Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM

Oleh:

PRISKA ANNISAPHIRA

1906124119

Pembimbing Praktikum:

1. Rinta Hermiza Ningsih

2. Syahrial

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan Laporan praktikum
silvikultur yang berjudul pengaruh komposisi media tanam.

Penulis menyadari, bahwa laporan yang penulis buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Indragiri Hulu, 10 November 2020

Penulis
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Wuryaningsih (2008) media tanam adalah media yang digunakan


untuk menumbuhkan tanaman, tempat akar atau bakal akar akan tumbuh dan
berkembang, media tanam juga digunakan tanaman sebagai tempat berpegangnya
akar, agar tajuk tanaman dapat tegak kokoh berdiri di atas media tersebut dan sebagai
sarana untuk menghidupi tanaman. Media tanam yang baik harus memenuhi
persyaratan tertentu seperti tidak mengandung bibit hama dan penyakit, bebas gulma,
mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang atau mengalirkan kelebihan
air, remah dan porous sehingga akar bisa tumbuh dan berkembang menembus media
tanam dengan mudah dan derajat keasaman (pH) antara 6-6,5 (Anonim, 2007).

Sedangkan menurut Wira (2000) bahan-bahan untuk media tanam dapat


dibuat dari bahan tunggal ataupun kombinasi dari beberapa bahan, asalkan tetap
berfungsi sebagai media tumbuh yang baik.

Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) syarat media pembibitan yang baik
adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara).
Osman (1996) menyatakan bahwa tanah dengan keadaan tekstur dan struktur yang
baik sangat menunjang keberhasilan usaha pertanian, struktur tanah yang dikehendaki
tanaman adalah struktur tanah yang gembur mempunyai ruang pori yang berisi air
dan udara sehingga penyerapan unsur hara dapat berjalan optimal.

Menurut Nyakpa dan Hasinah (1985) pupuk kandang dapat menambah unsur
hara dalam tanah sebagai penyediaan humus yang dapat memperbaiki struktur tanah
dan mendorong kehidupan jasad renik tanah. Arang sekam padi juga dapat digunakan
sebagai bahan media tanam, menurut Rifai dan Subroto (1982) sekam padi
merupakan hasil sampingan dari sisa-sisa pembakaran. Unsur hara yang terkandung
dalan sekan padi relatif cepat tersedia bagi tanaman dan dapat meningkatkan pH
tanah. Selanjutnya menurut Prihmantoro dan Indriani (2003) arang sekam
mempunyai sifat yang mudah mengikat air, tidak mudah menggumpal, harganya
relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, steril dan mempunyai porositas yang
baik

1.2 Tujuan

Untuk melihat pengaruh berbagai jenis media tanam terhadap pertumbuhan


tinggi dan diameter daun.
II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Top Soil

Topsoil merupakan lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan
organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah di bawahnya. Akibat akumulasi
bahan organik maka lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan
tanah yang subur, sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam
mendukung pertumbuhan tanaman dan topsoil mempunyai kedalaman sekitar 20 cm
(Supardi dan Goeswono, 1983). Tanah topsoil sering digunakan sebagai media dalam
pembibitan berbagai jenis tanaman karena topsoil yang kaya akan kandungan bahan
organik dan humus yang bermanfaat diantaranya, mempercepat dekomposisi,
granulasi akan membentuk agregat yang stabil, memperbaiki drainase, infiltrasi air
lebih baik, kapasitas pegang air lebih baik dan kandungan hara yang tinggi. Media
topsoil perlu dilakukan pencampuran dengan kompos untuk media tanam sehingga
menghasilkan bibit yang berkualitas baik (Sembiring, 2007). Duralhim dan
Hendromono (2001), menyatakan bahwa diperlukan media yang banyak mengandung
bahan organik yang telah terdekomposisi dan mempunyai unsur hara yang diperlukan
tanaman untuk pertumbuhan semai. Penambahan bahan organik dapat dilakukan
dengan pemberian kompos pada media persemaian dengan cara pencampuran media
untuk pembibitan. Hasil penelitian Muliawan (2009) pada tanaman pelita
menunjukkan bahwa media semai yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi
terbesar terdapat pada media tanah dibandingkan media cocopeat, serbuk gergaji,
sekam padi, peat moss, dan vermiculte.

Berdasarkan hasil penelitian Habibi et al. (2014) pada bibit kelapa sawit, media
tanam topsoil menghasilkan bibit tertinggi. Dari hasil analisis kesuburan tanah
diketahui bahwa tanah topsoil kebun yang digunakan masih tergolong subur (N
0,21% = sedang, P 98,66 ppm = sangat tinggi, K 0,48 cmol/kg = tinggi), hal inilah
yang menyebabkan bibit yang ditanam dengan media ini masih memberikan hasil
yang baik. Namun pada perlakuan media tanam topsoil + sub soil, topsoil + sub soil +
serat menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata jika dibandingkan dengan media
tanam topsoil.

Menurut Buckman dan Brady (1982) lapisan atas profil tanah umumnya cukup
banyak mengandung bahan organik dan biasanya berwarna gelap karena penimbunan
(akumulasi) bahan organik tersebut. Lapisan dengan ciri-ciri demikian sudah umum
dianggap sebagai daerah (zone) utama penimbunan bahan organik dan disebut tanah
atas (topsoil) dan tanah olah. Subsoil ialah tanah dibawahnya, yang mengalami cukup
pelapukan, mengandung lebih sedikit bahan organik. Lapisan-lapisan subsoil yang
berlainan itu terutama dalam tanah yang sudah mengalami pelapukan mendalam,
yakni tanah didaerah lembap dapat dibedakan dalam: (1). Daerah transisi (peralihan),
sebelah atas; (2). Daerah penimbunan, sebelah bawah. Dalam daerah penimbunan ini
berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah liat dan juga
kalsium karbonat.

Hasil penelitian Muliawan (2009) pada tanaman pelita menunjukkan bahwa media
semai yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi terbesar terdapat pada media
tanah dibandingkan media cocopeat, serbuk gergaji, sekam padi, peat moss, dan
vermiculte. Tanah lebih berperan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanaman, seperti
memberi dukungan mekanis, tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang untuk
pertumbuhan dan perkembangan akar, menyediakan udara untuk respirasi,
menyediakan air dan hara dan sebagai media terjadinya saling tindak atau interaksi
antara tanaman dengan jasad tanah.
Biasanya untuk media pembibitan kompos sering digunakan dengan perbandingan
tertentu disesuaikan dengan jenis tanaman dan media yang digunakan. pada
pembibitan tanaman media topsoil sering digunakan, jika pengambilan topsoil dalam
skala besar dapat berdampak negatif bagi ekosistem di areal tersebut. Selain itu
topsoil tidak selalu mempunyai tingkat kesuburan yang baik sehingga diperlukan
campuran bahan organik untuk menghasilkan bibit berkualitas. Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu dilakukan penambahan media topsoil dengan kompos sebagai
media pembibitan tanaman. Penambahan kompos sebagai media dapat diterapkan
untuk seluruh jenis tanaman pada persemaian.

2.2 Kompos

Kompos merupakan bahan organik yang berasal dari limbah organik dapat berupa
sisa tanaman atau hewan yang telah melalui proses dekomposisi. Kompos dapat
berbentuk padat dan cair, yang dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman
(Suriadikarta dkk, 2005). Pupuk kompos yang dibuat dengan bantuan EM4 memiliki
kandungan nitrogen sekitar 1,5%, P2O5 sekitar 1%, dan K2O sekitar 1,5%. Bokasi
merupakan kompos yang salah satu bahan penyusunnya menggunakan EM4.
Pembuatan bokasi harus dilakukan di tempat yang terlindung dari sinar matahari dan
terpaan air hujan. Tempat ideal untuk proses pembuatan bokasi adalah tempat yang
agak luas, memiliki atap, dan lantainya terbuat dari semen. Bahan-bahan yang dapat
digunakan antara lain serbuk gergaji, sekam padi, kotoran ternak, penambahan EM4
(efektif mikroorganisme), serta gula kemudian dilakukan pengomposan pada tempat
yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Kompos lebih baik digunakan dalam
waktu lebih dari 1 (satu) minggu.
Menurut Sarief (1989) kompos adalah jenis pupuk yang terjadi minggu proses
penghancuran oleh alam atas bahan-bahan organik, terutama daun tumbuh-tumbuhan
seperti jerami, kacang-kacangan, sampah dan lain-lain. Kompos yang terjadi dengan
sendirinya mempunyai kualitas yang kurang baik karena dalam proses penghancuran
sering terjadi hal-hal yang merugikan, seperti pencucian kandungan unsur-unsur penting
dan penguapan oleh sinar matahari.

Menurut Sarief (1989) kompos adalah jenis pupuk yang terjadi karena proses
penghancuran oleh alam atas bahan-bahan organik, terutama daun tumbuh-tumbuhan
seperti jerami, kacang-kacangan, sampah dan lain-lain. Kompos yang terjadi dengan
sendirinya mempunyai kualitas yang kurang baik karena dalam proses penghancuran
sering terjadi hal-hal yang merugikan, seperti pencucian kandungan unsur-unsur
penting dan penguapan oleh sinar matahari. Cara memperoleh kompos yang baik
adalah dengan mengaktifkan perkembangan bakteri yang melakukan penghancuran
terhadap bahan-bahan organis dalam waktu yang singkat, dan menghindarkan faktor-
faktor yang dapat mengurangi kualitas kompos. Penelititan Abdurohim (2008),
menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar kalium pada tanah lebih
tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK.

Menurut Habibi (2008), kompos sangat bermanfaat bagi proses pertumbuhan


tanaman. Manfaat kompos bagi tanaman yaitu, kompos menyediakan unsur hara bagi
tanaman, dapat memperbaiki struktur tanah (Soil conditioner), dapat meningkatkan
kapasitas tukar kation (Soil sameliorator), meningkatkan kemampuan tanah untuk
menahan air, kompos meningkatkan aktivitas biologi tanah, mampu meningkatkan
pH pada tanah asam, menyediakan unsur mikro bagi tanaman, dan kompos
merupakan pupuk ramah lingkungan.
III.METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum silvikultur ini dilakukan pada tanggal 4 November sampai dengan


17 November 2020 pada pukul 10:00 WIB .Praktikum ini dilakukan di rumah
masing-masing

3.2 Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul,gayung,ember dan


polybag.Sedangkan,bahan yang digunakan adalah tanaman,cangkul,air,dan media
tanam ( top soil,kompos,top soil + kompos).

3.3 Prosedur Kerja

• Ditentukan polybag yang akan digunakan pada praktikum komposisi media tanam
yang digunakan adalah polybag sedang

• Ditentukan media tanah yang digunakan pada praktikum ini adalah top soil kompos,
top soil + kompos

• Lakukan pengamatan diameter dan tinggi tanaman selama 5x pengamatan dengan


selang waktu 1 minggu 1x pengamatan

IV. PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.2 Pembahasan

Dapat dilihat dari data diatas bahwa pertumbuhan yang paling cepat adalah
pada media tanam top soil + kompos,hal ini dapat dilihat dari pertambahan diameter
dan tinggi nya.

Dari hasil pengamatan bahwa media tanam campuran dari tanah dan kompos
merupakan media yang optimum untuk pertumbuhan bibit karet, hal ini dikarenakan
campuran kedua media tersebut mengandung semua unsur yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan bibit karet. Bibit karet yang ditanam pada media
tanam campuran top soil dan kompos memiliki waktu berkecambah labih cepat dan
persentase yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena media campuran tersebut memiliki struktur yang mampu mengikat
air, dan sitem aerasi yang baik, selain itu terdapat bahan-bahan organic yang banyak
yang didapat dari pupuk kandang mampu meningkatkan kesuburan tanah dan
memperbaiki sifat fisik tanah sehingga mampu mengikat air lebih lama.

Tanah yang berstruktur remah sangat baik untuk pertumbuhan dan


perkembangan tanaman, karena di dalamnya mengandung bahan organik yang
merupakan sumber ketersediaan hara bagi tanaman. Kadar humus dapat ditingkatkan
dengan menambahkan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang untuk
mendorong populasi mikrobia di dalam tanah menjadi jauh lebih banyak
dibandingkan jika yang diberikan pupuk kimia buatan (Lingga,1998)

Sedangkan pada media tanam top soil saja pertumbuhan bibit karet tidak
mengalami perubahan yang signifikan,hal ini dapat terjadi karena komposisi dari
tanah yang di gunakan pada praktkum kali ini tidak bagus.Menurut Sutejo (2002),
kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak sebagaimana mestinya. Apabila unsur hara kurang dari kebutuhan yang
optimal maka pertumbuhan tidak optimal. Selanjutnya pada zona kekurangan unsur
hara laju pertumbuhan tanaman akan lambat (Lakitan 2000).

Sedangkan pada media kompos,dapat dilihat bahwa bibit karet tidak


mengalami pertumbuhan dan pada hari keempat dan kelima bibit tersebut layu.

Kompos dibuat dari limbah pertanian, industri, kota, rumah tangga dan lain
sebagaiya. Bahan kompos tersebut menentukan proses dekomposisi. Selain itu,
dekomposisi tidak dapat berjalan bila tidak ada mikroorganisme sebagai pengurai.
Proses dekomposisi terkait rasio C/N dari bahan tersebut. Kandungan C (karbon)
dalam bahan kompos menyumbangkan energi untuk terjadinya dekomposisi.
Kandungan N (nitrogen) dalam kompos membantu pertumbuhan mikroorganisme
pengurai.Rasio C/N yang rendah dalam bahan kompos menunjukkan bahwa terdapat
kandungan nitrogen yang tinggi untuk pertumbuhan dan perbanyakan
mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme yang meningkat akan mempercepat proses
penguraian. Rasio C/N yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan karbon dalam
bahan kompos tinggi sehingga tersedia banyak energi namun mikroorganisme tidak
dapat memperbanyak secara cepat. Dengan rasio C/N yang tinggi, waktu
pengomposan menjadi lebih lama.
Bahan dengan rasio C/N rendah adalah limbah yang cepat busuk, seperti buah-buahan
dan sayuran. Sedangkan bahan yang memiliki rasio C/N tinggi adalah limbah yang
lama membusuk, seperti jerami padi.
V.Penutup

5.1 Kesimpulan

Media tanam yang bagus digunakan untuk penanaman adalah media kombinasi Dari
top soil dan kompos.

5.2 Saran

Kepada praktikan untuk kedepannya agar berhati-hati dalam mengambil bibit


tanaman dari alam.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman Haryanto, S.P.2012. Budidaya Karet Unggul. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

Djuarnani, N. Kristian, B. S. Setiawan. 2005. Cara cepat membuat kompos.

Agromedia Pustaka . Jakarta. 74 hal.

Durahim dan Hendromono. 2001. Kemungkinan Penggunaan Limbah Organik Sabut

Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Topsoil untuk Media

Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swictenia macrophylla King). Buletin Penelitian

Hutan no.628 Hal 13-26

Nyakpa, M.Y. & Hasinah HAR. 1985. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas

Pertanian Unsyiah, Darussalam Banda Aceh.

Lingga, P. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lakitan, B. (2000). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

Osman, F. 1996. Memupuk Tanaman Padi dan Palawija. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Prihmantoro dan Indriani, 2003. Pengaruh macam media dan intensitas

pemupukan terhadap pertumbuhan bibit tanaman anthurium gelombang

cinta (Anthurium plowmanii).Fakultas Pertanian Sebelas Maret. Surakarta

Pujisiswanto, H dan D. Pangaribuan. 2008. Pengaruh dosis kompos pupuk kandang

sapi terhadap pertumbuhan dan produksi buah tomat. Prosiding seminar

nasional sains dan teknologi II 2008. Universitas lampung.17 – 18 Nopember

2008. Hal VII-11 – VII19.

Sembiring, B. 2007.Teknologi penyiapan simplisia terstandar tanaman obat. Balitro.

Bogor. vol 13(2)

Supardi, Goeswono.1983. Sifat Dan Ciri Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sutejo, M. M. 2002. Pupuk dan cara pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta

Sutanto, R. 2002. Pertanian organik: Menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan.

Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Tim Penebar Swadaya. 2008. Panduan Lengkap Karet. Jakarta: Penebar Swadaya.
Unus, Suriawiria. (2002). Pupuk Organik Kompos dari Sampah, Bioteknologi

Agroindustri. Bandung : Humaniora Utama Press.

Wira. N.J. 2000. Pengaruh Campuran Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan

dan Hasil Tanaman Seledri. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas

Mataram.149h.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai