Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Petai (Parkia speciosa Hassk) merupakan salah satu suku polong-polongan
(Fabaceae) yang dapat dimakan dan sangat bermanfaat sebagai sumber keragaman
genetik bagi program pemuliaan tanaman (Rifai et al. 1992). Petai adalah salah satu
tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Semenanjung Thailand. Petai
mempunyai nama lain P. timoriana (DC) Merr, pohon petai dapat mencapai tinggi 50
meter dengan diameter 5 m serta permukaan kulit batang halus berwarna coklat
kemerahan, dan daunnya menyirip ganda dua (bipinnate). Tanaman ini sering ditanam
dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl namun tumbuh optimal pada
ketinggian 500 - 1.000 m dpl (Abdurrohim et al. 2004).
Bagian tanaman petai yang paling banyak dimanfaatkan adalah bijinya, biji petai
banyak mengandung zat penting seperti karbohidrat, fosfor, zat besi, vitamin dan
mineral lainnya yang dapat dijadikan sebagai obat alami karena tidak menimbulkan
efek samping (Susilo, 2012). Selain buah, banyak yang bisa dimanfaatkan dari tanaman
petai seperti kulit buah petai dan kayu pohon petai. Kulit petai diketahui memilki
manfaat sebagai antioksidan, antidiabetik, dan antiangiogenik. Hal ini karena di
dalamnya mengandung senyawa fenol dan flavonoid dalam jumlah yang besar (Zaini
dan Mustafa 2017). Kayu petai dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara,
kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan
beton, peti, krat, korek api, usungan, sumpit makan, pelampung jala, pulp, dan kertas
serta kayu energi (Abdurrohim et al. 2004).
Petai juga merupakan salah satu jenis tanaman legume yang dapat meningkatkan
fiksasi nitrogen yang bersimbiosis dengan rhizobium. Agung (2016) menyatakan
bahwa jenis tanaman Leguminase dapat mengkonservasi tanah dan air serta menekan
pertumbuhan gulma dan hama, selain itu budidaya Leguminase secara monokultur
maupun tumpangsari dapat memberikan keuntungan ekologis dan ekonomis.
Keuntungan ekologisnya adalah dapat menambat nitrogen dan menyuplainya kepada
tanaman yang berada di sekitarnya. Sedangkan keuntungan ekonominya adalah biji

1
petai yang banyak mengandung zat penting seperti karbohidrat, fosfor, zat besi, vitamin
dan mineral lainnya yang dapat dijadikan sebagai obat alami karena tidak menimbulkan
efek samping sehingga biji petai memiliki nilai jual yang cukup tinggi (Susilo, 2012).
Pohon petai juga memiliki perakaran kuat yang dapat menyuburkan tanah dan cocok
ditanam untuk memulihkan kembali lahan-lahan kritis, khususnya dalam
pengembangan program hutan rakyat (Nurmawan, 2011).
Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Tanjung Jabung Barat Tahun 2019, hasil pengukuran kinerja untuk produksi petai pada
tahun 2017 mempunyai produksi sebesar 28 ton dengan pencapaian sebesar 5% dari
target produksi di tahun 2017 yang sebesar 542 ton. Kemudian di tahun 2018 terjadi
peningkatan sebanyak 556 ton dan di tahun 2019 mencapai kenaikan sebanyak 570 ton
(Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Dinas Tanaman Pangan dan
Holtikultura, 2019). Peningkatan ini menandakan bertambahnya peminat petai di
Indonesia terutama di Provinsi Jambi. Hal ini berarti tanaman petai dapat dimanfaatkan
masyarakat sebagai penunjang ekonomi dengan sistem agroforestri di lahan
pekarangan rumah, lahan perkebunan, ataupun hutan, mengingat banyaknya jumlah
penduduk sedangkan lahan untuk bercocok tanam sedikit. Selain dapat memanfaatkan
lahan yang terbatas, sistem agroforestri juga dapat menambah nilai ekonomi
masyarakat (Mahendra, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa manfaat dan kebutuhan
petai semakin meningkat, sehingga diperlukan penggunaan bibit dengan kualitas yang
baik.
Dilihat dari aspek ilmiah, penelitian tentang pemuliaan tanaman dan teknik
budidaya petai terutama informasi tentang pembibitan benih petai sangat terbatas. Hal
ini terbukti dengan terbatasnya ketersediaan referensi untuk tanaman petai.
Terbatasnya penelitian dan referensi pemuliaan tanaman petai merupakan alasan
pentingnya dilakukan penelitian terhadap tanaman petai. Oleh karena itu usaha untuk
menghasilkan bibit petai berkualitas menjadi sangat penting demi keberhasilan suatu
progam penanaman. Salah satu aspek dalam proses pembibitan petai dan
mempengaruhi kualitas bibit adalah media tanam.

2
Hasil penelitian dari Deni Emilda et al., (2019) menyatakan bahwa media tanam
yang terbaik untuk pertumbuhan benih petai (Parkia speciosa) adalah tanah : pupuk
kandang = 1 : 1. Hermanto dan Dedi Haryanto (2019) menyatakan bahwa perlakuan
media semai top soil + pasir dengan komposisi 1 :1 memberikan hasil terbaik pada
pertumbuhan bibit trembesi (Samanea saman) pada fase perkecambahan pertama.
Sudomo et al., (2010) menyatakan juga bahwa pertumbuhan diameter, tinggi dan
jumlah daun bibit manglid (Manglieta glauca) yang terbaik adalah menggunakan
campuran media tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:1).
Jenis media tanam yang digunakan untuk perbenihan tanaman sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan tanaman, hal ini disebabkan karena
masing-masing media mempunyai kondisi fisik, kimia, dan biologi yang berbeda.
Media tanam adalah komponen utama dalam budidaya tanaman. Penentuan media
tanam harus sesuai agar dapat menunjang pertumbuhan tanaman dengan baik, media
tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara
dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Dalimoenthe, 2013).
Media tanam yang akan digunakan umumnya masih memanfaatkan top soil
karena memiliki kandungan mineral dan bahan organik yang tinggi. Menurut
Lestariningsih (2012), top soil merupakan tanah yang lebih subur dibanding subsoil,
karena banyak mengandung bahan organik dan unsur hara. Media tumbuh berupa
subsoil merupakan media yang miskin hara. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hardjowigeno (2003) bahwa semakin ke lapisan bawah tanah kandungan bahan
organiknya semakin berkurang sehingga tanah semakin kurus/miskin hara.
Menurut Erwiyono (2005), juga menyatakan bahwa media tanam di pembibitan
umumnya menggunakan tanah lapisan atas (top soil), dengan pertimbangan lapisan
tanah tersebut subur dan gembur. Pada saat ini subsoil merupakan lapisan tanah yang
banyak digunakan sebagai media tanam dalam pengadaan pembibitan karena masih
tersedia dalam jumlah yang banyak serta dapat menunjang pertumbuhan bibit dengan
baik dibandingkan dengan ketersediaan top soil yang semakin menipis. Oleh karena
itu, perbaikan sifat tanah dan pemupukan perlu dilakukan untuk dapat memberikan
asupan unsur hara yang diperlukan semai dalam pertumbuhannya.

3
Tingkat kesuburan subsoil yang tidak sebaik media tanam top soil dapat
diperbaiki apabila dalam aplikasinya dicampur dengan bahan organik sehingga media
tanam subsoil benar-benar dapat menggantikan peran top soil sebagai media tanam
pembibitan (Sitorus et al,. 2015). Penambahan bahan organik merupakan salah satu
solusi memperbaiki kesuburan tanah dalam upaya memanfaatkan subsoil sebagai
media tumbuh tanaman (Ariyanti et al. 2017). Bahan organik yang dapat dijadikan
sebagai campuran media tanam salah satunya adalah pupuk kandang ayam. Pupuk
kandang ayam merupakan salah satu jenis pupuk kandang, selain menambah unsur hara
makro dan mikro dalam tanah sangat baik pula dalam memperbaiki struktur tanah
(Rosniawaty dkk., 2005). Kualitas pupuk kandang ayam memiliki kelebihan dalam
kecepatan penyediaan hara seperti kadar N, P, K dan Ca dikarenakan sifatnya relatif
lebih cepat terdekomposisi dibanding pupuk kandang lainnya (Hartatik dan Widowati.,
2005).
Sitopu (2014) menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang ayam pada media
subsoil dengan perbandingan 1:1 memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi bibit
kopi robusta umur 4 sampai 12 MST, diameter batang 8 – 12 MST, luas daun, panjang
akar, volume akar dan bobot kering bibit umur 12 MST. Saragih et al., (2014) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa campuran subsoil dengan pupuk organik kotoran
ayam memperlihatkan berbeda nyata terhadap pertumbuhan bibit karet (Hevea
brasiliensis) pada pertambahan tinggi bibit karet, pertambahan diameter batang,
pertambahan jumlah daun, panjang akar dan volume akar.
Simanjorang (2018) juga menyatakan bahwa ada beberapa media tanam terbaik
yang dapat digunakan dalam menunjang pertumbuhan bibit malapari (Pongamia
pinnata (L) Pierre) yaitu top soil, pupuk kandang ayam dan pasir dengan perbandingan
1:1:2 dan 1:1:3. Pasir digunakan sebagai salah satu komponen media tanam bibit petai
karena pasir memiliki sifat yang sangat mudah dalam menyerap dan melepaskan air
juga untuk menunjang pertumbuhan petai dimana habitat petai pada tanah berpasir dan
tumbuh baik pada tanah berpasir.
Pasir merupakan salah satu komponen media tanam yang memiliki sifat
porositas dan mengandung pori-pori makro yang tinggi, sehingga mengakibatkan

4
pasir sangat sulit untuk menahan dan menyimpan air, tetapi pasir mempunyai aerasi
dan drainase yang sangat baik untuk memberikan ruang pernafasan bagi akar tanaman.
Penambahan pasir sebagai salah satu campuran media tanam ditujukan untuk menjaga
kelembaban media serta kemampuan media dalam memegang air. Selain itu peranan
media pasir dapat menjaga struktur tanah tetap remah dan gembur sehingga
memperlancar pertumbuhan akar dalam menyerap hara (Lendri, 2003). Pasir cukup
baik digunakan sebagai media tanam karena dapat menciptakan kondisi porous dan
aerasi yang baik, hal ini diungkapkan oleh Ashari (1995).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan subsoil yang telah
diberi pupuk kandang dalam menggantikan peran top soil untuk pembibitan petai.
Melalui penelitian ini juga untuk mencari media tanam subsoil yang ditambah pupuk
kandang untuk meningkatkan pertumbuhan petai. Dalam rangka pengembangan
tanaman petai, diperlukan informasi dan kajian budidaya yang tepat sesuai dengan
karakteristik tempat hidupnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Uji Penggunaan Subsoil sebagai Media Tanam
Pembibitan Petai (Parkia speciosa)”.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan subsoil
sebagai media tanam pertumbuhan bibit petai (Parkia speciosa).

1.3 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian adalah dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tentang penggunaan subsoil sebagai media tanam untuk bibit petai (Parkia speciosa),
dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi tingkat strata satu di Program
Studi Kehutanan Universitas Jambi.

1.4 Hipotesis Penelitian


Terdapat salah satu media tanam subsoil yang memberikan hasil pertumbuhan
bibit petai (Parkia speciosa) kurang lebih sama dengan pertumbuhan bibit petai yang
di tanam pada media tanam top soil.

Anda mungkin juga menyukai