A. LATAR BELAKANG
1
Penyuluhan Islam ini adalah dengan dakwah irsyad yang diajarkan secara
teori maupun dalam praktiknya (Tajiri, 2008: 68). Pengembangan dalam
Bimbingan dan Penyuluhan Islam merupakan pengembangan ilmu tentang
bagaimana cara berdakwah secara profesional, dakwah fardhiah (dakwah
secara perorangan), berdakwah dengan cara-cara persuasif, dengan
menjadi pendengar keluhan, permasalahan, pemikiran dan harapan-
harapan dari mad'u-nya, kemudian direspon melalui teknik bicara
(wawancara konseling) yang bersumber pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh mad'u-nya (kliennya) (Yusuf, 2013: 8-9). Dengan adanya
pengembangan profesi ini diharapkan mampu memudahkan para da’i
dalam mempelajari materi-materi dakwah yang mampu membantu
menyelasaikan berbagai tantangan sosial kemasyarakatan yang menjadi
objek dakwah.
2
Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam memberikan materi-materi
pembelajaran untuk menunjang mahasiswa agar menjadi konselor yang
profesional. Selain itu, juga terdapat progam penguatan dalam membentuk
kemampuan pengalaman praktis yang dihadirkan dalam program
praktikum. Program tersebut dirancang ke dalam Praktek Mata Kuliah
(PMK), Kuliah Kerja Lapangan (KKL), dan Praktek Pengalaman
Lapangan (PPL). Dengan adanya program-program ini sangat membantu
mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta mengasah
kemampuannya terutama untuk menjadi konselor profesional.
3
memiliki tujuan yang jelas setelah lulus dari kuliah karena kurangnya
pemahaman akan profesi mahasiswa setelah lulus. Mahasiswa juga ada
yang merasa kurang bahwa terlalu banyak teori yang didapatkan namun
sedikit untuk praktik secara nyata. Dengan demikian perlunya program
yang mampu membimbing mahasiswa menjadi lebih terarah dan yang
mampu membantunya untuk memperkaya kompetensi yang seharusnya ia
miliki. Hal ini juga dijelaskan dalam firman Allah pada surat Ar-Rad (13):
11,
ِب ِس ِه ِب ٍم ِإ
َّن الَّلَه اَل ُيَغِّيُر َم ا َق ْو َح ٰىَّت ُيَغِّيُر وا َم ا َأْنُف ْم
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
Dijelaskan dalam firman Allah swt. pada surat Ar-rad ayat 11 bahwa
Allah tidak akan memberikan sesuatu yang diinginkan hamba-Nya jika
hamba-Nya tidak melakukan usaha. Untuk itu perlu bagi mahasiswa
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang membantunya untuk
mengembangkan kompetensinya. Dengan demikian maka perlu adanya
usaha mahasiswa dalam mengembangkan kompetensinya. Untuk itu,
prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang memberikan program
untuk mengembangkan kompetensi konselor sosial agama kepada
mahasiswanya melalui Benchmarking Kompetensi (BM).
Benchmarking merupakan suatu proses yang biasa digunakan
dalam manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu
unit/bagian/organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya
terhadap aktivitas atau kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang
sejenis baik secara internal maupun eksternal (Shahindra, 2008: 1).
Kegiatan ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk
meningkatkan kompetensi teoretik maupun praktis mahasiswa jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam agar mampu bersaing di dunia kerja,
serta untuk meningkatkan skill mahasiswa di bidang Bimbingan dan
4
Penyuluhan Islam terutama kompetensi konselor sosial agama.
Benchmarking memiliki filosofi yaitu untuk mengenali
kekurangan yang dimiliki dan mengakui bahwa seseorang melakukan
pekerjaan dengan baik. Selanjutnya mahasiswa belajar bagaimana untuk
melakukan dan mengimplementasikannya pada kegiatan tersebut. Dalam
benchmarking mahasiswa bisa belajar mengadopsi dan mengadaptasi
ide, praktek atau metode dengan seizin dari mitra benchmarking.
Benchmarking dapat diterapkan untuk produk, jasa, praktek organisasi,
dan secara luas untuk semua area yang kita ingin bandingkan kinerjanya
(Stapenhurst, 2009: 3). Benchmarking ini dapat dimasukkan ke dalam
jenis pelatihan. Pada dasarnya pelatihan merupakan suatu proses dalam
meningkatkan dan mengembangkan kualitas individu dalam menghadapi
dan menjawab berbagai tuntutan dan kebutuhan yang terus meningkat.
Kegiatan benchmarking yang dilakukan oleh prodi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam berfokus pada kompetensi konselor sosial dan
penyuluh agama. Pelaksanaan benchmarking dilaksanakan bekerja sama
dengan Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli Bimbingan dan
Konseling Islam (DPP PABKI), yang merupakan sebuah organisasi
profesi dan ilmuwan di bidang bimbingan, penyuluhan, dan koseling
Islam Nasional. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa Bimbingan
dan Penyuluhan Islam mampu meningkatkan kompetensi yang dimiliki
seperti konselor sosial dan penyuluh agama. Untuk desain benchmarking
untuk kompetensi konselor sosial adalah sebagai kegiatan pendidikan
dan pelatihan yang bukan hanya pengembangan teori tentang bimbingan
dan konseling Islam, tetapi dilengkapi pula dengan praktek profesi
konselor sosial keagamaan dalam berbagai latar kehidupan klien seperti
anak, remaja, lansia, pasien, dan keluarga (Supena, dkk., 2020: 9-10).
Peneliti dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana proses
benchmarking sehingga mampu meningkatkan kompetensi konselor pada
mahasiswa Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah
dan Komunikasi tahun 2020-2022. Karena selain program benchmarking
5
yang berfokus pada pembandingan juga terdapat pelatihan yang
menunjang pengembangan kompetensi konselor sosial agama. Menurut
Payaman Simanjuntak dalam Muhson (2012: 45), “Pendidikan dan
latihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan
sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak hanya menambah
pengetahuan, namun juga meningkatkan keterampilan bekerja dengan
demikian meningkatkan produktifitas kerja” (Muhson, 2012: 45). Untuk
itu peneliti hendak meneliti program benchmarking tersebut.
Pemaparan bagaimana sistem benchmarking yang dilaksanakan di
Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Walisongo untuk meningkatkan kompeteni
mahasiswanya terutama pada konsentrasi konselor sosial agama akan
membantu Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam/Bimbingan dan
Konseling Islam di perguruan tinggi lain sebagai bahan acuan, selain itu
juga dapat bermanfaat untuk prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
sendiri yaitu dengan mengetahui sejauh mana benchmarking mampu
meningkatkan kompetensi konselor dan dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi ke depannya. Dan untuk mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, benchmarking akan membantu mahasiswa agar memiliki
kompetensi yang profesional dibidang konseling.
B. RUMUSAN MASALAH
6
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
memiliki manfaat:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi pada Fakultas
dakwah dan Komunikasi khususnya pada prodi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam terkait dengan peningkatan kompetensi konselor
melalui benchmarking.
2. Manfaat Praktis
a. Pembaca
b. Peneliti Lain
7
penulis khususnya mengenai program benchmarking prodi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
D. TINJAUAN PUSTAKA
8
berarti bahwa penerapan program pelatihan bimbingan dan
konseling pada kelompok eksperimen efektif dan meningkatkan
kompetensi profesional konselor. Menurut aspek-aspek kompentensi
profesional konselor, ada tiga aspek yang tidak diberikan dalam
pelatihan nilai p > 0,05 sehingga hipotesis minor diterima, yaitu
program pelatihan bimbingan dan konseling efektif untuk
meningkatkan kompetensi profesional konselor yang dilatihkan.
9
dihasilkan dari penelitian ini terdiri atas: komponen kerangka kerja,
tahapan pelatihan, format pelatihan, kurikulum (isi, metode dan
proses) pelatihan, norma pelatihan, peran pendidik konselor dan
calon konselor, dan evaluasi pelatihan.
10
agama.
11
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Fokus penelitiannya pada
bagaimana upaya IAIN Ponorogo yang mampu meningkatkan
kompetensi mahasiswanya dengan fasilitas yang dimilikinya. Artikel
keempat berfokus pada peran konseling religi dalam menjaga dan
membentuk karakter peserta didik. Penelitian dalam jurnal kelima
dengan pembahasan bahwa untuk mendapatkan hasil konseling yang
terbaik, konselor harus memiliki akhlak yang meniru akhlak Rasulullah.
Dengan demikian tidak terdapat kesamaan antara judul yang peneliti
akan teliti dengan jurnal, skripsi, maupun artikel yang sebelelumnya
pernah diteliti. Adapun kajian yang akan peneliti teliti juga berbeda dan
metode penelitian yang peneliti juga berbeda sehingga tidak akan ada
unsur plagiarisme dalam penelitian ini.
E. KERANGKA TEORI
1. Benchmarking
a. Definisi Benchmarking
Benchmarking dalam Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai
“Patok Duga” (Rachman, 2016: 1). Patok duga adalah proses
pembelajaran yang sistematis dan berkesinambungan untuk
menganalisis praktik kerja terbaik untuk menciptakan dan mencapai
tujuan dengan pencapaian prestasi pada kelas dunia, dengan
membandingkan setiap bagian dari perusahaan dengan perusahaan
pesaing paling terbaik di kelas dunia (Rahim, 2017: 189). Menurut
Gregory H. Watson (1996: 4), definisi dari benchmarking adalah,
“Benchmarking has been described as a search for best practices -
indeed, it is the process of comparing the performance and process
characteristics- tics between two or more organizations in order to
learn how to improve”, yang artinya benchmarking telah
digambarkan sebagai pencarian praktik terbaik, yang itu adalah
proses membandingkan kinerja dan karakteristik dari komunikasi
antara dua atau lebih organisasi untuk belajar bagaimana cara untuk
12
meningkatkan.
13
praktik terbaik industri yang akan menghasilkan kinerja luar biasa
melalui penerapan praktik terbaik ini.
14
Benchmarking juga bertujuan untuk menemukan kunci atau
rahasia sukses lembaga pendidikan lain kemudian diadaptasi,
diseleksi, dan ditingkatkan untuk diterapkan pada lembaga
pendidikan yang melakukan benchmarking (Lubis, 2016: 18).
Rachman (2013: 2) mengemukakan bahwa tujuan utama dari
benchmarking adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses
dari suatu lembaga pendidikan yang terbaik di kelasnya,
kemudian mengadaptasi dan menyempurnakannya untuk
diterapkan pada lembaga yang melakukan benchmarking di
berbagai bidang. Benchmarking bukan sekedar mengumpulkan
data, tetapi yang lebih penting adalah apa rahasia dibalik
pencapaian kinerja dari segi data yang diperoleh. Dengan
demikian, tujuan benchmarking adalah untuk menemukan kunci
atau rahasia sukses dari suatu lembaga atau organisasi yang
terbaik di kelasnya yang selanjutnya akan diadaptasi dan
disempurnakan agar dapat menjadi lembaga atau organisasi yang
terbaik.
c. Evolusi Konsep Benchmarking
2) Tahap kedua
15
untuk mencakup perbandingan terhadap proses-proses dari para
pesaing.
3) Tahap ketiga
4) Tahap keempat
16
Selain benchmarking pada karakteristik produk, benchmarking
juga dilaksanakan pada benchmarking proses yang memungkinkan
produk yang dihasilkan menjadi produk unggulan.
3) Process Benchmarking
Mempunyai cakupan yang lebih luas dengan asumsi dasar bahwa
beberapa proses bisnis memimpin perusahaan yang sukses
memiliki kesamaan dengan perusahaan yang sukses memiliki
kesamaan dengan perusahaan yang akan melaksanakan
benchmarking.
4) Strategic Benchmarking
Merupakan proses sistematis untuk mengevaluasi alternatif,
menerapkan strategi bisnis dan menghasilkan kinerja dengan
memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan
oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis.
Membahas hal-hal yang terikat dengan arah strategis jangka
panjang.
5) Global Benchmarking
Meliputi semua generasi sebelumnya dengan tambahan bahwa
cakupan geografisnya mengglobal dibandingkan dengan mitra
global dan pesaing global.
17
suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih
baik dibandingkan dengan yang lainnya.
18
untuk mencari dan memperkenalkan praktik terbaik ke dalam
suatu organisasi sedemikian rupa sehingga semua bagian
organisasi memahami dan mencapai potensi penuh mereka.
e. Jenis Benchmarking
Menurut Suluri (2019: 84), ada dua jenis benchmarking, yaitu
benchmarking internal dan benchmarking eksternal.
Benchmarking internal merupakan upaya membandingkan standar
antar prodi/fakultas/perguruan tinggi. Benchmarking internal dapat
dilakukan antar program studi dalam satu perguruan tinggi atau
antar unit kerja/prodi dalam satu perguruan tinggi tersebut.
Sedangkan benchmarking eksternal adalah upaya membandingkan
standar internal lembaga dengan standar eksternal lembaga lain.
Benchmarking eksternal dapat dilakukan di institusi atau
universitas lain, baik yang melibatkan program studi tertentu atau
unit kerja/prodi tertentu, baik di dalam maupun di luar negeri.
1) Internal benchmarking
19
lain (seringkali pemimpin industri) dalam kelompok industri.
Banyak kelompok industri mempublikasikan data komparatif
baik secara pribadi (untuk anggota kelompok) atau publik atau
keduanya.
3) Competitive benchmarking
20
selama itu bukan hak miliki pribadi.
3) Best practice
Benchmarking praktik terbaik berfokus pada menemukan
pemimpin yang tidak terbantahkan dalam proses benchmarking.
Pencarian ini akan melalui sektor industri dan lokasi geografis.
Pendekatan ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan
“strategi terobosan” untuk industri tertentu (Wireman, 2017: 94).
Menurut Abd. Rahman Rahim dan Enny Radjab (2017: 193)
ada empat jenis dasar benchmarking secara umunya, yaitu:
1) Patok duga internal
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasi satu
bagian dengan bagian internal lainnya dalam satu organisasi.
Yang dapat dibandingkan adalah kinerja masing-masing
departemen, divisi, cabang dalam satu perusahaan yang sama
yang terbesar secara goegrafis.
2) Patok duga kompetetif
Pendekatan dilaksanakan dengan melakukan perbandingan
dengan berbagai pesaing. Faktor yang dibandingkan dapat berupa
karakteristik produk, kinerja, dan fungsi dari produk yang sama
yang dihasilkan oleh pesaing di pasar yang sama.
3) Patok duga fungsional
Pada benchmarking fungsional, diadakan perbandingan fungsi
atau proses perusahaan di berbagai industri.
4) Patok duga genetik
Benchmarking genetik adalah perbandingan proses bisnis
fundemental yang cenderung sama di setiap industri. Karena
prosesnya sama di setiap perusahaan, misalnya menerima
pesanan, layanan pelanggan, dan pengembangan strategi, maka
dimungkinkan untuk melakukan patok duga meskipun perusahaan
berada di bidang industri yang berbeda.
21
Sedangkan menurut Taufiqur Rachman (2013: 6), ada empat
cara yang bisanya digunakan dalam melaksanakan benchmarking,
yaitu:
1) Riset in-house
Dilaksanakan dengan melakukan penilaian pada informasi dalam
perusahaan sendiri maupun pada informasi yang ada di
masyarakat.
2) Riset pihak ketiga
Dalam pencarian data dan informasi yang sulit didapatkan
dilakukan dengan menggunakan jasa pihak ketiga.
3) Pertukaran langsung
Pertukaran informasi dengan perusahaan mitra benchmarking
dilakukan secara langsung melalui kuesioner, survei dengan
media telepon atau lainnya.
4) Kunjungan langsung
Dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung ke tempat
(lokasi) mitra benchmarking untuk saling tukar informasi.
Selain keempat jenis dasar tersebut, terdapat pula jenis khusus,
seperti benchmarking stategis (pelaksanaan benchmarking pada level
strategis), benchmarking operasional (hanya ruang lingkupnya yang
berbeda dengan benchmarking strategis), benchmarking global
(perpanjangan benchmarking strategis, termasuk benchmarking
mitra global).
f. Proses Benchmarking
Saat melakukan benchmarking terdapat langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapai benchmarking yang sukses, (Wireman,
2017: 98), langkah-langkah tersebut adalah:
1) Conduct internal analysis (melakukan analisis internal)
2) Identify areas for improvement (mengidentifikasi area untuk
perbaikan)
3) Find partners (menemukan pasangan)
22
4) Make contact, develop questionnaire, and perform site visits
(melakukan kontak, mengembangkan kuisioner, dan melakukan
kunjungan lapangan)
5) Compile results (menyusun hasil)
6) Develop and implement improvements (mengembangkan dan
menerapkan perbaikan)
23
yang menjelaskan dan membantu kita untuk memahami kinerja
suatu organisasi. Tahap pengumpulan data atau informasi
memerlukan kesungguhan usaha dan sistematis untuk
menciptakan patokan (benchmarking) yang bermanfaat dan
dapat dipercaya.
4) Menganalisis
Langkah selanjutnya adalah menganalis, dimana dalam
langkah ini diperlukan kemampuan analitis dan kreativitas yang
tinggi dari seluruh proses benchmarking. Analisa tidak hanya
berupa mengidentifikasikan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan, tetapi juga memahami hubungan dengan
kandungan operasi yang mendasarinya. Mengenal faktor-faktor
yang tidak dapat dibandingkan dan yang tidak dapat
dipengaruhi sangat diperlukan karena keduanya akan
mempengaruhi bagaimana hasil dari analisis.
5) Menerapkan
Langkah terakhir dalam benchmarking adalah menerapkan
peningkatan-peningkatan. Selain itu, juga diperlukan
pengembangan organisasi dan pemindahan fokusnya sehingga
menuju pada perilaku yang berorientasi kinerja. Organisasi
harus menentukan sasaran yang realistis berdasarkan pada
potensi peningkatan yang diungkapkan oleh celah perbedaan
benchmarking. Sasaran-sasaran tersebut harus dirinci dan
diadaptasikan agar sesuai dengan struktur organisasi dan
dikomunikasikan pada orang-orang yang terlibat.
24
2) Mengevaluasi pentingnya setiap mata pelajaran (KSF).
3) Identifikasi terhadap siapa yang akan dijadikan pembanding
(menentukan mitra benchmarking)
4) Mengumpulkan informasi benchmarking.
5) Bandingkan “terbaik dikelasnya” dengan kinerja perusahaan
itu sendiri (mengidentifikasi kesenjangan kinerja).
25
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan
nilai yang diyakininya sehingga klien merasa bahagia dan efektif
perilakunya. Menurut John McLeod, konseling merupakan
percakapan pribadi yang bertujuan yang timbul dari niat satu orang
(pasangan atau keluarga) untuk merenungkan dan menyelesaikan
masalah dalam hidup, dan kesediaan orang lain untuk membantu
dalam upaya itu (McLeod, 2013: 7). Sunil berpendapat bahwa
konseling merupakan proses yang terjadi ketika klien dan konselor
meluangkan waktu untuk mengeksplorasi kesulitan yang mungkin
termasuk perasaan stres atau emosi klien (Krishnan: 5).
26
konselor dan kilen yang bertujuan untuk membantu individu
(klien) dalam memecahkan masalah agar individu dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan potensi
atau kemampuannya (Mulawarman, 2016: 4). Konseling juga
dapat diartikan sebagai perubahan. Perubahan yang dimaksud
adalah perubahan yang terjadi pada klien setelah adanya proses
interaksi atau hubungan yang unik antara konselor dan klien.
Tingkah laku, konstruk pribadi, kemampuan untuk mengatasi
situasi-situasi hidup, dan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan
keputusan adalah perubahan yang diharapkan akan terjadi
(Kibtiyah, 2017: 10).
27
menjalankan tugas-tugas perkembangannya secara optimal,
kemandirian, dan kebahagian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (Hartono, 2015: 30).
28
Jamal Ma’mur Asmani dalam (Adawiyah, 2015: 76) juga
berpendapat bahwa konselor merupakan seorang psikolog yang
pandai dalaam menyelami dunia anak secara mendalam. Ia juga
cepat mengindentifikasi, memetakan, dan menemukan penyebab
masalah, lalu menyusun formula imliah untuk menanganinya
dengan langkah dan solusi yang cerdas, efisien, dan aplikatif.
29
menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama
yang dimilikinya sehingga ia kembali menyadari peranannya
sebagai khalifah di bumi dan berfungsi untuk menyembah Allah
Swt. dengan demikian, terciptanya kembali hubungan baik dengan
Allah Swt., manusia, dan alam semesta. Konseling Islami juga
dapat berarti bantuan yang diberikan kepada klien (orang yang
bermasalah) oleh seseorang yang ahli dalam bidang konseling
untuk membantu klien memecahkan permasalahannya sesuai
dengan tuntunan Al-Quran dan hadits, sehingga klien mampu
menggunakan potensi-potensinya untuk menghadapi hidup dan
kenyataan hidup dengan wajar dan benar (Erhamwilda, 2009: 100).
Konseling Islam juga berarti membantu seorang klien agar kembali
bisa hidup selaras dengan fitrah tauhidnya dan mendapatkan
kebahagian serta kesejahteraan hidup di dunia dan akherat, serta
selamat dari api neraka (Komarudin, 2015: 228).
30
permasalahan dengan menggunakan tuntunan Al-Quran dan hadits
sebagai landasannya agar individu tersebut mampu memecahkan
atau menyelesaikan permasalahannya sendiri, mewujudkan tatanan
kehidupan yang sejahtera untuk individu, keluarga, dan masyarakat
yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan, keamanan, ketertiban,
dan ketentraman baik lahir maupun batin, hal ini akan terwujud
melalui berbagai kerja sama dan tangggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat.
31
nyata yang diwujudkan dalam kualitas fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan moral sebagai orang yang berguna sehingga mampu
melaksanakan tugas khusus yang tingkat kesulitannya lebih dari
dan mengakibatkan tercapainya tingkat kemampuan, keterampilan,
dan pengetahuan yang tinggi dari ahli konseling yang berlatar
belakang sarjana bimbingan dan konseling (Heriyanti, 2007: 107).
32
(guidance and counseling) yang harus mempunyai sertifikasi dan
lisensi untuk melaksanakan layanan profesional bagi masyarakat.
33
dibutuhkan oleh konselor, yaitu: kognitif-perilaku, humanistik,
psikodinamik dan sistemik (McLeod, 2013: 612).
34
Pengetahuan tentang kapan dan bagaimana melakukan
intervensi spesifik, kemampuan untuk menilai efektifitas
intervensi, pemahaman tentang alasan di balik teknik
kepemilikan repertoar intervensi atau metode yang cukup luas.
6) Kemampuan untuk memahami dan bekerja dalam sistem sosial
Kesadaran keluarga klien dan hubungan kerja, dampak agensi
pada klien, kapasitas untuk menggunakan jaringan dukungan
dan pengawasan. Kepekaan terhadap dunia sosial klien yang
mungkin berbeda dalam gender etnis, orientasi seksual, atau
kelompok usia.
7) Keterbukaan untuk belajar dan penyelidikan
Kapasitas untuk ingin tahu tentang latar belakang dan masalah
klien, terbuka untuk pengetahuan baru, menggunakan penelitian
untuk menginformasikan praktik.
35
Indonesia (SKKI), yaitu:
1) Penguasaan konsep dan praktis pendidikan
36
a) Merancang program bimbingan dan konseling, khususnya
untuk sasaran layanan atau klien pada satuan Pendidikan,
atau unit kerja/organisasi atau lembaga tempat konselor
bertugas
37
bimbingan dan konseling (guru BK), para pendidik calon Sarjana
Pendidikan bidang Bimbingan dan Konseling, para pendidik calon
Doktor Bimbingan dan Konseling pada Lembaga Tenaga
Pendidikan (LPTK) di wilayah Indonesia. Kompetensi konselor
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor yang mulai
diberlakutan sejak tanggal 11 Juni 2008. Kompetensi konselor
tersebut berupa kompetensi akademik dan profesional.
Kompetensi akademik dapat diperoleh melalui proses pendidikan
formal jenjang Srata Satu (S1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling, sedangkan kompetensi profesional didapatkan dengan
menguasi kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan
menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam
konteks pendidikan profesi konselor yang berorientasi pada
pengalaman dan kemampuan praktik lapangan (Hartono, 2015: 67-
68).
Kompetensi akademik adalah landasan bagi pengembangan
kompetensi profesional, yang meliputi:
1) Memahami secara mendalam tentang konseli yang dilayani,
2) Menguasai landasan dan kerangka teoritis bimbingan dan
konseling
3) Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan konseli, dan
4) Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara
berkelanjutan.
Atas dasar kompetensi akademik tersebut, maka rumusan
akademik dan profesional konselor dipetakan atas dasar ketentuan
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
38
kedalam kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan
profesional sebagai berikut:
Tabel 1
Rumusan Kompetensi Akademik dan Profesional Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
(Peraturan Menteri, 2008)
Kompetensi Pedagogik
1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan
landasan keilmuannya
1.2 Mengimplementasikan prinsip-
1. Menguasai teori dan
prinsip pendidikan dan proses
praksis pendidikan
pembelajaran
1. 3 Menguasai landasan budaya
dalam prasis Pendidikan
2. Mengaplikasikan 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
perkembangan perilaku manusia, perkembangan
fisiogis dan fisik dan psikologis individu
psikologis serta terhadap sasaran pelayanan
perilaku konseli bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kepribadian, individualitas dan
perbedaan konseli terhadap
sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling dalam upaya
pendidikan
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
belajar terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan
konseling dalam upaya
pendidikan
2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
keberbakatan terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan
konseling dalam upaya
pendidikan
2.5 Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kesehatan mental terhadap
39
sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling dalam upaya
pendidikan
3.1 Menguasai esensi bimbingan dan
konseling pada satuan jalur
pendidikan formal, nonformal
3. Menguasai esensi dan informal
pelayanan bimbingan 3.2 Menguasai esensi bimbingan dan
dan konseling dalam konseling satuan jenis
jalur, jenis, dan pendidikan umum, kejuruan,
jenjang satuan keagamaan, dan khusus
pendidikan 3.3 Menguasai esensi bimbingan dan
konseling pada satuan jenjang
pendidikan usia dini, dasar dan
menengah, serta tinggi
Kompetensi Kepribadian
4.1 Menampilkan kepribadian yang
beriman dan bertakwa kepada
4. Beriman dan Tuhan Yang Maha Esa
bertakwa kepada 4.2 Konsisten dalam menjalankan
Tuhan Yang Maha kehidupan beragama dan toleran
Esa terhadap pemeluk agama lain
4.3 Berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur
5.1 Mengaplikasikan pandangan
positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, sosial,
individual, dan berpotensi
5.2 Menghargai dan mengembangan
5. Menghargai dan potensi positif individu pada
menjunjung tinggi umumnya dan konseli pada
nilai-nilai khususnya
kemanusiaan, 5.3 Peduli terhadap kemaslahatan
individualitas dan manusia pada umumnya dan
kebebasan memilih konseli pada khususnya
5.4 Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sesuai dengan
hak asasinya
5.5 Toleran terhadap permasalahan
konseli
5.6 Bersikap demokratis
6. Menunjukan 6.1 Menampilkan kepribadian dan
integritas dan perilaku yang terpuji (seperti
stabilitas kepribadian berwibawa, jujur, sabar, ramah,
40
dan konsisten)
6.2 Menampilkan emosi yang stabil
6.3 Peka bersikap empati, serta
yang kuat
menghormati keagamaan dan
perubahan
6.4 Menampilkan toleransi tinggi
7.1 Menampilkan tindakan yang
cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif
7. Menampilkan kinerja 7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan
berkualitas tinggi mandiri
7.3 Berpenampilan menarik dan
menyenangkan
7.4 Berkomunikasi secara efektif
Kompetensi Sosial
8.1 Memahami dasar, tujuan,
organisasi, dan peran pihak-
pihak lain (guru, wali kelas,
pimpinan sekolah/madrasah,
komite sekolah/madrasah) di
8. Mengimplementasi tempat bekerja
kolaborasi intern di 8.2 Mengkomunikasikan dasar,
tempat bekerja tujun, dan kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada
pihak-pihak lain di tempat kerja
8.3 Bekerja sama dengan pihak-
pihak terkait di dalam tempat
bekerja (seperti guru, orang tua,
tetangga administrasi)
9.1 Memahami dasar, tujuan, dan
AD/ART organisasi profesi
9. Berperan dalam bimbingan dan konseling untuk
organisasi dan pengembangan diri dan profesi
kegiatan profesi 9.2 Menaati kode etik profesi
bimbingan dan bimbingan dan konseling
konseling 9.3 Aktif dalam organisasi profesi
bimbingan dan konseling untuk
pengembangan diri dan profesi
10. 10.1 Mengkomunikasikan aspek-
Mengimplementasi aspek profesional bimbingan
kan kolaborasi dan konseling kepada
antarprofesi organisasi lain
10.2 Memahami peran organisasi
profesi lain dan
memanfaatkannya untuk
41
suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling
10.3 Bekerja dalam tim bersama
tenaga paraprofesional dan
profesional profesi lain
10.4 Melaksanakan referral kepada
ahli profesi lain sesuai dengan
keperluan
Kompetensi Profesional
11.1 Menguasai hakikat assesment
11.2 Memilih teknik assessment,
sesuai dengan kebutuhan
pelayanan bimbingan dan
konseling
11.3 Menyusun dan
mengembangkan instrumen
assesssment untuk keperluan
bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan
assessment untuk
menggungkankan masalah-
masalah konseli
11.5 Memilih dan
mengadministrasikan teknik
11. Menguasai konsep
assessment pengungkapan
dan praktis
kemampuan dasar dan
assessment untuk
kecenderungan pribadi konseli
memahami kondisi,
11.6 Memilih dan
kebutuhan, dan
mengadministrasikan
masalah konseli.
instrumen untuk
mengungkapkan kondisi
aktual konseli berkaitan
dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumantasi
tentang konseli dalam
pelayanan bimbingan dan
konseling
11.8 Menggunakan hasil
assessment dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab
profesional dalam praktik
assessment
12. Menguasai 12.1 Mengaplikasikan hakikat
kerangka teoritis pelayanan bimbingan dan
42
konseling
12.2 Mengaplikasikan arah profesi
bimbingan dan konseling
12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar
pelayanan bimbngan dan
konseling
12.4 Mengaplikasikan pelayanan
dan praktis bimbngan dan konseling
bimbingan dan ssesuai dengan kondisi dan
konseling tuntutan wilayah kerja
12.5 Mengaplikasikan
pendekatan/model/jenis
pelayanan bimbngan dan
konseling
12.6 Mengaplikasikan dalam
praktik format pelayanan
bimbingan dan konseling
13.1 Menganalisis kebutuhan
konseli
13.2 Menyusun program bimbingan
dan konseling yang
berkelanjutan berdasarkan
kebutuhan peserta didik secara
13. Merancang komprehensif dengan
program bimbingan pendekatan perkembangan
dan konseling 13.3 Menyusun rencana
pelaksanaan program
bimbingan dan konseling
13.4 merencanakan saranan dan
biaya penyelenggraaan
program bimbingan dan
konseling
14.1 Melaksanakan program
bimbingan dan konseling
14.2 Melaksanakan pendekatan
14.
kolaboratif dalam pelayanan
Mengimplementasi
bimbingan dan konseling
kan program
14.3 Memfasilitasi perkembangan
bimbingan dan
akademik, karier, personal,
konseling yang
dan sosial konseli
komprehensif
14.4 Mengelola sarana dan biaya
program bimbingan dan
konseling
15. Menilai proses dan 15.1 Melakukan evaluasi hasil,
hasil kegiatan proses, dam program
bimbingan dan bimbingan dan konseling
43
15.2 Melakukan penyesuaian
proses pelayanan bimbingan
dan konseling
15.3 Menginformasikan hasil
pelaksanaan evaluasi
pelayanan bimbingan dan
konseling konseling kepada pihak
tertentu
15.4 Menggunakan hasil
pelaksanaan evaluasi untuk
merevisi dan mengembangkan
program bimbingan dan
konseling
16.1 Memahami dan mengelola
kekuatan dan keterbatasan
pribadi dan profesional
16.2 Menyelenggarakan pelayanan
sesuai dengan kewenangan
dan kode etik profesional
konselor
16.3 Mempertahankan objektivitas
16. Memiliki kesadaran
dan menjaga agar tidak larut
dan komitmen
dengan masalah konseli
terhadap etika
16.4 Melaksanakan referral sesuai
profesional
dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas
profesional dan
pengembangan profesi
16.6 Mendahulukan kepentingan
konseli daripada kepentingan
pribadi konselor
16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
17.1 Memahami berbagai jenis dan
metode penelitian
17.2 Mampu merancang penelitian
17. Menguasai konsep bimbingan dan konseling
dan praktis 17.3 Melaksanakan penelitian
penelitian dalam bimbingan dan konseling
bimbingan dan 17.4 Memanfaatkan hasil penelitian
konseling dalam bimbingan dan
konseling dengan mengakses
jurnal pendidikan dan
bimbingan dan konseling
44
pada Peraturan Menteri diatas, maka kompetensi konselor dapat
ditarik kesimpulan menjadi tujuh poin, yaitu:
1) Menguasai konsep dan praktis penilaian untuk memahami
kondisi, kebutuhan dan permasalahan konseli.
2) Menguasai kerangka teori dan praktik bimbingan dan konseling.
3) Merancang program bimbingan dan konseling.
4) Melaksanakan program bimbingan dan konseliing secara
komprehensif.
5) Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling.
6) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesi.
7) Menguasai konsep dan praktik.
45
2) Kompetensi sosial
46
validity) antara seorang pelaku dakwah (konselor) dengan objek
dakwah (klien). Klaim validitas tersebut mencakup “klaim
kebenaran” (claim of truth), yaitu kesepkatan tentang dunia
alamiah dan objektif, “klaim ketepatan” (claim of rightness),
yaitu kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia
sosial dan “klaim autentisitas” (claim of sincerety), yaitu
kesesuaian antara dunia batiniah secara intersubjektif dalam
lingkungan sosial tertentu.
47
lingkungan orang tua sesuai dengan agama yang dipeluknya, yaitu
yahudi, nashrani atau majusi (HR. Muslim) (Kamaluddin, 2015:
106).
Menurut Yuswardi (2021: 333-334), terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi peningkatan kompetensi konselor. Adapun
faktor tersebut adalah:
1) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan
pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik. Hal ini
bisa didapatkan dari pendidikan formal maupun nonformal. Setiap
pengalaman yang diperoleh akan memberikan keterampilan dan
pengetahuan khusus sesuai dengan yang digelutinya.
2) Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan kegiatan seseorang dalam
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah lakunya.
Proses ini bertujuan untuk kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang yang didapat melalui organisasi. Faktor tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku
hidup sehat. Pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang dalam menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan profesionalisme diri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengembangan diri secara sistematik dapat
dilakukan berdasarkan inisiatif yang diselenggarakan melalui
berbagai kegiatan seperti penataran, kursus, melanjutkan
pendidikan, belajar sendiri, dan membaca berbagai sumber
belajar.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kompetensi
48
adalah (1) pribadi konselor; (2) lingkungan; (3) pengalaman, (4)
pendidikan; dan (5) pengembangan diri.
49
Konselor adalah seorang profesional karena itu layanan bimbingan
dan konseling harus diatur dan didasarkan kepada regulasi perilaku
profesional (Supriatna, 2011: 11).
50
meningkatkan kompetensi teoretik maupun praktis mahasiswa jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam agar mampu bersaing di dunia
kerja, serta untuk meningkatkan skill mahasiswa di bidang Bimbingan
dan Penyuluhan Islam terutama kompetensi konselor sosial agama.
51
secara narratif (Yusuf, 2014: 329). Metode penelitian ini sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses
kegiatan benchmarking konselor mahasiswa Bimbingan dan
Penyuluhan Islam dan relevansinya dengan peningkatan kompetensi
konselor sosial agama mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
di tahun 2020-2022.
52
Islam. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dari ketua
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universitas Negeri Islam
Walisongo, ketua Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli
Bimbingan dan Konseling Islam (DPP PABKI), yaitu Dr. H. Aep
Kusnawan, M.Ag., serta mahasiswa prodi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam yang mengikuti benchmarking kompetensi
konselor secara daring dan luring pada tahun 2020-2022 dengan
jumlah sepuluh orang mahasiswa untuk setiap tahunnya.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang
lain atau lewat dokumen (Sugiyono: 2016: 225). Sumber data
sekunder (teori, data dan informasi) adalah buku-buku, dokumen-
dokumen, internet, dan media cetak. Untuk pengutipan teori,
pencantuman sumber data menggunakan running note yang
meliputi pencantuman last name, tahun penerbit buku, dan nomer
halam buku (Wekke, 2019: 14). Dalam penelitian ini, sumber data
sekunder berupa buku-buku, jurnal-jurnal, dan internet.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat berupa individu, masyarakat, ataupun
institusi. Subjek penelitian disebut dengan informan. Informan
ditentukan dengan melihat adanya keterlibatan yang bersangkutan
terhadap situasi/kondisi sosial yang hendak dikaji dalam fokus
penelitian (Harahap, 2020: 44). Informan dalam penelitian ini adalah
ketua Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI), ketua Dewan
Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli Bimbingan dan Konseling Islam
(DPP PABKI), yaitu Dr. H. Aep Kusnawan, M.Ag., serta sepuluh
mahasiswa prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
53
sebagai sampel. Kriteria yang dimaksud adalah gambaran demografi
responden, misal dari sisi usia, jenis kelamin, apakah menggunakan
suatu produk atau tidak, apakah produk yang dimaksud telah
digunakan selama lebih dari beberapa tahun atau tidak (Hadi, dkk.,
2021: 52). Untuk penelitian ini, kriteria yang dipilih adalah
54
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik
yang tampak (kasat mata) dan guna memperoleh dimensi-dimensi
baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti.
Konteks atau fenomena tersebut terkait dengan fokus atau variabel
penelitian yang akan diteliti (Widodo, 2017: 74). Observasi
dilakukan dengan melihat secara langsung proses benchmarking
yang dilakukan dan mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi
pada saat benchmarking. Kemudian data yang diperoleh akan
dianalisis kembali. Tahap observasi tersebut bertujuan untuk
mengetahui capaian kompetensi yang telah dicapai mahasiswa
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam mengikuti
bencmarking, serta usaha-usaha yang dijalankan prodi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam dan Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan
Ahli Bimbingan dan Konseling Islam (DPP PABKI) dalam
meningkatkan kompetensi konselor.
c. Dokumentasi
Menurut Miles dan Huberman dalam (Kurniadi, 2011: 150),
dokumentasi berkaitan dengan mengumpulkan dan mempelajari
dokumen- dokumen yang tertulis seperti dalam media cetak,
elektronik, dan dokumen yang dapat diakses di pihak tim sukses
maupun suporter. Dokumen ini nantinya akan digunakan sebagai
bahan referensi dan komparasi. Teknik dokumentasi yang
digunakan adalah berupa gambar-gambar atau foto seputar
benchmarking sebagai pelengkap data yang diperoleh melalui
wawancara dan observasi. Selain dalam bentuk gambar atau foto,
dokumen berupa file mengenai panduan benchmarking juga
digunakan sebagai pendukung data penelitian.
5. Teknik Keabsahan Data
Untuk pendataan penelitian kualitatif agar dapat
dipertanggungjawabkan secara imliah, diperlukan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Dalam
55
penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan teknik untuk menguji
keabsahan data dengan trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik yang
digunakan untuk menguji keterpercayaan data (memeriksa keabsahan
data) dengan memanfaatkan hal-hal lain yang terdapat di luar data
tersebut untuk kebutuhan melakukan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut (Samsu, 2017:101).
c. Analyst triangulation
56
data ke dalam kategori-kategori dan menjabarkannya ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih bagian yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
memudahkan untuk dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2016: 244). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
proses analisis dan menurut Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga
hal utama, yaitu reduksi data, dan penarikan kesimpulan.
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi atau penyederhanaan data memiliki arti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, kemudian mencarinya jika dibutuhkan. Reduksi data
dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini
dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu (Winarni,
2018: 172). Peniliti dalam menganalisis data ini dengan
mengumpulkan data-data lapangan selama penelitian berlangsung.
Kemudian peneliti memutuskan perhatian, menggolongkan, dan
melakukan pemilihan-pemilihan data sehingga dapat ditarik
kesimpulan.
b. Data Display (Penyajian Data)
57
Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah kegiatan
merumuskan kesimpulan penelitian, baik kesimpulan sementara
maupun kesimpulan akhir. Kesimpulan awal dapat bersifat
sementara sehingga akan berubah jika tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat untuk mendukung tahap pengumpulan data
berikutnya. Apabila kesimpulan di tahap awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan yang
dikemukakan bersifat kredibel (Samsu, 2017: 106).
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat oleh penulis guna untuk mempermudah
penulisan skripsi. Sistematikanya sebagai berikut:
a. Bagian Awal
Bagian awal skripsi berisi tentang halaman sampul depan,
halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman persetujuan dan
pengesahan, halaman pernyataan, kata pengantar, halaman
persembahan, halaman motto, abstrak dan halaman daftar isi.
b. Bagian Utama
Bagian utama dalam penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima
bab, yaitu:
BAB I, bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, dan metode penelitian yang berisi jenis penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II, pada bab ini terdapat landasan teori yang berisi
penjelasan mengenai benchmarking yang dilakukan oleh
mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universits Islam
Negeri Walisongo periode 2020-2022 yang dibagi menjadi tiga sub
bab. Sub bab pertama berisi tentang benchmarking (definisi, tujuan,
evolusi, asas, jenis, dan proses). Sub bab kedua membahas mengenai
kompentensi konselor sosial agama (definisi, aspek, dan faktor
peningkatan). Sub ketiga adalah urgensi benchmarking dengan
58
peningkatan kompetensi mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan
Islam.
BAB III, bab ini berisi tentang gambaran umum dari objek
penelitian dan hasil data yang telah diperoleh. Dalam bab ini
menjelaskan tentang sejarah prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Universits Islam Negeri Walisongo, visi dan misi, serta gambaran
umum benchmarking yang dilaksanakan oleh mahasiswa Bimbingan
dan Penyuluhan Islam Universits Islam Negeri Walisongo angkatan
2020-2022 yang berisi alur kegiatan, pelaksanaan benchmarking
(waktu, metode, dan materi).
BAB IV, bab ini menjelaskan analisis dari hasil penelitian yang
telah peneliti lakukan secara logis sesuai dengan teori yang telah
dipaparkan sebelumnya di bab II dalam bentuk uraian dan di
intrepertasikan sesuai dengan pemikiran peneliti. Dalam bab ini,
peneliti menganalisis proses pelaksanaan benchmarking kompetensi
konselor yang dilakukan oleh mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan
Islam Universitas Islam Negeri dalam periode 2020-2022 serta
relevaansinya dengan peningkatan kompetensi mahasiswa Bimbingan
dan Penyuluhan Islam.
BAB V, dalam bab ini memaparkan kesimpulan dari seluruh bab
skripsi. Pada bab ini, juga disajikan saran-saran terhadap tujuan dan
manfaat dari hasil penelitian yang peneliti yang telah lakukan.
c. Bagian Akhir
Pada bagian akhir, terdapat daftar pustaka, daftar riwayat peneliti,
dan lampiran-lampiran yang mendukung penelitian.
H. DAFTAR PUSTAKA
59
Muallimat Yapewi Banjarmasin”. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur,
1 (1), 76.
Anand, G. and Rambabu Kodali. 2008. “Benchmarking the Benchmarking
Models”. Benchmarking: An International Journal, 15 (3), 258.
Azwar, Saifuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pusta Pelajar.
Basit, Abdul. 2017. Konseling Islam. Depok: Kencana.
Billah, Muhammad Mu’tasim. 2020. “Benchmarking dalam Islam (Ikhtiar
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan)”. JUMPA: Jurnal
Manajemen Pendidikan, 1 (1), 1.
Bogetoft, Peter. 2012. Performance Benchmarking: Measuring and
Managing Performance. New York: Springer.
Erhamwilda. 2009. Konseling Islami. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fanani, Jawahir. 2014. Kecemasan Alumni Prodi Bimbingan dan
Konseling Islam (BKI-2) Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto
Tahun 2013/2014 dalam Menghadapi Dunia Kerja. Purwokerto:
STAIN Purwokerto.
Freytag, Per V. and Svend Hollensen. 2001. “The Process of
Benchmarking, Benchlearning and Benchaction”. The TOM
Magazine, 13 (1), 26.
Gibson, Robert L. dan Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan
Konseling, diterjemahkan oleh Yudi santoso. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh,
diterjemahkan oleh Winarno dan Lilian Yuwono. Jakarta: PT.
Indeks.
Hadi, Abd., dkk. 2021. Penelitian Kualitatif: Studi Fenomenologi, Case
Study, Grounded Theory, Etnografi, Biografi. Banyumas: CV.
Pena Persada.
Harahap, Nursapia. 2020. Penelitian Kualitatif. Medan: Wal ashri
Publishing.
Hartini, Nurul dan Atika Dian Ariana. 2016. Psikologi Konseling.
60
Surabaya: Airlangga University Press.
Hartini, Sri, dkk. 2017. “Penguatan Kompetensi Melakuakn Konseling
Individu Guru Bimbingan dan Konseling dengan Model Job-
Embedded Professional Development”. Prosiding Seminar
Nasional, 235.
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2015. Psikologi Konseling. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Heriyanti. 2007. “Program Pelatihan Bimbingan dan Konseling untuk
Meningkatkan Kompetensi Profesional Konselor di Sekolah. JPP:
Jurnal Penelitian Pendidikan, 107.
Hp, Sutarto. 2015. Manajemen Mutu Terpadu (MMT-TQM) Teori dan
Penerapan di Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Jones, Richard Nelson. 2012. Pengantar Keterampilan Konseling: Kata
dan Tindakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kamaluddin. 2015. Kompetensi Da’i Profesional. HIKMAH, 2 (1), 106.
Khairani, Makmun. 2014. Psikologi Konseling. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Khisnan, Sunil. The Counselling Process: Stages of The Counselling
Process. Counselling And Consultancy Psycholog. India:
University Collage Kerala University
Kibtiyah, Maryatul. 2017. Sistematisasi Konseling Islam. Semarang:
RaSail Media Group.
Komarudin. 2015. Mengungkap Landasan Filosofis Keilmuan Bimbingan
Konseling Islam. International Journal Ihya’ ‘Ulum Al-Din, 17
(2), 228.
Kurniadi, Bayu Dardias. 2011. Praktek Penelitian Kualitatif: Pengalaman
dari UGM. Yogyakarta: PolGov.
Laela, Faizah Noer. 2017. Bimbingan Konseling Sosial Edisi Revisi.
Surabaya: UNISAPress.
Lubis, Aswadi. 2016. “Peningkatan Kinerja Melalui Strategi
Benchmarking”. At-Tijaroh, 2 (1), 16-18.
61
Lubis, Namora Lumongga. 2013. Memahami Dasar-Dasar Konseling
dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana.
Masdudi. 2015. Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah. Cirebon:
Nurjati Press.
McLeod, John. 2013. An Introduction to Counseling. New York: Open
University Press.
Meade, Philip H. 2007. A Guide to Benchmarking. New Zealand:
University of Otago.
Moleong, Lexy J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhson, Ali. Analisis Relevansi Lulusan Perguruan Tinggi dengan Dunia
Kerja. Jurnal Economia, 8 (1), 45.
Mulawarman dan Eem Munawaroh. 2016. Psikologi Konseling: Sebuah
Pengantar bagi Konselor Pendidikan. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Mulawarman, dkk. 2019. Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi
Konselor Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Mulyadi, Seto, dkk. 2015. Psikologi Konseling. Jakarta: Gunadarma.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Evaluation Methods. Beverly
Hills: Sage Publications.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. No. 27,
tahun. 2008, diakses tanggal 04 Mei 2022.
Prayitno dan Eman Amti. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pujileksono, Sugeng, dkk. 2018. Dasar-Dasar Praktik Pekerjaan Sosial:
Seni Menjalani Profesi Pertolongan. Malang: Intrans Publishing.
Rachman, Taufiqur. 2013. Benchmarking. Jakarta: Universitas Esa
Unggul.
Rahim, Abd. Rahman dan Enny Radjab. 2017. Manajemen Strategi.
Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Rahmasari, Andriani. 2016. “Hubungan Persepsi Tentang Jurusan
62
Bimbingan Penyuluhan Islam Uin Walisongo Semarang Dengan
Kecemasan Karir”. Semarang: UIN Walisongo.
Ridla, M. Rosyid, Afif Rifa”i, Suisyanto. 2017. Pengantar Ilmu Dakwah.
Yogyakarta: Samudra Biru.
Riyadi, Agus dan Hendri Hermawan Adinugraha. 2021. The Islamic
Counseling Construction in Da’wah Science Structure. Journal of
Advanced Guidance and Counseling. ,2 (1), 20.
Saam, Zulfan. 2014. Psikologi Konseling. Jakarta: Rajawali Press.
Samsu. 2017. Metode Penelitian: (Teori dan Aplikasi Penelitian
Kualitatif, Kuantitatif, Mixed Methods, serta Research &
Development). Jambi: Pustaka.
Shahindra, Tengku. 2008. Mengenal Konsep Benchmarking. Jakarta.
Stapenhurst. 2009. The Benchmarking Book: A How-to-Guide to Best
Practice for Managers and Practitioners. Butterworth-
Heinemann: United Kingdom.
Subandi, dkk. 2018. Manajemen Mutu Bimbingan dan Konseling.
Lampung: Wali Songo Sukajadi.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sulistyarini dan Mohammad Jauhar. 2014. Dasar-Dasar Konseling.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Suluri. 2019. “Benchmarking dalam Lembaga Pendidikan”. Jurnal
Dinamika Manajemen Pendidikan, 3 (2), 84.
Supena, Ilyas. 2020. Panduan Teknis Benchmarking. Semarang: UIN
Walisongo.
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajawali Press.
Sutirna. 2013. Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonfromal
dan Informal. Yogyakarta: Andi Offest.
Syafaruddin, dkk. 2017. Bimbingan dan Konseling Perspektif Al-Quran
dan Sains. Medan: Perdana Publishing.
63
Syafriana, Henni dan Abdillah Nasution. 2019. Bimbingan Konseling
“Konsep, Teori dan Aplikasinya”. Medan: LPPPI.
Tajiri, Hajir. 2008. “Keterampilan Konseling: Pengembangan Aplikatif
Dakwah Irsyad”. IRSYAD, 1 (1), 68.
Tarmizi. 2018. Bimbingan dan Konseling Islam. Medan: Perdana
Publishing.
Wangsanata, Susana Aditiya, dkk. 2020. Professionalism of Islamic
Spiritual Guide. Journal of Advanced Guidance and Counseling, 1
(2), 103 dan 106.
Watson, Gregory H. 2007. Strategic Benchmarking Reloaded with Six
Sigma. Canada: Bicentennial.
Wekke, Ismail Suardi, dkk. 2019. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta:
Gawe Buku.
Wibowo, Mungin Eddy. 2019. Konselor Profesional Abad 21. Semarang:
UNNES Press.
Widodo. 2017. Metodologi Penelitian: Populer & Praktis. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Winarni, Endang Widi. 2018. Teori Penelitian Kuantitatif Kualitatif,
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Research and Development
(R&D). Jakarta: Bumi Aksara.
Wince, Eke. 2018. “Benchmarking dalam Manajemen Sebuah
Perpustakaan”. Tik Ilmeu: Jurnal Ilmu Perpustakaan dan
Informasi, 2 (1), 30-31.
Wireman, Terry. 2015. Benchmarking Best Practices in Maintenance
Reliability and Asset Management. New York: Industrial Press.
Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif &
Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana.
Yusuf, M. Jamil 2013. Konseling Islami Pada Fakultas Dakwah:
Pengembangan Profesi Dakwah Islam bidang Konseling
Komunitas. JURNAL AL-BAYAN, 19 (28), 8-9.
Yusuf, Syumsu dan Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan
64
Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yuswardi. 2021. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi
Profesional Guru di Perguruan Tamansiswa Pematangsiantar.
Mukadimah: Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-Ilmu Sosial, 5
(2), 333-334.
I. DRAFT WAWANCARA
65
b. Apa tujuan dari pelaksaan benchmarking yang
diselenggarakan untuk mahasiswa Bimbingan dan Penyulusan
Islam?
c. Seberapa penting kegiatan ini untuk mahasiswa Bimbingan dan
Penyuluhan Islam?
d. Benchmarking yang dipilih untuk diterapkan kepada mahasiswa
Bimbingan dan Penyuluhan Islam seperti apa?
e. Meteri yang dipilih untuk diberikan seperti apa?
f. Selama tiga tahun terakhir, apakah ada perubahan dalam
kondisi perkembangan kompetensi mahasiswa Bimbingan dan
Penyuluhan Islam?
66
h. Apakah mahasiswa merasa seorang konselor perlu memiliki
penampilan dan sikap yang menarik dalam proses konseling?
67