Anda di halaman 1dari 10

BULETIN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

VOLUME 19, NO. 2, 2011: 45 – 54 ISSN: 0854-7108

Coaching Psychology: sebuah Pengantar


Teddi Prasetya Yuliawan 1
Indonesia NLP Society

Abstract

Coaching is a rapidly growing realm in recent decades. More than just a popular field of
psychology, coaching has also been the subject of discussion and research by psychology
practitioners and academics. This paper intends to provide an introduction to coaching psychology,
a field that in the last 10 years has grown by psychology practitioners in Australia and Europe. We
discuss the differences that coaching has compared to another field, the development of coaching
psychology, and the opportunity for future research and development. Hopefully, psychology
practitioners in this country will be interested to do research and development in this field, given
the increasing interest, both from the psychology and non-psychology.
Keywords: coach, coaching, coaching psychology

International 1 Coach Federation (ICF), beragam pelatihan sertifikasi coaching


salah satu lembaga jaringan coach pro- yang makin marak.
fesional dengan anggota terbesar di dunia Kondisi ini tidak terlalu mengejutkan,
saat ini mengadakan survei bertajuk ICF mengingat coaching kini memang telah
Global Coaching Study pada tahun 2012. menjadi salah satu metode yang dipertim-
Mereka menemukan bahwa diperkirakan bangkan baik oleh individu maupun orga-
terdapat 47.500 coach profesional di selu- nisasi sebagai metodologi populer untuk
ruh dunia saat ini. Jumlah ini meningkat pengembangan personal maupun dan
dibandingkan survei serupa yang mereka profesional (Grant, 2001). Penggunaan
lakukan pada tahun 2008, yang saat itu coaching telah sedemikian luas mulai dari
diperkirakan terdapat 30.000 coach profe- mengatasi stres kerja (Gyllensten &
sional. Lebih jauh, saat responden—yang Palmer, 2005; Talbot-Landon, Palmer, &
merupakan anggota ICF—ditanya tentang Flaxman, 2007; Hackett, Palmer, &
aktivitas coaching mereka, 87% menjawab Farrants, 2007), peningkatan prestasi aka-
bahwa mereka sedang memiliki klien demik (Grant, 2001), memperbaiki kualitas
aktif. Rerata pendapatan mereka pada pengasuhan dan perilaku anak (Ellam dan
tahun 2011 adalah sebesar US$47.900 per Palmer, 2006), kualitas perencanaan dan
tahun, dengan median US$25.000. Menarik pencapaian wirausahawan (Lawless,
untuk dicermati bahwa di Asia saja diper- 2009), hingga pengembangan kepemim-
kirakan terdapat 3.300 coach profesional pinan eksekutif (Lord, 2010).
dengan pendapatan rerata US$36.500 per
Meskipun demikian, sebagaimana
tahun (ICF, 2012). Jumlah yang masih
dilansir oleh Grant (2001), terlepas dari
terus bertambah melihat perkembangan
tren dan pemanfaatan yang semakin
meluas, jumlah penelitian ilmiah dalam
1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat psikologi untuk membangun kerangka
melalui: teddiprasetya@gmail.com teoritis dan aplikatif tentang coaching dan

80 BULETIN PSIKOLOGI
YULIAWAN

dampaknya masih sedikit. Kondisi ini pun achieve a specific personal or professional
terjadi di Indonesia, ketika penulis kesu- result or goal” (Wikipedia, 2011).
litan menemukan studi akademik tentang Tidak mengherankan, sebab dirunut
coaching dan aplikasinya. Dalam disertasi- dari sejarahnya, coaching memang erat
nya “Towards a Psychology of Coaching: The dengan dunia olah raga. Dalam dunia olah
Impact of Coaching on Metacognition, Mental raga, seseorang yang disebut sebagai coach
Health, and Goal Attainment”, Grant meme- memang memiliki otoritas untuk menga-
lopori pengembangan cabang psikologi jari. Maka John Whitmore (2002) melontar-
baru yang kemudian disebut sebagai kan pernyataan yang menarik, “Untuk
Coaching Psychology, dan para praktisinya alasan yang entah apa, kita punya pelatih
yang disebut Coaching Psychologist. Gerak- tenis yang disebut dengan tennis coach,
an ini kemudian menjadi inspirasi bagi namun pelatih ski disebut dengan ski
beberapa universitas dan organisasi profe- instructor. Padahal keduanya, menurut
si psikologi di berbagai negara untuk pengalaman saya, adalah instruktur.”
membangun organisasi khusus dalam
Untuk sekian lama, pelatih olah raga
bidang ini.
memang lebih layak disebut instruktur,
Tujuan penulis dalam artikel ini sebab mereka memberi instruksi saat
adalah untuk memberikan gambaran awal melatih. Sebuah tren yang kemudian beru-
tentang besarnya peluang bagi praktisi bah, ditandai dengan terbitnya sebuah
dan ilmuwan psikologi di Indonesia untuk karya fenomenal dalam bidang coaching
meneliti baik kerangka teoritik maupun berjudul “The Inner Game of Tennis”. Timo-
praktik coaching psychology, dan juga thy Gallwey, penulisnya, adalah seorang
mengembangkan praktik psikologi non pelatih tenis yang menemukan bahwa
klinis. Pengembangan ini penting meng- proses melatih seorang atlet profesional
ingat praktisi coaching saat ini berasal dari tidak bisa dijalankan secara instruksional.
latar belakang yang sangat variatif, dan Atlet profesional dalam pandangan
karenanya acapkali tidak memiliki penge- Gallwey (1974) adalah orang yang telah
tahuan dan keterampilan psikologis yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
memadai. yang cukup untuk menampilkan performa
Untuk itu, penulis akan mengawali optimal. Yang membuat kemampuan itu
dengan menjelaskan definisi coaching seba- tidak muncul adalah apa yang disebut
gaimana dimaksud dalam istilah coaching dengan ‘inner game’, yaitu kondisi mental
psychology. dan emosional seorang atlet. Gallwey pun
mengubah gaya melatihnya dari proses
memberi instruksi menjadi proses memfa-
Apa itu Coaching?
silitasi, dari memberi petunjuk menjadi
Definisi tentang coaching memang va- mengajukan pertanyaan (Hall & Duval,
riatif. Sebagian definisi bahkan mencam- 2004). Maka menurut Gallwey (Whitmore,
purkan coaching dengan training, mentor- 2002), “Coaching adalah proses membuka
ing, dan konseling. Semisal, pencarian kunci potensi seseorang untuk memak-
dengan menggunakan kata ‘coaching’ pada simalkan kinerjanya. Ia lebih merupakan
situs ensiklopedia online Wikipedia dida- proses membantu seseorang belajar alih-
pat definisi coaching sebagai, “a teaching, alih mengajarinya.” Pendekatan coaching
training, or development process in which an yang demikian kemudian menjadikan
individual gets support while learning to Gallwey mampu ‘keluar’ dari hanya ranah

46 BULETIN PSIKOLOGI
COACHING, COACHING PSYCHOLOGY

olah raga ke ranah musik dan bisnis. bukanlah proses yang bersifat terapeutik,
Keahliannya untuk memfasilitasi sese- dan karenanya berbeda dengan psikote-
orang belajar bahkan membuatnya bisa rapi dan konseling. Bacon dan Spear
menjadi seorang coach untuk para musisi (2003) telah menguraikan beberapa kondi-
(Hall & Duval, 2004). si klinis klien yang karenanya memerlu-
Dalam perjalanannya kemudian, kan psikoterapi terlebih dahulu sebelum
coaching banyak didefinisikan sebagai coaching. Maka sementara psikoterapi dan
proses yang berorientasi pada solusi dan konseling adalah proses untuk membantu
hasil, yakni seorang coach memfasilitasi klien dalam kondisi klinis untuk kembali
proses pembelajaran pribadi (self directed normal, coaching membantu klien dalam
learning), pertumbuhan diri, dan pening- kondisi normal untuk mencapai target
katan kualitas hidup klien dalam lingkup kinerja tertentu.
yang ditentukannya sendiri (Grant, 2001). Hall dan Duval (2004) membedakan
British Psychological Society – Special Group coaching dengan training dan mentoring
of Coaching Psychology merumuskan defini- menggunakan sudut pandang hubungan
si coaching psychology sebagai sebuah meto- yang terjadi antara people helper dan klien.
de yang digunakan untuk meningkatkan Trainer dan mentor adalah seseorang yang
kesejahteraan dan kinerja dalam dalam memiliki otoritas lebih tinggi daripada
ranah personal dan pekerjaan mengguna- klien, sebab mereka memang memiliki
kan model coaching yang didasarkan pada keahlian dan pengalaman yang tidak
pendekatan pembelajaran dan psikologi dimiliki oleh klien. Sementara coach tidak
orang dewasa yang telah mapan secara harus memiliki keahlian dan pengalaman
ilmiah (Grant & Palmer dalam Palmer & yang lebih tinggi dalam bidang yang
Whybrow, 2005). digeluti klien, sebab seorang coach adalah
Pertanyaan yang muncul kemudian ahli dalam memfasilitasi proses belajar.
adalah: apa beda coaching dengan training, Maka sementara trainer dan mentor adalah
mentoring, psikoterapi, dan konseling? pengajar, coach adalah fasilitator proses
belajar bagi klien. Konsekuensi dari defi-
Grant (2001) menyebut coaching seba-
nisi ini adalah klien dalam coaching harus-
gai sebuah proses yang untuk meningkat-
lah mereka yang telah memiliki penge-
kan kinerja dan kesejahteraan hidup pada
tahuan dan keterampilan yang memadai
populasi klien orang dewasa normal (non
dalam bidangnya, sebagaimana para atlet
klinis). Melalui definisi ini, maka coaching
profesional yang ditangani oleh Gallwey.
Tanpa itu, proses fasilitasi tidak akan
berjalan, sebab klien belum memiliki basis
informasi yang cukup untuk menghadir-
kan pembelajarannya sendiri.
Menyimpulkan berbagai definisi ini,
penulis menyusun sebuah model untuk
membedakan coaching dengan training,
mentoring, dan konseling sebagai berikut
(lihat Gambar 1).
Gambar 1. Perbedaan coaching dengan Psikoterapi dan konseling adalah pro-
training, mentoring, konseling ses untuk membantu klien mengatasi
kondisi klinisnya sehingga kembali nor-

BULETIN PSIKOLOGI 47
YULIAWAN

mal (dari titik minus ke titik nol). Semen- sity (O Connor & Lages, 2007). Ia men-
tara itu, training dan mentoring adalah dapati bahwa bersamaan dengan mening-
proses untuk membantu klien mencapai katnya kebutuhan akan coaching, masih
sebuah tujuan tertentu melalui proses teramat sedikit teori dan metodologi coach-
pengajaran. Karena sifatnya pengajaran, ing yang dibangun berdasarkan fondasi
maka ada keterbatasan informasi yang ilmiah yang kokoh (Grant, 2001). Semen-
akan didapat oleh klien, yakni sebatas tara dipahami bahwa coaching sebagai
pengetahuan dan pengalaman yang dimi- bentuk intervensi terhadap pertumbuhan
liki oleh trainer atau mentor. Sisi lain, manusia pasti memerlukan konsep psiko-
coaching adalah proses untuk memfasilitasi logi, belum banyak penelitian ilmiah
klien mencapai tujuan tertentu, sebuah dalam psikologi yang diadakan untuk
pembelajaran dan pertumbuhan pribadi mengembangan bidang ini. Alhasil, ba-
yang diinginkan. Coaching adalah proses nyak layanan coaching didasarkan pada
yang berbeda dengan training, mentoring, pop psychology yang belum tervalidasi
dan konseling sebab di dalamnya seorang (Grant & Stober, 2006). Jadilah Grant
coach lebih banyak menjadi rekan bereks- menggagas apa yang ia sebut sebagai
plorasi bagi klien melalui serangkaian evidence based coaching, yakni coaching yang
pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan- dijalankan dengan menggunakan teori
pertanyaan inilah yang kemudian mensti- dan model yang teruji secara ilmiah. Ia
mulasi klien untuk menemukan jawaban pun menginisiasi pendirian Coaching Psy-
atas pertanyaannya sendiri. chology Unit di Universitas Sydney, yang
merupakan unit khusus coaching psycho-
logy pertama di dunia yang membuka
Dari Coaching ke Coaching
program magister dan doktor dalam
Psychology
bidang ini (O’Connor & Lages, 2007).
ICF Global Coaching Study 2012 menye- Seiring dengan itu, pendirian asosiasi dan
butkan bahwa dua isu kunci yang saat ini jaringan praktisi dan ilmuwan psikologi
dihadapi oleh industri coaching adalah yang fokus pada coaching pun mulai
untrained individual dan marketplace confu- bertambah, seperti International Society for
sion. Isu pertama, untrained individual, ber- Coaching Psychology, Special Group in Coach-
kisar pada masalah banyaknya individu ing Psychology, Australian Psychological
yang menyebut diri mereka coach namun Society – Interest Group Coaching Psychology,
tanpa memiliki pemahaman dan keteram- British Psychological Society – Special Group
pilan yang memadai untuk melakukan in Coaching Psychology, dan lain-lain.
praktik coaching. Isu ini tidak bisa lepas Dalam pertemuan perdana International
dari isu kedua, yakni marketplace confusion, Coaching Psychology Conference yang diada-
kebingungan yang melanda pasar tentang kan di City University London, 18 Desem-
apa sebenarnya coaching itu, dibandingkan ber 2006, sekelompok psikolog dari berba-
dengan semisal training, mentoring, counsel- gai belahan dunia mengadakan sebuah
ing, dan lain-lain. Belum adanya standar pertemuan dan sepakat untuk membentuk
dan regulasi mengenai coaching berbagai International Forum for Coaching Psychology
negara menjadikan profesi ini bisa (IFCP) (Palmer & Whybrow, 2008). Penulis
dimasuki dan dijalankan oleh siapa saja. belum mendapati adanya perkumpulan
serupa di Indonesia, sementara praktik
Kondisi serupa ini sempat mengusik
coaching telah mulai ramai diminati dan
Dr. Anthony M. Grant dari Sydney Univer-
dijalankan. Dalam percakapan personal

48 BULETIN PSIKOLOGI
COACHING, COACHING PSYCHOLOGY

dengan salah seorang rekan penulis yang nistik, psikologi perilaku, adult development
berprofesi sebagai business coach, didapat theory, psikologi kognitif, psikologi positif,
informasi bahwa organisasinya mendapat hingga perspektif sistemik. Palmer dan
pemasukan setidaknya 1 miliar rupiah Whybrow (2008) melanjutkan ini, dan
setiap bulannya. memperluas metode dan pendekatan yang
Coaching psychology adalah aplikasi digunakan, tidak hanya yang berasal dari
psikologi dalam coaching, yakni memfasi- praktisi psikologi, melainkan juga mema-
litasi klien normal (non klinis), yang ingin sukkan pendekatan lain yang berasal dari
meningkatkan kualitas hidupnya atau praktisi non psikologi, seperti Neuro-
mencapai tujuan tertentu. Maka teori dan Linguistic Programming (NLP).
konsep yang diperlukan untuk menjalan- Namun pendekatan coaching psycho-
kan proses ini tentulah berbeda dengan logy seperti ini masih menyisakan ruang
psikoterapi. Sayangnya, psikologi terlalu besar untuk terjadinya coaching yang salah
lama fokus pada memahami disfungsiona- arah (Hall & Duval, 2004). Menurut
litas individu dan psikopatologi dalam keduanya, kebanyakan teori psikologi
populasi klinis daripada pertumbuhan berasal dari penelitian terhadap populasi
individu yang dicapai oleh populasi klinis, sehingga besar kemungkinan mele-
normal (Grant, 2001). Penelusuran penulis watkan poin penting yang hanya bisa
terhadap riset-riset tentang coaching di didapat dari populasi normal. Contoh
Indonesia pun belum membuahkan hasil yang ia berikan adalah penggunaan Trans-
dalam jumlah yang signifikan. Kalaupun Theoretical Model (TTM) dalam coaching.
ada, masih menukar-pakaikan istilah Model yang digagas oleh James Prochas-
coaching dengan konseling. Padahal, ka, John Nocross, dan Carlo DiClimente
coaching psychology menghendaki sebuah ini menjabarkan bahwa ada kemungkinan
bangunan teoritik yang didasarkan pada klien untuk mengalami relaps setelah
penelitian terhadap ‘manusia sehat’, mere- memutuskan untuk berubah. Istilah relaps
ka yang berhasil mengaktualisasikan inilah yang, bagi Hall & Duval, kurang
dirinya (Hall & Duval, 2004). tepat dalam konteks coaching, sebab ia
Kenyataan bahwa proses ini baru masih didasarkan pada asumsi psikotera-
dimulai, tentu masih memerlukan waktu peutik, yang para klien klinis memang
cukup lama untuk coaching sampai pada mungkin untuk mengalaminya, sebab
kematangan ini. Namun bukan berarti perubahan bagi mereka merupakan se-
tidak ada peluang sama sekali yang bisa buah ketidaknyamanan. Namun bagi me-
dikerjakan kini. Grant & Stober (2006) reka yang normal, sehat, dan menghen-
mengungkapkan bahwa sebenarnya ada daki aktualisasi diri, ketidaknyamanan
peluang untuk menelaah kembali teori- akan perubahan justru merupakan sesuatu
teori psikologi yang tersedia saat ini, yang yang dicari.
mungkin bisa diaplikasikan dalam Maka berbeda dengan Grant dan
coaching. Keduanya menerbitkan sebuah rekan-rekannya, Hall dan Duval lebih
buku berjudul “Evidence Based Coaching memilih untuk melakukan pembangunan
Handbook” yang mengulas beragam teori model coaching menggunakan teori-teori
psikologi yang dapat diaplikasikan dalam yang dikembangkan oleh Maslow, Rogers,
coaching. Berkolaborasi dengan banyak May, dan lain-lain tentang self actualizing
praktisi dan ilmuwan, buku ini membedah person (Hall & Duval, 2004). Coaching,
coaching dari perspektif psikologi huma- menurut keduanya, lebih dekat kepada

BULETIN PSIKOLOGI 49
YULIAWAN

konsep ini sebab klien berada pada kon- terhadap kualitas. Coach yang tidak kom-
disi yang siap untuk ditantang, menetap- peten, akan menurunkan kualitas coaching
kan tujuan, diberi umpan balik yang dan menciptakan pengalaman buruk serta
mungkin menyakitkan, dan sebagainya. kemunduran bagi profesi ini” (Brennan &
Mempelajari self actualizing person Prior, 2005).
memungkinkan kita untuk melihat ke- Berbeda dengan psikoterapi, penulis
mungkinan yang lebih luas tentang sejauh memandang bahwa coaching akan menjadi
mana seseorang bisa tumbuh. Kekurangan bidang yang inklusif, yang memungkin-
konsep aktualisasi diri yang digagas kan untuk para praktisi dari berbagai
Maslow, menurut Hall dan Duval, adalah bidang menjalankannya. Sebut saja execu-
belum terbentuknya sebuah model kerja tive coaching, yakni coaching yang dilaku-
yang memungkinkan para praktisi bisa kan untuk memfasilitasi para eksekutif
menjalankannya dalam dunia nyata. Dari atau petinggi organisasi. Sungguh sulit
sini, lahirlah sebuah pendekatan yang bagi seorang fresh graduate psikologi untuk
mereka beri nama Meta Coaching. memfasilitasi klien eksekutif dan mem-
Tentu, pendekatan ini pun, menurut buat mereka percaya akan mampu menca-
penulis, masih merupakan sebuah rin- pai hasil yang diinginkan. Alih-alih, para
tisan, yang memerlukan pengujian lebih eksekutif akan lebih mempercayai seorang
lanjut. Pendekatan riset Hall dan Duval coach yang merupakan mantan eksekutif
yang lebih bersifat kualitatif (mereka sebut pula. Hal yang sama mungkin juga akan
dengan modeling) tentu menyisakan ba- terjadi dalam sales coaching. Seorang
nyak ruang bagi para praktisi dan ilmu- salesman, tentu lebih mudah yakin pada
wan psikologi untuk melakukan peneli- seorang coach yang punya pengalaman di
tian lebih lanjut. bidang penjualan. Perkembangan coaching
yang telah merambah bahkan lini yang
sangat fokus seperti property coaching,
Apa Pentingnya Membangun
wealth coaching, parent coaching, dan lain-
Coaching Psychology?
lain akan melahirkan sebuah bidang yang
DBrennan dan Prior (2005) teramat heterogen. Maka Scoular (dalam
mengatakan pentingnya riset ilmiah untuk Coutu & Kauffman, 2009), menyimpulkan
menyusun seperangkat kompetensi, alih- hasil survei yang ia lakukan, mengatakan
alih hanya menggunakan serangkaian bahwa dua faktor yang paling mempe-
collective wisdom. Lebih jauh, dalam survei ngaruhi keberhasilan proses coaching ada-
yang mereka lakukan bertajuk “The Future lah keinginan klien dan kecocokan dengan
of Coaching as a Profession in the Next 5 Years coach. Enam puluh lima persen responden
(2005-2010)”, para responden mengatakan yang terdiri dari para coach profesional
bahwa jika coaching hendak menjadi mengatakan bahwa latar belakangan
sebuah profesi, maka harus dimulai pengalaman yang selaras dengan kondisi
sebuah gerakan riset ilmiah secara global klien merupakan penentu kesuksesan
yang melibatkan komunitas akademik. proses coaching.
“Pelabelan, promosi, dan pemasaran yang Masalah yang timbul kemudian
salah telah terlanjut meluas di masyarakat. adalah tidak semua mantan eksekutif,
Coaching adalah komoditas yang menarik. praktisi penjualan, atau para ahli di setiap
Setiap orang dengan mudah dapat lini coaching memiliki pemahaman yang
menyebut dirinya coach tanpa ada kontrol memadai tentang psikologi. Grant (2001)

50 BULETIN PSIKOLOGI
COACHING, COACHING PSYCHOLOGY

bahkan melihat risiko bahwa tetap saja pun ada bidang studi ini di kampusnya.
ada peluang seorang klien yang datang Setelah menyelesaikan disertasi berjudul
untuk mendapatkan coaching sebenarnya “Toward a Psychology of Coaching: The
berada dalam kondisi klinis. Jika para Impact of Coaching on Metacognition, Mental
coach profesional tidak memiliki pema- Health, and Goal Attainment”, ia bertanya
haman psikologi yang cukup, mereka bisa pada dirinya, “Dengan apa saya akan
terjebak untuk memberikan pelayanan menyebut diri saya? Saya tidak ingin
yang tidak tepat, bahkan berisiko melaku- menyebut diri saya psikolog klinis—saya
kan malpraktik yang berbahaya. Pun tidak ingin bekerja dengan klien non klinis. Saya
sampai berbahaya, mereka tidak akan lalu berpikir, ‘Saya seorang coach, dan saya
mendapatkan hasil yang diharapkan, seorang psikolog.’ Jadi saya akan menye-
sebagaimana disitir oleh Whitmore (2002), but diri saya ‘coaching psychologist’.
“Dalam banyak kasus, mereka (para coach) Sisi yang lain lagi, tentu adalah kebu-
tidak benar-benar memahami prinsip- tuhan akan coaching yang terus meningkat.
prinsip psikologis terkait performa yang Meskipun perlu penelitian lebih lanjut,
menjadi dasar coaching. Padahal tanpa namun penulis memperkirakan bahwa
pemahaman tentang hal ini mereka mung- jumlah klien normal (non klinis) yang
kin bisa menjalankan perilaku seperti membutuhkan coaching untuk memfa-
coaching, atau menggunakan teknik yang silitasi pertumbuhan diri atau pencapaian
kerap diasosiasikan dengan coaching seper- tujuan jauh lebih besar daripada jumlah
ti teknik-teknik bertanya, namun gagal klien klinis. Dalam sebuah perusahaan,
mencapai hasil yang diinginkan.” misalnya, jumlah karyawan yang meng-
Dalam kondisi yang sangat heterogen alami trauma atau burnout (sehingga
seperti ini, tugas para praktisi dan ilmu- memerlukan bantuak psikolog klinis)
wan psikologi lah untuk menyediakan mungkin bisa dihitung dengan jari.
bagi para coach pondasi teoritik yang Namun jumlah karyawan yang ingin
memadai, sehingga mereka dapat menja- mencapai target, ingin memiliki kehidup-
lankan praktik dengan model dan teknik an yang seimbang, ingin memiliki karir
yang kokoh secara ilmiah. Ini diperkuat yang lebih baik, ingin bisa bekerja sama
oleh survei yang dilakukan Scoular (dalam dengan tim dengan efektif, ingin memim-
Coutu & Kauffman, 2009) terhadap pada pin tim dengan baik, dst tentu jauh lebih
coach profesional yang mengatakan bahwa besar. Begitu pun dalam sebuah sekolah,
saat 61% kesuksesan coaching ditentukan jumlah anak-anak yang mengalami kon-
oleh kejelasan metodologi yang ia disi klinis bisa jadi jauh lebih sedikit
gunakan. Jika seorang coach tidak bisa dibandingkan mereka yang memerlukan
menjelaskan metodologi yang ia gunakan proses fasilitasi untuk berprestasi dengan
dengan solid, kecil kemungkinan ia akan lebih baik.
dipercaya oleh klien. Mereka semua memerlukan bantuan
Sisi lain, coaching psychology juga para praktisi psikologi yang kompeten.
membuka peluang bagi para lulusan Maka dikembangkannya coaching psycho-
psikologi untuk berkarir di bidang non logy jelas akan membuka banyak peluang
klinis. Grant (O’Connor & Lages, 2007) baru bagi lulusan praktisi psikologi.
mengungkapkan bahwa minatnya di Proses coaching yang umumnya menghen-
bidang coaching kala menjadi mahasiswa daki berjalan satu-lawan-satu, tentu mem-
belum dapat tersalurkan sebab tidak satu

BULETIN PSIKOLOGI 51
YULIAWAN

butuhkan sangat banyak praktisi psikologi menelaah efektivitas penggunaan


yang kompeten dalam bidangnya. pendekatan cognitive behavioral dan
solution focused untuk meningkatkan
kinerja dan kesejahteraan para staf di
Penutup: Darimana Kita Mulai?
sekolah.
Tulisan ini adalah sebuah inisiatif  Empat puluh peneliti internasional
awal untuk memprovokasi para praktisi hadir dalam The International Coaching
dan ilmuwan psikologi di Indonesia untuk Research Forum tahun 2008 dan berini-
memulai berbagai inisiatif mengembang- siatif untuk menyusun daftar 100 ide
kan coaching psychology. Penulis mendapati penelitian untuk memperluas dan
beberapa hal yang bisa kita lakukan memperdalam pemahaman dan prak-
adalah: tik coaching psychology. Daftar tersebut
 Meneliti dan menguji manfaat dan terbagi dalam tujuh bagian besar,
aplikasi coaching dari beragam metode yaitu: society and diversity; modalities
yang sudah ada, seperti Humanistic and process; defining coaching; business of
Coaching, Cognitive Behavioral Coaching, coaching and policy/ethics/ governance;
Psychoanalitic Coaching, Integrative Goal- training, development, knowledge base and
Focused Coaching, Positive Psychology theoretical frameworks; outcomes and
Coaching, NLP Coaching (Stober & methodology; coaching style, approach, and
Grant, 2006; Palmer & Whybrow, core competencies (ICRF, 2008). Para
2008). Sebagaimana telah diuraikan peneliti dapat menelaah memilih ide
sebelumnya, kita perlu lebih jeli dan pertanyaan penelitian yang sesuai
meneliti asumsi dari tiap pendekatan dengan konteks yang diminati. Penu-
yang sudah mapan ini, agar ketika lis, misalnya, memilih untuk fokus
digunakan dalam konteks coaching, ia pada tema-tema mendasar seperti “apa
benar-benar tepat untuk memfasilitasi yang sebenarnya terjadi dalam sesi
proses pertumbuhan. coaching?” (ide riset nomor 16), “apa
yang membedakan para coach yang
 Meneliti efektivitas coaching dalam
exellent” (ide riset nomor 91) dan “apa
berbagai bidang seperti pendidikan,
yang membuat seorang coach menjadi
penjualan, kepemimpinan, dan lain-
ekselen?” (ide riset nomor 56). Bebe-
lain. “Benarkah coaching bermanfaat?”
rapa pertanyaan ini penulis minati
adalah pertanyaan yang kerap muncul
karena memang sesuai dengan kondisi
dari individu maupun organisasi,
penulis sebagai seseorang yang sedang
mengingat nilai investasi yang relatif
mulai menjalani profesi sebagai coach
tinggi. Namun Fillery-Travis dan Lane
profesional. Di luar itu, ide penelitian
(2006) memperingatkan kita agar
juga dapat diarahkan untuk mengem-
menelaah lebih dalam pertanyaan
bangkan psikologi pertumbuhan guna
tersebut dengan lebih spesifik berta-
menghasilkan teori dan model manu-
nya: proses coaching apakah yang
sia sehat, sebagaimana yang dilakukan
digunakan dan untuk tujuan apa.
Hall (2008) yang menelaah ulang dan
Sebab coaching, sebagaimana halnya
membedah teori Hirarki Kebutuhan
psikoterapi, adalah istilah yang terlam-
Maslow dan mengembangkan Self
pau luas, yang mencakup berbagai
Actualization Quadrant (SAQ). SAQ ini
pendekatan dan tujuan. Salah satu
merupakan model kerja yang lebih
contoh penelitian Adams (2012) yang

52 BULETIN PSIKOLOGI
COACHING, COACHING PSYCHOLOGY

praktis untuk digunakan oleh coach Brennan, D., & Prior, D. M. (2005). The Fu-
dalam praktiknya. ture of Coaching Profession: The Next
 Kita bisa mempromosikan profesi baru Five Years (2005-2010). International
praktisi psikologi: coaching psychologist, Coach Federation. Diunduh dari www.
sehingga membuka peluang praktisi coachfederation.org.
psikologi berkimprah dalam dunia Bacon, T. R., & Spear, K. I. (2003). Adaptive
nyata. Lahirnya profesi seperti ini Coaching. California: Davies-Black Pu-
tentunya menghendaki seperangkat blishing.
panduan kerja yang meliputi teori, Coutu, D., & Kauffman, C. (2009). What
model, teknik, kode etik, dan standar Coaches Can Do For You. HBR
kompetensi yang komprehensif. Prak- Research Report January 2009. Diunduh
tisi psikologi dapat bekerja sama dari www.hbr.org.
dengan coach profesional yang telah
Ellam, V., & Palmer, S. (2006). Does Parent
lebih dulu berada di lapangan untuk
Coaching Improve the Quality of
memahami kebutuhan klien dan
Parenting and Children’s Behavior.
kriteria kesuksesan mereka.
The Coaching Psychologist, 2(1).
 Tentunya, ini semua akan berdampak Leicester: British Psychological
pada peluang lain, yakni bagi Univer- Society.
sitas untuk membuka Program Studi
Fillery-Travis, A., & Lane, D. (2006). Does
khusus atau short course untuk mendu-
Coaching Work or Are We Asking the
kung para coach profesional menda-
Wrong Question. International Coaching
patkan pendidikan yang memadai.
Psychology Review. Leicester: British
Penulis mendapati beberapa uni-
Psychological Society.
versitas di dunia yang telah memiliki
program studi khusus adalah Univer- Gallwey, T. (2008). The Inner Game of
sity of Sydney, City University, Uni- Tennis. New York: Random House
versity of East London, University of Trade Paperbacks.
Copenhagen, dan Harvard Medical Gyllensten, K., & Palmer, S. (2005). “Can
School. Adapun mereka yang tertarik Coaching Reduce Workplace Stress”.
untuk menjadi coach profesional di The Coaching Psychologist, 1(1)
Indonesia saat ini umumnya mengiku- Leicester: British Psychological
ti program pelatihan yang diadakan Society.
oleh lembaga pelatihan berafiliasi Grant, A. M. (2001). Toward a Psychology
dengan lembaga dari luar negeri of Coaching: The Impact of Coaching
seperti International Coach Federation on Metacognition, Mental Health, and
(ICF) dan Meta Coach Foundation Goal Attainment (Doctoral Disserta-
(MCF). tion). Department of Psychology, Mac-
quarie University, Sydney Australia.
Daftar Pustaka Hackett, A., Palmer, S., & Farrants, J.
(2007). An Investigation into Stress
Adams, M. (2012). Coaching Psychology in
and Coaching Needs of Staff Working
Schools: Supporting Staff Performance
in the Hospice Service. The Coaching
and Well-Being. Coaching Psychology
Psychologist, 3(3). Leicester: British
International, 5. International Society
Psychological Society.
for Coaching Psychology.

BULETIN PSIKOLOGI 53
YULIAWAN

Hall, L. M., & Duval, M. (2004). Meta O’ Connor, J., & Lages, A. (2007). How
Coaching Vol I: Coaching Change. Coaching Works. London: A & C Black
Colorado: Neuro Semantic Publishers Ltd.
Publication. Palmer, S., & Whybrow, A. (2005). The
Hall, L. M. (2008). Self Actualization Proposal to Establish a Special Group
Psychology: The Psychology of the Bright in Coaching Psychology. The Coaching
Side of Human Nature. Colorado: Neuro Psychologist 1(1). Leicester: British
Semantic Publication. Psychologial Society.
International Coaching Research Forum Palmer, S., & Whybrow, A. (2008). Hand-
(2008). 100 Coaching Research Pro- book of Coaching Psychology: A Guide for
posal Abstract. Diunduh dari www. Practitioners. Sussex: Routledge.
instituteofcoaching.org/images/pdfs/ Stober, D. R., & Grant, A. M. (2006).
100ResearchIdeas-ICRF.pdf. Evidence Based Coaching Handbook. New
International Coach Federation (2012). ICF Jersey: John Wiley and Sons, Inc.
Global Coaching Study: Executive Talbot-Landon, S., Palmer, S., & Flaxman,
Summary. P. (2007). The Development of an
Lawless, M. (2009). The Influence of Life Effective Staff Coaching Programme
Coaching on Entrepreneur’s Goal for Stress Prevention and Reduction in
Planning and Attainment. ICF Research the Prison Service. The Coaching
Report. Diunduh dari www. Psychologist, 3(1). Leicester: British
coachfederation.org. Psychological Society.
Lord, E. G. (2010). A Quantitative Study Whitmore, J. (2002). Coaching for Perform-
on Executive Coaching from a ance. London: Nicholas Brealy
Learning Transfer Perspective Publishing.
(Doctoral Dissertation). University of
Phoenix.

54 BULETIN PSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai