
menit30 Between
6588.160 4 1647.040 17.022 .000
Groups
Within Groups 1935.200 20 96.760
Total 8523.360 24

70
menit60 Between
33061.360 4 8265.340 123.585 .000
Groups

Within Groups 1337.600 20 66.880

Total 34398.960 24

Descriptives

95%
Confidence
Interval for
Mean

Std. Lower Upper


Deviatio Std. Boun Boun Minimu Maximu
N Mean n Error d d m m
KGDsebeluminduk CMC-Na 100.4 105.7
5 4.336 1.939 95.02 94 106
si 0 8

Metformi 101.2 108.4


5 5.805 2.596 93.99 93 107
n 0 1

Dosis
107.6
100 5 90.60 13.740 6.145 73.54 76 111
6
mg/kgbb

Dosis
200 5 90.20 7.629 3.412 80.73 99.67 80 100
mg/kgbb

Dosis
400 5 91.00 5.099 2.280 84.67 97.33 86 98
mg/kgbb

Total 2
94.68 8.966 1.793 90.98 98.38 76 111
5
KGDsesudahinduk CMC-Na 219.0 205.0 232.9
5 11.203 5.010 205 236
si 0 9 1
Metformi 240.8 14.42 200.7 280.8
5 32.244 206 283
n 0 0 6 4
Dosis
227.4 212.3 242.4
100 5 12.116 5.418 209 241
0 6 4
mg/kgbb
Dosis
216.4 12.98 180.3 252.4
200 5 29.040 194 266
0 7 4 6
mg/kgbb

71
Dosis
214.2 196.0 232.3
400 5 14.653 6.553 201 238
0 1 9
mg/kgbb
Total 2 223.5 214.3 232.7
22.209 4.442 194 283
5 6 9 3
menit15 CMC-Na 216.6 203.8 229.3
5 10.237 4.578 204 232
0 9 1
Metformi 202.6 191.8 213.3
5 8.678 3.881 193 215
n 0 3 7
Dosis
204.8 199.8 209.7
100 5 3.962 1.772 199 209
0 8 2
mg/kgbb
Dosis
195.0 183.0 206.9
200 5 9.618 4.301 185 211
0 6 4
mg/kgbb
Dosis
194.4 176.4 212.3
400 5 14.467 6.470 178 212
0 4 6
mg/kgbb
Total 2 202.6 197.6 207.7
12.280 2.456 178 232
5 8 1 5
menit30 CMC-Na 213.8 201.5 226.0
5 9.834 4.398 203 229
0 9 1
Metformi 168.6 156.6 180.5
5 9.607 4.297 155 177
n 0 7 3
Dosis
177.6 163.1 192.0
100 5 11.632 5.202 161 191
0 6 4
mg/kgbb
Dosis
178.6 163.5 193.6
200 5 12.116 5.418 158 188
0 6 4
mg/kgbb
Dosis
172.2 167.7 176.6
400 5 3.564 1.594 167 177
0 8 2
mg/kgbb
Total 2 182.1 174.3 189.9
18.845 3.769 155 229
5 6 8 4
menit60 CMC-Na 212.6 198.4 226.7
5 11.415 5.105 201 231
0 3 7

Metformi 119.4 112.1 126.6


5 5.814 2.600 112 128
n 0 8 2

72
Dosis
121.2 110.3 132.0
100 5 8.758 3.917 112 132
0 3 7
mg/kgbb

Dosis
126.6 117.5 135.6
200 5 7.301 3.265 118 136
0 4 6
mg/kgbb

Dosis
120.4 112.5 128.2
400 5 6.348 2.839 113 129
0 2 8
mg/kgbb

Total 2 140.0 124.4 155.6


37.859 7.572 112 231
5 4 1 7

Multiple Comparisons
Tukey HSD

95% Confidence

Mean Interval

(J) Difference Std. Lower Upper


Dependent Variable (I) Kelompok Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound

KGDsebeluminduksi CMC-Na Metformin -.800 5.103 1.000 -16.07 14.47

Dosis 100
9.800 5.103 .339 -5.47 25.07
mg/kgbb

Dosis 200
10.200 5.103 .302 -5.07 25.47
mg/kgbb

Dosis 400
9.400 5.103 .379 -5.87 24.67
mg/kgbb

Metformin CMC-Na .800 5.103 1.000 -14.47 16.07

Dosis 100
10.600 5.103 .268 -4.67 25.87
mg/kgbb

Dosis 200
11.000 5.103 .237 -4.27 26.27
mg/kgbb

Dosis 400
10.200 5.103 .302 -5.07 25.47
mg/kgbb

Dosis 100 CMC-Na -9.800 5.103 .339 -25.07 5.47


mg/kgbb Metformin -10.600 5.103 .268 -25.87 4.67

Dosis 200
.400 5.103 1.000 -14.87 15.67
mg/kgbb

Dosis 400
-.400 5.103 1.000 -15.67 14.87
mg/kgbb

73
Dosis 200 CMC-Na -10.200 5.103 .302 -25.47 5.07
mg/kgbb Metformin -11.000 5.103 .237 -26.27 4.27

Dosis 100
-.400 5.103 1.000 -15.67 14.87
mg/kgbb

Dosis 400
-.800 5.103 1.000 -16.07 14.47
mg/kgbb

Dosis 400 CMC-Na -9.400 5.103 .379 -24.67 5.87


mg/kgbb Metformin -10.200 5.103 .302 -25.47 5.07

Dosis 100
.400 5.103 1.000 -14.87 15.67
mg/kgbb

Dosis 200
.800 5.103 1.000 -14.47 16.07
mg/kgbb
KGDsesudahinduksi CMC-Na Metformin -21.800 13.770 .524 -63.00 19.40
Dosis 100
-8.400 13.770 .972 -49.60 32.80
mg/kgbb
Dosis 200
2.600 13.770 1.000 -38.60 43.80
mg/kgbb
Dosis 400
4.800 13.770 .997 -36.40 46.00
mg/kgbb
Metformin CMC-Na 21.800 13.770 .524 -19.40 63.00
Dosis 100
13.400 13.770 .864 -27.80 54.60
mg/kgbb
Dosis 200
24.400 13.770 .416 -16.80 65.60
mg/kgbb
Dosis 400
26.600 13.770 .334 -14.60 67.80
mg/kgbb
Dosis 100 CMC-Na 8.400 13.770 .972 -32.80 49.60
mg/kgbb Metformin -13.400 13.770 .864 -54.60 27.80
Dosis 200
11.000 13.770 .928 -30.20 52.20
mg/kgbb
Dosis 400
13.200 13.770 .870 -28.00 54.40
mg/kgbb
Dosis 200 CMC-Na -2.600 13.770 1.000 -43.80 38.60
mg/kgbb Metformin -24.400 13.770 .416 -65.60 16.80
Dosis 100
-11.000 13.770 .928 -52.20 30.20
mg/kgbb
Dosis 400
2.200 13.770 1.000 -39.00 43.40
mg/kgbb
Dosis 400 CMC-Na -4.800 13.770 .997 -46.00 36.40

74
mg/kgbb Metformin -26.600 13.770 .334 -67.80 14.60
Dosis 100
-13.200 13.770 .870 -54.40 28.00
mg/kgbb
Dosis 200
-2.200 13.770 1.000 -43.40 39.00
mg/kgbb
menit15 CMC-Na Metformin 14.000 6.309 .213 -4.88 32.88
Dosis 100
11.800 6.309 .364 -7.08 30.68
mg/kgbb
Dosis 200 *
21.600 6.309 .020 2.72 40.48
mg/kgbb
Dosis 400 *
22.200 6.309 .016 3.32 41.08
mg/kgbb
Metformin CMC-Na -14.000 6.309 .213 -32.88 4.88
Dosis 100
-2.200 6.309 .997 -21.08 16.68
mg/kgbb
Dosis 200
7.600 6.309 .749 -11.28 26.48
mg/kgbb
Dosis 400
8.200 6.309 .694 -10.68 27.08
mg/kgbb
Dosis 100 CMC-Na -11.800 6.309 .364 -30.68 7.08
mg/kgbb Metformin 2.200 6.309 .997 -16.68 21.08
Dosis 200
9.800 6.309 .542 -9.08 28.68
mg/kgbb
Dosis 400
10.400 6.309 .486 -8.48 29.28
mg/kgbb
*
Dosis 200 CMC-Na -21.600 6.309 .020 -40.48 -2.72
mg/kgbb Metformin -7.600 6.309 .749 -26.48 11.28
Dosis 100
-9.800 6.309 .542 -28.68 9.08
mg/kgbb
Dosis 400
.600 6.309 1.000 -18.28 19.48
mg/kgbb
*
Dosis 400 CMC-Na -22.200 6.309 .016 -41.08 -3.32
mg/kgbb Metformin -8.200 6.309 .694 -27.08 10.68
Dosis 100
-10.400 6.309 .486 -29.28 8.48
mg/kgbb
Dosis 200
-.600 6.309 1.000 -19.48 18.28
mg/kgbb
*
menit30 CMC-Na Metformin 45.200 6.221 .000 26.58 63.82
Dosis 100 *
36.200 6.221 .000 17.58 54.82
mg/kgbb

75
Dosis 200 *
35.200 6.221 .000 16.58 53.82
mg/kgbb
Dosis 400 *
41.600 6.221 .000 22.98 60.22
mg/kgbb
*
Metformin CMC-Na -45.200 6.221 .000 -63.82 -26.58
Dosis 100
-9.000 6.221 .606 -27.62 9.62
mg/kgbb
Dosis 200
-10.000 6.221 .510 -28.62 8.62
mg/kgbb
Dosis 400
-3.600 6.221 .977 -22.22 15.02
mg/kgbb
*
Dosis 100 CMC-Na -36.200 6.221 .000 -54.82 -17.58
mg/kgbb Metformin 9.000 6.221 .606 -9.62 27.62
Dosis 200
-1.000 6.221 1.000 -19.62 17.62
mg/kgbb
Dosis 400
5.400 6.221 .905 -13.22 24.02
mg/kgbb
*
Dosis 200 CMC-Na -35.200 6.221 .000 -53.82 -16.58
mg/kgbb Metformin 10.000 6.221 .510 -8.62 28.62
Dosis 100
1.000 6.221 1.000 -17.62 19.62
mg/kgbb
Dosis 400
6.400 6.221 .839 -12.22 25.02
mg/kgbb
*
Dosis 400 CMC-Na -41.600 6.221 .000 -60.22 -22.98
mg/kgbb Metformin 3.600 6.221 .977 -15.02 22.22
Dosis 100
-5.400 6.221 .905 -24.02 13.22
mg/kgbb
Dosis 200
-6.400 6.221 .839 -25.02 12.22
mg/kgbb
*
menit60 CMC-Na Metformin 93.200 5.172 .000 77.72 108.68

Dosis 100 *
91.400 5.172 .000 75.92 106.88
mg/kgbb

Dosis 200 *
86.000 5.172 .000 70.52 101.48
mg/kgbb

Dosis 400 *
92.200 5.172 .000 76.72 107.68
mg/kgbb

Metformin CMC-Na *
-
-93.200 5.172 .000 -77.72
108.68

Dosis 100
-1.800 5.172 .997 -17.28 13.68
mg/kgbb

76
Dosis 200
-7.200 5.172 .639 -22.68 8.28
mg/kgbb

Dosis 400
-1.000 5.172 1.000 -16.48 14.48
mg/kgbb

Dosis 100 CMC-Na *


-
-91.400 5.172 .000 -75.92
mg/kgbb 106.88

Metformin 1.800 5.172 .997 -13.68 17.28

Dosis 200
-5.400 5.172 .832 -20.88 10.08
mg/kgbb

Dosis 400
.800 5.172 1.000 -14.68 16.28
mg/kgbb

Dosis 200 CMC-Na *


-
-86.000 5.172 .000 -70.52
mg/kgbb 101.48

Metformin 7.200 5.172 .639 -8.28 22.68

Dosis 100
5.400 5.172 .832 -10.08 20.88
mg/kgbb

Dosis 400
6.200 5.172 .752 -9.28 21.68
mg/kgbb

Dosis 400 CMC-Na *


-
-92.200 5.172 .000 -76.72
mg/kgbb 107.68

Metformin 1.000 5.172 1.000 -14.48 16.48

Dosis 100
-.800 5.172 1.000 -16.28 14.68
mg/kgbb

Dosis 200
-6.200 5.172 .752 -21.68 9.28
mg/kgbb

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

KGDsebeluminduksi
a
Tukey HSD

Subset for alpha


= 0.05

Kelompok N 1

Dosis 200 mg/kgbb 5 90.20


Dosis 100 mg/kgbb 5 90.60
Dosis 400 mg/kgbb 5 91.00
CMC-Na 5 100.40
Metformin 5 101.20
Sig. .237

77
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

menit15
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

Dosis 100 mg/kgbb 5 194.40


Dosis 200 mg/kgbb 5 195.00
Metformin 5 202.60 202.60
Dosis 400 mg/kgbb 5 204.80 204.80
CMC-Na 5 216.60
Sig. .486 .213

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

menit30
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

Metformin 5 168.60
Dosis 400 mg/kgbb 5 172.20
Dosis 200 mg/kgbb 5 177.60
Dosis 100 mg/kgbb 5 178.60
CMC-Na 5 213.80
Sig. .510 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

menit60
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

Metformin 5 119.40
Dosis 400 mg/kgbb 5 120.40
Dosis 200 mg/kgbb 5 121.20

78
Dosis 100 mg/kgbb 5 126.60
CMC-Na 5 212.60
Sig. .639 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Std. Interval of the Sig.


Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair KGDsebeluminduksi
- - - -
1 - 20.127 4.025 24 .000
128.880 137.188 120.572 32.016
KGDsesudahinduksi

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Std. Interval of the

Std. Error Difference Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair KGDsesudahinduksi
20.880 18.606 3.721 13.200 28.560 5.611 24 .000
1 - menit15
Pair KGDsesudahinduksi
41.400 30.448 6.090 28.832 53.968 6.798 24 .000
2 - menit30
Pair KGDsesudahinduksi
83.520 46.361 9.272 64.383 102.657 9.008 24 .000
3 - menit60

79
Lampiran 15. Hasil analisis statistik %PKGD dengan metode induksi sukrosa

menggunakan SPSS 22

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
deltamenit15 CMC=Na .203 5 .200 .936 5 .639
*
Metformin .222 5 .200 .916 5 .505

Dosis `100 *
.183 5 .200 .946 5 .712
mg/kgbb
*
Dosis 200 mg/kgbb .231 5 .200 .875 5 .286
*
Dosis 400 mg/kgbb .218 5 .200 .926 5 .570
*
deltamenit30 CMC=Na .224 5 .200 .960 5 .805
*
Metformin .198 5 .200 .952 5 .753
Dosis `100 *
.232 5 .200 .889 5 .352
mg/kgbb
Dosis 200 mg/kgbb .360 5 .053 .767 5 .043
*
Dosis 400 mg/kgbb .280 5 .200 .876 5 .293
*
deltamenit60 CMC=Na .198 5 .200 .931 5 .602
*
Metformin .277 5 .200 .785 5 .061

Dosis `100
.304 5 .147 .873 5 .279
mg/kgbb
*
Dosis 200 mg/kgbb .260 5 .200 .813 5 .104

Dosis 400 mg/kgbb .398 5 .090 .715 5 .014

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

deltamenit15 3.978 4 20 .016


deltamenit30 2.768 4 20 .056
deltamenit60 3.361 4 20 .029

ANOVA

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.

80
deltamenit15 Between Groups 515.443 4 128.861 4.011 .015

Within Groups 642.565 20 32.128

Total 1158.009 24
deltamenit30 Between Groups 1980.462 4 495.116 8.378 .000
Within Groups 1181.919 20 59.096
Total 3162.381 24
deltamenit60 Between Groups 7367.812 4 1841.953 50.325 .000

Within Groups 732.025 20 36.601

Total 8099.837 24

Descriptives

95% Confidence

Std. Interval for Mean

Deviatio Std. Lower Upper Minimu Maximu


N Mean n Error Bound Bound m m

deltamenit1 CMC=Na 5 .9980 .35871 .16042 .5526 1.4434 .49 1.40


5 Metformi 15.204 3.5690 25.113
5 7.98073 5.2946 5.83 24.03
n 0 9 4

Dosis
1.5165 14.008
`100 5 9.7980 3.39106 5.5874 4.78 13.28
3 6
mg/kgbb

Dosis
3.1502 17.894
200 5 9.1480 7.04420 .4015 3.02 20.68
6 5
mg/kgbb

Dosis
2.6721 16.540
400 5 9.1220 5.97500 1.7031 2.42 16.97
0 9
mg/kgbb

Total 2 1.3892 11.721


8.8540 6.94625 5.9867 .49 24.03
5 5 3
deltamenit3 CMC=Na 5 2.2700 .88685 .39661 1.1688 3.3712 .98 3.26
0 Metformi 29.328 2.9637 21.099 37.556
5 6.62707 22.22 38.52
n 0 2 4 6
Dosis
21.834 2.0940 16.020 27.647
`100 5 4.68233 16.59 26.97
0 0 1 9
mg/kgbb
Dosis
15.958 14.2130 6.3562 33.605
200 5 -1.6898 5.53 40.60
0 0 5 8
mg/kgbb

81
Dosis
19.338 2.3169 12.905 25.770
400 5 5.18088 14.49 27.73
0 6 1 9
mg/kgbb
Total 2 17.745 11.4789 2.2957 13.007 22.483
.98 40.60
5 6 3 9 3 9
deltamenit6 CMC=Na 5 2.8440 1.07032 .47866 1.5150 4.1730 1.70 4.19
0 Metformi 49.600 3.5140 39.843 59.356
5 7.85769 42.72 58.30
n 0 6 4 6

Dosis
46.646 1.6712 42.005 51.286
`100 5 3.73710 42.86 51.45
0 8 8 2
mg/kgbb

Dosis
40.578 4.0059 29.455 51.700
200 5 8.95749 33.98 55.64
0 1 8 2
mg/kgbb

Dosis
43.554 2.2766 37.233 49.874
400 5 5.09067 40.10 52.52
0 2 1 9
mg/kgbb

Total 2 36.644 18.3709 3.6742 29.061 44.227


1.70 58.30
5 4 9 0 2 6

Multiple Comparisons
Tukey HSD

95% Confidence

Mean Interval

Dependent Difference Std. Lower Upper


Variable (I) kelompok (J) kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound

deltamenit15 CMC=Na Metformin -


*
3.58487 .006 -24.9333 -3.4787
14.20600

Dosis `100
-8.80000 3.58487 .142 -19.5273 1.9273
mg/kgbb

Dosis 200
-8.15000 3.58487 .195 -18.8773 2.5773
mg/kgbb

Dosis 400
-8.12400 3.58487 .197 -18.8513 2.6033
mg/kgbb
*
Metformin CMC=Na 14.20600 3.58487 .006 3.4787 24.9333

Dosis `100
5.40600 3.58487 .569 -5.3213 16.1333
mg/kgbb

Dosis 200
6.05600 3.58487 .462 -4.6713 16.7833
mg/kgbb

82
Dosis 400
6.08200 3.58487 .458 -4.6453 16.8093
mg/kgbb

Dosis `100 CMC=Na 8.80000 3.58487 .142 -1.9273 19.5273


mg/kgbb Metformin -5.40600 3.58487 .569 -16.1333 5.3213

Dosis 200
.65000 3.58487 1.000 -10.0773 11.3773
mg/kgbb

Dosis 400
.67600 3.58487 1.000 -10.0513 11.4033
mg/kgbb

Dosis 200 CMC=Na 8.15000 3.58487 .195 -2.5773 18.8773


mg/kgbb Metformin -6.05600 3.58487 .462 -16.7833 4.6713

Dosis `100
-.65000 3.58487 1.000 -11.3773 10.0773
mg/kgbb

Dosis 400
.02600 3.58487 1.000 -10.7013 10.7533
mg/kgbb

Dosis 400 CMC=Na 8.12400 3.58487 .197 -2.6033 18.8513


mg/kgbb Metformin -6.08200 3.58487 .458 -16.8093 4.6453

Dosis `100
-.67600 3.58487 1.000 -11.4033 10.0513
mg/kgbb

Dosis 200
-.02600 3.58487 1.000 -10.7533 10.7013
mg/kgbb
deltamenit30 CMC=Na Metformin -
*
4.86193 .000 -41.6067 -12.5093
27.05800
Dosis `100 -
*
4.86193 .005 -34.1127 -5.0153
mg/kgbb 19.56400
Dosis 200
-13.68800 4.86193 .071 -28.2367 .8607
mg/kgbb
Dosis 400 -
*
4.86193 .017 -31.6167 -2.5193
mg/kgbb 17.06800
*
Metformin CMC=Na 27.05800 4.86193 .000 12.5093 41.6067
Dosis `100
7.49400 4.86193 .549 -7.0547 22.0427
mg/kgbb
Dosis 200
13.37000 4.86193 .081 -1.1787 27.9187
mg/kgbb
Dosis 400
9.99000 4.86193 .277 -4.5587 24.5387
mg/kgbb
*
Dosis `100 CMC=Na 19.56400 4.86193 .005 5.0153 34.1127
mg/kgbb Metformin -7.49400 4.86193 .549 -22.0427 7.0547
Dosis 200
5.87600 4.86193 .747 -8.6727 20.4247
mg/kgbb

83
Dosis 400
2.49600 4.86193 .985 -12.0527 17.0447
mg/kgbb
Dosis 200 CMC=Na 13.68800 4.86193 .071 -.8607 28.2367
mg/kgbb Metformin -13.37000 4.86193 .081 -27.9187 1.1787
Dosis `100
-5.87600 4.86193 .747 -20.4247 8.6727
mg/kgbb
Dosis 400
-3.38000 4.86193 .955 -17.9287 11.1687
mg/kgbb
*
Dosis 400 CMC=Na 17.06800 4.86193 .017 2.5193 31.6167
mg/kgbb Metformin -9.99000 4.86193 .277 -24.5387 4.5587
Dosis `100
-2.49600 4.86193 .985 -17.0447 12.0527
mg/kgbb
Dosis 200
3.38000 4.86193 .955 -11.1687 17.9287
mg/kgbb
deltamenit60 CMC=Na Metformin -
*
3.82629 .000 -58.2057 -35.3063
46.75600

Dosis `100 -
*
3.82629 .000 -55.2517 -32.3523
mg/kgbb 43.80200

Dosis 200 -
*
3.82629 .000 -49.1837 -26.2843
mg/kgbb 37.73400

Dosis 400 -
*
3.82629 .000 -52.1597 -29.2603
mg/kgbb 40.71000
*
Metformin CMC=Na 46.75600 3.82629 .000 35.3063 58.2057

Dosis `100
2.95400 3.82629 .936 -8.4957 14.4037
mg/kgbb

Dosis 200
9.02200 3.82629 .168 -2.4277 20.4717
mg/kgbb

Dosis 400
6.04600 3.82629 .526 -5.4037 17.4957
mg/kgbb
*
Dosis `100 CMC=Na 43.80200 3.82629 .000 32.3523 55.2517
mg/kgbb Metformin -2.95400 3.82629 .936 -14.4037 8.4957

Dosis 200
6.06800 3.82629 .523 -5.3817 17.5177
mg/kgbb

Dosis 400
3.09200 3.82629 .925 -8.3577 14.5417
mg/kgbb
*
Dosis 200 CMC=Na 37.73400 3.82629 .000 26.2843 49.1837
mg/kgbb Metformin -9.02200 3.82629 .168 -20.4717 2.4277

Dosis `100
-6.06800 3.82629 .523 -17.5177 5.3817
mg/kgbb

84
Dosis 400
-2.97600 3.82629 .934 -14.4257 8.4737
mg/kgbb
*
Dosis 400 CMC=Na 40.71000 3.82629 .000 29.2603 52.1597
mg/kgbb Metformin -6.04600 3.82629 .526 -17.4957 5.4037

Dosis `100
-3.09200 3.82629 .925 -14.5417 8.3577
mg/kgbb

Dosis 200
2.97600 3.82629 .934 -8.4737 14.4257
mg/kgbb

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

%PKGD menit 15
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

kelompok N 1 2
CMC=Na 5 .9980
Dosis 100 mg/kgbb 5 9.1220 9.1220
Dosis 200 mg/kgbb 5 9.1480 9.1480
Dosis `400 mg/kgbb 5 9.7980 9.7980
Metformin 5 15.2040
Sig. .142 .458

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

%PKGD menit 30
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

kelompok N 1 2

CMC=Na 5 2.2700
Dosis 100 mg/kgbb 5 15.9580 15.9580
Dosis 200 mg/kgbb 5 19.3380
Dosis 400 mg/kgbb 5 21.8340
Metformin 5 29.3280
Sig. .071 .081

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

%PKGD menit 60
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

kelompok N 1 2

85
CMC=Na 5 2.8440
Dosis 100 mg/kgbb 5 40.5780
Dosis 200 mg/kgbb 5 43.5540
Dosis 400 mg/kgbb 5 46.6460
Metformin 5 49.6000
Sig. 1.000 .168

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Kruskal Wallis Test


Ranks

kelompok N Mean Rank

deltamenit15 CMC=Na 5 3.00

Metformin 5 19.00
Dosis `400 mg/kgbb 5 15.40

Dosis 100 mg/kgbb 5 13.40

Dosis 200 mg/kgbb 5 14.20

Total 25
deltamenit30 CMC=Na 5 3.00
Metformin 5 20.40
Dosis `400 mg/kgbb 5 16.20
Dosis 100 mg/kgbb 5 11.00
Dosis 200 mg/kgbb 5 14.40
Total 25
deltamenit60 CMC=Na 5 3.00

Metformin 5 19.60

Dosis `400 mg/kgbb 5 18.20

Dosis 100 mg/kgbb 5 11.00

Dosis 200 mg/kgbb 5 13.20

Total 25

a,b
Test Statistics

deltamenit15 deltamenit30 deltamenit60

Chi-Square 13.238 15.781 16.121


Df 4 4 4
Asymp. Sig. .010 .003 .003

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: kelompok

86
Lampiran 15. Hasil analisis statistik ∆KGD dengan metode induksi sukrosa

menggunakan SPSS 22

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
menit15 CMC-Na .237 5 .200 .961 5 .814
*
Metformin .225 5 .200 .900 5 .410
*
Dosis 100 mg/kgbb .170 5 .200 .964 5 .832
*
Dosis 200 mg/kgbb .268 5 .200 .819 5 .115
*
Dosis 400 mg/kgbb .213 5 .200 .933 5 .620
*
menit30 CMC-Na .244 5 .200 .871 5 .272
*
Metformin .253 5 .200 .873 5 .277
*
Dosis 100 mg/kgbb .192 5 .200 .930 5 .594
Dosis 200 mg/kgbb .377 5 .019 .728 5 .018
*
Dosis 400 mg/kgbb .285 5 .200 .839 5 .163
*
menit60 CMC-Na .180 5 .200 .952 5 .754

Metformin .298 5 .167 .841 5 .168


*
Dosis 100 mg/kgbb .173 5 .200 .968 5 .859

Dosis 200 mg/kgbb .298 5 .169 .741 5 .025

Dosis 400 mg/kgbb .408 5 .007 .674 5 .005

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

menit15 4.606 4 20 .008


menit30 3.347 4 20 .030
menit60 4.715 4 20 .008

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

menit15 Between Groups 3194.960 4 798.740 3.328 .030

Within Groups 4800.400 20 240.020

Total 7995.360 24

87
menit30 Between Groups 11714.800 4 2928.700 5.560 .004
Within Groups 10535.200 20 526.760
Total 22250.000 24
menit60 Between Groups 40209.440 4 10052.360 17.675 .000

Within Groups 11374.800 20 568.740

Total 51584.240 24

Descriptives

95% Confidence
Interval for
Mean

Std. Std. Lower Upper


N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
menit15 CMC-Na 5 2.40 1.140 .510 .98 3.82 1 4

Metformin 5 38.00 23.527 10.521 8.79 67.21 12 65

Dosis 100
5 22.60 8.678 3.881 11.83 33.37 10 32
mg/kgbb

Dosis 200
5 21.40 19.857 8.880 -3.26 46.06 6 55
mg/kgbb

Dosis 400
5 19.80 13.255 5.928 3.34 36.26 5 37
mg/kgbb

Total 25 20.84 18.252 3.650 13.31 28.37 1 65


menit30 CMC-Na 5 5.20 2.168 .970 2.51 7.89 2 7
Metformin 5 72.20 25.898 11.582 40.04 104.36 50 109
Dosis 100
5 49.80 12.029 5.380 34.86 64.74 37 65
mg/kgbb
Dosis 200
5 37.80 40.040 17.906 -11.92 87.52 11 108
mg/kgbb
Dosis 400
5 42.00 14.509 6.488 23.99 60.01 30 66
mg/kgbb
Total 25 41.40 30.448 6.090 28.83 53.97 2 109
menit60 CMC-Na 5 6.40 2.074 .927 3.83 8.97 4 9

Metformin 5 121.40 35.402 15.832 77.44 165.36 88 165

Dosis 100
5 106.20 11.946 5.342 91.37 121.03 93 124
mg/kgbb

Dosis 200
5 89.80 33.678 15.061 47.98 131.62 68 148
mg/kgbb

88
Dosis 400
5 93.80 17.584 7.864 71.97 115.63 83 125
mg/kgbb

Total 25 83.52 46.361 9.272 64.38 102.66 4 165

Multiple Comparisons
Tukey HSD

95% Confidence

Mean Interval

Dependent Difference Std. Lower Upper


Variable (I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
*
menit15 CMC-Na Metformin -35.600 9.798 .013 -64.92 -6.28

Dosis 100
-20.200 9.798 .275 -49.52 9.12
mg/kgbb

Dosis 200
-19.000 9.798 .330 -48.32 10.32
mg/kgbb

Dosis 400
-17.400 9.798 .414 -46.72 11.92
mg/kgbb
*
Metformin CMC-Na 35.600 9.798 .013 6.28 64.92

Dosis 100
15.400 9.798 .531 -13.92 44.72
mg/kgbb

Dosis 200
16.600 9.798 .459 -12.72 45.92
mg/kgbb

Dosis 400
18.200 9.798 .371 -11.12 47.52
mg/kgbb

Dosis 100 CMC-Na 20.200 9.798 .275 -9.12 49.52


mg/kgbb Metformin -15.400 9.798 .531 -44.72 13.92

Dosis 200
1.200 9.798 1.000 -28.12 30.52
mg/kgbb

Dosis 400
2.800 9.798 .998 -26.52 32.12
mg/kgbb

Dosis 200 CMC-Na 19.000 9.798 .330 -10.32 48.32


mg/kgbb Metformin -16.600 9.798 .459 -45.92 12.72

Dosis 100
-1.200 9.798 1.000 -30.52 28.12
mg/kgbb

Dosis 400
1.600 9.798 1.000 -27.72 30.92
mg/kgbb

Dosis 400 CMC-Na 17.400 9.798 .414 -11.92 46.72


mg/kgbb Metformin -18.200 9.798 .371 -47.52 11.12

89
Dosis 100
-2.800 9.798 .998 -32.12 26.52
mg/kgbb

Dosis 200
-1.600 9.798 1.000 -30.92 27.72
mg/kgbb
*
menit30 CMC-Na Metformin -67.000 14.516 .001 -110.44 -23.56
Dosis 100 *
-44.600 14.516 .042 -88.04 -1.16
mg/kgbb
Dosis 200
-32.600 14.516 .204 -76.04 10.84
mg/kgbb
Dosis 400
-36.800 14.516 .122 -80.24 6.64
mg/kgbb
*
Metformin CMC-Na 67.000 14.516 .001 23.56 110.44
Dosis 100
22.400 14.516 .548 -21.04 65.84
mg/kgbb
Dosis 200
34.400 14.516 .165 -9.04 77.84
mg/kgbb
Dosis 400
30.200 14.516 .267 -13.24 73.64
mg/kgbb
*
Dosis 100 CMC-Na 44.600 14.516 .042 1.16 88.04
mg/kgbb Metformin -22.400 14.516 .548 -65.84 21.04
Dosis 200
12.000 14.516 .919 -31.44 55.44
mg/kgbb
Dosis 400
7.800 14.516 .982 -35.64 51.24
mg/kgbb
Dosis 200 CMC-Na 32.600 14.516 .204 -10.84 76.04
mg/kgbb Metformin -34.400 14.516 .165 -77.84 9.04
Dosis 100
-12.000 14.516 .919 -55.44 31.44
mg/kgbb
Dosis 400
-4.200 14.516 .998 -47.64 39.24
mg/kgbb
Dosis 400 CMC-Na 36.800 14.516 .122 -6.64 80.24
mg/kgbb Metformin -30.200 14.516 .267 -73.64 13.24
Dosis 100
-7.800 14.516 .982 -51.24 35.64
mg/kgbb
Dosis 200
4.200 14.516 .998 -39.24 47.64
mg/kgbb
*
menit60 CMC-Na Metformin -115.000 15.083 .000 -160.13 -69.87

Dosis 100 *
-99.800 15.083 .000 -144.93 -54.67
mg/kgbb

90
Dosis 200 *
-83.400 15.083 .000 -128.53 -38.27
mg/kgbb

Dosis 400 *
-87.400 15.083 .000 -132.53 -42.27
mg/kgbb
*
Metformin CMC-Na 115.000 15.083 .000 69.87 160.13

Dosis 100
15.200 15.083 .849 -29.93 60.33
mg/kgbb

Dosis 200
31.600 15.083 .261 -13.53 76.73
mg/kgbb

Dosis 400
27.600 15.083 .385 -17.53 72.73
mg/kgbb
*
Dosis 100 CMC-Na 99.800 15.083 .000 54.67 144.93
mg/kgbb Metformin -15.200 15.083 .849 -60.33 29.93

Dosis 200
16.400 15.083 .811 -28.73 61.53
mg/kgbb

Dosis 400
12.400 15.083 .921 -32.73 57.53
mg/kgbb
*
Dosis 200 CMC-Na 83.400 15.083 .000 38.27 128.53
mg/kgbb Metformin -31.600 15.083 .261 -76.73 13.53

Dosis 100
-16.400 15.083 .811 -61.53 28.73
mg/kgbb

Dosis 400
-4.000 15.083 .999 -49.13 41.13
mg/kgbb
*
Dosis 400 CMC-Na 87.400 15.083 .000 42.27 132.53
mg/kgbb Metformin -27.600 15.083 .385 -72.73 17.53

Dosis 100
-12.400 15.083 .921 -57.53 32.73
mg/kgbb

Dosis 200
4.000 15.083 .999 -41.13 49.13
mg/kgbb

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

menit15
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

CMC-Na 5 2.40
Dosis 100 mg/kgbb 5 19.80 19.80
Dosis 200 mg/kgbb 5 21.40 21.40
Dosis 400 mg/kgbb 5 22.60 22.60

91
Metformin 5 38.00
Sig. .275 .371

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

menit30
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

CMC-Na 5 5.20
Dosis 100 mg/kgbb 5 37.80 37.80
Dosis 200 mg/kgbb 5 42.00 42.00
Dosis 400 mg/kgbb 5 49.80
Metformin 5 72.20
Sig. .122 .165

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

menit60
a
Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2

CMC-Na 5 6.40
Dosis 100 mg/kgbb 5 89.80
Dosis 200 mg/kgbb 5 93.80
Dosis 400 mg/kgbb 5 106.20
Metformin 5 121.40
Sig. 1.000 .261

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Kruskal Wallis Test


Ranks

Kelompok N Mean Rank

menit15 CMC-Na 5 3.00

Metformin 5 18.90

Dosis 100 mg/kgbb 5 15.70

Dosis 200 mg/kgbb 5 13.40

Dosis 400 mg/kgbb 5 14.00

Total 25

92
menit30 CMC-Na 5 3.00
Metformin 5 20.60
Dosis 100 mg/kgbb 5 16.60
Dosis 200 mg/kgbb 5 10.90
Dosis 400 mg/kgbb 5 13.90
Total 25
menit60 CMC-Na 5 3.00

Metformin 5 19.00

Dosis 100 mg/kgbb 5 18.40

Dosis 200 mg/kgbb 5 11.60

Dosis 400 mg/kgbb 5 13.00

Total 25

a,b
Test Statistics

menit15 menit30 menit60

Chi-Square 13.255 16.253 15.426


Df 4 4 4
Asymp. Sig. .010 .003 .004

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Kelompok

93

Anda mungkin juga menyukai