Anda di halaman 1dari 2

HAM DALAM PANDANGAN ISLAM DAN POLITIK INDONESIA

. Sri aini

. Universitas negeri Medan

sriaini09101999@gmai.com

ABSTRAK

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap individu, masyarakat maupun negara.
Hakikat perlindungan terhadap HAM adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh
sebagai manusia yang luhur (human dignity). Namun demikian, karena adanya keanekaragaman
karakteristik masyarakat, ideologi maupun agama, akan ditemukan adanya perbedaan antara satu sama
lain. Beberapa kalangan berpendapat bahwa hal tersebut merupakan fakta yang dijadikan sebagai
argumen munculnya konsep partikularistik di dalam sejarah perjalanan perumusan HAM. Wacana
tentang universalisme versus partikularisme HAM merupakan perdebatan klasik. Menurut Todung
Mulya Lubis, teori HAM cenderung berlaku di antara dua spektrum: pertama, HAM yang berdasarkan
pada hukum alam. Kedua, HAM yang berlandaskan pada teori relativisme budaya (cultural relativism
theory), baik yang didasarkan pada perspektif agama, ideologi negara maupun yang lainnya.

Pembicaraan tentang “politik” seperti mata air yang tidak pernah kering. Memang, harus diakui bahwa
politik erat kaitannya dengan kekuasaan, sedang kekuasaan itu sendiri adalah salah satu hal yang paling
diminati oleh manusia. Agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kajian bidang ini dalam berbagai
dimensinya selalu menjadi menarik.

PENDAHULUAN

HAM merupakan hak yang bersifat fundamental. Sehingga, ketika manusia tercabut HAM-nya maka bisa
dikatakan ia, secara teoritis tidak layak lagi untuk menyandang predikat sebagai manusia. Di samping itu,
melalui HAM-lah manusia pantas untuk mengikrarkan dirinya sebagai mahkluk yang manusiawi, ataupun
dengan kata lain dengan adanya HAM setidaknya suatu keadaan dapat diukur kadar kemanusiawiannya
Secara umum term hak-hak asasi manusia dinamai dengan hak-hak yang melekat pada manusia sejak
lahir. Tanpa dengannya mustahil seseorang dapat hidup sebagai manusia secara utuh. Hak-hak, ini
berlaku pada setiap umat manusia tanpa memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti ras, agama,
warna kulit, kasta, kepercayaan, jenis kelamin, atau kebangsaan.Sehubungan dengan hal tersebut, Eggi
Sudjana mengemukakan bahwa pada hakekatnya hak-asasi manusia terdiri dari dua hak fundamental
yang ada pada diri manusia yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak ini, lahir hak-hak
lain yang bersifat turunan. Adapun hak-hak turunan yang dimaksud meliputi segala hak-hak dasar
seperti hak hidup, hak berpendapat, hak beragama, hak berpenghidupan yang layak, hak persamaan di
muka hukum, hak milik, hak-hak memperoleh kecerdasan intelektual dan sebagainya

Penelusuran terhadap perpolitikan di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara serta dapat
digunakan untuk mengungkap perjalanan perubahan sistem politik umat Islam di Indonesia. Berpikir
secara dialektis akan terlihat perjalanan sejarah sebagai sesuatu yang mapan dan mendapat reaksi
hingga pada akhirnya melahirkan sintesa baru. Pendekatan ini tentu dapat digunakan untuk mengamati
perjalanan sejarah Islam dan politik di Indonesia sebagai umat mayoritas yang memeluk agama Islam.
Keberadaan umat Islam di negara ini sering menjadi bahan Pembicaraan dan peranannya pun
mengalami pasang surut1 Berbagai pembicaraan tentang Islam dalam konteks politik di Indonesia juga
mengindikasikan bahwa politik Islam tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan bangsa dan negara
Indonesia.Seperti terjadi pada akhir-akhir ini. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2017 yang
diterbitkan pemerintah baru-baru pada dasarnya dapat menjadi senjata pemerintah dalam menyentil,
menggebuk ataupun memberangus Organisasi Kemasyarakat (Ormas) yang bermasalah. Utamanya yang
anti atau bertentangan dengan Ideologi Negara Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai