Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan Asperger (GA) merupakan spektrum gangguan perkembangan
pervasif kompleks, ditandai perburukan menetap fungsi sosialisasi/interaksi sosial,
komunikasi, kognisi, sensasi, disertai pola perilaku berulang serta minat terbatas
(Anurogo dan Ikrar, 2015).

2.2. Sejarah

Dinamakan oleh dokter anak Hans Asperger dari Austria (1906-1980),


sindrom Asperger adalah diagnosis yang relatif baru di bidang autism. Pada seorang
anak, asperger tampaknya telah menunjukkan beberapa fitur dari kondisi yang sangat
dinamai menurut namanya, seperti keterpencilan dan bakat dalam bahasa, foto yang
diambil selama pertunjukan karya bahwa ia memiliki wajah serius dengan tatapan
intens. Pada tahun 1944, Asperger menjelaskan empat anak dalam prakteknya yang
kesulitan dalam mengintegrasikan diri secara sosial.  Anak-anak tidak memiliki
kemampuan komunikasi nonverbal, gagal untuk menunjukkan empati dengan rekan-
rekan mereka, dan secara fisik kikuk. Asperger disebut kondisi "psikopati autistik"
dan menggambarkannya terutama ditandai oleh isolasi sosial. Tidak seperti saat ini,
psikopati autis dapat ditemukan pada orang-orang dari semua tingkat kecerdasan,
termasuk dengan keterbelakangan mental (Desmaniar dan Krisdianto, 2016).

2.3. Epidemiologi

Sindrom asperger sering terdiagnosis setelah anak berusia > 3 tahun atau usia
sekolah. Prevalensi sindrom asperger berkisar dari 3/1000 anak hingga 2,5/10.000
anak sampai 1/100.000 anak. Sindrom asperger lebih sering pada anak lelaki
dibandingkan anak perempuan dengan rasio 4-9:1. Di Indonesia, belum ada data pasti
(Anurogo dan Ikrar, 2015).

2.4 Etiologi

Penyandang Sindom Asperger laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada


penyandang Sindrom Asperger perempuan. Sampai sekarang penyebab Sindrom
Asperger belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi para ilmuan meyakini faktor

3
4

keturunan atau genetik dan kelainan struktural pada daerah tertentu diotak sangat
berperan penting. Faktor genetik berhubungan dengan pengaruh gen pada saat
perkembangan fungsi otak. Sebagai contoh, ayah yang memiliki kesulitan dalam
fungsi sosialnya, kemungkinan besar akan menghasilkan keturunan dengan indikasi
sindrom asperger. Contoh lain seorang ibu pecandu alkohol, narkoba, rokok, dan
minuman keras lainnya, merupakan potensi besar kelak akan melahirkan anak dengan
sindrom asperger. Selain faktor genetik, faktor non genetik juga diduga menjadi sebab
lahirnya anak dengan gangguan asperger. Sebagai contoh, tekanan yang berat dan
tuntutan yang begitu tinggi sehingga anak memiliki rasa takut yang berlebihan dan
menjadi kurang asertif.

2.5 Manifestasi klinis

Penyandang Sindrom Asperger dapat dilihat dari beberapa tanda dan gejala,
diantaranya:

1. Masalah Sosialisasi
a. Penyandang Sindrom Asperger sebenarnya ingin berteman tetapi teman-
temannya sering menolak dan mengejek.
b. Penyandang Sindrom Asperger tidak mengerti bagaimana perasaan orang lain.
c. Penyadang Sindrom Asperger tidak mengerti humor dan norma-norma yang
berlaku dilingkungannya.
d. Penyandang Sindrom Asperger akan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma sosial yang berlaku.
e. Penyandang Sindrom Asperger lebih suka terhadap rutinitas yang menarik
perhatian mereka sehingga akan sulit dalam beradaptasi.
2. Masalah Komunikasi
a. Dalam percakapan, penyandang Sindrom Asperger akan lebih banyak
berbicara tentang hal yang menarik minatnya tanpa berfikir apakah lawan
bicaranya tertarik dengan apa yang dibicarakannya.
b. Sering kali tidak memahami bahasa non verbal seperti ekspresi dan bahasa
tubuh orang lain serta kurangnya melakukan kontak mata.
c. Penyandang Sindrom Asperger akan sangat terobsesi dengan hal-hal yang
menarik baginya.
5

d. Dalam berbicara sering menggunakan suara yang monoton, datar, formal


sehingga akan terlihat aneh dan sulit untuk dimengerti.
3. Masalah Motorik dan Sensorik
a. Koordinasi motorik yang kurang (canggung)
b. Kurang dapat menjaga keseimbangan dan meniru gerakan yang cepat.
c. Sangat sensitif terhadap suara, raba, rasa, cahaya, bau dan suhu serta tekstur
makanan.

2.6 Diagnosis Banding

ASD Retardasi ADHD Sindrom


mental Asperger
bahasa, terlambat terlambat atau berkembang bahasa
komunikas atau sama sama sekali baik berkembang
i sekali tidak tidak baik, komunikasi
berkembang berkembang akan terlambat
berkembang
perilaku, terbatas, terbatas, stereotipik, terbatas,
motorik stereotipik, stereotipik, hiperaktif, stereotipik, tidak
kasar dan hiperaktif, pasif, ada otot tidak hiperaktif, tidak
halus otot gangguan hipotonik, ada gangguan
hipotonik motorik tidak ada motorik
tetapi tidak gangguan
ada motorik
gangguan
motorik
interaksi kegagalan inatensi, kontak mata kegagalan untuk
sosial untuk ketergantungan ada, tetapi bertatap mata,
bertatap ada menunjukkan
mata, gangguan ekspresi fasial,
menunjukka interaksi maupun postur
n ekspresi sosial, dan gerak tubuh,
fasial, inatensi, untuk
maupun tidak berinteraksi
6

postur dan menarik diri secara layak,


gerak tubuh, atensi baik,
untuk menarik diri
berinteraksi
secara layak,
inatensi,
menarik diri
emosional kurangnya agresif dengan kurangnya kurangnya
empati, kontrol impuls empati empati
agresif tetapi yang buruk,
dapat pula dapat pula
terlalu diam diam dan
terlihat depresi
kognitif tidak mampu sangat berkembang berkembang
untuk menurun lebih baik lebih baik
bermain
secara
imajinatif
memori terganggu sangat tidak terganggu
karena jarang menurun karena masih
sekali dirangsang oleh
dirangsang kognitif dan
akibat kemampuan
interaksi bahasa yang
sosial dan masih baik
emosi yang
kurang

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Beragam instrumen dipakai untuk membantu penegakan diagnosis sindrom


asperger, diantaranya Autism Diagnostic Interview, Autism Spectrum Screening
Questionnaire, Gilliam Asperger Disorder Scale, Asperger Syndrome Diagnostic
7

Scale, dan metode diagnostik Adult Asperger Assessment. Kuesioner Nylander


dipakai untuk mendiagnosis sindrom asperger di masa dewasa.

Untuk menguji fungsi eksekutif individu dengan sindrom asperger digunakan


Wisconsin Card Sorting Test (WCST-64). Pada individu dengan sindrom asperger
ditemukan peningkatan total kolesterol dan LDL. MRI, Positron Emission
Tomography (PET), dan audiografi dilakukan sesuai indikasi (Stoddart et al, 2012).

2.8 Pedoman Diagnostik

Adapun pedoman diagnostic menurut PPDGJ III dan DSM-5, yaitu :

1. Diagnostic ditentukan oleh kombinasi antara :


a. Tidak adanya hambatan/keterlambatan umum dalam perkembangan berbahasa
atau perkembangan kognitif yang secara klinis, jelas seperti pada autism.
b. Adanya defisiensi kualitatif dalam fungsi interaksi sosial yang timbal balik,
dan
c. Adanya pola perilaku, perhatian dan aktivitas, yang terbatas, berulang dan
stereotipik.
2. Mungkin terdapat atau tidak terdapat masalah dalam komunikasi yang sama
seperti yang berkaitan dengan autisme, tetapi terlambatnya keterlambatan
berbahasa yang jelas akan menyingkirkan diagnosis ini (PPDGJ III).

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bertujuan meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan


berkomunikasi (verbal, non-verbal). Strategi ABC (academics, behaviour,
communication) efektif untuk sindrom asperger. Pelatihan keterampilan sosial
bermanfaat untuk rehabilitasi individu sindrom asperger. Adapun pendekatan
psikoanalitik belum terbukti bermanfaat.

Orang tua dan guru atau pendidik diharapkan dapat menemukan dan
mengembangkan potensi anak. Luangkan waktu untuk berinteraksi setiap hari.
Didiklah dengan cinta kasih. Berkomunikasi dengan bahasa sederhana. Bermain peran
membantu memahami perspektif, sudut pandang, paradigma, pikiran, dan perasaan
orang lain. Latihan visualisasi juga bermanfaat. Hendaknya menjelaskan tugas satu
per satu dengan nada lambat.
8

Terapi obat sesuai indikasi, misalnya: risperidone dapat mengurangi perilaku


repetitif dan merugikan diri, ledakan agresif dan impulsif, dan memperbaiki pola
stereotip perilaku dan sosial keterkaitan, Penghambat reuptake serotonin selektif
(SSRI) fluoxetine, sertraline fluvoxamine dan telah efektif dalam mengobati
kepentingan terbatas dan berulang dan perilaku, golongan antipsikotik, neuroleptik-
atipikal, clonidine, naltrexone. Medikamentosa dipakai pula untuk mengatasi
gangguan penyerta sindrom asperger. Sebagai evaluasi, diperlukan konsultasi dengan
dokter umum atau keluarga, pediatrik, psikiater, neurolog, dokter spesialis THT,
audiologis, speech pathologist, dan terapis fisik-okupasi. Dianjurkan diet rendah
kolesterol, rendah LDL.

Terapi relaksasi sebagai pengendalian diri; meditasi, yoga, kundalini, senam-


olahraga pernapasan, aikido, berdoa-berzikir, dsb. Dilakukan selama 10-20 menit, 2
kali sehari, pagi hari sebelum sarapan, sore hari sebelum makan malam (Anurogo dan
Ikrar, 2015).

2.10 Pencegahan

1. Dilakukan screening/deteksi dini dengan Asperger Syndrome Diagnostic Scale,


Childhood Asperger Syndrome Test, Gilliam Asperger’s Disorder Scale, Krug
Asperger’s Disorder Index, atau Australian Scale for Asperger’s Syndrome. Semua
instrumen ini bila dipakai di Indonesia harus diadaptasi dan divalidasi terlebih dahulu.
Orangtua pro-aktif mencari informasi tentang sindrom asperger dan segera
berkonsultasi ke medis bila curiga anaknya menderita sindrom asperger (Abdillah,
2012).
2. Mewaspadai berbagai mitos, asumsi, anggapan yang berkembang di masyarakat
tentang sindrom asperger. Mitos yang menyesatkan, namun paling banyak dipercaya
adalah individu sindrom asperger tidak memiliki kemampuan, motivasi atau
keinginan untuk menjalin “persahabatan sejati” dengan orang lain.
3. Mempercayakan penegakan diagnosis hanya kepada ahli (psikiater, pediatrik,
neurosaintis, dokter, psikolog klinis). Penetapan diagnostik sindrom asperger yang
hanya berdasarkan atas profil IQ, pola komorbiditas, dan familial aggregation dari
simptomatologi psikiatris tidak akurat dan tidak spesifi k, sehingga tidak dapat
digunakan untuk keperluan diagnostik.
9

4. Perlu sinergi-kolaborasi multidisiplin ilmu dan lintas sektoral untuk


diseminasisosialisasi sindrom asperger, serta upaya komprehensifholistik untuk
preventif.

2.11 Prognosis

Individu dengan Asperger ‘Syndrome dapat mempunyai harapan hidup yang


normal tetapi pravelensi komorbid dengan gangguan psikiatri sering ditemukan.
Dapat sekolah regular, tapi perlu didukung rentan karena terlihat nyentrik, biasanya
bukan karena defisit dalam pelajaran tetapi kesulitan sosial dan perilaku. Memerlukan
pendidikan yang khusus (Anurogo dan Ikrar, 2015).

Anda mungkin juga menyukai