PENGETAHUAN BIDANG
SUBSTANTIF (GP2BS)
MODUL
Oleh.
Muh. Khamdan
Editor.
Eka Ari Wibawa
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perspektif HAM tidak lahir dari ruang hampa (ahistoris), namun selalu berkaitan
dengan perkembangan dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Perspektif HAM
lahir dari upaya manusia dalam mendefinisikan makna kemanusiaan pada suatu konteks
sistem sosiopolitik dan kultur tertentu. Konsepsi HAM selalu terbentuk karena adanya
benturan antara kesadaran kolektif (collective consciences) dengan sebuah praktek
empirik tertentu yang secara dialektis terjadi sepanjang sejarah manusia (historis).
Melalui perspektif HAM manusia menemukan sudut pandang baru dalam
memahami relasi sosial, sistem kemasyarakatan, dan otoritas negara. Dengan memahami
locus dan momentum evolusi peradaban manusia, maka perspektif HAM bisa lebih
bermakna dan kontekstual dalam memahami masalah-masalah kemasyarakatan di
Indonesia. Mengikuti evolusi normatif HAM, gagasan HAM kemudian segera menjadi
rujukan moral dan politis bagi para korban-korban kekerasan, kelompok tertindas seperti
organisasi petani, buruh, urban poor, kelompok minoritas, atau indigenous people. HAM
seolah-olah menjadi rujukan ideologis dan digunakan sebagai instrumen perjuangan bagi
para kelompok tertindas dan kaum marginal. HAM di satu sisi sebagai suatu rujukan citacita moral ideal kemudian berbaur dengan berbagai metode perjuangan. Pada titik ini
HAM kemudian menjelma menjadi suatu metodologi advokasi yang diperlengkapi
dengan berbagai pilihan strategi dan taktik.
Terjadinya penindasan dan kesewenang-wenangan yang mengakibatkan
penderitaan umat manusia merupakan titik awal yang membuka kesadaran tentang
konsep hak asasi manusia. Catatan sejarah telah memperlihatkan bahwa sejarah HAM
adalah sejarah korban. Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-hak dasar
yang dimiliki setiap manusia yang dibawa sejak dinyatakan telah bernyawa sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, hak asasi ini bukan diberikan atau
pemberian orang lain, golongan, atau negara, tetapi sudah melekat sejak seseorang sudah
memiliki nyawa meskipun masih di dalam kandungan.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini menjelaskan secara singkat tentang perkembangan perjuangan Hak Asasi
Manusia, HAM dalam sistem pemerintahan, dan pelayanan komunikasi masyarakat.
C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsepsi Hak Asasi Manusia
2. Menjelaskan sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia
3. Menjelaskan dinamika pelembagaan HAM di Indonesia
4. Menjelaskan sejarah HAM dalam Kementerian Hukum dan HAM
5. Menyebutkan kewajiban dan tanggung jawab Negara
6. Menyebutkan instrumen-instrumen HAM
7. Menjelaskan pelayanan komunikasi masyarakat
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Konsepsi Hak Asasi Manusia
2. Sejarah Perjuangan Hak Asasi Manusia
3. Dinamika Pelembagaan HAM di Indonesia
4. Sejarah HAM Dalam Kementerian Hukum dan HAM
5. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara
6. Instrumen-Instrumen HAM
7. Pelayanan Komunikasi Masyarakat
F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami perkembangan perjuangan Hak Asasi Manusia
2. Peserta diklat dapat lebih mengetahui relasi HAM dalam sistem pemerintahan
3. Peserta diklat dapat lebih mengetahui bagaimana teknik pelayanan komunikasi
masyarakat.
iii
BAB II
PERKEMBANGAN PERJUANGAN HAK ASASI MANUSIA
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan konsepsi HAM,
sejarah perjuangan HAM di dunia, sejarah perjuangan HAM di Indonesia, dan
dinamika pelembagaan HAM di Indonesia
Dari istilah dan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HAM memiliki
beberapa ciri khusus, setidaknya sebagai berikut:
a. Hakiki, artinya ada pada setiap diri manusia sebagai mahkluk Tuhan
b. Universal, artinya berlaku untuk semua orang di mana saja tanpa memandang status,
ras, harga diri, gender atau perbedaan lainnya.
c. Permanen dan tidak dapat dicabut, artinya hak itu tetap ada selama manusia itu hidup
dan tidak dapat dihapuskan oleh siapapun
d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, baik hak
sipil atau hak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hak lainnya.
Meskipun telah mendapati kesepakatan bahwa HAM memiliki ciri khusus baik
berupa hakiki, universal, permanen, dan tidak dapat dibagi, namun dalam praktik di
tengah komunitas masyarakat berbangsa dan bernegara, HAM ternyata mengalami
perbedaan. Kenyataan ini dapat dilihat pada negara liberal dengan negara sosialis, negara
barat dengan negara timur, negara muslim dengan negara non-muslim, dan sejumlah
perbedaan sosial lainnya. Masing-masing perbedaan yang terjadi merupakan bagian dari
wujud adaptasi antara konsepsi HAM dengan filosofi dan budaya lokal yang dianut pada
bangsa tertentu.
Negara liberal pada dasarnya memberikan prioritas pada hak sipil dan politik,
namun kurang memperhatikan hak ekonomi, sedangkan negara sosial cenderung
memberikan hak prioritas ekonomi dan sosial dan memberikan batasan dalam hak politik.
Demikian juga negara Barat yang selalu memproklamirkan sebagai pendukung HAM,
namun justru sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membatasi keberadaan
agama tertentu.
B. Macam-Macam HAM
Sejalan dengan kebebasan informasi serta semakin sempitnya ruang pergaulan
manusia di dunia, maka memunculkan banyaknya macam-macam hak asasi manusia,
antara lain:
1. hak asasi pribadi (personal right), misalnya hak kemerdekaan memeluk agama dan
beribadah menurut agama masing-masing, menyatakan pendapat, berorganisasi, dan
hak hidup.
2. hak asasi ekonomi (property right), misalnya hak kebebasan memiliki sesuatu,
membeli dan menjual sesuatu, mengadakan kontrak atau perjanjian, mendapatkan
pekerjaan layak, dan keselamatan kerja.
3. hak asasi politik (political right), misalnya hak untuk diakui dalam kedudukan sebagai
warga negara yang sederajat, ikut serta dalam pemeerintah, hak memilih dan dipilih,
mendirikan partai politik atau organisasi, dan mengajukan kritik.
4. hak asasi sosial dan kebudayaan (social dan cultural right), misalnya hak kebebasan
memilih dan mendapatkan pendidikan, mengembangan kebudayaan, dan perlindungan
teknologi.
5. hak memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right of legal
equality).
6. hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata peradilan dan perlindungan hukum
(procedural right), misalnya hak mendapatkan perlakuan yang wajar dan adil dalam
peradilan, pembelaan hukum, penerapan asas pradga tak bersalah, dan sebagainya.
viii
a. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
4) Munculnya Undang-Undang Bill of Rights
Undang-undang yang diterima parlemen Inggris sebagai bentuk perlawanan
terhadap Raja James II pada 1689, yang berisi kebebasan dalam pemilihan anggota
parlemen, kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, serta hak warga negara
untuk memeluk agama menurut kepercayaannya.
5. Perkembangan HAM di Amerika Serikat
Perkembangan HAM di Amerika Serikat, ditandai dari adanya peristiwa berikut:
1) Munculnya Deklarasi Kemerdekaan (Declaration of Independence of The United
States).
Deklarasi ini dilandasi oleh pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang
merumuskan hak-hak alamiah, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life,
liberty, and property), yang pada akhirnya menjadi pegangan bagi rakyat Amerika
dalam memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya pada 4 Juli 1776,
suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara
bagian, merupakan piagam hak-hak asasi manusia karena mengandung pernyataan
Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta.
Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan
kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status alamiah, ketika manusia telah
memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Demikian juga John Locke berpendapat
bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya
dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson. Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai pendekar hak
asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.
2) Munculnya Deklarasi Atlantic Charter
Deklarasi yang muncul pada 1941, bersamaan dengan terjadinya Perang Dunia
II yang dipelopori oleh F.D. Roosevelt yang menyebutkan The Four Freedom
(empat macam kebebasana) antara lain
a. Kebebasan beragama (freedom of religion);
b. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech and thought)
c. Kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);
d. Kebebasan dari kemelaratan (freedom of want).
6. Perkembangan HAM di Perancis
Perkembangan HAM di Perancis, ditandai dari adanya peristiwa berikut:
1) Munculnya Deklarasi Declaration Des Droits De LHomme Et Du Citoyen,
Deklarasi ini merupakan suatu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan
warga negara untuk melawan kesewenangan rezim dalam revolusi Perancis pada
1789. Deklarasi ini mengedepankan hak-hak atas kebebasan, kesamaan, dan
persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Kisah Peristiwa
Raja Hammurabi
HAM di Inggris
a. Piagam Magna Charta
Tahun
Ideologi Islam
K.H. A. Sanusi (PUI)
Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah)
K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah)
Nasionalis Sekuler
Dr. Rajiman
Sukarno
Muhammad Hatta
xii
4
5
6
7
8
9
10
Profesor Supomo
Muhammad Yamin
Wongsonegoro
Sartono
R.P. Suroso
Dr. Buntaran Martoatmojo
Pada 1 Juni 1945, Sukarno berpidato tentang pentingnya pemisahan agama dan
negara. Sukarno juga menawarkan paradigma baru dasar negara dengan
mengembangkan lima asas yang kemudian dikenal dengan Pancasila. Sebelumnya,
Profesor Supomo sudah menawarkan konsep negara integralistik yang berbeda dengan
negara individualistik menurut John Locke maupun negara kelas menurut Karl Marx.
Negara individu berangkat dari adanya hasil kontrak individu-individu yang
bebas karena individu adalah pusat kekuasaan. John Locke, pemikir politik dari
Inggris, menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama dan memiliki hakhak
alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak
kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal
sebagai konsep HAM yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan HAM di
berbagai belahan dunia. Sedangkan negara kelas adalah perpanjangan tangan kelas
dominan di masyarakat, yaitu yang memiliki modal.
Berbeda dengan konsep negara individualistik maupun negara kontrak, negara
integralistik merupakan suatu susunan masyarakat integral, segala golongan, segala
bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain, dan sebagai persatuan
masyarakat yang organis. Dalam pandangan Supomo, sistem kekeluargaan
warganegara diwujudkan dengan kesadaran tentang tugas dan peran indivisu sebagai
bagian dari keluarga besar yang terbangun. Individu adalah manusia yang bebas
namun memiliki tugas dan kewajiban terhadap keluarga besar negara yang terbentuk.
Dari sudut pandang tersebut, perlawanan terjadi dari kalangan Islam karena
kebebasan pribadi dianggap bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menekankan
pengaturan menyeluruh segala aspek kehidupan manusia. Untuk itulah negara tidak
bisa dipisahkan dengan agama, pun agama bukan urusan pribadi tetapi urusan negara.
Kebebasan pribadi dianggap sebagai jalan pikiran sekuler yang berniat mengunci
agama dalam mengurus kehidupan umatnya. Perdebatan itu dapat diketahui dari
rancangan undang-undang dasar 1945.
Pasal 28 bab X dalam rancangan UUD 1945 berbunyi bahwa negara menjamin
kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama apapun dan untuk
menjalankan ibadahnya sesuai agama masing-masing. Bab ini oleh kelompok Islam
dianggap terlalu mengedepankan kebebasan pribadi yang berlawanan dengan ajaran
Islam karena menjamin kebebasan untuk berpindah agama. Maka setelah melewati
perdebatan, dirubahlah menjadi negara menjamin kebebasan bagi setiap warga
negara untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat sesuai dengan agama masingmasing. Bagi kelompok Islam, hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menutup
kemungkinan untuk pindah-pindah agama.
Perdebatan soal dasar negara terus berlanjut sampai menghasilkan Piagam
Jakarta yang ditandatangani Sembilan orang, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Muhammad
Hatta, Mr. A.A. Maramis, Mohammad Yamin, Ahmad Subardjo, K.H.A. Wahid
Hasyim, Abikusno Cokrosuyoso, H. Agus Salim, dan Abdul Kahar Muzakkir. Di
dalam Piagam Jakarta ini, semula tercantum dengan berdasar kepada Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. yang
melalui berbagai persidangan berubah dengan dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini jelas adanya penjaminan HAM yang menuntut
xiii
netralitas negara dari setiap keyakinan yang ada. Negara adalah negara hukum yang
meletakkan warga negara dalam jarak yang sama dengan hukum.
Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan
sebebasnya, tetapi harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam
pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini diakibatkan tidak adanya hak yang dapat
dilaksanakan tanpa memperhatikan hak orang lain. Oleh karena itu, setiap hak akan
dibatasi oleh hak orang lain.
2. Lahirnya Komisi Nasional HAM
Pada tanggal 7 Juni 1993 Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto, lewat
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, membentuk Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalanpersoalan hak asasi manusia. Pada saat yang sama menunjuk pensiunan ketua
Mahkamah Agung RI, Ali Said, untuk menyusun Komisi tersebut dan memilih para
anggotanya. Keputusan Presiden ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
Lokakarya tentang Hak Asasi Manusia yang diprakarsai Departemen Luar Negeri RI
dan PBB yang diadakan di Jakarta pada tanggal 22 Januari 1991. Pada tanggal 7
Desember 1993, diperoleh 25 (dua puluh lima) nama yang merupakan figur nasional
dan ditunjuk sebagai anggota Komnas HAM.
Tabel 3. Anggota Komnas HAM Pertama
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nama
No
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nama
Prof. Dr. Ch. Himawan, S.H
B. N. Marbun, S.H
Marzuki Darusman, S.H
Prof. Miriam Budiardjo, M.A
Prof. Dr. Muladi, S.H
Munawir Sjadzali, S.H.
Dr. Nurkholis Madjid
Roekmini Koesoemo Astoeti
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H
Soegiri, S.H
Prof. Soetandyo Wignjosoebroto,
Prof. Sri Martosoewignjo, S.H
xiv
Pasal
28 A
28 B (1)
28 B (2)
28 C (1)
28 D (1)
28 D (2)
28 D (3)
28 D (4)
28 E (1)
10
11
12
13
14
15
Isi
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
HAM
Hak hidup
Hak
berketurunan
Hak anak
Hak
Pengembangan
diri
Hak persamaan
hukum
Hak bekerja
Hak persamaan
pemerintahan
Hak
kewarganegaraa
Hak beragama
Hak berserikat
Hak komunikasi
Hak suaka
hak hidup
sejahtera
Hak jaminan
sosial
Hak milik
pribadi
xv
Pasal
Bab XII
Pasal 30
2
3
Bab XIII
Pasal 31
Pasal 34 (1)
Pasal 34 (2)
Pasal 34 (3)
Isi
HAM
Hak usaha
pertahanan
Hak pendidikan
Hak fasilitas
pelayanan kesehatan
dan umum
Strategi penegakan HAM pada periode reformasi ini dilakukan melalui dua
tahap yaitu status penentuan dan tahap penataan peraturan secara konsisten. Selain itu,
pemerintah mencanangkan Rencana Aksi Nasional HAM pada 15 Agustus 1998
yang berpegang pada 4 pilar, yaitu:
1. Persiapan pengesahan perangkat dan pendidikan internasional dibidang HAM.
2. Pemantapan informasi dan pendidikan bidang HAM
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM
4. Pelaksanaan isi perangkat internasional HAM yang disahkan oleh undang-undang.
Reformasi yang bergulir semakin memantapkan tekad Indonesia dalam
penghormatan HAM. UUD 1945 yang pada kelahiran awalnya memuat sedikit
jaminan perlindungan HAM, kemudian dilengkapi dengan perubahan kedua UUD
1945 melalui perumusan bab tersendiri tentang HAM yang terdiri dari sepuluh pasal.
Dengan terbitnya Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, landasan
hukum bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia semakin
diperkokoh. Sampai saat ini Indonesia telah meratifikasi 6 dari 7 instrumen pokok
HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,
Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Bentuk Perlakuan Lainnya
yang Tidak Manusiawi atau Merendahkan, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai pengertian konsep dasar
HAM, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara ketahui tentang pengertian Hak Asasi Manusia?
2. Jelaskan sejarah perjuangan HAM di dunia yang saudara ketahui berkaitan dengan
perjuangan masyarakat inggris!
3. Jelaskan nilai-nilai pengakuan Hak Asasi Manusia yang tercantum di UUD 1945
dalam tahapan amandemen!
F. Rangkuman
Manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukannya. Kebebasan dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi
manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan. Hak-hak
xvi
tersebut tidak dapat diingkari, oleh sebab itu pengingkaran terhadap hak tersebut berarti
mengingkari harkat dan martabat manusia.
Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-hak dasar yang dimiliki
setiap manusia yang dibawa sejak dinyatakan telah bernyawa sebagai anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain,
golongan, atau negara, tetapi sudah melekat sejak seseorang sudah memiliki nyawa
meskipun masih di dalam kandungan. Hak dasar yang secara kodrati sebagai anugerah
dari Tuhan Yang Maha Esa ini melekat dan dimiliki setiap manusia, bersifat universal,
dan abadi, yang meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan.
xvii
BAB III
HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan kewajiban dan
tanggung jawab Negara atas HAM, agenda pemajuan HAM, dan instrumen HAM
Menghormati
Kewajiban melindungi,
mengharuskan negara
mengambil kewajiban positif
Melindungi
Memenuhi
Contoh Pelaksanaan
Untuk hak hidup, negara berkewajiban tidak
melakukan pembunuhan
Untuk hak mendapat pekerjaan, negara
berkewajiban tidak menyingkirkan orang dari
pasar tenaga kerja
Untuk hak hidup, negara harus mencabut
produk UU yang membenarkan hukuman
mati
Untuk hak mendapat pekerjaan, negara harus
mencabut produk hukum nasional yang
mengasingkan orang dari pasar kerja
Institusi penegak HAM, termasuk lembaga
yudisial dapat mengambil tindakan yang
diperlukan guna mencegah praktik kejahatan
pengurangan hak atau gangguan hak
Kegagalan negara untuk mengungkap suatu
kebenaran, penuntutan, dan penghukuman
terhadap pelaku dan pemulihan bagi korban
merupakan suatu pelanggaran HAM yang
baru atau disebut impunitas
Negara harus melatih institusi kepolisian dan
militer tentang bagaimana melakukan
tindakan menghadapi demonstrasi, criminal
agresif secara professional dan efesien
Untuk hak ekonomi, sosial, budaya, negara
memastikan bahwa lembaga-lembaga
pemerintahan harus mampu memberikan
pelayanan yang memadai kepada warga
negara tanpa diskriminasi
berhasil pula ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, yang mengatur mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM
berat.
Upaya lebih mendasar dan sangat monumental untuk menjamin perlindungan dan
penegakan HAM, adalah melalui Perubahan UUD 1945. Perubahan konstitusi mengenai
hak asasi manusia dibahas dan disahkan pada 2000, yaitu pada Perubahan Kedua UUD
1945. Perubahan tersebut menghasilkan ketentuan mengenai hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara, yang semula hanya terdiri dari tujuh butir ketentuan, yang
juga tidak seluruhnya dapat disebut sebagai jaminan konstitusional hak asasi manusia,
sekarang telah bertambah secara sangat signifikan, yaitu menjadi 37 butir ketentuan.
Ketentuan baru yang diadopsikan ke dalam UUD 1945 secara khusus diatur dalam Bab
XA tentang Hak Asasi Manusia, mulai Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ditambah
beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal lainnya dalam UUD 1945.
Karena itu, perumusan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi saat menjadi lengkap
dan menjadikan UUD 1945 sebagai salah satu Undang-Undang Dasar di dunia yang
paling lengkap memuat ketentuan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Oleh karena itu, apabila kita ingin memahami konsepsi tentang hak asasi manusia
itu secara lengkap dan historis, ketiga instrumen hukum, yaitu UUD 1945, TAP MPR
Nomor XVII/MPR/1998 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
harus dilihat dalam satu kontinum. Bahkan, ketentuan tentang hak asasi manusia yang
telah diadopsikan ke dalam sistem hukum dan konstitusi Indonesia itu dapat dilihat
kesesuaiannya dengan berbagai konvensi internasional dan deklarasi universal tentang
hak asasi manusia serta instrumen hukum internasional lainnya.
Hak asasi manusia di dalam UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi empat
kelompok, yaitu hak sipil dan politik, hak EKOSOSBUD (ekonomi, sosial, dan budaya),
hak atas pembangunan dan hak khusus lain, serta tanggung jawab negara dan kewajiban
asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang meliputi hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Sejak reformasi berbagai produk hukum dilahirkan memperbaiki kondisi hak asasi
manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain, Tap MPR tentang
HAM, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa),
UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk MPR, DPR,
dan DPRD, UU Otonomi Daerah, UU ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan,
atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat, UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial.
Dari sisi politik, 13 tahun reformasi berjalan, dapat disaksikan bahwa rakyat
Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak
atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas
kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi
bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian
besar rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta
dalam pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota
DPR dan DPRD pada tahun 1999 dan tahun 2004. Pada tahun 2004 untuk pertama kali
rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya rakyat di provinsi dan
di kabupaten, serta kotamadya memilih langsung Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Sebelum ini belum pernah ada preseden perwujudan hak atas kebebasan politik dalam
sejarah Indonesia.
xx
D. Instrumen-Instrumen HAM
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,
yakni Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Secara lebih jelas penegasan HAM dalam Perundang-undangan di Indonesia
sebagai instrument HAM nasional dapat dilihat sebagai berikut:
1. HAM dalam UUD 1945, yang teruraikan pada:
a. Pembukaan alinea 1 yang menyatakan bahwa seseungguhnya kemerdekaan ialah
hak segala bangsa........
b. Pembukaan alinea 2 mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ini memuat
hak asasi politik berupa kedaulatan, dan mengandung hak asasi ekonomi berupa
kemakmuran dan keadilan.
c. Alinea 3, atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas........., ini
merupakan pengakuan kemerdekaan sebagai anugerah Tuhan.
d. Alinea 4, ......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruuh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia...... Hal ini menjelaskan bahwa
negara memberikan jaminan hak asasi terhadap warga negaranya.
2. HAM dalam batang tubuh UUD 1945 diatur secara khusus dalam pasal 28A-28J.
Dan secara umum HAM diatiur dalam pasal 27-34 UUD 1945
3. HAM dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang terdiri dari XI
Bab dan 106 pasal. Merupakan rujukan dari undang-undang lainnya tentang HAM
yang memuat 10 hak dasar, yaitu hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan Melanjutkan
Keturunan, Hak Menggembangkan Diri, Hak Memperoleh Keadilan, Hak Atas
Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, Hak atas Kesejahteraan, Hak Turut Serta
dalam Pemerintahan, Hak wanita, dan Hak Anak
4. HAM dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, sebagai peradilan
khusus di lingkungan peradilan umum. Merupakan undang-undang yang merespon
isu-isu pelanggaran HAM pasca-tragedi 998. Di dalamnya mengatur dua pelanggaran
HAM berat, yaitu genosida dan pelanggaran kemanusiaan.
5. HAM dalam UU No. 11 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional
tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya.
6. HAM dalam UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional
tentang hak sipil dan politik.
7. Ratifikasi konvensi Anti Penyiksaan dalam UU No. 5 Tahun 1998.
8. Ratifikasi konvensi Anti Diskriminasi Ras dalam UU No. 29 Tahun 1999.
9. HAM dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998, yang memuat piagam HAM serta
pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM.
10. HAM dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dimuat dalam arah
penyelenggaraan negara, yaitu mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan
sosial, dan melindungi hak asasi manusia.
11. HAM dalam Keppres No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNASHAM), yang bertugas untuk melaksanakan penyuluhan,
pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang HAM.
12. HAM dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap korban
dan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat
13. HAM dalam PP No. 3 Tahun 2002 tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi
terhadap korban pelanggaran HAM berat.
xxi
- Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku yang
tidak terbukti bersalah.
- Restitusi yaitu ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya
oleh pelaku atau pihak ketiga yang dapat berupa pengembalian barang milik,
pembayaran ganti rugi untuk kehilangan, dan penggantian biaya untuk tindakan
tertentu.
14. HAM dalam Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang komisi nasional anti kekerasan
terhadap perempuan.
Adanya pemberlakuan sejumlah peraturan perundang-undangan dan peratifikasian
beberapa konvensi internasional tentang HAM oleh negara Indonesia, menunjukkan
bahwa secara de jure pemerintah telah mengakui HAM yang bersifat universal. Hal ini
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan penegakan hak-hak
asasinya tanpa adanya perbedaan.
Sedangkan instrumen HAM internasional yang telah diakui Indonesia tidak lain
adalah perjanjian-perjanjian internasional yang mengikat secara hukum dan
ditandatangani oleh sejumlah negara. Bentuk perjanjian itu bisa berupa konvensi
(perjanjian banyak negara), kovenan (konstitusi suatu organisasi internasional.), piagam,
atau protokol. Perjanjian-perjanjian tersebut harus diratifikasi atau diaksesi terlebih dulu
oleh negara (yang kemudian disebut sebagai Negara Pihak) sebelum berlaku di negara
yang bersangkutan.
Tabel 7. Instrumen Internasional
No
Instrumen Internasional
1
2
3
4
Mulai
Berlaku
Jumlah
Negara
Adopsi
Indonesia
10/12/1948
16/12/1966
3/1/1976
153
156 UU No.11/2005
16/12/1966
23/3/1976
21/12/1965
4/1/1969
105 UU No.12/2005
18/12/1979
3/9/1981
182 UU No.7/1984
10/12/1984
26/6/1987
141 UU No.5/1998
20/11/1989
2/9/1990
170 UU No.29/1999
Deklarasi /
Reservasi
Deklarasi
Pasal 1
Deklarasi
Pasal 1
Reservasi
Pasal 22
Reservasi
Pasal 29
Ayat 1
Deklarasi
Pasal 20
(1,2,3)
Reservasi
Pasal 30 (1)
Reservasi
Pasal 1, 14,
16, 17, 21,
22, 29
E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai HAM dalam sistem
pemerintahan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Jelaskan tanggung jawab negara Indonesia dalam perlindungan HAM!
2. Bagaimana agenda pemajuan dan perlindungan HAM yang saudara ketahui?
3. Sebutkan instrumen HAM nasional di Indonesia!
xxii
F. Rangkuman
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yang berbunyi, Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan nasional tersebut terkandung misi
dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang akan mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya terjunjung tinggi, terpenuhi dan
terlindungi.
Untuk mewujudkan itu semua, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang,
termasuk pembangunan Indonesia seutuhnya, dan hal tersebut membutuhkan proses
dalam waktu yang tidak pendek yang mengarah pada penghormatan, pemajuan,
pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
xxiii
BAB IV
PELAYANAN KOMUNIKASI MASYARAKAT DAN
RENCANA AKSI NASIONAL HAM
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan pelayanan
komunikasi masyarakat dan Rencana Aksi Nasional HAM
xxiv
xxv
Panitia di daerah terdiri dari Ketua yang merupakan unsur dari Wakil Gubernur,
Bupati, Walikota. Wakil Ketua Kakanwil Kemenkumham. Sekretaris masing-masing
Sekretaris Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Kantor Wilayah Kemenkumham
sebagai alternative pilihan. Anggota pemerintah SKPD terkait dan masyarakat yang
terdiri dari perwakilan akademisi maupun ormas juga dapat menjadi panitia
RANHAM.
Penerapan norma dan standar HAM didasarkan pada 10 kelompok HAM dalam
UU Nomor 39 Tahun 1999, disusun berdasarkan prioritas masalah yang pada saat ini
paling mengemuka. Sebanyak 10 kelompok hak dasar masing-masing adalah hak
untuk hidup dan isu strategis, seperti angka kematian ibu dan anak, pelayanan
kesehatan penderita HIV/AIDS, Napza dan Tuberkolosis. Termasuk bagi
Napi/Tahanan, Pembalakan Hutan (Ilegal Logging), Lingkungan Hidup, dan Sumber
Daya Alam (SDA). Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan menjadi isu strategis
seperti mahalnya biaya perkawainan bagi pengemis dan orang miskin, angka kawin
siri, serta angka pertambahan penduduk.
RANHAM Periode I (1998-2003), RANHAM Periode II (2004-2009), dan
RANHAM Periode III (2011-2014) diimplementasikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pelayanan publik, dan melibatkan aspek sosial, ekonomi, hukum dan
politik yang saling terkait satu dengan yang lain. Oleh karenanya, menuntut
pelaksana yang memahami HAM, professional dalam bidangnya, dan mengutamakan
kepentingan publik, serta menuntut komitmen dari semua elemen penyelenggara
kekuasaan negara.
C. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai pelayanan komunikasi
masyarakat dan Rencana Aksi Nasional HAM, cobalah latihan di bawah ini.
1. Jelaskan mekanisme kerja Yankomas di daerah?
2. Jelaskan apa itu Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM!
3. Bagaimana struktur kepanitiaan RANHAM tingkat pusat?
D. Rangkuman
Negara mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia
pada setiap warganya tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu
menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Perilaku tidak adil dan diskriminatif merupakan suatu
pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara
terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri),
termasuk juga kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( grossviolation of
human rights).
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh peraturan
perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia. Oleh karenanya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia yang kemudian diiringi adanya Rencana Aksi nasional HAM.
Dengan dibentuknya Undang-undang ini agar terdapat sumber hukum yang tegas dalam
mengatur pelaksanaan penegakkan dan perlindungan terhadap HAM di Indonesia. Dalam
Undang-Undang tersebut negara wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini,
peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.
xxvi
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari adanya perkembangan di bidang produk hukum terkait dengan hak asasi kita
bisa menilai bahwa secara normatif ada kemajuan di bidang sipil dan politik sepanjang
perjalanan reformasi. Namun kemajuan normatif yang dicapai pemerintah di era
reformasi ini melahirkan pertanyaan besar terkait dengan implementasinya. Kemajuan
normatif itu menjadi tidak bermakna ketika tidak disertai dengan perubahan signifikan
dalam tataran implementasinya.
Di Indonesia ada banyak hambatan untuk mewujudkan perubahan mendasar dalam
orientasi pembangunan menjadi lebih berperspektif hak asasi. Hambatan itu di antaranya
adalah kekuasaan tidak lagi hanya ada di tangan negara tetapi telah banyak berpindah ke
tangan korporasi (multinasional) dan lembaga-lembaga internasional macam IMF, Bank
Dunia, WTO, dan lainnya. Faktor penghambat lain adalah tingginya praktek KKN di
jajaran badan publik yang dikelola pemerintah.
Kedua hal tersebut mempengaruhi orientasi kebijakan pembangunan nasional
sedemikian rupa sehingga kebijakan pembangun yang dijalankan pemerintah selama ini
bukan hanya tidak berdampak dalam mengatasi kemiskinan tetapi justru memperluas
kemiskinan. Hal ini diperparah dengan kebijakan pembangunan yang lebih banyak
memberi ruang bagi pemodal besar cenderung telah banyak mengorbankan hak-hak dasar
kelompok miskin.
B. Tindak Lanjut
Hukum dan HAM merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang
dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Hukum dan HAM
juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan
mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan
hukumlah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi hukum dan HAM dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia
dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati
posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran,
tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara
mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya
secara relatif. Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain
berarti salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan
ketuhanan.
xxvii
DAFTAR PUSTAKA
Ki Bagus Hadikusumo, Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, (Yogjakarta:
Pustaka Rahayu, 1954)
LG. Saraswati, et.all, Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta: UI Press, 2006)
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Satyo Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 2003)
Sentot Setyasiswanto, Panduan Untuk Pekerja HAM: Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi
Manusia, (Jakarta: Konras-IALDF, 2009)
Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka versi Pendiri Negara, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001)
UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional hak sipil dan politik
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
xxviii