NIM: MH8662
2
A. LATAR BELAKANG
yang telah berubah, dari masyarakat dibawah pemerintahan represif, dimana hak
era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak asasi manusia secara utuh, dalam
aturan yang berlaku.1 Pendapat ini dijelaskan lebih lanjut oleh Lemhanas
Republik Indonesia dalam jurnalnya, dimana nilai-nilai sosial masyarakat saat ini
Akibat pelaksanaan demokrasi atas nama hak asasi manusia yang “keblinger”
1
Nurwijayanto, “Upaya Mendisiplinkan Siswa Melalui Pendidikan Karakter”,
https://nurwijayantoz.wordpress.com/pendidikan-4/upaya-mendisiplinkan-siswa-melalui-
pendidikan-karakter/, diakses tanggal 21 April 2015.
2
Lemhanas Republik Indonesia, 2012, “Memperkokoh Nilai-Nilai Pancasila di Seluruh
Komponen Bangsa Untuk Memantapkan Semangat Kebangsaan dan Jiwa Nasionalisme Ke-
Indonesia-an Dalam Rangka Menangkal Ideologi Radikalisme Global”, Jurnal Kajian Lemhanas
RI Edisi 14, Desember 2012, Jakarta, hlm. 104.
3
kurun waktu setelah reformasi (tahun 1998), sehingga situasi ini merupakan
pengambilan peran yang tidak tepat, komunikasi yang gagal dengan orang lain,
salah menginterpretasikan situasi, dan sebagainya.5 Selain itu, teori konflik dari
disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia- fisik , mental dan sosial yang tidak
yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan
3
Loc. cit.
4
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta, hlm. 799.
5
Efianingrum, 2006, “Wacana Kekerasan dalam Interaksi Remaja (Kasus Perkelahian Pelajar di
Yogyakarta)”, Jurnal Humaniora 2006, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 5.; Baca
juga: Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Jakarta : Ghalia Indonesia, Jakarta.
6
Lamria, 2004, “Analisa Penyebab Terjadinya Konflik Horizontal”, Jurnal Hak Asasi Manusia
Vol. 1 No. 1 Oktober 2004, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Jakarta. Baca juga
4
runtuhnya Orde Baru, timbul pula permasalahan tentang keadilan hukum, yang
sebenarnya sudah berlangsung tidak hanya dalam skala nasional, namun juga
dalam tataran skala yang lebih besar. Sudjito menjelaskan, memasuki zaman
milenium ketiga ini dalam tataran teoritis ataupun praktis telah terjadi krisis
hukum yang begitu kompleks dan multidimensional dalam skala global.7 Lebih
lanjut Sudjito memaparkan krisis hukum yang terjadi dalam skala nasional, saat
yang teramat kurang puas, mereka yang awam ini gampang berprasangka akan
adanya sesuatu yang koruptif sepanjang proses, tak lain ialah sebagai akibat ulah
para hakim, jaksa dan/atau pengacara yang menyalahi hukum yang berlaku,8
kendati diakui bahwa menegakkan hukum itu adalah soal menjamin persamaan
setiap orang didepan hukum, faktanya tidaklah demikian. Kaum lemah, rakyat
1. Koneksi
2. Uang
3. Kesadaran hukum
Fisher & Abdi, 2002, “Working With Conflict; Skills& Strategies for Action”, Zed Books in
association with Responding to Conflict, New York.
7
Sudjito, 2014, Ilmu Hukum Holistik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 5
8
Loc. cit.
5
pihak yang memiliki, paling tidak, kelima hal itu.9 Tujuan hukum untuk
filosofi hukum, dimana menurut Satjipto filosofi hukum adalah: “Hukum untuk
pada acara Kursus Pancasila dengan tema Pancasila Dasar Negara yang
diselenggarakan oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM di SMA Sang Timur
9
Atmaja, 2012, “Rasa Frustasi yang Membebaskan”, Jurnal Analisa 22 Oktober 2012, Jakarta,
hlm. 2.
10
Suteki, 2010, “Rekam Jejak Pemikiran Hukum Progresif Prof. Dr. Satjipto Rahardjo”, Jakarta,
hlm. 2.
11
Ramada, 2014, “Dialektika Hukum Progresif – Obrolan Ringkas Buku-buku Satjipto
Rahardjo”, Kaum Tjipian, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 22.
6
reformasi diatas, dapat ditangkap dengan jelas dalam pidato Presiden Susilo
Apakah kehidupan bernegara kita sekarang ini tidak kokoh? Apakah ekses dari
reformasi dan demokratisasi terlalu besar dan terlalu mahal? Dan apa yang kita
harapkan dari Pancasila dalam menjawab tantangan bangsa dan tantangan global
yang kian besar dewasa ini? Pertanyaan kritis itu, pertanyaan fundamental itu,
12
Humas UGM, “Pengamat UGM: Penataran P4 Wujud Penanaman Budi Pekerti”,
http://www.ugm.ac.id/id/post/page?id=5255, diakses tanggal 21 April 2015.
13
Harian Kompas edisi Online, “ Pendidikan Pancasila Dihapus”,
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/06/03075643/Pendidikan-Pancasila-Dihapus, diakses
tanggal 21 April 2015.
14
Yudhoyono, 2006, “Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila”,
disampaikan dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2006 di Jakarta
Convention Center, Jakarta.
7
B: PEMBAHASAN
Badan Pusat Statistik dengan mengacu pada data statistik konflik massal dalam
tiga tahun yang berbeda, yakni tahun 2005 dimana telah terjadi 1,655 kasus
konflik massal; tahun 2008 terjadi peningkatan jumlah menjadi 2,283 kasus;
serta terakhir tahun 2011 dimana terjadi konflik massal sebanyak 2,562 kasus.15
Hal yang mengejutkan dari peningkatan tren konflik sosial dalam masyarakat
tersebut adalah fakta tentang peningkatan secara signifikan konflik sosial yang
terjadi pada pelajar Indonesia, seperti yang terlampir dalam tabel 1 dibawah ini.
Konflik sosial yang terjadi pada kaum intelektual, generasi penerus bangsa ini
mengalami peningkatan sebesar 72% dalam kurun waktu hanya 6 (enam) tahun
(mulai tahun 2005 hingga tahun 2011), pasca reformasi. Tidak terhitung jumlah
pelajar yang tewas dan luka-luka akibat konflik yang biasa disebut sebagai
15
Sub Direktorat Statistik Politik dan Kriminal, 2014, Katalog Statistik Kriminal 2014, Badan
Pusat Statistik, Jakarta, hlm. 117.
8
Tahun
Jenis Perkelahian Massal 2005 2008 2011 % Peningkatan
Antar Kelompok Warga 1,243 1,255 1,348 0.08
Warga Antar Desa - 739 1,054 100%
Warga dengan Aparat Keamanan 54 51 120 55%
Warga dengan Aparat Pemerintah - 28 102 100%
Antar Pelajar 58 62 210 72%
Antar Suku 66 34 102 35%
Lainnya 234 114 149 -57%
Total 1,655 2,283 3,085 46%
Data diambil dan diolah lagi dari Statistik Kriminal 2014
bertanya tentang solusi terbaik untuk mengikis habis perilaku tawuran pelajar.
perkelahian massal atau tawuran itu telah berlangsung lama, bahkan sebelum era
reformasi berlangsung. Dikalangan pelajar, aksi tawuran ini sudah dianggap cara
Tentu saja peristiwa ini bukan hanya merugikan pelajar yang melakukannya akan
Namun aksi yang sudah terlanjur menjadi biasa ini wajib dicari akar
penyebabnya.
16
Latifah dan Syani, 2013, Peranan Guru Sekolah Dalam Mencegah Terjadinya Tawuran
Dikalangan Pelajar (Studi di SMA Perintis 1 Bandar Lampung), Jurnal Sociologie Vol.1, No.3,
Universitas Lampung, Lampung, hlm. 244.
9
Tawuran, menurut Kamus Bahasa Indonesia, berasal dari kata tawur, yang
yang dilakukan berusaha menentukan akar masalah dari tawuran pelajar tersebut.
mengekspresikan diri atau mengalihkan sifat agresif siswa ke hal-hal yang lebih
positif dan kompetitif yang juga tentunya dapat membangun karakter mereka.19
Dalam hal ini, Teja lebih memfokuskan tinjauannya kepada ketersediaan tempat
teman untuk melakukan aksi balasan yang muncul lebih keras daripada aksi
17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit. hlm 1643.
18
Efianingrum, Op.Cit, hlm. 5.
19
Teja, 2012, Tawuran Pelajar dan Pendidikan Karakter di Kota Jakarta, Info Singkat
Kesejahteraan Sosial Vol. IV, No.19/I//P3DI/Oktober/2012, Jakarta, hlm. 10.
20
Loc. cit.
21
Efianingrum, Op. Cit., hlm. 5.
10
moral (kemerosotan moral)22, tanpa menyebutkan lebih detil tentang apa yang
disebabkan oleh pendirian remaja yang labil dan kurangnya perhatian dari orang
tua.24 Dimana menurut penulis, faktor tersebut hanyalah bagian kecil dari sumber
dalam diri mereka terdapat konflik diri. Seperti terdapat adanya ketidakcocokan
Catatan dari KPAI diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Imtiaz, et. al, dimana menurut National Youth Violence Prevention Resource
22
Rismanto, Et.Al., 2013, “Model Penyelesaian Tawuran Pelajar Sebagai Upaya Mencegah
Terjadinya Degradasi Moral Pelajar (Studi Kasus di Kota Blitar – Jawa Timur), Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang Vol. 2, No.1, Universitas Negeri
Malang, Malang.
23
Setiawan dan Aquina, “KPAI: Selama 3 Tahun, 46 Pelajar Tewas Akibat Tawuran”,
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/354883-kpai--selama-3-tahun--46-pelajar-tewas-akibat-
tawuran, diakses tanggal 22 April 2015.
24
Julianti, 2013, “Internalisasi Nilai Toleransi Melalui Model Telling Story Pada Pembelajaran
PKN Untuk Mengatasi Masalah Tawuran (Studi Kasus Tawuran Pelajar Sekolah Menengah di
Sukabumi), Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.14 No.1, April 2013, Universitas Pendidikan
Indonesia, Jakarta, hlm. 2.
25
Ibid, hlm. 11.
11
Hudley dan Novac tentang gabungan beberapa faktor yang berkontribusi dalam
membentuk perilaku agresif (dalam hal ini mengarah pada aksi tawuran), yakni:
experiencing disorder and violence; and rejecting peer contexts can all alter
berarti: lingkungan keluarga yang keras dan tidak mendukung secara emosional;
26
Imtiaz, et.al, 2010, “Sociological Study of the Factors Affecting the Aggressive Behavior
Among Youth”, Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS) Vol. 30, No. 1 (September 2010),
Bahauddin Zakariya University, Pakistan, hlm. 100.
27
Loc.cit.
12
generasi penerus, dalam hal ini pelajar Indonesia, namun juga meningkatkan
pentingnya ideologi Pancasila sebagai sistem nilai utama yang diterima sebagai
Indonesia.
utama) sebagai: (a) pandangan hidup bangsa, (b) dasar negara, dan (c) tujuan
ideologi dari kedua penulis diatas, disimpulkan dengan jelas oleh Lemhanas
seiring dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.30 Oleh sebab itu, Pancasila
wajib untuk dijadikan sebagai living ideology, sebagai working ideology, yang
28
Hanapiah, 2012, “Pendidikan Pancasila”, Makalah disajikan pada kegiatan pemadatan
Matakuliah Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Peserta Ujian Persamaan Mutu (UPM) (pada
STISIP Tasikmalaya, tanggal 22 Juli 2002, di Kampus STISIP Tasikamalaya), Universitas
Padjajaran, Bandung, hlm. 2.
29
Mahifal, 2011, “Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui
Pembinaan Ideologi dan Wawasan Kebangsaan”, Jurnal Pedagogia Universitas Pakuan,
Universitas Pakuan, Bogor, hlm. 7.
30
Lemhanas Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 98.
13
antisipatif, yang adaptif, dan yang responsif.31, sebab Pancasila berfungsi sebagai
sebagai ideologi terbuka didalam konteks kehidupan negara.32 Dalam hal ini,
secara emosional dan menggerakkan sukma dan raga bersama mereka sebagai
citizens, warganegara.33
31
Yudhoyono, 2010, “Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Peringatan
Pidato Bung Karno 1 Juni 1945”, http://www.antaranews.com/berita/206119/pidato-presiden-
peringatan-pidato-bung-karno-1-juni-1945, diakses tanggal 28 April 2015.
32
Lemhanas Republik Indonesia, Op. Cit, hlm. 98.
33
Pemahaman Agama Sipil (Civil Religion) diambil dari Fauzi, 2013, “Masa Depan Agama Sipil
di Indonesia - Percakapan bersama Rousseau, Bellah dan Cak Nur”, Makalah untuk diskusi Masa
Depan Agama Sipil, Serambi Salihara, hlm. 2; Selain itu Penulis juga menyarankan untuk
membaca: Bellah, 1967, “Civil Religion In America”, Dædalus, Journal of the American
Academy of Arts and Sciences Vol. 96 No. 1 pp. 1-21.
14
bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta
di daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.34 Namun niat yang luhur
tersebut pupus karena praktek yang salah kaprah, sehingga melalui Ketetapan
dilakukan oleh Baehaqi Arief, meskipun Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Pasal
kelihatan lebih penting dari Pancasila itu sendiri. Lebih jauh, P4 dan Pancasila
34
Tap MPR RI No. II/MPR/1978 Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetia Pancakarsa), Pasal 4.
35
TAP MPR RI No. XVIII/MPR/1998 Tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978
Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa),
Pertimbangan b, hlm. 1035.
15
menjadi “kata sakti” dalam segenap kesempatan pejabat dari tingkat pusat hingga
wilayah Indonesia.37
Oleh sebab esensi dari penghapusan penataran P4 tersebut sudah tidak sesuai
dengan jalan awal yang dicita-citakan warga negara Indonesia saat merebut
kemerdekaan dulu, maka tantangannya, menurut Fauzi, adalah – dulu, kini dan di
36
Baehaqi Arief, 2011, “Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila Pada Warga Negara Muda Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan”, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, hlm. 9.
37
Viva Online, “ Fungsi Penataran P4 di Masyarakat, Menggali Kepribadian Bangsa yang
Hilang”,
http://log.viva.co.id/frame/read/aHR0cDovL2hlcnVzdXBhbmppLmJsb2dzcG90LmNvbS8yMDE
yLzA2L3BlbmF0YXJhbi1wNC5odG1s, diakses tanggal 28 April 2015.
38
Fauzi, Op.Cit., hlm. 11.
39
Hanapiah, Op. Cit., hlm. 10.
16
C: PENUTUP
pendidikan nasional di negara Indonesia. Hal ini merupakan situasi yang urgent
berkaitan dengan masa depan generasi bangsa. Penulis setuju dengan ide dari
warga negara untuk mencapai tingkat kecerdasan yang multi dimensional. Isinya
bersifat kongkrit atau isi pembelajaran tidak bersifat knowledge based, tetapi
memecahkan permasalahan hidup diri sendiri tanpa bantuan orang lain. 40 Dalam
hal ini, pelajaran Pendidikan Moral Pancasila lebih tepat untuk bisa
Pelaksanaan diskusi panel antar agama yang melibatkan beberapa pemuka agama
dan wajib dihadiri oleh para siswa dalam kaitannya tentang pemahaman
maka pelaksanaan upacara bendera setiap hari Senin yang mewajibkan seluruh
40
Julianti, Op.Cit, hlm. 12.
17
2(dua) Sekolah Menengah Atas, yakni SMK 1 Islam Blitar dan SMK Katolik
Santoso”, dihadiri oleh siswa bersama Guru dan Kepala Sekolah dari masing-
masing sekolah beserta dengan Dinas Pendidikan dan Polisi.41 Dalam hal ini,
penulis mengapresiasi peran dari seluruh lapisan masyarakat Blitar yang menjadi
media bagi penyelesaian tawuran pelajar yang telah berlangsung selama puluhan
tahun, serta menjadi yakin bahwa teori-teori dalam Pendidikan Moral Pancasila,
Penulis menyetujui solusi yang ditawarkan oleh Latifa dan Syani yang
menyoroti tentang, sangat pentingnya peran kepala sekolah dan guru, dalam
antar pelajar sehingga dapat berujung pada terjadinya tawuran. 42 Karena itu,
diperlukan bukan hanya bagi Kepala Sekolah atau Guru-Guru yang mengajar
ilmu sosial, namun juga kepada setiap siswa di seluruh jenjang pendidikan.
41
Rismanto, Et.Al., Op. Cit., hlm. 13.
42
Latifah dan Syani, Op.Cit, hlm. 245.
18
Pelaksanaan Penataran P4, baik pola 25 jam, 45 jam dan 100 jam yang
seperti gotong royong, kerjasama, saling tolong menolong, toleransi, dan lain
tersebut (gotong royong, kerjasama, saling tolong menolong, toleransi, dan lain
(hukum positif maupun hukum sosial) yang tegas bagi setiap pelaku tindak
Akhir Kata, penulis berharap makalah yang dibuat ini bukan sekedar wacana
tindakan awal menuju suatu tindakan yang dilakukan secara nyata dan bersama-
sama. Karena cita-cita untuk kembali menjadi bangsa Indonesia yang beradab
dan berbudaya, menjunjung tinggi adat ketimuran seperti sopan santun, gotong
43
Efianingrum, Op.Cit., hlm. 13.
44
Loc. cit.
19
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Jakarta.
Latifah, Mar Atul dan Syani, Abdul, 2013, Peranan Guru Sekolah
Indonesia, Jakarta.
Yogyakarta.
No.19/I//P3DI/Oktober/2012, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Artikel Online
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/06/03075643/Pendidikan-
Karakter”, https://nurwijayantoz.wordpress.com/pendidikan-4/upaya-
21 April 2015.
28 April 2015.
Tawuran”, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/354883-kpai--
23
April 2015.
http://log.viva.co.id/frame/read/aHR0cDovL2hlcnVzdXBhbmppLmJs
b2dzcG90LmNvbS8yMDEyLzA2L3BlbmF0YXJhbi1wNC5odG1s,
Pidato