Anda di halaman 1dari 21

Autism Spectrum Disorder

(ASD)

Amelia Rizky Idhartono, S.Pd., M.Pd.


Definisi ASD
Autism berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti self (diri), digunakan didalam bidang psikiatri untuk menun
jukkan gejala menarik diri. Pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. anak autis seakan-akan
hidup di dunianya sendiri. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya dan asyik bermain sendiri.

Menurut DSM V, autis adalah gangguan perkembangan yang melibatkan berbagai perilaku bermasalah termasuk
diantaranya masalah berkomunikasi, masalah persepsi, masalah motorik dan perkembangan sosial.

Kelainan sosial yang berat, hambatan dalam berkomunikasi dan masalah perilaku serta menunjukkan perilaku
menarik diri, tidak berbicara, aktivitas yang repetitif dan stereotip, serta senantiasa memaling-kan pandangan
dari orang lain atau tidak mampu melakukan kontak mata.

Salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf
tertentu yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh kembang
pada beberapa aspek, yaitu; komunikasi, kemampuan berinteraksi sosial, dan gerakan motorik baik kasar maupun
halus. Gejala-gejala autism terlihat dari adanya penyimpangan dari ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal
yang sebaya dengannya.

Adanya gangguan perkembangan otak dalam arena penalaran, interaksi sosial & ketrampilan komunikasi menye-
babkan anak autis sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain & berhubungan dengan dunia sekitarnya, adanya
gerakan-gerakan yang berulang-ulang respon yang aneh atau kelekatan dengan objek dan menolak adanya peru-
bahan dari rutinitas.
Kriteria Diagnosis Autisme Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-V)
Memenuhi kriteria A, B, C, dan D (masa kini ataupun pada masa lampau)

2
3
1 Pola perilaku, minat & aktivitas stereotip beru-
lang & terbatas yg bermanifestasi setidaknya Gejala harus muncul pada usia dini (semuanya
2 dari hal berikut: tidak akan muncul, sampai saat tuntutan sosial
1.Stereotip/pengulangan dlm bahasa, gerakan melebihi kapasitas yang terbatas).
Hendaya persisten pada komunikasi motorik, ataupun penggunaan suatu objek.
&interaksi sosial dalam semua kon- 2.Kepatuhan terhadap rutinitas, pola ritual,
teks, tidak berdasarkan keterlambatan kebiasaan verbal/nonverbal/sangat kesulitan
perkembangan umum, yg bermanifes-
tasi dari 3 hal berikut:
terhadap perubahan.
3.Sangat kaku, memiliki ketertarikan tetap ter-
4
1.Hendaya pd hubungan timbal balik hadap sesuatu sehingga terlihat abnormal
secara emosional dan sosial. dlm segi intensitas/tingkat konsentrasi.
Keseluruhan gejala membatasi dan mengganggu
2.Hendaya pada perilaku komunikasi 4.Reaksi yg kurang/berlebihan terhadap rang-
secara fungsional setiap hari.
nonverbal yang digunakan untuk in- sang sensoris/ketertarikan tidak biasa dari
teraksi sosial. rangsangan sensoris lingkungan.
3.Hendaya dlm mengembangkan &
mempertahankan hubungan sebaya
sesuai tingkat perkembangan
Diperbaharuinya kriteria diagnosis autisme ini menunjukkan bahwa
gangguan perkembangan pervasif perlu untuk didiagnosis dengan
tepat mengingat angka prevalensi yang meningkat setiap tahunnya,
tingkat biaya sosial yang dikorbankan, serta dampak besar lain
terhadap kehidupan keluarga.
Upaya Diagnosis ASD

Tes genetik untuk mengidentifikasi Observasi pada anak serta menanyakan


apakah anak memiliki penyakit interaksi sosial, latar belakang keluarga,
genetik seperti Sindrom Rett/Sin- kemampuan berkomunikasi, dan pe-
drom X (fragile X syndrome). rubahan-perubahan perilaku anak pd
orang tua. 

Tes fisik dan mental untuk melihat Memberikan suatu interaksi komunikasi
apakah anak memiliki kondisi medis & sosial yang terstruktur pada anak &
atau mental tertentu. menilai bagaimana anak meresponi
interaksi tersebut. 

Tes-tes meliputi kemampuan mendengar,


Menggunakan kriteria-kriteria dari DSM-5
berkomunikasi, berbahasa, tingkat perkem-
untuk mendiagnosis apakah anak memiliki
bangan & masalah-masalah dlm sosial &
ASD.
perilaku.
Karakteristik ASD
Menurut DSM V

Defisiensi persisten komunikasi Terbatas, pola berulang pada


sosial & interaksi sosial dalam perilaku, perhatian/aktivitas
banyak konteks
1. Defisiensi persisten dalam ranah komunikasi sosial & interaksi sosil dalam banyak konteks, baik dewasa ini maupun
berdasarkan sejarah (contoh dibawah ini bersifat ilustrasi, tidak mendalam):

Defisiensi dalam timbal balik sosial & emosional, misalnya dari pendekatan sosial tidak lazim & gagalnya percakapan
normal, berkurangnya perhatian, emosi/kepura-puraan hingga gagal dalam memulai interaksi sosial.

Defisiensi dalam perilaku komunikasi verbal & non verbal, kurangnya kontak mata, bahasa tubuh & kurangnya
pemahaman serta gestur tubuh.

Defisiensi dalam mengembangkan, memelihara & memahami suatu hubungan, misalnya dari kesulitan mengatur
tindakan untuk menyesuaikan keadaan sosial, menuju kesulitan untuk sharing imaginative play, hingga hilangnya
minat pada teman sebaya.
2. Terbatas, pola berulang pada perilaku, perhatian atau aktivitas sebagaimana yang dituturkan oleh setidaknya dua
hal berikut ini, saat ini atau berdasarkan sejarah (contoh bersifat ilustratif, tidak mendalam):

Stereotip atau gerakan motorik berulang, penggunaan benda-benda & tutur kata (misalnya, stereotype motorik
sederhana, membariskan mainan, melemparkan benda-benda, echolalia & kata-kata yang bersifat idiosinkratik
(idioxyncratic).

Bersikeras terhadap kesamaan, kebiasaan mutlak yg melekat, perialku berualng-ulang atau perilaku nonverbal &
verbal (misalnya, tekanan hebat terhadap perubahan-perubahan kecil, kesulitan terhadap transisi, pola pemikiran
yang kaku, greeting ritual, kebutuhan untuk mengambil rute atau makanan yang sama setiap hari).

Keterbatasan tinggi, minat yang tidak wajar pada intensitas dan fokusnya (misalnya ketertarikan kuat pada atau
kegemaran terhadap objek yang tidak biasa, berlihan terhadap minat yang terbatas atau preserfatif).

Hyper/Hyporeactivity untuk input sensorik atau minat yang tidak biasa pada aspek sensorik dari lingkungan (misalnya,
ketidakpedulian terhadap rasa sakit/temperature, respon negatif terhadap suara atau tekstur, berlebihan dalam mem-
baui/menyentuh. suatu objek, terpesona secara visual oleh adanya cahaya atau gerakan).
KETENTUAN

Gejala menyebabkan gangguan klinis yg


Harus terdapat gejala dalam masa perkemba- signifikan pada bidang sosial,
ngan awal (namun mungkin tidak sepenuhnya pekerjaan/wilayah penting dari fungsi
terwujud hingga tuntutan sosial melebihi kap- saat ini. Gangguan semacam ini tidak di-
asitas yg terbatas, atau bisa jadi tertutupi dg jelaskan secara lebih baik oleh kecacatan
strategi yang telah dipelajari dikemudian hari) intelektual (Gangguan perkembvan-
gan intelektual) atau keterlambatan
perkembangan global.

Kecacatan intelektual & gangguan spectrum autism sering terjadi disaat yg sama,
untuk membuat diagnose komorbiditas gangguan spectrum autism & kecacatan
intelektual, komunikasi social harus dibawah yang diharapkan untuk level
perkembangan umum.
Penyebab Timbulnya Gangguan Autistik

Teori Psikososial Inveksi Virus

Teori Biologis Keracunan Logam


Berat

Teori Imunologi Gangguan Pencernaan


Teori Psikososial
Orangtua yang emosional, kaku & obsesif saat mengasuh anak dalam satu
keluarga dapat secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan anak.
Anak menjadi tidak hangat & selalu dingin. Pola perkembangan yang tidak
kondusif sangat mempengaruhi kestabilan perkembangan anak, baik emosi
maupun sosial sehingga memicu timbulnya gejala autis.
Teori Biologis
Ada hubungan erat dg retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki : perempuan = 4 : 1. meningkatnya gangguan kejang & ada
berbagai kondisi yg mempengaruhi sisi saraf pusat. Diduga terjadi disfungsi dari kemungkinan adanya kelainan otak, antara lain:

1. Faktor Genetik
Sering terjadi pada anak kembar 1 telur daripada 2 telur. Adanya hubungan autis dlm sindrom fragile yaitu kelainan dari kro-
mosom X (ciri-ciri: retardasi mental ringan-berat, kesulitan belajar ringan, daya ingat jangka pendek kurang, fisik abnormal
pada 80% pria dewasa, kaku lumpuh, serangan kejang, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsive, anxietas, tidak
mau berkontak mata, perilaku stereotip, pengulangan kata & perhatian/minat yang terpusat pada satu objek/benda.

2. Faktor Pranatal
Pendarahan setelah trimester pertama, adanya kotoran janin, cairan amnion (tanda bawaan dari janin), penggunaan obat-obatan
tertentu saat ibu mengandung, komplikasi waktu bersalin (terlambat menangis, gangguan pernafasan, anemia pada janin.

3. Model Neuroanatomi
Kelainan anatomis pada lobus patietalis (menyebabkan kurang perhatian pada lingkungan), cerebellum/otak kecil (disfungsi
proses sensoris, daya ingat, berpikir, berbahasa & atensi), sistem limbik (disfungsi kontrol pada agresi & emosi, gangguan
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, rasa & rasa takut, kesulitan menyimpan informasi baru, perilaku berulang
& aneh, hiperaktif).

4. Hipotesis Neurokimia
Disfungsi neurokemistri merupakan dasar dari perilaku & kognitif yang abnormal. Melalui terapi obat diharapkan disfungsi
sistem neurotransmitter dapat diperbaiki. Beberapa jenis neurotransmitter yang diduga berkaitan dg autis yaitu: serotonin,
dopamine & opioid endogen.
Teori Imunologi
Penurunan respon dari sistem imun pada beberapa anak ASD. Ditemukan antibody beberapa ibu
terhadap antigen leukosit anak ASD. Antigen leukosit ditemukan pada sel-sel otak sehingga an -
tibody ibu dapat merusak jaringan saraf otak janin yang menyebabkan timbulnya autisme.

Infeksi Virus
Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autis pada anak-anak dg congenital, rubella,
herpes simplex encephalitis & cytomegalovirus efection, ibu mengalami flu saat mengandung.
Keracunan Logam Berat
Kemungkinan terjadi pada anak yang tinggal di daerah pertambangan, seperti pertambangan
emas/tambang batu bara.

Gangguan Pencernaan
Lebih dari 60% anak autis memiliki sistem pencernaan kurang sempurna. Makanan yg be -
rasal dari susu sapi (casein) & tepung terigu (gluten) tidak mampu tercerna dg sempurna. Hal
ini terjadi karena protein dari kedua makanan tersebut tidak semuanya berubah menjadi
asam amino tetapi juga menjadi peptida yg seharusnya dibuang lewat urin, namun pada
anak autis peptide diserap Kembali oleh tubuh & masuk ke dalam aliran darah, masuk ke
otak & diubah oleh meptor opioid menjadi morfin yaitu casomorfin & gliadorphin yg mem-
punyai efek meru-sak sel-sel otak & mengganggu fungsi otak (fungsi kognitif, reseptif, atensi
& perilaku).
Tingkatan komunikasi pada anak autis, yang tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi
dan pengertian anak itu sendiri (Yatim:2007).

1. The Own Agenda Stage

2. The Requester Stage

3. The Early Communicator Stage

4. The Partner Stage


The Own Agenda Stage The Requester Stage

Merasa tidak bergantung pada orang Mulai dapat berinteraksi walaupun dg


lain, ingin melakukan sesuatu sendiri, singkat, menggunakan suara/mengu-
kurang berinteraksi sosial, berkomu- lang bebeapa kata untuk
nikasi tidak lazim, membuat suara un- menenangkan/memfokuskan diri,
tuk menenangkan diri, menangis/men- meraih yang dia mau atau menarik
jerit untuk menyatakan protes, suka tangan orang lain bila me-nginginkan
terse-nyum & tertawa sendiri, hampir sesuatu, jika diajak bermain yang meli-
tidak mengerti kata-kata yang kita batkan kontak fisik mereka meminta
ucapkan. orang lain untuk meneruskan per-
mainan fisik dg melakukan kontak mata,
senyum, gerak tubuh/suara, terkadang
mengerti perintah keluarga & tahapan
kegiatan rutin di keluarga.
The Early Communicator Stage The Partner Stage
Berinteraksi dg orang tua & orang yg Berinteraksi lebih lama & dapat bermain
dikenal, ingin mengulang per- dg anak lain, menggunakan kata/metode
mainan, bermain dalam jangka lain dalam berkomunikasi utk meminta
waktu lama, terkadang meminta/ protes, setuju, menarik perhatian, berta-
merespon dg mengulang apa yg nya dan menjawab, membuat kalimat
orang lain katakana (echolali), mem- sendiri, melakukan percakapan pendek,
inta sesuatu dg menggunakan gam- banyak pembendaharaan kata, namun
bar, gerak tubuh/kata, mulai dapat masih punya kesulitan dalam berkomu-
memprotes/menolak sesuatu dg nikasi, mengikuti aturan percakapan,
menggunakan gerak, suara, kata tidak paham isyarat sosial yg diberikan
yang sama, mengerti kalimat orang lain lewat ekspresi wajah/bahasa
sederhana/kalimat yg sering digu- tubuh & tidak mengerti humor/per-
nakan, mengerti nama benda/ nama mainan kata-kata.
orang yg sehari-hari ditemui.
Komunikasi Verbal
Keterlambatan berbahasa bahkan ada diantara
mereka yang kemampuan berbahasanya hilang,
echolalia dan menggunakan bahasa yang aneh/
Jenis Perkembangan tidak dimengerti, menggunakan bahasa seder-
Komunikasi ASD hana

Komunikasi Non-Verbal
Menggunakan gestur, gerak tubuh, mengungkapkan
keinginan dengan ekspresi emosi (menjerit, marah-
marah, menangis)
TANTRUM

 Tantrum adalah ledakan amarah yang dapat terjadi pada setiap orang
tanpa membedakan usia. Tantrum dapat dipengaruhi oleh kondidi emosi
yang tidak stabil dan dapat dipengaruhi oleh stimulus dari luar sebagai
perangsang timbulnya perilaku tantrum (Hermanto, 2007).
 Tantrum adalah suatu letupan amarah anak yg sering terjadi pada saat
anak menunjukkan sikap negatif/penolakan.Perilaku ini sering disertai
dengan tingkah seperti menangis dengan keras, berguling-guling di
lantai, menjerit, melempar barang, memukul-mukul, menendang, dll
(Rita Eka Izzaty, 2005).
 Tantrum yaitu suatu perilaku yg masih tergolong normal yg merupakan
bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan
fisik, kognitif, dan emosi. Sebagai periode dari perkembangan, tantrum
pasti akan berakhir (La Forge dalam Zaviera, 2008).
TANTRUM
 Tantrum dapat muncul pada setiap anak, baik anak normal maupun
anak yg mengalami gangguan perkembangan seperti autis, bisa menun-
jukan tantrum. Perbedaannya, tantrum pada anak autis lebih sulit dice-
gah, frekuensinya lebih banyak & lebih agresif (Leung & Fagan,
1991).
 Tantrum yg ditunjukan oleh anak autis terjadi karena mindblindness
dalam diri mereka. Mindblindness menyebabkan kurang mampu mema-
hami saat orang lain menun-jukkan ketidaksetujuan terhadap perilaku
mereka, sehingga mereka me- lakukan sesuatu sesuai dengan keingi-
nan mereka sendiri tanpa mempe-dulikan orang lain (Williams’s dan
Wright, 2007) .
 Dampak negatif dari tantrum bisa berupa melemahnya ikatan hubungan
antara anggota keluarga serta merenggangnya hubungan dg teman
sebaya. Selain itu physical injury & child abuse juga bisa terjadi selama
periode Tantrum Leung dan Fagan (1991).
Selamat
Belajar &
Berdiskusi
!

Anda mungkin juga menyukai