Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data WHO melaporkan bahwa kebutuhan akan darah secara global setiap
tahunnya meningkat 1%, sementara jumlah darah yang didonasikan turun 1%
setiap tahunnya. Di Indonesia, dari sekitar 4,8 juta kantong yang dibutuhkan per
tahun (2% jumlah penduduk Indonesia), jumlah donasi masih sekitar 2,3 juta
kantong dan baru sekitar 85% di antaranya yang berasal dari donor sukarela. Unit
Transfusi Darah merupakan suatu pelayanan yang masuk di dalam ruang lingkup
pelayanan kesehatan.
Transfusi darah adalah pemberian darah kepada seseorang dari orang lain
atau biasa disebut juga istilah donor. Darah transfusi harus berasal dari donor
yang sehat jasmani dan rohani, oleh karena itu sebelum diambil darahnya donor
harus melalui sejumlah pemeriksaan. Transfusi dapat dilaksanakan bila memenuhi
persyaratan; yaitu, untuk donatur ditentukan dari umur, berat badan, golongan
darah sistem ABO, tekanan darah, Hb darah dan riwayat penyakit. Sedangkan
untuk resipien ditentukan golongan darah dan cross-match antara darah donatur
dan resipien. Apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi, maka transfusi dapat
dilaksanakan.
Darah terdiri dari beberapa komponen, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), keping darah (trombosit), dan plasma. Reaksi silang perlu
dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah
penderita sesuai dengan darah donor.
Pengertian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien
dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk
mencari tahu apakah darah donor cocok dengan darah pasien yang akan menerima
donor, hal ini berguna untuk mencegah reaksi tranfusi darah bila darah
didonorkan sehingga aman dan benar- benar bermanfaat bagi kesembuhan pasien.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pelayanan yang dilakukan
pada Bagian Laboratorium Patient Service/ Distribusi Unit Donor Darah PMI
Kabupaten Lombok Barat mulai dari penerimaan sampel darah dan formulir

1
2

permintaannya sampai pengiriman darah ke Rumah sakit untuk ditransfusikan


kepada pasien.
A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makLh ini adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari donor darah ?
2. Bagaimana cara kerja transfusi darah masif ?
3. Bagaimana prinsip kerja cross match ?
4. Apa yang dimaksud dengan Uji Silang Serasi Darah (Crossmatch) pada
donor darah?
5. Bagaimana metode Cross Match antara darah pasien dan darah donor ?
6. Apa saja faktor yang harus diperhatikan pada pemeriksaan cross match?
B. Tujuan
Untuk mengetahui metode Cross Match antara darah pasien dan darah
donor. Untuk mengetahui hasil praktikum Cross Match yang dilakukan.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Transfusi darah merupakan proses mentransfer darah dari satu orang ke
dalam sistem peredaran darah orang lain. Darah yang tersimpan di dalam kantong
darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus. Transfusi darah diperlukan
saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya pada kecelakaan, trauma atau
operasi pembedahan yang besar, penyakit yang menyebabkan terjadinya
perdarahan misal maag khronis dan berdarah, juga penyakit yang menyebabkan
kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik atau
trombositopenia. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin
memerlukan transfusi darah sering.
Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah
lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor
pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah
putih). Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya
terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien. Memberikan
komponen tertentu lebih aman dan tidak boros.
Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan
akibat ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh
dikatakan sangat kecil namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko
menyebabkan penderita mengalami reaksi yang sangat serius dan mengancam
nyawa. Beberapa penderita mendonorkan darahnya beberapa minggu sebelum
dioperasi. Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat menggunakan
darahnya sendiri sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi. Darah transfusi di
Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam penyakit berbahaya. Setiap
darah donor akan dilakukan pemeriksaan yang ketat sehingga jarang sekali
seseorang mendapatkan penyakit dari darah donor.
Ada beberapa pemeriksaan penyaring yang dilakukan pada proses
transfusi darah sebelum darah di berikan kepada penerima diantaranya :
Pemeriksaan HIV, Sifilis (VDRL), Hepatitis B dan C. Pemeriksaan Crossmatch

3
4

bukan merupakan pemeriksaan penyaring transfusi drah namun merupakan tes


untuk uji kecocokan darah pendonor dengan resipien. Teknik penyaringan darah
sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan
sebelumnya. Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi
alergi dan infeksi. Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau hepatitis melalui
transfusi sudah kecil, tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya
transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.
B. Transfusi Darah Masif
Perdarahan masif ialah perdarahan lebih dari sepertiga volum darah dalam
waktu lebih dari 24 jam. Definisi dari transfusi darah masif masih belum jelas dan
banyak versi, seperti : Transfusi darah sebanyak lebih dari 12 kali volum darah
dalam waktu lebih dari 24 jam. Transfusi darah lebih besar dari 50% volum darah
dalam waktu singkat (misalnya, 5 unit dalam 1 jam untuk berat 70 kg). Transfusi
Sangat Darurat Bagi pasien dengan perdarahan hebat, waktu yang diperlukan
untuk uji silang lengkap terlalu lama atau tidak tersedia darah dengan golongan
yang sama.
Pilihan yang dapat diberikan adalah PRC golongan O tanpa uji silang
(donor universal). Jika PRC O tidak ada, untuk resipien AB dapat diberikan
golongan A atau B. Pasien bukan golongan O yang sudah mendapat transfusi O
sebanyak > 4 unit, jika perlu transfusi lagi dalam jangka 2 minggu, masih harus
tetap diberi golongan O, kecuali telah dibuktikan bahwa titer anti A dan anti B
nya telah turun <1/200. Berbeda dengan di Barat, hampir seluruh populasi
Indonesia Rhesus (+) maka semua unit O dapat digunakan.
1. Tujuan Transfusi Darah
a. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
b. Memperbaiki volume darah tubuh
c. Memperbaiki kekebalan
d. Memperbaiki masalah pembekuan
2. Indikasi Transfusi Darah
a. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht <30% Pada orang tua,
kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 g/dl (2)

4
5

b. Pada pembedahan mayor kehilangan darah >20% volume darah (2)


c. Pada bayi anak yang kehilangan darah >15%, dengan kadar Hb yang
normal
d. Pada bayi anak, jika kehilangan darah hanya 1015% dengan kadar Hb
normal tidak perlu transfusi darah, cukup dengan diberi cairan kristaloid
atau koloid, sedang >15% perlu transfusi karena terdapat gangguan
pengangkutan Oksigen.
e. Pada orang dewasa yang kehilangan darah sebanyak 20%, dengan kadar
Hb normal Kehilangan darah sampai 20% dapat menyebabkan gangguan
faktor pembekuan.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan
nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65
ml/kgBB. Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct
menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut:
a. EBV
b. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah
c. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
d. Volume sel darah merah yang hilang (RBCV lost = RBCV preop – RBCV
30%)
e. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3 Trasfusi dilakukan jika
perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 34
Selain cara diatas, terdapat pendapat mengenai penggantian
cairan akibat pendarahan berdasarkan berat ringannya perdarahan:
1) Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 1015% cukup diganti
dengan cairan elektrolit.
2) Perdarahan sedang, perdarahan 1020% EBV, 1530% dapat diganti
dengan cairan kristaloid dan koloid.
3) Perdarahan berat, perdarahan 2050% EBV, >30%, harus diganti dengan
transfusi darah.

5
6

Reaksi silang (Crossmatch) perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi


darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor.
Pengertian crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan
darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari
tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh
serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut
ditransfudikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan
memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi
yang biasanya membahayakan pasien. Maka dapat disimpulkan tujuan crossmacth
sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan
supaya darah yang ditrafusikan itu benarbenar ada manfaatnya bagi kesembuhan
pasien.
C. Pemeriksaan uji Silang serasi (Cross match)
Uji Silang Serasi Darah atau Crossmatchmerupakan pemeriksaan utama
yang dilakukan sebelum transfusi yaitu memeriksakecocokan antara darah pasien
dan donor sehingga darah yang diberikan benar-benar cocok dan supaya darah
yang ditranfusikan benar-benar bermanfaat bagi kesembuhan pasien (Amiruddin,
2015).
Pemeriksaan yang dilakukan sebelum transfusi bertujuan agar sel-
sel darah yang ditransfusikan dapat hidup di tubuh pasien dan tidak menimbulkan
kerusakan pada sel darah pasien (Setyati, 2010). Uji crossmatch penting bukan
hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan
terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Yuan, 2011).

6
7

Gambar Derajat Reaksi Aglutinasi (Weis ED, Chizhevsky V, 2006)


Keterangan gambar :
 4+ : Aglutinasi sel darah merah membentuk garis di atas microtube gel.
 3+ : Aglutinasi sel darah merah kebanyakan berada di atas setengah dari
microtubegel.
 2+ :Agutinasi sel darah merah terlihat di sepanjang microtube gel.
 1+ : Aglutinasi sel darah merah berada di bawah setengah darimicrotube
gel
 (–) : Aglutinasi semua sel darah merah lolos di bagian bawah microtube
gel.
D. Prinsip cross match
Ada dua jenis cross match yang biasa dilakukan, yaitu mayor cross
match dan minor cross match. Menurut Dhurba Giri (2015)
1. mayor cross match adalah pengujian antara serum pasien dengan sel-sel
donor untuk mengetahui apakah pasien memiliki antibodi yang dapat
menyebabkan reaksi transfusi hemolisis atau penurunan ketahanan sel-sel
donor. Sementara,
2. minor cross match adalah pengujian antara sel-sel pasien dengan plasma
donor untuk mengetahui apakah terdapat antibodi di dalam plasma donor
yang berfungsi melawan antigen yang terdapat di dalam sel pasien.

7
8

 Keterangan pembacaan hasil crossmatch :


a. Crossmatch mayor, minor dan AC(auto control) = negatif, darah pasien
kompatibel dengan darah donor maka darah boleh dikeluarkan.
b. Crossmtacth mayor = positif, minor = negatif, AC = negatif, diperiksa
sekali lagi golongan darah pasien apakah sudah sama dengan donor,
apabila golongan darah sudah sama artinya ada irregular antibody pada
serum pasien.
Darah donor diganti dengan melakukan crossmatch lagi sampai
didapat hasil cross negatif pada mayor dan minor, apabila tidak ditemukan
hasil crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti
maka harus dilakukan screening dan identifikasi antibodi pada serum
pasien, dalam hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.
c. Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = negatif, artinya ada
irregular antibody pada serum / plasma donor.
Penyelesaiannya darah donor diganti dengan yang lain, lakukan
crossmatch lagi.
d. Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = positif, lakukan direct
coombs test (DCT) pada pasien. Hasil DCT positif pada crossmatch minor
dan AC berasal dari autoantibody. Apabila derajat positif pada minor sama
atau lebih kecil dibandingkan derajat positif pada AC / DCT, darah boleh
dikeluarkan. Apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan
derajat positif pada AC / DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah
donor, lakukan crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada minor sama
atau lebih kecil dibanding AC / DCT.
e. Mayor, Minor, AC = positif. Golongan darah pasien maupun donor
diperiksa, baik dengan cell grouping maupun back typing, pastikan tidak
ada kesalahan golongan darah. DCT pada pasien dilakukan, apabila positif
bandingkan derajat positif DCT dengan minor, apabila derajat positif
minor sama atau lebih rendah dari DCT, maka positif pada minor dapat
diabaikan, artinya positif tersebut berasal dari autoantibody. Positif pada

8
9

mayor, disebabkan adanya irregular antibody pada serum pasien, ganti


dengan darah donor baru sampai ditemukan hasil mayor negatif
 Cara menilai hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi
silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat
mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat
Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara
Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk
menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam.
Selain mayor cross match dan minor cross match, sebagaimana yang
tertera pada Standard Operating Procedure For Blood Transfusion dari WHO dan
BANBCT (2013), jenis cross match juga terdiri dari saline cross
match dan antiglobulin cross match. Keduanya sama-sama digunakan untuk
mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor dan darah pasien.
Namun, antiglobulin cross match digunakan untuk mendeteksi ketidakcocokan
yang diakibatkan oleh antibodi yang aktif pada suhu 37⁰C sehingga memiliki
tahapan yang dilakukan pada suhu tersebut, sementara saline cross
match dilakukan sesuai suhu ruangan.
E. Metode Pemeriksaan Cross Match
Pemeriksaan Cross match terdapat 2 metode yaitu sebagai berikut :
1. Metode aglutinasi/konvensional dibagi menjadi 3 fase yaitu :
Fase I: Dalam larutan garam/saline → 3 Metode
a) Metode cepat / immediate spin.
 Tabung A (Mayor): tambahkan 2 tetes serum resipien dan 1
tetes suspensi 25% eritrosit donor
 Tabung B (Minor): tambahkan 2 tetes serum donor dan 1 tetes
suspensi 25% eritrosit resipien
 Campur baikbaik. Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpmselama
15 detik
 Periksa/nilai reaksi yang terjadi, secara makroskopis dan
mikroskopis

9
10

 Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi → positif


 Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → negatif
b) Metode Inkubasi 22oC
 Cara seperti Metode Cepat, hanya sebelum
disentrifus,diinkubasi dulu pada temperatur kamar (22oC)
selama 1530 menit
c) Metode Inkubasi 37oC
 Cara seperti Metode Cepat, hanya sebelum
disentrifus,diinkubasi dulu pada suhu 37oC selama 15 - 30
menitUntuk menjamin kompatibilitas, karena ada antibodi
yangbekerja optimal (bereaksi) pada suhu tubuh (in vivo).
Fase II: Dalam albumin
a) Pada tabung A dan B ditambahkan 2 tetes bovine albumin22
b) Campur baik-baik
c) Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit
d) Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik
e) Periksa/nilai reaksi yang terjadi, scr makroskopis danmikroskopis
f) Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi → positif
g) Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → negatif
Fase III: Indirect Coomb’s Test
a) Cuci eritrosit pada tabung A dan B dengan saline sebanyak 3 kali
untuk membuang antibodi bebas yang tidak terikat pada eritrosit
b) Pada tabung A dan B ditambahkan 2 tetes Coomb’s serum Campur
baikbaik
c) Sentrifus dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik
d) Periksa/nilai reaksi yang terjadi, secara makroskopis dan
mikroskopis
e) Bila terjadi hemolisis atau aglutinasi → positif
f) Bila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → negatif
g) Pada hasil yg negatif, untuk menguji apakah tes ini sudah
dilakukan secara benar, dilakukan kontrol dengan menambahkan 1

10
11

tetes Coomb’s cell pada tiap tabung, kemudian disentrifus dengan


kecepatan 3400 rpm selama 15 detik, dan hasilnya harus positif
2. Metode Gel
Metode ini menggunakan Sephadex gel yang berpori-pori, yang terbuat
dari dextran alkaline dan epichlorohydrin.
Cara kerja metode gel:
a. Buat suspensi 0,8% eritrosit donor dan resipen terlebih dulu. Dengan
dispense 1ml Diluent LISS ke dalam tabung yang bersih, lalu ditambahkan
10 μl eritrosit, lalucampur baikbaik
b. Beri label di bawah microtube
c. Pilih microtube no. 4,5,6 yang mengandung Coomb’s Serum. Microtube
no. 4 ditambahkan 50 μl suspensi 0,8% eritrosit donor + 25 μl
serum/plasma resipien (Cross match Mayor) Microtube no. 5 ditambahkan
50 μl suspensi 0,8% eritrosit resipien + 25 μl serum/plasma donor (Cross
match Minor) Microtube no. 6 ditambahkan 50 μl suspensi 0,8% eritrosit
resipien + 25 μl serum/plasma resipien (Auto Control)
d. Pastikan micropipet tidak menyentuh microtube. Masukkan eritrosit dulu,
karena bila serum/plasma dulu akan dapat menetralisir Coomb’s serum
e. Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit
f. Sentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit
g. Baca reaksi yang terjadi
Interpretasi Metode Gel. Berikut keterangan apakah darah bisa
dipakai atau tidak :
1) Crossmatch Mayor, Minor dan Auto Control = Negatif. Berarti Darah
OS Kompatibel dengan darah donor. Darah Boleh dikeluarkan.
2) Crossmatch Mayor = Positif, Minor = Negatif, dan Autocontrol =
Negatif. Periksa sekali lagi Golongan Darah OS apakah sudah sama
dengan donor, apabila Golongan darah OS memang sudah sesuai, maka
pemeriksaan dilanjutkan. Lakukan DCT (Direct Coombs Test) pada sel
donor untuk memastikan reaksi positif pada mayor bukan berasal dari

11
12

donor, apabila DCT sel donor negatif, artinya ada irregular antibodi
pada serum OS.
3) Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai didapat hasil Cross
negatif pada mayor dan minor.
4) Apabila tidak ditemukan hasil Crossmatch yang kompatibel meskipun
darah donor telah diganti maka harus dilakukan skrining dan
identifikasi antibodi pada serum OS dalam hal ini sampel darah dikirim
ke UTD Pembina terdekat.
5) Crossmatch Mayor = negatif, Minor = Positif, dan Autocontrol =
negatif. Artinya ada irregular antibodi pada serum / plasma Donor.
Solusi : Ganti dengan darah donor yang lain lakukan Crossmatch lagi.
6) Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, dan Autocontrol =
positif.
 Lakukan Direct Coombs Test pada OS
 Apabila DCT positif, hasil positif pada Crossmatch Minor dan AC
 berasal dari Autoantibodi atau ada immune antibodi dari transfusi
 sebelumnya terhadap sel darah merah donor dari transfusi
sebelumnya.
 Apabila derajat positif pada Minor sama atau lebih kecil
dibandingkan derajad positif pada AC/DCT darah boleh
dikeluarkan.
 Apabila derajat positif pada Minor lebih besar dibandingkan
derajad positif pada AC/DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti
darah donor, akukan Crossmatch lagi sampai ditemukan positif
pada Minor sama atau lebih kecil dibanding AC/DCT.
F. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada uji serologi
1. Pra Analitik
a. Syarat sampel serum tidak lisis, tidak ikterik, tidak lipemik/keruh
b. Pada pengembilan darah tidak boleh terlalu lama memasang tourniquet
karena dapat menyebabkan hemokonsentrasi

12
13

c. Reagen : tidak memiliki inhibitor spesifik, tidak toksik, memiliki


aglutinin , Kontrol antigen, Kontrol pelarut,Antisera standar.
d. Peralatan yang digunakan harus bersih dan kering
e. Pelabelan harus benar
2. Analitik
a. Cara kerja harus sesuai dengan prosedur
b. Memilih metode yang tepat dan sesui dengan pemeriksaan
c. Teliti dan hati hati
d. Memperhatikan teknik yang benar dan faktor yang dapat
memepengaruhi pemeriksaan.
3. Pasca Analitik
a. Pembacaan hasil harus tepat dan benar
b. Pelaporan

13
14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam proses uji cocok serasi atau cross match hasil yang didapatkan
haruslah compatible (cocok) agar darah dapat dikeluarkan atau
didistribusikan. Apabila hasil incompatible (tidak cocok) maka darah tidak
bisa dikeluarkan.
B. Saran
Dalam uji cocok serasi atau cross match, sebaiknya petugas haruslah
teliti dalam pengerjaan prosesnya agar hasil yang didapatkan tepat dan tidak
membahayakan pasien.

14
15

DAFTAR PUSTAKA
Contreras Marcella, MD. 1995. Petunjuk Penting Transfusi Darah. Edisi Kedua,
EGC, Jakarta.
Giri, D. 2015. Cross-Matching : Types, Purpose, Principle, Procedure and
Interpretation [Online]. Tersedia: http://laboratoryinfo.com/cross-
matching/.
Munandar, Haris. 2008. Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) & Badan
SARNasional (BASARNAS). Erlangga. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 83.2014. Unit Transfusi Darah, Bank
Darah Rumah Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah.
Jakarta: Mntri Keshatan
PMI Pusat. 1998. Kumpulan Peraturan perundang-undangan Bidang
Kesehatan/Transfusi Darah dan Surat Keputusan Pengurus PMI
Tentang Transfusi Darah. Jakarta.
Sadikin, Moh. 2001. Biokimia Darah. Widya Medika,
Syarifah. nd. Crossmatch (Reaksi Silang Serasi) II [Online]. Laboratorium Klinik
RSKD. Jakarta. 23
Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Cara Kerja Cross Match dengan
Diamed Gel Tes. RS PKU Muhammadiyah Gombong
Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Interpretasi Hasil Cross Match. RS
PKU Muhammadiyah Gombong
WHO dan BANBCT 2013. Standard Operating Procedure For Blood
Transfusion, Bangladesh, OPEC Foundation for International
Development.
Tersedia: https://labku1rskd.wordpress.com/tag/crossmatch-reaksi-silang-serasi/.

15

Anda mungkin juga menyukai