Carl O Sauer, seorang ahli geografi yang menjadi tokoh saujana dengan ide
yang dicetuskan mulai tahun 1920an, mengemukakan bahwa saujana dibentuk oleh
sekelompok budaya dengan budaya sebagai pengantar manusia untuk melakukan
kegiatan di alam (Sauer, 1995). Saujana merupakan gambaran evolusi kehidupan
manusia dari waktu ke waktu (World Heritage Committee, 1992).
16
UNESCO (1991) menjelaskan tentang saujana dalam Droste dan Plachter
(1995) berdasarkan pada diskusi-diskusi tahun 1985 yang menekankan pada
interaksi manusia dan lingkungan alamnya. ICOMOS (2007) menjelaskan bahwa
saujana merupakan pemahaman pemikiran manusia terhadap alamnya yang
memiliki kemampuan dalam membaca cara hidup masyarakat dari waktu ke waktu.
Saujana merupakan kombinasi antara alam dan manusianya, yang mampu
menggambarkan evolusi kehidupan manusia dan tempat tinggalnya sepanjang
waktu, dibawah pengaruh peristiwa alam. Pada tahun 2008, ditekankan mengenai
keragaman manifestasi interaksi antara manusia dan lingkungan alamnya
(ICOMOS, 2008).
17
Keyakinan atau cara pandang masyarakat akan sangat mempengaruhi
dalam pembentukan alam yang selalu berkembang dan dipengaruhi oleh budaya
(Gambar 2.1). Budaya dengan sistem keyakinannya sebagai pertimbangan
manusia dalam melakukan tindakan terhadap alam dengan proses berikutnya
menjadi bagian dari perubahan bentuk alam, ruang dan atau kawasan yang
akhirnya membentuk budaya masyarakat tertentu. Perkembangan budaya
masyarakat dan bentuk alam akan selalu terjadi dan menjadi proses yang unik
sebagai bentuk dari adanya interaksi manusia dengan alamnya untuk mencapai titik
keseimbangan yang dipengaruhi oleh waktu dan ruang.
Refleksi atas kondisi alam yang sudah ada menjadi pertimbangan utama
dalam melakukan suatu tindakan (Rapoport, 1992; Russel and Veitch, 1995).
Kegiatan merupakan perwujudan tindakan manusia yang dipengaruhi oleh
keyakinan dan pandangan hidupnya (Fowler, 2000; Longstreth, 2008; Rapoport,
1969).
19
―…… The cultural landscape is fashioned out of a natural
landscape by culture group. culture is the agent, the natural are is
the medium, the cultural landscape the result (Sauer, 1995: 309)‖
20
2.3 Saujana Dalam Teori Perkembangan Kota Pusaka
2.3.1 Kota sebagai embrio yang selalu berkembang
Kota sebagai hasil interaksi manusia dengan alamnya akan selalu
berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan pemikiran manusia sebagai
pengguna ruang (Kostof, 1991; Madanipour,1996). Cara pandang, kepercayaan
dan kebiasaan menjadi beberapa aspek yang mempengaruhinya (Rapoport,1969;
Lang,1987; Veitch&Arkkelin,1995).
Kota selalu memulai dari kelahiran yang akan selalu tumbuh besar
dilatarbelakangi banyak aspek (Yunus, 2006). Kota dilahirkan sebagai embrio
yang akan selalu hidup dan berkembang seperti layaknya mahluk hidup. Diawali
dengan lahirnya janin yang ditandai dengan munculnya beberapa elemen utama,
elemen-elemen tersebut kemudian berkembang dengan munculnya elemen lainnya
yang membuat kota semakin tumbuh menjadi kota secara lengkap (Rossi,1982;
Papageorgeou,1969). Jika berbicara pertumbuhan atau perkembangan suatu kota
maka harus membicarakannya sebagai suatu kesatuan yang utuh (whole). Selain
itu juga harus berbicara tentang kelahiran, keaslian bentuk serta keberlanjutan
yang akan selalu menyertai pertumbuhan dan perkembangannya (Alexander,1987;
Mumford,1961).
21
Kawasan bersejarah mempunyai peranan penting dalam perkembangan
kawasan yang disebutkan dengan historical building dan collective memory
(Rossi, 1982), fixed element (Rapoport, 1982) dan historic urban centers
(Papageorgeou, 1969), yang kesemuanya memaparkan bahwa dalam suatu kota
selalu diawali dengan tempat- tempat yang menjadi inti di kemudian hari. Inti
kota yang nantinya akan disebut dengan kawasan bersejarah akan menjadi
panduan perkembangan elemen-elemen kota di tahap berikutnya. Pada umumnya
kawasan bersejarah merupakan kawasan yang mempunyai karakter yang berbeda
yang nantinya bisa dijadikan arahan di masa yang akan datang (Asworth, 1991).
22
2.3.2 Pertumbuhan dan perkembangan kota
26
maintenance (pemeliharaan) adalah mempertahankan secara berkelanjutan
suatu tempat.
Di dalam Burra Charter juga dijelaskan secara detail tentang prinsip-prinsip
conservation (konservasi), preservation (preservasi), restoration (restorasi),
reconstruktion (rekonstruksi) dan adaption (pengurangan).
Historic garden meliputi taman yang kecil, besar atau bahkan merupakan
suatu landscape. Adapun komposisi arsitektural dari taman-taman bersejarah
meliputi perencanaan dan topografinya, vegetasinya, termasuk spesies, proporsi,
skema warna, jarak dan tingginya masing-masing; karakteristik struktur dan
dekorasinya serta airnya, proses yang mencerminkan langit.
27
urban pattern yang didefinisikan dengan bangunan dan jalan;
hubungan antara bangunan, taman dan ruang terbuka;
interior dan eksterior dari bangunan-bangunan yang dilihat dari skala,
ukuran, style, konstruksi, bahan, warna dan dekorasinya;
hubungan antara perkotaan dan kota dan setting lingkungannya baik alami
maupun buatan serta
berbagai macam fungsi perkotaan yang dialaminya.
28
terbentuk dengan nilai historis dan kehidupan budayanya yang sangat tinggi.
Proteksi terhadap pusaka struktur kayu ditetapkan ICOMOS pada tahun dan tempat
yang sama yaitu 1999 di Mexico juga dengan charter Principles for The
Preservation of Historic Timber Structures. Charter tersebut menjelaskan tentang
pentingnya proteksi dan preservasi struktur kayu dengan memahaminya sebagai
signifikansi budaya.
29
Perkembangan pusaka di Indonesia diawali dengan adanya Piagam
Pelestarian Indonesia 2003 yang dihasilkan pada Tahun Pusaka 2003 yang
menjelaskan tentang pusaka Indonesia. Pusaka Indonesia terdiri atas pusaka alam,
pusaka budaya, dan pusaka saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang
istimewa. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa
dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai
kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang
sejarah keberadaannya. Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka
budaya dalam kesatuan ruang dan waktu; pusaka budaya mencakup pusaka
berwujud dan pusaka tidak berwujud (tangible dan intangible cultural). UNESCO
menjelaskan bahwa pusaka yang berwujud dipengaruhi oleh adanya pusaka yang
tidak berwujud (Longstreth, 2008), yang dikaitkan dengan kondisi saat ini dan
masa lalu dengan penjelasan tidak berwujud banyak membahas tentang cerita
rakyat, tarian, bahasa, musik, tarian, ritual, mitos yang diyakini masyarakat,
makanan (Asworth, 2007), termasuk juga nilai yang diyakini masyarakat, konsep,
simbol dan karakter kota (Asworth, 2010; Longstreth, 2008).
Beberapa teori kota yang sampai saat ini masih sering digunakan antara lain
Lewis Mumford (1961), Aldo Rossi (1982), Christopher Alexander dkk (1987),
Spiro Kostof (1991), Ali Madanipour (1996), yang banyak berbicara tentang kota
dalam perkembangannya dan membicarakan tentang elemen-elemen yang
seringkali muncul dalam setiap kota. Kevin Lynch (1981), Trancik R (1986);
Cristopher Alexander dkk (1987) dan Alexander Cuthbert (1988), membahas
tentang kota-kota dengan teori perancangannya. Sementara Amos Rapoport
30
(1982) dan Alexander Papageorgeou (1969) membahas dengan mencoba memilah
elemen-elemen kota yang melihat unsur fix dan semi fix yang disebabkan oleh
proses perkembangannya dan pada buku Amos Rapoport (1982); Carl O Sauer,
(1995) dan John Lang (2005) menjelaskan tentang esensi budaya, lingkungan dan
perilaku manusianya sebagai salah satu faktor perkembangan kota yang selalu
berputar dan keberadaannya saling mempengaruhi.
Teori sosial budaya berkembang di jalur yang berbeda dengan usia yang
lebih panjang dari pada teori kota. Seiring dengan waktu terjadi perdebatan antara
beberapa disiplin ilmu yang saling mempertentangkan esensi dari teori-teori
tersebut dalam kehidupan manusia yang pada akhirnya memaksa mereka untuk
duduk bersama membahas kemungkinan terjadinya penggabungan antara ilmu-
ilmu yang ada untuk keseimbangan alam dan lingkungannya. Salah satu yang
membahas tentang kesejajaran teori sosial budaya dan lingkungan adalah Kurt
Lewin (1951) yang kemudian dibahas lebih mendetil oleh Russel Veitch dan
Daniel Arkellin (1995); John Lang (1982) dan Amos Rapoport (1969; 1982)
dengan aspek-aspek yang mendukung kemenerusan kehidupan lingkungan dan
kegiatannya.
32
Sementara itu, sejak tahun 2000, penelitian mengenai cultural landscape
mulai berkembang pesat. Beberapa buku yang diterbitkan sejak tahun 2000, antara
lain adalah :
7. Dodge (2007) dengan bukunya yang berjudul Black Rock, A Zuni Cultural
Landscape and The Meaning of Place, yang mengeksplorasi konsep lokasi,
cultural landscape dan keterhubungannya dalam suatu komunitas dengan
pendekatan etnografi, arkeologi, geografi budaya, geologi dan sejarah suatu
komunitas manusia.
8. Moore and Whelan (2007) dengan bukunya Heritage, Memory and The
Politics of Identity New Perspectives on The Cultural Landscape yang
menjelaskan tentang kondisi geografis dan alam pada suatu daerah yang
menjadi dasar terbentuknya saujana yang terkait dengan sejarah dan
politiknya.
13. Calcatinge (2012) dengan bukunya yang berjudul Visions of The Real, An
Architect’s Approach on Cultural Landscape Studies, yang berfokus pada
pemahaman beberapa pendekatan teori cultural landscape dari beberapa
keilmuan dengan memposisikan ruang dalam kajian hubungan manusia
dengan alamnya.
14. Plieninger and Bieling (2012) dengan bukunya yang berjudul Iresilience
and The Cultural Landscape, Understanding and Managing Change in
Human-Shaped Environments, membahas tentang interaksi manusia dengan
pendekatan sosial ekonomi, ekologi, politik untuk memahami perubahan
tata spasial yang ada
15. Calcatinge (2013) dengan bukunya yang berjudul The Need for a Cultural
Landscape Theory, An Architect Approach yang membahas secara detil
pemahaman teori cultural landscape sebelum dan setelah dicetuskan oleh
Sauer serta membawa studi ini dalam ranah filsafat ilmu yang
memposisikan dalam filosofis keilmuan, ontologi, epistemologi dan
metodologinya. Dijelaskan juga mengenai space dan place yang dikaji
dengan pendekatan arsitektural dan lingkungan. Selain itu juga dilakukan
pembahasan dialog antar teori yang pernah dimunculkan dalam keilmuan
cultural landscape.
35
dengan beberapa kasus lainnya. Buku, disertasi dan jurnal yang membahas saujana
(cultural landscape) bisa ditabelkan seperti dibawah ini :
Tabel 2.1. Daftar Buku, Disertasi dan Jurnal yang Membahas Tentang Saujana
Kajian Penelitian
Lingkungan
Keruangan
Manusia
Penulis
Budaya
Sejarah
No Judul Bidang Ilmu
Buku/Jurnal
A Buku
1 Robertson Studying Cultural Landscape Lingkungan
dan Richards,
2003
2 Wilson and Everyday America, Cultural Landscape Geografi
Groth, 2003 Studies after J.B Jackson
3 Dieterich and Cultural Landscape and Land Use, The Lingkungan
Straaten, Nature Conservation – Society
2004
4 Wallach, Understanding Cultural Lanscape Geografi
2005
5 Lekan and Germany’s Nature: Cultural and Lingkungan
Zeller, 2005 Environmental History
6 Noble, 2006 Sons of The Movement : FTMS Risking Gender
Incoherence On A Post-Queer Cultural
Landscape
7 Dodge, 2007 Black Rock, A Zuni Cultural Geografi
Landscape and The Meaning of Place
8 Moore and Heritage, Memory and The Politics of Lingkungan
Whelan, Identity New Perspectives on The
2007 Cultural Landscape
9 Morrison Media and Values – Intimate Sosial
dkk, 2007 Transgressions in A Changing Moral Budaya
and Cultural Landscape
10 Czepcynski, Cultural Landscape of Post-Socialist Sosial
2008 Cities, Representation of Power and Budaya
Needs
11 Longstreth, Cultural Landscapes, Balancing Lingkungan
2008 Nature and Heritage in Preservation
Practice
12 Calcatinge, Visions of The Real, An Architect’s Arsitektur
2012 Approach on Cultural Landscape
Studies
13 Plieninger Iresilience and The Cultural Lingkungan
and Bieling, Landscape, Understanding and
2012 Managing Change in Human-Shaped
Environments
14 Calcatinge, The Need for a Cultural Landscape Arsitektur
2013 Theory, An Architect Approach
36
B Disertasi
Amanatidou, Analysis and Evaluation of a Pelestarian
2005 Traditional Cultural Landscape as a Lingkungan
basis for its Conservation Management
A case study in Vikos-Aoos National
Park – Greece
Soeroso, Penilaian Kawasan Pusaka Borobudur
2007 dalam Kerangka Perspektif
Multiatribut Ekonomi Lingkungan dan
Implikasinya Terhadap Kebijakan
Manajemen Ekowisata
Everts, 2008 Exploring The Meanings And Cultural Lingkungan
Landscapes Of Elder Residents In Two
Saskatchewan Rural Communities
Gavra, 2012 Cultural Landscapes In Metaliferi Geografi
Mountains
Fatimah, A Study on Community-based Cultural Arsitektur
2012 Landscape Conservation in Borobudur Lingkungan
Rahmi, 2012 Pusaka Saujana Borobudur Studi Lingkungan
Hubungan antara Bantanglahan dan
Budaya Masyarakat
C Jurnal
1 Fowler, 2000 Cultural Landscape of Britian Lingkungan
2 Terkenli, Landscape of Tourism : Towards a Lingkungan
2002 Global Cultural Economy of Spape ?
3 Mitchell, Cultural Landscape : The Dialectical Lingkungan
2002 landscape – Recent Landscape
Research in Human Geography;
4 Taylor, 2002 Fragmentation and Cultural Lingkungan
Landscapes : Tightening The
Relationship Between Human-being
and The Environement
5 Toupal, 2003 Cultural Landscape as A Methodology Lingkungan
for Understanding natural Resource
Management Impacts in The Western
Uniterd States
6 Schmitz, Relation between Landscape Typology Lingkungan
2003 and Socioeconomic Structure
Scenarios of Change in Spanish
Cultural Landscapes
7 Carr, 2004 Mountain Places, Cultural Spaces L
The Intepretation of Culturally
Significant Landscapes
8 Anyon dkk, Natural Setting as Cultural Landscapes Lingkungan
2005 : The Power of Place and Tradition
9 Matthews Landscape as A Fokus for Integrating
and Selman , Human and Environmental Processes
2006
10 Mills, 2006 Boundaries of The Nation in The Space
of The Urban : Landscape and Social
Memory in Istanbul
11 Taylor, 2006 Landscape and Memory : Cultural Lingkungan
Landscape, Intangible Values and
Some Thoughts on Asia
37
12 Taylor, 2007 Cultural Landscape as Open Air Pelestarian
Museum, Borobudur World Heritage Lingkungan
Site and Its Setting
13 Soeroso, Manfaat Ekonomi Konservasi Saujana Ekonomi
2007 Borobudur Lingkungan
14 Soeroso, Konservasi Saujana Budaya Kawasan Ekonomi
2007 Borobudur : Zonasi Ulang dengan Lingkungan
Pendekatan Ekosistem
15 Soeroso, Nilai Ekonomi Saujana Budaya Ekonomi
2007 Kawasan Borobudur, Sebuah Lingkungan
Eksperimen Pilihan
16 Soeroso, Konservasi Lingkungan Kawasan Ekonomi
2007 Borobudur dengan Manajemen Lingkungan
Berbasis pada Pembangunan
Masyarakat Lokal
17 Buckey dkk, Cultural Landscape in Mongolia Pelestarian
2007 Tourism Lingkungan
18 Tanudirjo, Cultural Landscape Heritage Sejarah
2007 Management in Indonesia An
Archaelogical Persepective
19 Marignani Planning Restoration in Cultural Sejarah
dkk, 2008 Landscape in Italy Using an Object-
Based Approach and Historical
Analysis
20 Gamble, Kumeyaay Cultural Landscape of Baja Lingkungan
2008 California’s Tijuana River Watershed
21 Adishakti, The Architectural Design Concept Of Arsitektur
2008 Borobudur Cultural Landscape
Development1
22 Akagawa and Cultural Landscape in Asia and The Pelestarian
Sirisrisak, Pasific : Implications of The World Lingkungan
2008 Heritage Convention
23 Fatimah, A Study on Citizens’ Organizations Pelestarian
2009 Relationship on Cultural Landsca[e Lingkungan
Conservation Initiatives in Borobudur
Sub District Level, Indonesia
24 Hakim dkk, Cultural Landscape and Ecotourism in Pariwisata
2009 Bali Island, Indonesia
25 Araujo and Cultural Landscape And Tourism on Pariwisata
Bicalho, Historic Ranches of The Pantanal
2009 Wetlands of Brazil
26 Rosmalia, The Notion on Urban Cultural Arsitektur
2010 Landscape from the Perspective of
Landscape Architecture
Case Study: Cirebon City, West Java
27 Pauliet, 2010 Transformation of rural-urban cultural Perencanaan
landscapes in Europe: Integrating Kota
approaches from ecological, socio-
economic and planning perspectives
28 Nunta dan Determinant of cultural heritage on the Lingkungan
Sahachaisaer spatial setting of cultural
ee, 2010 landscape: a case study on the
northern region of Thailand
38
29 Hendriatining Cultural Landscape Mapping: The Perencanaan
sih dkk, 2010 Basis for Managing a Sustainable Kota
Future?
30 Paftală, The Contemporary Dilemma Of The Lingkungan
Ciubotărița, Cultural Landscape. The Case Of Iasi
2011 Municipality
31 Xuan, Bin, The Ecological Protection Research Lingkungan
2011 Based on the Cultural Landscape
Space Construction in Jingdezhen
32 Mashuri, Konsep Pelestarian Pusaka Saujana Di Arsitektur
2011 Kawasan Lembah Bada
33 Moreira dkk, Temporal (1958-1995) Pattern of Sejarah
2011 Change in A Cultural Landscape of
Northwestern Portugal : Implications
for Fire Occurrence
34 Watson dkk, Traditional Wisdom: Protecting Lingkungan
2011 Relationships with Wilderness as a
Cultural Landscape
35 Backhaus, Regional Environmental Governance: Ekonomi
2011 Interdisciplinary Perspectives, Lingkungan
Theoretical Issues, Comparative
Designs (RECov)
36 Singh, 2011 Rural Cultural Landscape : Asian Lingkungan
Vision of Man-Nature Interrelatedness
and Sustainability.
37 Luekveerawa Cultural Landscape for Sustainable Pariwisata
ttana, 2012 Tourism Case Study of Amphawa
Community
38 Nunta dan Cultural Landscape, Urban Settlement Perencanaan
Sahachaisaer and Dweller’s Perception: A Case Kota
ee, 2012 Study of a Vernacular Village in
Northern Thailand
39 Fatimah, Evaluation of Rural Tourism Initiatives Pelestarian
2012 in Borobudur Sub-District, Indonesia, Lingkungan
A Study on Rural Tourism Activities for
Cultural Landscape Conservation
40 Utami, 2012 Seeking Cultural Landscape on Arsitektur
Magelang
41 Roman Genesis of the cultural landscape of Geografi
Fedorov, Urals and Siberia
2013
42 Utami, 2013 Cultural Landscape Heritage in Arsitektur
Indonesia, Case Study :
Magelang, Central Java
43 Huang dkk, A Correlation Research of the Ekonomi
2013 West Lake Cultural Landscape Lingkungan
Protection and Tourism
Development—Based on the
Principal Component Index
39
Buku-buku tersebut banyak terfokus pada pemahaman teori dengan beberapa studi
kasus tanpa menjelaskan secara rinci satu kasus tertentu untuk mendapatkan teori
umum.
Selain itu, sampai saat ini belum ada yang menjelaskan tata ruang suatu
kota dengan pendekatan cultural landscape yang secara detil memperlihatkan
interaksi manusianya terhadap alam dalam membentuk kota dan kawasannya,
khususnya ruang dengan studi kasus suatu kota. Beberapa jurnal dan buku terlihat
sudah masuk dalam ranah keruangan atau dalam bidang arsitektur, namun tidak
membahas saujana dengan kajian interaksi manusia dalam membentuk ruang
perkotaan. Penelitian ini bisa dijadikan titik tolak pertama dalam mempelajari
saujana perkotaan dengan pendekatan arsitektur dan lingkungan dengan
mempertimbangkan aspek sejarah perkembangan ruang dan budaya masyarakatnya
seperti yang telah disebutkan dalam sub bab keaslian penelitian di bab I.
Mengacu pada tabel 1.1 dan 1.2, penelitian ini membangun teori lokal
tentang interaksi manusia dalam mengembangkan ruang di Kota Magelang dengan
mengacu pada empat aspek pembahasan yaitu arsitektur, lingkungan, sejarah dan
budaya.
40
2.6 Posisi Penelitian terhadap Teori
41