Anda di halaman 1dari 10

22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

IPLBI
BERANDA ORGANISASI  PUBLIKASI  SIMPUL 



Search

Arsitektur Bali Awal Abad 20:


Persentuhan Dengan Barat
2 March 2015 by iplbi

Gede Maha Putra | Arsitek dan penulis Arsitektur | Email


gedemahaputra(at)gmail.com.

Setelah takluknya Kerajaan Klungkung di tangan Belanda tanggal 28


April 1908 secara de facto Bali sepenuhnya jatuh ke tangan
pemerintah kolonial Belanda. Bali menjadi salah satu daerah yang
relatif paling singkat dikuasai oleh penjajah karena salah satu yang
paling akhir ditaklukan di banding daerah lain di Indonesia.
 Penguasaan atas Bali dimulai saat pasukan kolonial berhasil
menguasai Jagaraga di Bali utara tanggal 19 April 1849. Dalam waktu
yang relatif singkat tersebut, pemerintah kolonial Belanda tetap
memiliki kontribusi yang signifikan dalam hal pembangunan fisik
serta pemikiran bidang kebudayaan dan pariwisata yang
berlangsung hingga kini, termasuk arsitektur.

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 1/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

Situasi sekitar Puri Denpasar sebelum Puputan Badung 1906.


Direkonstruksi dari berbagai sumber.

Setelah menguasai pulau Bali sepenuhnya, pemerintah kolonial


mulai melakukan berbagai penataan baik secara politik maupun
secara fisik di bidang infrastruktur. Bali sebagai pulau yang tidak
memiliki kekayaan alam maupun pertanian yang menonjol
dikembangkan sebagai daerah wisata. Sekalipun tidak memiliki
produk unggulan, Bali nampaknya dipandang cukup strategis oleh
pemerintah kolonial sehingga pembangunan infrastruktur tetap
mendapat perhatian terutama pelabuhan.

Pelabuhan Jagaraga merupakan pintu masuk utama ke Bali dari


Batavia dan Surabaya. Lewat pelabuhan ini kapal-kapal bisa berlabuh
dan mengantarkan wisatawan dari luar negeri untuk berkunjung.
Perjalanan wisata ini dikelola oleh Koninklijke Paketvaart-
Maatschappij (KPM). Perusahaan perkapalan ini dimiliki kerajaan
Belanda dan bertugas menjadi jembatan penghubung berbagai
komoditi di seluruh wilayah Hindia Belanda pada masa itu. Khusus
untuk Bali, kapal PKM juga dipergunakan sebagai angkutan
wisatawan. Untuk mendukung fungsi-fungsi baru pelabuhan, banyak
dibangun fasilitas-fasilitas baru di sekitar pelabuhan Buleleng.
Bangunan-bangunan baru ini menggunakan arsitektur colonial
Belanda pada masa itu. Bangunan-bangunan inilah yang menjadi
persentuhan arsitektur modern dengan tanah Bali.

Sebelum masa awal abad 20 ini arsitektur Bali, oleh beberapa


pelancong, digambarkan sebagai bangunan temporer, becek di kala
https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 2/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

hujan serta ber-atap seadanya. Seorang tenaga kesehatan Belanda


bahkan menyebutkan bangunan Bali pada masa itu sebagai
bangunan yang tidak berkualitas, memiliki sanitasi yang buruk serta
berbahaya bagi kesehatan (Julius Jacobs in Vickers, 1994). Ada pula
yang menyebutkan  bangunan Bali tidak menarik, tetapi setelah
menyelami kehidupannya lebih jauh barulah terlihat atau terasa
nyamannya bangunan tersebut. Banyak yang akhirnya, setelah
tinggal dalam waktu yang lebih lama, merasakan bahwa arsitektur
Bali adalah jawaban masyarakat atas tantangan alam dan cara
pandang penduduknya terhadap alam Bali itu sendiri (Louis
Couperus in Vickers, 1994).

Foto sebuah gerbang terbuat dari citakan tanah liat beratap alang-
alang di Desa Julah. Sumber: P.A.J. Moojen. 1926. Kunst op Bali:
inleidende studie tot de bouwkunst

Bangunan Bali berwujud arsitektur tradisional dan pengetahuannya


diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 3/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

berikutnya, sebelum diperkenalkannya bangunan baru oleh


pemerintah kolonial Belanda. Yi Fu Tuan menyebutkan terminology
‘tradisional’ berhubungan erat dengan keterbatasan. Makna kata
‘keterbatasan’ ini sendiri masih dapat diperdebatkan karena sangat
relatif, untuk itu saya memberi tanda kutip. ‘Keterbatasan’ yang
dihadapi oleh penduduk Bali pada masa itu antara lain adalah
material, pengetahuan, teknik dan ketrampilan konstruksi serta
keterbatasan lainnya. Keterbatasan ini justru menciptakan kreativitas
karena setelah diolah mampu memberikan tempat bernaung yang
nyaman bagi masyarakat Bali. Rumah-rumah masyarakat pada
waktu itu nyaris semuanya seragam dan yang membedakan hanya
besar dan luasnya pekarangan.

Berbeda dengan rumah tinggal, bangunan-bangunan suci memiliki


bentuk, bahan, dan teknik pengerjaan yang jauh lebih baik. Pura-
pura dibangun dengan gapura yang megah, berukir dengan bahan
yang lebih baik daripada bangunan rumah tinggal. Demikian pula
halnya dengan puri-puri tempat tinggal raja serta giya-griya para
pendeta. Semua dikerjakan dengan tingkat ketelitian yang tinggi,
detail dan ukiran yang indah penuh perlambang dan mitos yang
bercampur mencipta bentuk yang unik.

Bangunan Pura dengan bale kukul dan kori berukir di


Sukawati. Sumber: P.A.J. Moojen. 1926. Kunst op Bali: inleidende
studie tot de bouwkunst

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 4/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

Secara politik Bali dan Lombok berada di bawah satu keresidenan


namun dibagi lagi menjadi tiga wilayah yang disebut Afdeeling. Satu
afdeeling berada di Lombok sementara dua lainnya berada di Bali
dengan kantor pusat di Singaraja untuk Afdeeling Bali Utara dan di
Denpasar untuk Afdeeling Bali Selatan. Sekalipun diperintah dengan
tata kelola pemerintahan colonial, Belanda tetap melibatkan raja
sebagai pemimpin wilayah, namun raja-raja ini tetap bertanggung
jawab pada afdeeling wilayahnya masing-masing. Raja-raja terutama
bertanggung jawab untuk urusan adat dan agama dalam kesatuan
organisasi Raad van Kertha. Guna lebih mengoptimalkan fungsi serta
memperoleh lebih banyak kesejahteraan, pemerintah Kolonial
Belanda, selain mengembangkan infrastruktur untuk mendukung
perdagangan dan pelabuhan, juga membangun fasilitas perkantoran
untuk mendukung jalannya pemerintahannya. Selain di sekitar
pelabuhan Buleleng, di Denpasar dibangun pula beberapa bangunan
baru.

Alun-Alun Kota Denpasar setelah tahun 1950-an. Sumber laman


Facebook Bali old photos

Di pusat Kota Denpasar, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan


penataan besar-besaran. Kawasan Puri Denpasar yang telah hancur
diratakan dengan tanah. Bangunan-bangunan baru bergaya colonial
dibangun pada beberapa bagian. Areal yang relative luas ini dibagi
menjadi tiga bagian besar. Pada ujung timur laut dibangun
perumahan untuk pejabat Belanda, sementara di tengah
menghadap ke selatan dibangun Kantor asisten Resident untuk
wilayah Bali Selatan. Di Bagian barat dibangun wing timur Bali Hotel
https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 5/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

sebagai sambungan dari bangunan Utama Lobby dan wing barat Bali
Hotel di Bagian barat. Lokasi wing barat ini sebelumnya merupakan
pekarangan Jero Kawan milik Gusti Ketut Ngurah yang telah
diratakan. Bersebelahan dengan wing barat, bangunan kantor KPM
dibangun untuk mendukung fungsinya sebagai agen perjalanan
wisata di Bali. Kawasan lain yang ditata adalah sepanjang jalur dari
arah perempatan menuju tukad Badung. Pasar tradisional
dipindahkan ke tepian tukad Badung sementara itu kios-kios
pedagang China dijejer sepanjang jalan dari arah perempatan
menuju pasar tersebut. Kawasan ini tumbuh dan berkembang
sebagai pusat perekonomian kota didukung pula dengan
terkonsentrasinya pedagang kain berdarah arab menempati lahan
yang kini menjadi jalan Sulawesi.

Bangunan Bali Hotel sekitar tahun 1930-an.  Sumber laman


Facebook Bali old photos

Kawasan sekitar perempatan agung kota masih terus ditata lebih


lanjut.  Di bekas lokasi pasar, pada pojok barat daya perempatan,
dibangun bangunan Raad van Kertha bangunan untuk pengadilan
urusan adat dan keagamaan. Sementara di selatan bangunan ini
Belanda juga membangun garnisun atau tangsi militer berdekatan
dengan kantor dinas BOW yang bertanggung jawab untuk urusan
infrastruktur, pengairan dan bangunan sipil. Sementara itu di wilayah
bekas Jero Kelodan, Jero Anom dan Jero Jambe dibiarkan kosong
menjadi alun-alun (lihat sketsa).

Bangunan-bangunan yang dibangun oleh pemerintah kolonial


dikerjakan oleh tenaga-tenaga dari kantor Departement van

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 6/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

Burgerlijke Openbare Werken (BOW). Pelibatan tenaga ahli lokal


kemungkinan besar sangat minim dan terbatas pada buruh dan
tukang. Bentuk bangunannya pun tidak mengambil referensi dari
bangunan lokal tradisional. Sedikit berbeda adalah karakter
bangunan pertokoan milik pedagang Cina. Selain menggunakan
bahan modern pada beberapa bagian masih menggunakan
ornamen khas Cina. Sampai disana, nyaris seluruh bidang telah
dikuasai, politik, ekonomi, social, serta fisik.

Selain membangun ekonomi dan politik, Belanda rupanya juga


mencoba melakukan pembangunan di bidang budaya. Salah satu
politik kebudayaan kolonial (Belanda) dalam membentuk image Bali
adalah Baliseering, dimana yang menjadi landasan utama dalam
politik kebudayaan ini adalah penemuan dan penggalian keaslian
dan otentisitas budaya Bali (Picard, 1997). Di dalam politik ini Belanda
berusaha melindungi kebudayaan Bali dari pengaruh budaya luar
termasuk budaya Islam, Kristen serta modernisasi. Banyak yang
menduga bahwa Belanda menerapkan politik ini dengan tujuan
selain menjadikannya komoditas wisata, juga untuk melindungi
kepentingan pemerintahannya dengan membatasi pergaulan
pemuda Bali dengan koleganya di kawasan lain Indonesia, terutama
di Jawa. Pemuda-pemuda diberitahu dan dididik untuk memahami,
mempelajari serta menerapkan budayanya sendiri melalui
penggalian-penggalian yang dilakukan pada masa itu. Salah satu
wujud fisik dari Baliseering adalah dibangunnya Museum Bali.

Museum Bali dirintis semenjak 1910 dan akhirnya secara resmi


dibuka untuk umum tanggal 8 December 1932. Adalah W.F.J. Kroon
yang pada saat itu menjabat Assistant Resident for South Bali yang
melakukan inisiatif setelah berdiskusi dengan Th. A. Resink , seorang
arkeolog dan antropolog, tentang ide pelestarian budaya. Saat tiba
pada keputusan untuk mewujudkan ide tersebut dalam bentuk fisik,
maka perdebatan muncul apakah akan menggunakan arsitektur
modern (pada masa itu) ataukah arsitektur local. Selain kekhawatiran
bahwa banyak benda pusaka yang hilang, sepertinya Th. A. Resink
juga khawatir bahwa suatu saat bangunan tradisional Bali pun akan
punah jika pemerintah colonial tetap membangun dengan bentuk-
bentuk yang modern. Saat itu tidak banyak arsitek Belanda yang
memahami tata bangun arsitektur Bali.

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 7/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

Seorang arsitek antropolog asal German yang sedang melakukan


riset di Bali diajak berdiskusi dan akhirnya diputuskan untuk
mengembangkan bangunan museum dalam bentuk tradisional.
Keterbatasan pengetahuan diatasi dengan cara bekerjasama dengan
arsitek atau undagi lokal. Ide ini didukung sepenuhnya oleh raja-raja
yang berkuasa di Bali pada masa itu dan juga ilmuwan dan seniman.
Pengerjaan Museum Bali akhirnya melibatkan dua orang undagi local
yaitu I Gusti Ketut Rai dan I Gusti Ketut Gede Kandel. Keputusan ini
menjadi monumen penghargaan atas kemenangan arsitektur lokal
atas arsitektur barat, sekalipun dibalut dalam nuansa politik
Baliseering yang kental.

Rancangan museum yang dibuat merupakan gabungan antara


desain pura dan puri. Halamannya terbagi atas lima bagian besar:
jaba sisi, jaba tengah dan tiga halaman jeroan. Pada jaba sisi terdapat
bangunan bale kulkul berbahan batu padas sedangkan di jaba
tengah terdapat bangunan tinggi serupa bale peninjoan di puri. Di
bagian jeroan terdapat bangunan besar yang menjadi bangunan
utama tempat menyimpan koleksi museum.

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 8/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

Berdiri cukup megah di sisi timur alun alun, masyarakat setempat


menyebutnya sebagai ‘Pura Kantor’, sebagai gambaran bangunan
kantor yang bentuknya menyerupai pura. Bangunan museum ini
barangkali menjadi satu-satunya bangunan ber-arsitektur tradisional
yang dibangun oleh pemerintah di pusat Kota Denpasar colonial
pasca keruntuhan Puri Denpasar. Bisa jadi kompleks ini juga menjadi
satu-satunya bangunan yang dibangun dengan sepenuhnya
menggunakan arsitektur local setempat di seantero Nusantara masa
itu. Bandingkan misalnya dengan bangunan dan tata kota besar
seperti Batavia, Bandung, Semarang, atau Surabaya dan Malang. Di
kota-kota tersebut, pemerintah colonial membangun arsitektur dan
perkotaan tanpa referensi arsitektur local.

Sebelumnya, beberapa renovasi besar sempat dilakukan pasca


gempa tahun 1917 untuk melakukan renovasi bangunan-bangunan
tradisional di Bali. Nampaknya pemerintah tidak memiliki waktu yang
cukup banyak untuk mengembangkan lebih jauh strateginya di
bidang arsitektur dalam bingkai Baliseering. Setelah bangunan
museum Bali tidak banyak lagi bangunan baru yang dibangun dalam
kerangka berfikir yang sama. Kekalahan sekutu atas Jepang
memaksa Belanda untuk menyingkir dari tanah dewata dan
menyerahkan pemerintahan ke tangan Jepang.

Saat ini, warisan bangunan dengan arsitektur kolonial masih bisa


dijumpai di sekitar pelabuhan Buleleng, serta beberapa di sekitar Bali
Hotel di Kota Denpasar. Sementara Museum Bali menjadi
monument upaya pemerintah kolonial melestarikan arsitektur
tradisional Bali. Politik Baliseering yang hendak menjaga  serta
melindungi budaya Bali dengan cara mendikte masyarakat Bali untuk
menjaga ke-Bali annya, termasuk di bidang arsitektur, terputus
https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 9/10
22/11/2020 Arsitektur Bali Awal Abad 20: Persentuhan Dengan Barat - IPLBI

dengan datangnya bala tentara Jepang. Untuk wilayah Bali


pemerintah kolonial bahkan sepertinya belum sempat memiliki
masterplan tentang pengembangan kota dan arsitektur.

Bacaan

Bappeda Kota Denpasar. 2011. Pusaka Budaya Kota denpasar.


Pemerintah Kota Denpasar.
Bappeda Kota Denpasar. 2009. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Denpasar 2010 – 2030. Pemerintah Kota Denpasar.
P.A.J. Moojen. 1926. Kunst op Bali: inleidende studie tot de
bouwkunst
Picard, M. 1997. Bali: Cultural Tourism and Touristic
Culture. Archipelago Press: Singapore
Vickers, A. 1994. Travelling to Bali: four Hundred Years. Oxford
University Press: Oxford.
Algemene gegevens van logeeradressen op Bali

NB. Artikel ini sebelumnya dipublish di


www.gedemahaputra.wordpress.com

Menata Kompleksitas dalam Perancangan Lingkungan Binaan


Muller, Bawa dan Hill dalam Transformasi Arsitektur Bali

2020 ©IPLBI

https://iplbi.or.id/arsitektur-bali-awal-abad-20-persentuhan-dengan-barat/ 10/10

Anda mungkin juga menyukai