Anda di halaman 1dari 12

Aspek Individual dan Kelompok dalam Mempengaruhi Organisasi

Manusia memiliki dua peran sekaligus, yakni sebagai mahluk individu dan mahluk
sosial. Anto (2018) mengatakan bahwa sebagai mahluk individu unsur yang dimiliki
manusia terdiri dari jasmani dan rohani, fisik dan psikis, serta jiwa dan raga. Adapun,
manusia dikatakan sebagai mahluk sosial dicirikan dari: 1. Tunduk pada norma sosial, 2.
Perilakunya mengharapkan penilaian orang lain, 3. Memiliki kebutuhan untuk berinteraksi
dengan orang lain 4. Potensi yang senantiasa berkembang bila berada di tengah-tengah
manusia.

Organisasi merupakan salah satu bentuk hubungan sosial yang tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan manusia. Robbins (dalam Sobirin 2021) mengatakan bahwa “Organisasi
adalah unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama,
beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi,
mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, serta didirikan untuk mencapai tujuan
bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Sementara itu, Cherrington
(dalam Sobirin 2021) mendefinisikan organisasi dengan definisi yang sejalan, namun ia lebih
menekankan pada pencapaian satu set tujuan tertentu. Cherrington berpendapat bahwa tujuan
bersama yang dikemukakan oleh Robbns dapat dianggap menyesatkan (misleading), karena
ia beranggapan bahwa alasan seseorang mau menjadi anggota sebuah organisasi bisa saja
berbeda. Oleh karena itu, George dan Jones (dalam Sobirin 2021) menengahi definisi di
antara Robbins dan Cherrington dengan mengatakan bahwa “Organisasi adalah kumpulan
manusia yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan individu dan tujuan organisasi”.
Organisasi satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda. Sobirin (2021)
menyatakan bahwa terdapat 5 karakteristik umum organisasi:

1. Unit/Entitas Sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa organisasi merupakan unit sosial karena terdiri dari dua
orang atau lebih yang menyebabkan sebuah interaksi sosial. Sifat organisasi yang
tidak kasat mata (intangible) dan abstrak menyebabkan organisasi sering disebut
sebagai artificial being. Dengan demikian, organisasi lebih merupakan realitas sosial
dibandingkan realitas fisik, walaupun kita tidak dapat menafikan urgensi dari realitas
fisik.
2. Beranggotakan Minimal Dua Orang
Batas antara individu dan organisasi adalah dari jumlah manusia yang berada di
dalamnya. Apabila sudah memiliki anggota sebanyak dua orang, maka sudah dapat
dinamakan sebagai sebuah organisasi bila merujuk pada definisi yang diberikan oleh
Robbins di atas. Fungsi dari adanya anggota ini untuk melakukan kerja sama,
pembagian kerja, dan spesialisasi dalam pekerjaan.
3. Berpola Kerja yang Terstruktur
Karakteristik organisasi yang berikutnya adalah pola kerja yang terstruktur. Hal ini
merupakan salah satu prasyarat, bahwa meskipun sudah terdiri dari dua orang atau
lebih, namun belum dikatakan sebagai sebuah organisasi apabila tidak terkoordinasi
dan tidak mempunyai pola kerja yang terstruktur. Contoh mudahnya adalah apabila
kita berada di dalam sebuah mall atau pusat perbelanjaan lainnya, di sana terdapat
kumpulan pembeli yang memiliki tujuan yang sama, yaitu berbelanja. Kumpulan
individu yang berstatus pembeli dalam satu bangunan fisik bernama mall tersebut
belum dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi karena di antara mereka tidak
terdapat pola kerja yang terstruktur.
4. Mempunyai Tujuan
Organisasi didirikan karena manusia sebagai mahluk sosial sukar untuk mencapai
tujuan individualnya. Walaupun pada akhirnya dapat tercapai, namun bila dikerjakan
sendiri maka tingkal efisiensi dan efektifitasnya kurang optimal.
5. Mempunyai Identitas Diri

Entitas sosial satu dengan lainnya sulit dibedakan karena alasan berikut. Kesatu,
sifatnya yang intangible dan abstrak menyulitkan seseorang untuk melihat atau
menyentuh organisasi. Berikutnya, organisasi sebagai bagian dari sistem sosial yang
lebih besar memungkinkan anggota yang berada di dalamnya untuk saling berinteraksi
dengan anggota masyarakat di luar organisasi. Terakhir, sering terjadi anggota
memiliki keanggotaan lebih dari satu organisasi sehingga batasan organisasi menjadi
bias apabila dilihat dari status keanggotaan seseorang.

Karakteristik yang sudah diuraikan di atas mencerminkan sosok sebuah organisasi


(Sobirin, 2021), yakni bagaimana ia berperilaku dan mengapa ia berbeda dengan organisasi
yang lain. Untuk memahami karakter tersebut dapat dipahami melalui pendekatan dimensi
suatu organisasi, yang dibedakan menjadi dua tipe, yakni dimensi struktural dan dimensi
kontekstual. Dimensi struktural lebih mengarah pada aspek internal organisasi seperti tingkat
formalisasi organisasi, hierarki organisasi dan sebagainya, sedangkan dimensi kontekstual
meliputi keseluruhan karakteristik organisasi yang ditentukan oleh ukuran organisasi,
teknologi yang digunakan dan sebagainya (lihat tabel 1)

Tabel 1

Dimensi Struktural dan Kontekstual Organisasi (Sobirin, 2021)

Dimensi Struktural Dimensi Kontekstual


Formalisasi organisasi Ukuran organisasi
Spesialisasi Teknologi yang digunakan
Standardisasi Lingkungan organisasi
Hierarki Otoritas Tujuan organisasi
Kompleksitas Budaya organisasi
Sentralisasi
Profesionalisme
Rasio anggota organisasi

Perilaku sebuah organisasi yang telah dipaparkan di atas dipelajari dalam sebuah ilmu
yang bernama perilaku organisasi. Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut
aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu kelompok tertentu, baik aspek yang
ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi maupun sebaliknya (Utaminingsih,
2014). Robbins & Judge 2010 (dalam Selanno 2014) menyatakan bahwa perilaku organisasi
adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat
kelompok dalam suatu organisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual,
kelompok, maupun organisasi). Selanno (2014) menambahkan bahwa faktor internal yang
mempengaruhi perilaku organisasi dapat diketahui dari faktor internal yang mempengaruhi
perilaku individu dan perilaku kelompok dalam organisasi. Kreitner dan Kinicki (2005 dalam
Selanno 2014) lebih memerinci bahwa terdapat tiga faktor penentu perilaku dalam organisasi
yang meliputi: Individu, Kelompok dan Struktur.

Selanno (2014) menyatakan bahwa perilaku individu adalah segala hal yang
dilakukan seseorang, baik yang dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung yang
dapat mempengaruhi keberadaannya (prestasi) dan lingkungannya (rekan kerja, pimpinan dan
organisasi). Pada dasarnya perilaku yang dilakukan oleh seseorang ditujukan untuk mencapai
tujuan. Perilaku individu penting untuk dipahami karena setiap individu memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya sehingga mempengaruhi pola dan
sistem kerja organisasi seperti motivasi, persepsi, sikap, kepribadian dan pembelajaran
(Selanno, 2014). Wexley, dkk (2003 dalam Selanno 2014) menyatakan bahwa topik khas
perilaku individu yang dipelajar adalah persepsi, nilai-nilai, pengetahuan, motivasi serta
kepribadian.

Perilaku kelompok memberi penekanan mengenai perilaku dalam suatu kelompok


tidak lain merupakan cara berpikir untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan
secara nyata hasil penemuan, berikut tindakan-tindakan pemecahannya (Selanno, 2014).
Topik yang dibahas dalam kelompok adalah peran, status kepemimpinan, komunikasi dan
konflik.

Pembentukan perilaku yang dilakukan secara sistematis memberikan penguatan


terhadap setiap langkah berurutan sehingga dapat menggerakkan individu mendekati respon
yang diharapkan. Pembentukan ini memiliki empat cara yang dapat dilakukan, yaitu: melalui
penguatan positif, penguatan negatif, hukuman dan pemusnahan (Selano, 2014). Penguatan
positif memberikan dampak respon yang sangat menyenangkan misalnya memberikan
apresiasi terhadap karyawan yang menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik. Apabila
respon tersebut ditindaklanjuti dengan penghentian kembali sesuatu yang tidak
menyenangkan maka akan berubah menjadi respon negatif. Sementara itu, hukuman
merupakan kondisi tidak menyenangkan dalam menyingkirkan perilaku individu yang tidak
diharapkan.

A Perilaku Individu

Ruang lingkup pembahasan mengenai perilaku individu kali ini akan dibatasi pada
materi mengenai persepsi, motivasi, kepribadian.

1. Persepsi
Penginderaan akan mendahului suatu proses persepsi.Persepsi merupakan rangsangan
yang diterima oleh reseptor alat indera pada tiap individu, diorganisasikan lalu
diinterpretasikan sehingga individu tersebut menyadari dan memahami tentang
stimulasi yang diindera. Gibson (dalam Selano 2014) memberikan definisi persepsi
adalah proses kognitif yang digunakan tiap individu untuk menerjemahkan dan
memahami lingkungan di sekitarnya terhadap obyek. Persepsi dapat pula dipahami
merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu, sehingga dapat
disimpulkan bahwa setiap individu akan menanggapi stimulus dengan berbeda
meskipun terhadap objek yang sama. Cara individu menanggapi respon demikian
acapkali lebih penting daripada situasinya sendiri. Sobirin (2021) mengatakan bahwa
karena keterbatasan kemampuan kognitif dan mental seseorang, boleh jadi orang
tersebut salah dalam mempersepsi. Berikut tiga jenis kesalahan mempersepsi terkait
jalannya organisasi berdasarkan Sobirin (2021):
a.Stereotype
Sterotype adalah kecenderungan seseorang melihat orang lain bukan berdasarkan
perilakunya, namun perilaku kelompok. Contoh konkret hal ini dapat dilihat di tempat
saya bekerja yakni Balai Karantina Pertanian Kelas I Batam. Orang acapkali
mempersepsi bahwa pekerjaan pengujian laboratorium hanya cocok dilakukan oleh
pegawai wanita. Persepsi demikian dapat mengganggu kinerja organisasi, karena di
Unit Pelaksana Teknis (UPT) kami, mayoritas pegawai yang dapat melakukan
pengujian adalah laki-laki (sekitar 75%), sehingga pekerjaan laboratorium tidak dapat
diselesaikan secara efektif dan efisien akibat tidak adanya keseimbangan antara
frekuensi pengujian dan jumlah pegawai wanita. Oleh karena itu, perilaku stereotype
tersebut harus kami hindari agar memperoleh kinerja organisasi yang baik.
b. Efek Halo
Tidak jauh berbeda dengan stereotype yang merupakan jenis kesalahan dalam
mempersepsi, efek halo merupakan salah satu bentuk over generalisir seseorang
terhadap orang lain. Perbedaannya dalam efek halo, orang yang mempersepsi
menggunakan satu kepribadian seseorang sebagai dasar penilaian terhadap
keseluruhan karakternya. Di tempat saya bekerja, tidak semua orang mampu
mengoperasikan komputer dengan baik, terutama pegawai yang sudah berpuluh-puluh
tahun mengabdi sebagai ASN di Balai Karantina Pertanian Kelas I Batam. Hal itu
tidak lantas mempersepsi bahwa pegawai tersebut memiliki kinerja yang rendah.
Biasanya pegawai tersebut memiliki kelebihan dalam operasional perkarantinaan di
lapangan dan memiliki keahlian pemecahan masalah (problem solving skill) yang
sangat mumpuni.
c. First impression (kesan pertama)
Pandangan pertama terkadang menipu. Seorang calon karyawan kini telah
mengetahui strategi memainkan kesan pertama agar dapat direkrut di suatu
perusahaan. Manajer yang berpengalaman tentu hanya menjadikan kesan pertama
sebagai salah satu poin penilaian saja dan bukannya penilaian satu-satunya. Oleh
karena itu, mereka dapat menyandingkan dengan berbagai data psikotest, unjuk
kinerja atau melakukan masa percobaan agar karakter aslinya dapat terlihat dengan
jelas.

Kumar & Pati (2015 dalam Nabila dan Ratnawati 2020) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa persepsi dukungan yang dilakukan oleh organisasi merupakan
sebuah pembangun hubungan kerja, sehingga karyawan meyakini bahwa perusahaan
memberikan penghargaan tergadap kontribusi mereka dan mempertimbangkan
kesejahteraan mereka. Ketika hal demikian terjadi, maka karyawan memiliki
kecenderungan untuk lebih berkomitmen dalam melakukan tupoksinya (tugas, pokok
dan fungsi), sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

2. Motivasi
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan
bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Selanno, 2014). Gani (2015)
menambahkan bahwa motivasi adalah daya penggerak yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Pemahaman mengenai motivasi sangat membantu
pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi dengan mengetahui apa
kebutuhan anggota dan bagaimana memberikan penghargaan terhadap mereka. Selano
(2014) menambahkan teori motivasi yang mempengaruhi perilaku dalam organisasi
telah dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah: teori Hierarki Kebutuhan,
Teori X dan Y dan Teori Motivasi Higienis. Menurut Maslow (dalam Selanno 2014)
terdapat lima tingkatan kebutuhan yakni:
a. Kebutuhan fisik: karyawan yang memperoleh tujuan individunya dengan
terpenuhi kebutuhan mereka dari rasa lapar, haus, tempat bernaung melalui
pemberian gaji dan tunjangan dari organisasi (perusahaan) maka akan
mengeluarkan segala potensi yang dimiliki untuk tetap bertahan di organisasi
tersebut. Hal ini akan berdampak positif bagi perusahaan dengan mengharapkan
imbal balik berupa kinerja yang tinggi dari karyawan agar mereka tetap
dipertahankan oleh perusahaan. Kinerja yang tinggi dari tiap individu, akan
mendorong kinerja organisasi yang tinggi pula
b. Kebutuhan rasa aman: rasa aman yang dimaksud tidak hanya dari bahaya fisik,
namun juga dari sisi emosi. Karyawan yang merasa memperoleh rasa aman
bekerja di perusahaan tersebut, akan berupaya semaksimal mungkin
mengeluarkan potensi terbaiknya, karena mereka sudah memperoleh dua level
kebutuhan. Organisasi (perusahaan), dalam hal ini pihak manajemen, hanya
tinggal mempertahankan status aman tersebut agar mendapat manfaatnya bagi
peningkatan kinerja individu karyawan dan kinerja organisasi.
c. Kebutuhan sosial: perusahaan yang dapat membuat suasana kerja yang penuh
kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan dapat memperoleh
keuntungan dari karyawan terkait kinerja individu dan organisasi. Karyawan yang
telah memperoleh tiga level kebutuhan ini, tentu akan mengeluarkan effort yang
lebih dibandingkan memperoleh dua level kebutuhan sebelumnya.
d. Kebutuhan penghargaan:manajemen yang memahami faktor internal kubutuhan
ini yang meliputi harga diri, otonomi dan persepsi, serta memahami faktor
eksternal yang terdiri dari status, pengakuan dan penghargaan harus menciptakan
atmosfer yang positif agar karyawan yang ingin meraih kebutuhan level keempat
ini dapat terfasilitasi. Program Best Employee of The Month, promosi dan
perayaan suatu keberhasilan dapat dilakukan agar performa karyawan semakin
melebihi dibandingkan ketika mereka memperoleh tiga kebutuhan dasar
sebelumnya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri: kebutuhan level puncak ini merupakan dasar bagi
pengeluaran performa karyawan di level maksimal.

Pada tingkat individu, jika anggota merasa terpenuhi kebutuhan dan karakteristik
individualnya maka ia cenderung akan berperilaku positif (Selanno, 2014).
Sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka kecenderungan
yang terjadi adalah ketidaktertarikan mereka untuk melakukan hal yang terbaik
(Cowling dan James dalam Selanno 2014)
3. Kepribadian
Kepribadian adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta
menentukan sifat atau karakteristik umum seseorang dan merupakan perbedaan dalam
perilaku seseorang (Utaminingsih, 2014). Gordon Allport (dalam Selano 2014)
menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu dan
mempunyai sistem psikologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Gani
(2015) menambahkan bahwa kepribadian adalah perilaku yang khas dan unik yang
tampak dan dapat diperkirakan dimiliki atau ada pada diri seseorang, termasuk
dorongan, keinginan, opini dan sikap. Alwisol (dalam Gani 2015) menyebutkan
beberapa hal yang berkaitan dengan kepribadian yaitu karakter, temperamen, sifat,
tipe atribut dan kebiasaan. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh kombinasi dari
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh faktor yang diterima
sejak lahir, meliputi ukuran fisik, daya tarik wajah, jenis kelamin, temperamen,
komposisi dan refleksi otot pengaruh dari susunan biologis, psikologis, fisiologis
inheren kedua orangtuanya. Di antara faktor pemberi penekanan terhadap
pembentukan kepribadian adalah kebudayaan lingkungan tempat individu dibesarkan,
pengkondisian awal, keluarga, teman, kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain
yang dialami seseorang. Faktor lingkungan ini memiliki peranan yang penting dalam
membentuk kepribadian individu (Selanno, 2014).

B. Perilaku Kelompok

Robbins (dalam Selanno 2014) mendefinisikan kelompok sebagai dua individua tau
lebih, yang melakukan interaksi dan memiliki sifat saling ketergantungan, saling bergabung
demi mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Sementara Gibson (dalam Selanno 2014) melihat
kelompok dari empat perspektif. Pertama dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai
kumpulan beberapa orang yang saling berinteraksi dimana setiap anggota kelompok
menerima kesan atau persepsi dari anggota lainnya. Kedua, dari sisi organisasi kelompok
adalah suatu sistem yang terorganisir, terdiri dari dua orang atau lebih yang saling
berhubungan sehingga sistem menunjukkan beberapa fungsi, memiliki standar dari peran
hubungan di antara anggota. Ketiga dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai
kumpulan individu yang keberadaannya sebagai suatu kelompok yang menghargai anggota di
dalamnya. Keempat, dari sisi interaksi menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah
interaksi dalam bentuk saling kebergantungan (interdependensi). Pada dasarnya, keanggotaan
seseorang dalam kelompok memiliki pengaruh dalam mengubah perilakunya. Pengaruh
kelompok ini memiliki kemungkinan tidak akan dilakukan jika individu tersebut berada
dalam situasi sendiri. Pengaruh demikian terhadap perilaku sangat besar sekali terutama
dalam kelompok yang memiliki rasa kebersamaan (solidaritas) yang tinggi (Gibson dkk
dalam Selanno 2014). Berdasarkan pemaparan di atas maka perilaku kelompok dapat
didefinisikan sebagai seluruh sikap atau tingkah laku yang dilakukan minimal dua orang yang
saling tergantung dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang disepakati Bersama di
dalam suatu organisasi. Sama halnya dengan perilaku individu, maka ruang lingkup
pembahasan perilaku kelompok akan dilakukan pembatasan hanya kepada kepemimpinan,
komunikasi dan konflik.

1. Kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi
pegawai dalam sebuah organisasi sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi (Sari, 2015). Gani dkk (2021) menyatakan bahwa dalam pencapaian tujuan
organisasi, pemimpin harus mempelajari kepribadian, emosi dan motivasi setiap
individu yang ada dalam organisasi tersebut. Winardi (2004 dalam Sari 2015)
menyimpulkan bahwa seseorang pemimpin adalah seseorang yang karena kecakapan
pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok
yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran
tertentu. Muizun dkk (2019) menyimpulkan bahwa kepemimpinan yang diterapkan
dalam organisasi perbankan di daerah provinsi Sulawesi Tenggara cukup memotivasi
karyawan untuk berprestasi agar meningkatkan kinerjanya sebagaimana diharapkan
oleh organisasi. Hal tersebut dilakukan dengan keteladanan yang baik, impression
management yang teruji, individual consideration yang berpihak pada tujuan
individu karyawan, intellectual stimulation yang baik serta kejujuran yang dapat
diandalkan/
2. Komunikasi
Menurut Azwina dan Yusuf (2020) komunikasi organisasi mempunyai arti penting
dalam penyampaian pesan-pesan dalam lingkup organisasi. Komunikasi tersebut
merupakan aspek penerus informasi antar individu di dalam organisasi atas segala
aktivitas yang dilakukan setiap hari. Contoh penelitian yang dilakukan oleh Azwina
dan Yusuf (2020) menyimpulkan bahwa terdapat permasalahan komunikasi secara
vertikal karena manajemen mengkomunikasikan suatu informasi yang tidak dapat
diakses oleh seluruh karyawan melalui email kantor. Salah satu informasi yang tidak
diketahui oleh seluruh karyawan adalah instruksi dari pimpinan agar karyawan selalu
datang dan pulang tepat waktu.
3. Konflik
Menurut Indriyatni (2010) konflik dapat dibedakan menurut jenisnya ke dalam dua
hal, yakni konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah
seluruh jenis konflik yang dapat mendukung target organisasi dalam meningkatkan
kinerjanya, sedangkan konflik disfungsional yaitu konflik yang menghambat atau
merintangi organisasi dalam memperbaiki kinerjanya. Dalam perspektif hubungan
manusia, konflik merupakan sebuah peristiwa wajar dan tidak terelakkan di suatu
organisasi. Konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif namun sangat diperlukan
agar kelompok dapat berkinerja secara efektif. Pandangan ini dinamakan sebagai
perspektif interaksionis. Konflik organisasi berupa sebuah persaingan yang sehat tentu
akan membuat performa masing-masing kelompok meningkat. Divisi produksi akan
meningkatkan skala produktivitasnya, sehingga divisi marketing pun tidak akan
ketinggalan berupaya sedemikian rupa agar menggenjot tingkat penjualannya. Pada
akhirnya, kinerja organisasi akan berpengaruh positif dengan adanya konflik tersebut.
Dengan adanya konflik yang fungsional, maka kualitas keputusan yang diambil akan
dapat diperbaiki, kreativitas dan inovasi dapat terstimulus, perhatian dan
keingintahuan anggota terdorong optimal serta merupakan saluran penyampaian
masalah dan penurunan ketegangan (Indriyatni, 2010).
Organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar yang sudah ditetapkan dan
mencapai peningkatan dari waktu ke waktu. Strategi yang dapat dilakukan dengan
menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi, dan
jika memungkinkan sasaran organisasi merupakan sasaran individu dan kelompok
(Abdurrahmat dalam Selanno 2014). Menurut Winardi (dalam Selanno 2014) perilaku
yang diharapkan dalam pekerjaan akan mengalami peningkatan jika individu
merasakan hubungan positif antara usaha yang dilakukannya dengan kinerja. Perilaku
demikian selanjutnya akan meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang
baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang sangat bernilai bagi
individu itu sendiri. Organisasi dapat melakukan evaluasi yang akurat, memberi
imbalan dan umpan balik yang tepat agar mempertahankan individu senantiasa dalam
rangkaian perilaku dan kinerja yang baik (Selanno, 2014).

Kesimpulan

1. Perilaku individu akan meningkatkan kinerja organisasi bilamana persepsi


individu tersebut positif terhadap organisasi sehingga akan meningkatkan
komitemennya lebih optimal. Kemudian, diiringi dengan motivasi yang tinggi dari
karyawan akibat terpenuhinya berbagai level kebutuhan yang mereka inginkan.
Selanjutnya, pengaruh lingkungan positif akan mempengaruhi juga kepribadian
karyawan secara positif, sehingga titik akhirnya akan meningkatkan kinerja
individu dan organisasi.
2. Perilaku kelompok berpengaruh positif terhadap kinerja sebuah organisasi.
Parameter untuk melihat pengaruhnya dari segi kepemimpinan, komunikasi dan
konflik.Berdasarkan pemaparan di atas, kepemimpinan yang baik, komunikasi
yang baik serta konflik yang dapat disikapi dengan baik akan mempengaruhi
kinerja organisasi secara positif.

Daftar Pustaka

Anto, R.2018. Manusia sebagai Mahluk Individu dan Sosial. Diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/326723983_Manusia_Sebagai_Makhluk_Individu_
dan_Sosial (16 April 2022)

Azwina dan Yusuf. 2020. Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Pada PT GAPA Citramandiri, Radio Dalam-Jakarta Selatan. Diakses melalui
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/DRB/article/view/4288/3220 (17 April 2022)

Gani, dkk 2021. Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit Mirqat

Indriyatni. 2010. Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Organisasi/Perusahaan. Diakses


melalui https://scholar.google.co.id/scholar_url?url=https://www.ejournal.stiepena.ac.id/
index.php/fe/article/download/65/62&hl=id&sa=X&ei=F1bYs3zDPmQ6rQPzKCxuAY&scis
ig=AAGB fm2yh1hGWPxdzZWHF3kXgwM3NJ3tyA&oi=scholar (17 April 2022)

Muizun dkk. 2019. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan. Diakses melalui
http://perwiraindonesia.com/eJournal/index.php/perwira/article/view/13/14 (17 April 2022)

Nabila dan Ratnawati. 2020. Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan dengan Keterikatan Karyawan dan Perilaku Kerja Proaktif sebagai Variabel
Intervening. Diakses melalui https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/view/31088
(17 April 2022)

Sari, T.A. 2015. Pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Pengawasan
terhadap Komitmen Karyawan PT.Telkomsel Pekanbaru. Diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/131144-ID-pengaruh-budaya-organisasi-gaya-
kepemimp.pdf (16 April 2022)

Selanno, H. 2014. Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi. Diakses melalui
https://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_paperinfo_lnk.php?id=972 (16 April 2022)

Sobirin. 2021. Perilaku Organisasi. Tangerang Selatan:Penerbit Universitas Terbuka.

Utamingsih, A. 2014. Perilaku Organisasi:Kajian Teoritik & Empirik Terhadap Budaya


Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepercayaan dan Komitmen. Malang : Penerbit UB Press.

Anda mungkin juga menyukai