Anda di halaman 1dari 18

DINAMIKA KELOMPOK MELALUI ANALISIS PENDEKATAN SOSIOLOGIS

DAN PENDEKATAN PSIKOSOSIAL

Oleh :

SELLA AMANDA
D1A018009
B-2018

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
DINAMIKA KELOMPOK

1. Pendekatan Sosiologis
1.1. Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok merupakan hasil akhir yang ingin dicapai baik materi
maupun sosial. Menurut Tika (2010) menyebutkan bahwa tujuan merupakan
penjabaran lebih lanjut dari misi utama kelompok. Adanya tujuan akan
menggerakan anggota dalam kegiatan yang sama, maka anggota seharusnya
mengetahui tujuan. Tujuan kelompok yaitu hasil akhir yang ingin dicapai, baik
berupa suatu obyek (materi) atau keadaan serta keinginan-keinginan lain yang
diinginkan, dan dapat memuaskan semua anggota kelompok yang bersangkutan
(Pratisthita dkk, 2014).
Suatu organisasi atau kelompok memiliki tujuan yang ingin dicapai pada saat
terbentuknya organisasi atau kelompok tersebut. Tujuan yang ingin dicapai tiap
kelompok berbeda, bergantung pada dari golongan mana kelompok tersebut berasal
dan berada (Suryani, 2017). Tujuan kelompok merupakan hasil akhir yang ingin
dicapai, baik berupa suatu obyek atau keadaan serta keinginan-keinginan lain yang
diinginkan dan dapat memuaskan semua anggota kelompok (Andarwati dkk, 2012).
Menurut Leilani dan Hasan (2016) menyebutkan bahwa tujuan kelompok selalu
dijadikan kerangka dalam setiap pengambilan keputusan. Tujuan kelompok
sebaiknya dibuat dengan jelas, sesuai, dan dapat dengan mudah dipahami oleh
anggota kelompok. Tujuan harus mencerminkan keinginan dan kemauan anggota
dalam kelompok sehingga dapat terbentuk kelompok tersebut.

1.2. Jenjang Sosial


Jenjang sosial merupakan peran dalam mengelompokkan anggota
berdasarkan penghargaan, kehormatan, dan hak atau wewenang anggota. Jenjang
sosial berkaitan erat dengan perubahan nilai-nilai sosial (Evantri, 2013). Menurut
Tan (2013), jenjang sosial sering terjadi di dalam masyarakat. Jenjang sosial atau
sering
disebut dengan istilah stratification berasal dari kata strata atau stratum yang
berarti lapisan masyarakat. Upaya formal yang terencana dan terorganisasi untuk
mencapai suatu keseimbangan antara kebutuhan karir seorang individu dengan
tuntutan pekerjaan penting dalam suatu organisasi. Menurut Qurohman (2010),
stratifikasi merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara sosial di
dalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda.
Kerjasama antar masing-masing anggota yang berbeda jenjang akan
mengurangi resiko kegagalan dalam pencapaian tujuan (Suharsono, 2012). Setiap
jenjang sosial dalam kelompok memiliki peran yang berbeda namun saling berkaitan
antar satu sama lain. Menurut Wulandari dkk (2012), jenjang sosial sama seperti
struktur kelompok, yakni kesesuaian pola-pola hubungan kerja atau tugas diantara
para pengisi posisi tertentu dan anggota dalam suatu susunan kelompok. Pembagian
kelas sosial pada kelompok dapat memicu anggota untuk menaikkan atau
meningkatkan strata sosialnya, pada suatu hal yang lebih baik.

1.3. Peran Kedudukan


Setiap individu dalam masyarakat memiliki kedudukan dan peran yang
berbeda antara satu dan lainnya. Menurut Trihapsari (2011) kedudukan berarti
status ataupun posisi individu dalam hubungannya dengan masyarakat. Peran
sendiri merupakan tugas, tindakan, ataupun tingkah laku individu dalam kelompok
sosial masyarakat (Leilani dan Hasan, 2016). Peran sendiri secara umum dibagi
menjadi tiga, yaitu peran ideal, peran yang diinginkan, dan peran yang dikerjakan.
Menurut Mustafa (2011) kesadaran mengenai hal ini diharapkan dapat menuntun
kita untuk bertindak secara hati-hati dan bijaksana.
Peran kedudukan setiap anggota kelompok harus jelas. Menurut Evantri
(2013), menyatakan bahwa peranan dalam suatu kedudukan adalah peran yang
harus dilakukan atau ditunjukkan oleh seorang anggota kelompok sesuai dengan
suatu kedudukan yang akan diperolehnya. Dalam kedudukannya sebagai individu
yang
otonom, peternak belum dapat bersikap kritis di dalam memperjuangkan hak-
haknya sehingga peternak banyak memperoleh kerugian (Diniyati, 2011).
Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung dan tingkat efektifitas
pemimpinnya. Semakin efektif pemimpinnya semakin tinggi pula tingkat
keberhasilan kelompok itu.

1.4. Kekuasaan
Menurut Paramita (2013) kekuasaan adalah kapasitas atau kemampuan untuk
menghasilkan dampak atau akibat pada orang lain. Kekuasaan yaitu kewenangan
yang memungkinkan seseorang mengerakan orang lain untuk mencapai tujuan
bersama. Hal ini sesuai dengan pendapat Diniyati (2011), menyatakan bahwa
kewenangan yaitu yang memungkinkan seseorang menggerakan orang lain
melaksanakan sesuatu kegiatan demi tercapainya suatu tujuan atau keinginannya
yang selalu diingikan oleh para anggota kelompok tersebut.
Menurut Sutoyo (2009), kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan,
hubungan dan proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan yang
ditetapkan pemegang kekuasaan. Kekuasaan merupakan hak untuk mengatur orang
lain. Menurut Winarno (2009), kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan
pengaruh pada orang lain yaitu kemampuan untuk mengubah sikap individu atau
kelompok.

1.5. Kepercayaan
Kepercayaan dalam kelompok diperlukan agar tercipta rasa saling
menghargai, keterkaitan antar satu dengan yang lain sehingga dapat diterima
sebagai suatu kebenaran untuk mencapai tujuan. Kepercayaan setiap anggota akan
selalu berusaha menunjukan perilaku tertentu dan di lain pihak akan saling menjaga
agar anggota lain tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari
kepercayaan mereka, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai seperti yang
diharapkan (Falo, 2016). Kepercayaan setiap anggota akan selalu berusaha
menunjukan perilaku
tertentu dan di lain pihak akan saling menjaga agar anggota lain tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari kepercayaan mereka, sehingga tujuan
yang diinginkan dapat dicapai seperti yang diharapkan (Mulwati, 2017).
Menurut Tjahyadi (2010), kepercayaan merupakan segala sesuatu yang
secara akal atau perasaan diterima sebagai kebenaran untuk mencapai tujuan.
Bekerjasama dalam kelompok dilakukan untuk menggabungkan semua elemen
dalam kelompok untuk mencapai tujuan dan dibutuhkan adanya kepercayaan antar
satu dengan yang lain. Bekerja sama dalam sebuah kelompok memerlukan
kepercayaan antara anggota dengan aggota lain dan kepercayaan terhadap
kelompok tersebut (Raharso, 2011). Individu (anggota) dalam unit kerja yang sama
dapat memercayai nilai-nilai yang berbeda, terutama karena tidak dapat melihat
nilai-nilai secara langsung (Budiningsih, 2010).
1.6. Sanksi
Sanksi diberikan kepada suatu individu agar dapat lebih disiplin dalam
melakukan segala hal. Sanksi adalah sistem penghargaan atau hukuman terhadap
perilaku kelompok atau anggota kelompok (Azhari, 2016). Dengan adanya sanksi di
dalam kelompok setiap anggota diharapkan akan menunjukan perilaku atau
melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah disepakati. Sanksi adalah sistem
penghargaan atau hukuman terhadap perilaku kelompok atau anggota kelompok
(Wahid, 2010). Dengan adanya sanksi di dalam kelompok setiap anggota diharapkan
akan menunjukan perilaku atau melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah
disepakati. Hukuman (punishment) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah
tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum (Andarwati
dkk, 2012). Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak
diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang
bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah
laku yang diharapkan. Dinamika kelompok tidak terlepas dari adanya tekanan
baik dari luar
maupun dari dalam. Adanya tekanan dari penerapan sanksi juga dapat memacu
semangat anggota dalam mencapai tujuan (Makawekes dkk, 2016). Menurut Falo
(2016), dalam menjalankan organisasi diperlukan sebuah aturan dan hukum yang
berfungsi sebagai alat pengendali agar kinerja pada organisasi tersebut dapat
berjalan dengan baik.

1.7. Norma
Norma adalah aturan atau patokan (baik tertulis atau tidak tertulis) yang
berfungsi sebagai pedoman bertindak atau juga sebagai tolok ukur benar atau
salahnya suatu perbuatan. Norma itu lebih untuk dimengerti dengan rasio,
sedangkan nilai itu untuk ditangkap (dirasakan) dan dihayati (dialami) dengan hati
nurani (Suryani, 2017). Rosita (2011), menyatakan bahwa norma sebagai keyakinan
umum dalam kelompok mengenai perilaku, sikap serta persepsi yang sesuai. Adapun
dua bentuk norma yaitu norma deksriptif dan norma perspektif.
Mardikanto (2016) mengatakan bahwa norma adalah yang mencerminkan
bagaimana orang-orang dalam kelompok dari waktu ke waktu datang untuk
mengembangkan standar yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perilaku
dan persepsi. Norma berkembang karena adanya interaksi antar anggota kelompok.
Norma dalam dinamika kelompok perlu dikembangkan dan ditaati oleh seluruh
anggota kelompok. Menurut Abdullah (2013), norma mencerminkan bagaimana
orang-orang dalam kelompok dari waktu ke waktu datang untuk mengembangkan
standar yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perilaku dan persepsi.

1.8. Perasaan
Perasaan adalah tanggapan emosional dari anggota kepada kelompoknya.
Semakin besar perasaannya terhadap kelompok yang dia ikuti maka akan semakin
besar pula pengorbanannya terhadap kelompok tersebut. Perasaan menunjukkan
suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup sedangkan emosi
menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, karena
menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati (Diniyati, 2011).
Perasaan selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi.
Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan temporer yang muncul
dari suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa perkembangannya melalui
pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya (Leilani dan Hasan, 2016). Menurut
Winarno (2009), kelompok yang memiliki ikatan sosial-emosionalnya tinggi
cenderung mengembangkan pikiran kelompok. setiap anggotanya kelompok selalu
dituntut untuk mematuhi semua aturan dan melaksanakan kegiatan dengan benar
agar dapat memuaskan semua anggota yang lain (Hartinah, 2009).

1.9. Fasilitas
Fasilitas dalam suatu kelompok dapat dibagi menjadi sarana dan prasarana
pendukung yang membantu anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Salah satu
sarana yang penting adalah teknologi. Nuryanti dan Dewa (2011) menyatakan
bahwa teknologi mampu mendorong perubahan tatanan kelembagaan di pedesaan
dan perubahan kelembagaan akan berdampak pada struktur tenaga kerja dan
pendapatan masyarakat pedesaan. Fasilitas menjadi sarana yang mempermudah
akses anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Sudjana (2006) menegaskan
bahwa kemudahan dalam akses yaitu sesuatu yang memiliki nilai yang diperlukan
oleh kelompok untuk dapat melakasanakan kegiatan demi tercapainya tujuan.
Wahid (2010) menambahkan bahwa fasilitas harus menyangkut wahana ataupun
suatu hal yang perlu untuk tercapainya tujuan kelompok.

1.10. Tegangan dan Tekanan


Tegangan dan tekanan merupakan adanya tegangan atau tekanan baik dari
dalam maupun luar. Menurut Andarwati,dkk (2012), kedua macam tegangan dalam
kelompok menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan
kelompok, yaitu persaingan untuk maju, imbalan (penghargaan) dan hukuman.
Menurut Ruvendi (2011), imbalan merupakan sesuatu yang diterima oleh kelompok
ataupun dalam kelompok sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan
dalam melaksanakan pekerjaannya. Imbalan tersebut biasanya diberikan dalam
bentuk insentif, bonus, gaji, upah, tunjangan, dan pangkat.
Tekanan yang masih rendah tercermin dari tidak diterapkannya hukuman
atau sanksi apabila terdapat anggota kelompok yang melanggar aturan. Rendahnya
penerapan aturan di dalam kelompok berpengaruh dengan tercapainya tujuan
kelompok (Kusnani, 2015). Menurut Purba (2016), tekanan pada kelompok dapat
menimbulkan tegangan untuk mendorong berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan
kelompok. Tekanan tersebut mengharapkan perubahan perilaku, ide, sikap dan
kepercayan anggota kelompok. Fungsi tekanan pada kelompok yaitu membantu
kelompok mencapai tujuan, mempertahankan dirinya sebagai kelompok, membantu
anggota kelompok memperkuat pendapatnya, serta menetapkan hubungan dengan
lingkungan sosialnya.

2. Pendekatan Psikososial
2.1. Tujuan Kelompok
Menurut King (2010), setiap kelompok apapun bentuknya tetap memiliki
tujuan yang hendak dicapai dari aktivitas berkelompok tersebut. Tujuan kelompok
sebagai suatu keadaan dimasa mendatang yang diinginkan oleh anggota-anggota
kelompok dan dapat melakukan berbagai tugas kelompok dalam rangka mencapai
keadaan tersebut. Tujuan kelompok yang jelas sangat diperlukan agar anggota dapat
berbuat sesuatu sesuai dengan kebutuhan kelompok. Tujuan kelompok harus
mendukung tercapainya tujuan anggota kelompok yang menyebabkan dinamika
semakin kuat (Koranti, 2013).
Tujuan kelompok yang jelas sangat diperlukan agar anggota dapat berbuat
sesuatu sesuai dengan kebutuhan kelompok. Keadaan ini menyebabkan kuatnya
dinamika kelompok. Selain itu tujuan kelompok harus mendukung tercapainya
tujuan anggota kelompok (Djati, 2015). Menurut Utami (2010), tujuan kelompok
yang telah dirumuskan harus sesuai dengan dimensi waktu, karena tujuan terkait
dengan rincian jenis dan kegiatan anggota dalam melaksanakan tujuan tersebut,
serta jenis dan kegiatan terkait dengan dimensi waktu. Tujuan kelompok dapat
tercapai maka diperlukan suatu umpan balik yang membantu.

2.2. Struktur Kelompok


Struktur kelompok merupakan pola yang teratur tentang bentuk tata
hubungan antara individu-individu dalam kelompok yang sekaligus menggambarkan
kedudukan dan peran masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Sinaga (2013), ketidakjelasan mengenai struktur kelompok akan
berpengaruh terhadap ketidakjelasan kedudukan, peran, hak, kewajiban, dan
kekuasaan masing-masing angotanya, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin
dapat berlangsung efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kelompok. Struktur
kelompok dipengaruhi oleh kinerja komunikasi. Komunikasi tersebut dibatasi oleh
hierarki kewenangan yang formal. Kinerja komunikasi secara spesifik dapat
tercermin dalam lima pola kinerja komunikasi, antara lain: (1) kinerja komunikasi
yang terapil dalam bentuk ritual; (2) kinerja komunikasi yang disebut passion; (4)
kinerja komunikasi yang dilakukan secara sosial; (4) kinerja komunikasi yang disebut
organizational politics; (5) kinerja komunikasi yang disebut enkulturisasi (Adi, 2013).

2.3. Fungsi Tugas


Fungsi tugas merupakan seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh
setiap anggota kelompok sesuai dengan kedudukannya dalam struktur kelompok
(Damanik, 2013). Fungsi tugas dalam kelompok dikatakan berjalan dengan baik
apabila para anggota paham akan tugasnya dan mampu mencapai tujuan dalam
kelompok. Menurut Pratisthita dkk (2014), fungsi tugas dalam kelompok dapat
berjalan dengan baik ketika kelompok tersebut memfasislitasi anggotanya untuk
melakukan kegiatan dan tugas sesuai dengan struktur sosial serta jenjang sosial
dalam kelompok.
Menurut Leilani dan Hasan (2016), fungsi tugas dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu kepuasan karena bisa mencapai tujuan kelompok, pencarian informasi dan
gagasan, adanya koordinasi untuk mencapai kesepakatan, diseminasi informasi, dan
memberi penjelasan ketika anggota kurang mengerti. Menurut Falo (2016), fungsi
tugas dapat dipengaruhi oleh modal sosial yang mana modal sosial dapat menunjang
dinamika kelompok dengan meningkatkan interaksi atau kerjasama dalam kelompok
dan meningkatkan pelaksanaan fungsi tugas dalam kelompok. Fungsi tugas dalam
kelompok membutuhkan peran nyata dari seorang pemimpin untuk mengatur dan
mengarahkan anggotanya. Menurut Wahid (2010), pemimpin atau ketua memiliki
wewenang untuk memberikan tugas pada anggota sesuai dengan kemampuan dan
struktur kelompok.

2.4. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok


Menurut Damanik (2013) menyebutkan bahwa pembinaan dan
pemeliharaan kelompok harus sesering mungkin dilakukan pada waktu-waktu
tertentu agar dapat berjalan sesuai dengan programnya, misalnya dengan
melakukan upaya sosialisasi dari ketua kelompok kepada anggotanya. Sehingga
timbul kekompakan antar anggota yang ditandai dengan rasa saling keterikatan
antar anggota secara fisik maupun non fisik.

2.5. Kekompakan Kelompok


Kekompakan kelompok yaitu kesatuan dan persatuan seluruh anggota dalam
kelompok untuk mencapai tujuan. Kekompakan menjadi salah satu kekuatan dalam
kelompok, sehingga dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh anggota agar
terjadi keselarasan antar anggota dalam kelompok. Menurut Falo (2016),
kekompakan kelompok adalah keadaan atau kondisi dimana aktivitas anggota
membangun semangat yang tinggi dan kesetiaan yang mendalam pada kelompok
sehingga secara bersama-sama, sehingga ikatan emosional antar anggota saling
mengenal diri sendiri, saling memberi nuansa hidup, dan kreatif sehingga akan
menimbulkan kekompakan yang kuat dalam kelompok.
Menurut Andarwati dkk (2012), kekompakan kelompok merupakan kesatuan
kelompok yang dicirikan oleh keterikatan yang kuat dantara anggota kekompakan
kelompok menggambarkan kekuatan kelompok untuk bertahan diri dari tekanan
yang berasal dari luar maupun dari dalam kelompok. Menurut Leilani dan Hasan
(2016), faktor-faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu
kepemimpinan, keanggotaan, nilai dan tujuan kelompok, homogenitas,
keterpaduan, dan kerjasama. Menurut Kusnani (2015), kekompakan kelompok akan
mendorong adanya rasa saling percaya dan membangkitkan motivasi anggota dalam
melakukan kegiatan dalam kelompok. Kekompokan kelompok juga akan
memudahkan dalam tercapainya tujuan serta meminimalisir adanya tekanan dari
luar.

2.6. Suasana Kelompok


Kelompok yang dinamis memiliki susasana kelompok yang berbeda-beda
pada setiap menghadapi suatu peristiwa. Suasana kelompok berpengaruh pada
mental tiap anggota sehingga dapat berpengaruh secara langsung terhadap
kelompok. Menurut Damanik (2013) suasana kelompok yaitu keadaan moral, sikap
dan perasaan- perasaan yang biasa terjadi dalam kelompok dalam wujud emosi
seperti senang, gembira, bahagia, murung, sedih, kecewa, dan sebagainya. Menurut
Santosa (2010) suasana kelompok yaitu lingkungan fisik dan non fisik (emosional)
yang akan mempengaruhi perasaan setiap anggota kelompoknya.
Menurut Falo (2016), suasana kelompok menggambarkan hubungan dari
semua orang yang terlibat dalam kelompok yang dapat menjadi wahana dimana
masing-masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat
memanfaatkan semua informasi, tanggapan kepentingan dirinya yang bersangkutan
dengan masalah tersebut. Menurut Leilani dan Hasan (2016), suasana kelompok
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketegangan, keramahan, permisif,
lingkungan fisik, dan demokratis. Ketegangan dalam kelompok tidak boleh terlalu
sering terjadi karena nantinya akan berdampak buruk bagi mental tiap enggota
kelompok dan hanya akan menimbulkan kesulitan. Keramahan antar anggota
kelompk perlu dilakukan untuk meningkatkan rasa saling keterkaitan dan solidaritas.

2.7. Tekanan Kelompok


Tekanan kelompok merupakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
ketegangan dalam kelompok yang dapat berasal dari dalam maupun luar kelompok
(Damanik, 2013). Adanya ketegangan itu perlu untuk menumbuh kembangkan
kedinamisan, tetapi pada tingkat yang terlalu tinggi malah dapat mematikan
kehidupan kelompok. Adanya beragam tuntutan dari para anggota dapat
menimbulkan ketegangan, juga adanya beragam perintah dari kelompok dapat
menimbulkan hal yang sama (Diniyati, 2011).
Tekanan dalam kelompok yaitu tekanan kelompok yang menyebabkan
kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan kelompok yaitu
persaingan untuk maju, penghargaan terhadap anggota sanksi dan hukuman
(Andarwati dkk, 2012). Tekanan dalam kelompok terkadang dapat bersifat positif
ataupun dapat bersifat negatif. Tekanan yang bersifat positif akan membuat
persaingan untuk maju sehingga anggota akan berharap adanya penghargaan.
Tekanan yang bersifat negatif akan menimbulkan ketegangan yang berdampak pada
pertikaian sehingga dapat memunculkan sanksi dan hukuman. Menurut Falo
(2016), tekanan dalam sebuah
kelompok terjadi karena dipengaruhi oleh factor internal maupun eksternal. Faktor-
faktor internal meliputi konflik atau perbedaan pendapat, otoriter, dan persaingan.

2.8. Keefektifan Kelompok


Keefektifan kelompok merupakan keberhasilan kelompok untuk mencapai
tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan
(fisik maupun non-fisik) yang memuaskan anggotanya. Keefektifan kelompok
cenderung dapat meningkatkan dinamika kelompok jika dilihat dari berbagai sudut
pandang antara lain : hasil atau produktivitasnya, moral kelompok, semangat dan
kesungguhan, serta tingkat kepuasan anggota-anggotanya (Hapsari, 2014). Kepuasan
anggota adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap kelompok mereka, dengan kata lain kepuasan anggota
dapat diartikan sebagai apa yang membuat orang-orang menginginkannya dan
menyenangi kelompoknya, apa yang membuat mereka bahagia dalam kelompoknya
atau keluar dari kelompoknya (Santosa, 2010).
Menurut Tika (2010), kelangsungan hidup kelompok merupakan kriteria
efektifitas yang mengacu kepada tanggung jawab kelompok dalam memperbesar
kapasitas dan potensinya untuk berkembang sehingga dalam praktiknya, para
pimpinan atau manajer kelompok menggunakan indikator jangka pendek untuk
kelangsungan hidup jangka panjang. Indikator-indikator tersebut terdiri atas ukuran
produktivitas, efisiensi, kecelakaan, moral, kepuasan anggota, pergantian anggota,
kualitas dan keuntungan. Hubungan antara kepuasan anggota dengan motivasi.

2.9. Agenda Terselubung


Dinamika kelompok banyak terjadi perbedaan, seperti tiap anggota anggota
memiliki motivasi yang berbeda dalam membentuk sebuah kelompok. Menurut
(Anwas, 2012) setiap kelompok yang dibina mendapatkan bantuan dengan jumlah
yang sama, informasi yang diterima setiap kelompok juga tidak pernah berbeda-
beda,
hingga pelatihan yang dilakukan. Setiap kelompok memiliki latar belakang
pembentukan yang berbeda, sehingga mempengaruhi dinamika yang terjadi pada
kelompok. Suatu kelompok juga memiliki agenda terselubung. Menurut Robbins
(2011), dalam agenda terselubung tersebut sebisanya memiliki peranan penting
untuk mencapai suatu tujuan kelompok maupun tujuan individu seperti dalam hal
strategi kelompok baik dalam hal peningkatan skil dan strategi pemasaran yang
berbeda dari kelompok lain.
Sebagian besar kelompok yang tidak dibina ini terbentuk karena beberapa
hal seperti karena keinginan seseorang untuk saling bertukar pikiran dalam hal
menciptakan jenis baru, meningkatkan produksi dengan memberikan informasi
dalam proses, melakukan pemasaran dengan menggabungkan produk sesama
sehingga dapat melakukan pemasaran dengan jumlah yang besar, sehingga dapat
menembus pasar dan keinginan masyarakat mendapatkan perhatian baik dalam hal
penyuluhan dan pembinaan (Rosita, 2011). Menurut Suryani (2017), dalam
kelompok dapat saling bertukar pikiran memberikan jalan keluar setiap masalah
yang dihadapi setiap anggota. Adanya kelompok dapat membantu anggota dalam
penggunaan sarana yang diinginkan anggota untuk mengembangkan usahanya.
Keberhasilan suatu kelompok dalam mencapai kedinamisan juga sangat dipengaruhi
oleh agenda terselubung yang ada didalam kelompok tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. 2013. Potensi dan Kekuatan Modal Sosial Dalam Suatu Komunitas. Socius
12(1):15-21.

Adi, I. 2013. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya


Pemberdayaan Masyarakat. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Andarwati, S., B. Guntoro, F. T. Haryadi, dan E. Sulastri. 2012. Dinamika kelompok


Peternak Sapi potong Binaan Universitas gadjah Mada di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sains Peternakan 10(1): 39-46.

Anwas. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyuluhan dalam Pemanfaatan


Media. Jurnal Komunikasi Pembangunan. Vol 7 (2).

Azhari, F. A. 2016. Dinamika Kelompok Giri Karya Dalam Pengembangan Ternak


Hibah Sapi Pasundan (Studi Kasus di desa Dukuhbadag, Kecamatan Cingibin,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat). Student E-Journal 1(1): 14.

Budiningsih, A. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.

Damanik, I. P. N. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok dan


Hubungannya Dengan Kelas Kemampuan Kelompok Tani di Desa Pulokencana
Kabupaten Serang. Jurnal Penyuluhan 9(1): 31-40.

Diniyati, D. 2011. Dinamika Kelompok Tani Hutan Rakyat: Studi Kasus di Desa
Kertayasa, Baja dan Sukorejo. Jurnal Psikologi. 1(5): 224-234.

Djati, S. P. 2015. Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan Konsumen


terhadap Perusahaan Jasa : (Suatu Kajian dan Proposisi). Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan 6(2):114-122.

Evantri, I. 2013. Study Solidaritas Sosial (Kasus Lembaga SAR UNHAS). Skripsi. Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar.

Falo, M. 2016. Kajian Dinamika Kelompok Tani Usaha Ternak Sapi Potong di
Kelompok Tani Nekmese Desa Manusasi Kecamatan Miomaffo Barat. Portal
Jurnal Unimor 1(1): 15-18.
Hapsari, N. S. dan B. Yonata. 2014. Keterampilan Kerjasama saat Diskusi Kelompok
Siswa Kelas XI IPA pada Materi Asam Basa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif di SMA Kemala Bhayangkara 1 Surabaya. Journal
Of Chemical Education 3(2):25-35.

Hartinah, 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Refika Aditama. Bandung.

King, L. A. 2010. Psikologi Umum : Sebuah Pandang Apresiatif. Salemba Humanika,


Jakarta.

Koranti, K. 2013. Analisis Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal terhadap Minat
Berwirausaha. Jurnal Administrasi Bisnis 7(1):1-8.

Kusnani, D. K. 2015. Dinamika Kelompok Penerima CSR PLN Tarahan Lampung


Selatan.
Jurnal Penyuluhan 11(2):1-14.

Leilani, A., dan O. D. S. Hasan. 2016. Analisis Dinamika Kelompok Pada Kelompok
Tani Mekar Sari Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Jurnal
Penyuluhan Pertanian 1(1): 18-27.

Makawekes, N., L. R. J. Pangemanan, dan M. Y. Memah. 2016. Dinamika Kelompok


Tani Cempaka di kelurahan Meras kecamatan Bunaken Kota Manado. E-journal
Unsrat 1(1): 1-14.

Mardikanto, T., 2016. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press, Surakarta.

Mulwati, S. 2017. Meningkatka Rasa Percaya Diri Melalui Strategi Layanan


Bimbingan Kelompok. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas 18(3): 1-7.

Mustafa, H., 2011. Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi. Jurnal Administrasi
Bisnis, VII(2), pp. 143-156.

Nuryanti, S., dan Dewa, K.S.S. 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan
Teknologi Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 29 (2) : 115-128.

Paramita. 2013. Prinsip Desain Pembelajaran. Prenada Media. Jakarta.

Pratisthita, R. N., M. Mumun, dan H. Siti. 2014. Peran Modal Sosial dalam
Menunjang Dinamika Kelompok Peternak Sapi Perah (Studi Kasus di
Kelompok 3 Tpk Pulosari Pangalengan). Jurnal Ilmu Ternak 1(10):52-57.
Purba, D. E. 2016. Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi terhadap
Organizational Citizenship Behavior. Jurnal Sosial Humaniora 8(3):105-111.

Qurohman, T. 2010. Sekolah Elit Sebagai Alat Reproduksi Kesenjangan Sosial. Skripsi.
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Raharso, S. 2011. Kepercayaan Dalam Tim. Manajerial 10 (19): 42-53.

Robbins, S. P. 2011. Perilaku Organisasi. PT. Indeks, Jakarta.

Rosita, E. K. 2011. Kegiatan Bimbingan Teknis Tenaga Pelatih Konservasi dan


Pemugaran yang diselenggarakan oleh Balai Konservasi Peninggalan
Borobudur. Jurnal Penyuluhan 4(2): 1-9.

Ruvendi, R. 2011. Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruh terhadap Kepuasan


Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah
Binaniaga 1(1):17-26.

Santosa, S. 2010. Dinamika Kelompok. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Sinaga, A. H. 2013. Peranan Waktu dalam Adopsi Teknologi pada Kegiatan


Penyuluhan Pertanian. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2(1):29-32.

Sudjana. 2006. Strategi Pembelajaran. Falah Production. Bandung.

Suharsono. 2012. Peran Proses Sosialisasi dalam Masyarakat dalam Peningkatan


Partisipasi dan Budaya Masyarakat. Jurnal Interaksi Sosial 4(1):89-101.

Suryani, L. 2017. Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara Dengan Teman


Sebaya Melalui Bimbingan Kelompok. E-journal Mitra Pendidikan 1(1): 112-
124.

Sutoyo, Anwar. 2009. Pemahaman Sosial. Kencana. Jakarta.

Tan, F. M. 2013. Linking Career Development Practices To Turnover Intention : The


Mediator Of Perceived Organizational Support. Journal Of Bussiness and
Public Affairs 2(1):1-9.

Tika, M. P. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Bumi


Aksara, Jakarta.
Trihapsari, S. 2011. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh dan
Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Tiga Kabupaten Jawa Barat. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjahyadi, R. I. 2010. Brand Trust dalam Konteks Loyalitas Merek : Peran Karakteristik
Merek, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Hubungan Pelanggan-
Merek. Jurnal Manajement 6(1):65-78.

Utami, S. S. 2010. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi dan Lingkungan


Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Jumantono Kabupaten
Karanganyar. Jurnal Manajemen Sumberdaya Manusia 4(1):58-67.

Wahid, A. 2010. Dinamika Kelompok Tani pada Kegiatan Retabilitasi Hutan dan
Lahan.Desalasiwala, Kabupaten Sidrop staff pengajar Fakultas Teknis. Jurnal
Hutan dan Masyarakat 3(2): 12-21.

Winarno. 2009. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta.

Wulandari, S., N. Setyowani, dan H. Mugiarso. 2012. Upaya Meningkatkan Empati


Dalam Berinteraksi Sosial Melalui Dinamika Kelompok Pendekatan Experiental
Learning. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and
Application 1(2): 40-47.

Anda mungkin juga menyukai