Anda di halaman 1dari 28

GERAKAN PENINGKATAN

PENGETAHUAN BIDANG
SUBSTANTIF (GP2BS)

MODUL

SUBSTANSI HAK ASASI MANUSIA

Oleh.
Muh. Khamdan

Editor.
Eka Ari Wibawa

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM


BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA (BPSDM) HUKUM DAN HAM

2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perspektif HAM tidak lahir dari ruang hampa (ahistoris), namun selalu berkaitan
dengan perkembangan dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Perspektif HAM
lahir dari upaya manusia dalam mendefinisikan makna kemanusiaan pada suatu konteks
sistem sosiopolitik dan kultur tertentu. Konsepsi HAM selalu terbentuk karena adanya
benturan antara kesadaran kolektif (collective consciences) dengan sebuah praktek
empirik tertentu yang secara dialektis terjadi sepanjang sejarah manusia (historis).
Melalui perspektif HAM manusia menemukan sudut pandang baru dalam
memahami relasi sosial, sistem kemasyarakatan, dan otoritas negara. Dengan memahami
locus dan momentum evolusi peradaban manusia, maka perspektif HAM bisa lebih
bermakna dan kontekstual dalam memahami masalah-masalah kemasyarakatan di
Indonesia. Mengikuti evolusi normatif HAM, gagasan HAM kemudian segera menjadi
rujukan moral dan politis bagi para korban-korban kekerasan, kelompok tertindas seperti
organisasi petani, buruh, urban poor, kelompok minoritas, atau indigenous people. HAM
seolah-olah menjadi rujukan ideologis dan digunakan sebagai instrumen perjuangan bagi
para kelompok tertindas dan kaum marginal. HAM di satu sisi sebagai suatu rujukan citacita moral ideal kemudian berbaur dengan berbagai metode perjuangan. Pada titik ini
HAM kemudian menjelma menjadi suatu metodologi advokasi yang diperlengkapi
dengan berbagai pilihan strategi dan taktik.
Terjadinya penindasan dan kesewenang-wenangan yang mengakibatkan
penderitaan umat manusia merupakan titik awal yang membuka kesadaran tentang
konsep hak asasi manusia. Catatan sejarah telah memperlihatkan bahwa sejarah HAM
adalah sejarah korban. Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-hak dasar
yang dimiliki setiap manusia yang dibawa sejak dinyatakan telah bernyawa sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, hak asasi ini bukan diberikan atau
pemberian orang lain, golongan, atau negara, tetapi sudah melekat sejak seseorang sudah
memiliki nyawa meskipun masih di dalam kandungan.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini menjelaskan secara singkat tentang perkembangan perjuangan Hak Asasi
Manusia, HAM dalam sistem pemerintahan, dan pelayanan komunikasi masyarakat.

C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsepsi Hak Asasi Manusia
2. Menjelaskan sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia
3. Menjelaskan dinamika pelembagaan HAM di Indonesia
4. Menjelaskan sejarah HAM dalam Kementerian Hukum dan HAM
5. Menyebutkan kewajiban dan tanggung jawab Negara
6. Menyebutkan instrumen-instrumen HAM
7. Menjelaskan pelayanan komunikasi masyarakat

D. Indikator Hasil Belajar


1. Meningkatnya pemahaman tentang konsepsi Hak Asasi Manusia
2. Meningkatnya pemahaman tentang sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia
3. Meningkatnya pemahaman tentang dinamika pelembagaan HAM di Indonesia
ii

4. Meningkatnya pemahaman tentang sejarah HAM dalam Kementerian Hukum dan


HAM
5. Meningkatnya pemahaman tentang kewajiban dan tanggung jawab Negara
6. Meningkatnya pemahaman tentang instrumen-instrumen HAM
7. Meningkatnya ketrampilan untuk pelayanan komunikasi masyarakat

E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Konsepsi Hak Asasi Manusia
2. Sejarah Perjuangan Hak Asasi Manusia
3. Dinamika Pelembagaan HAM di Indonesia
4. Sejarah HAM Dalam Kementerian Hukum dan HAM
5. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara
6. Instrumen-Instrumen HAM
7. Pelayanan Komunikasi Masyarakat

F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami perkembangan perjuangan Hak Asasi Manusia
2. Peserta diklat dapat lebih mengetahui relasi HAM dalam sistem pemerintahan
3. Peserta diklat dapat lebih mengetahui bagaimana teknik pelayanan komunikasi
masyarakat.

iii

BAB II
PERKEMBANGAN PERJUANGAN HAK ASASI MANUSIA
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan konsepsi HAM,
sejarah perjuangan HAM di dunia, sejarah perjuangan HAM di Indonesia, dan
dinamika pelembagaan HAM di Indonesia

A. Konsepsi Hak Asasi Manusia


Suatu istilah tentu sudah melampaui beragam proses adaptasi dalam budaya dan
lingkungan tertentu, demikian juga istilah hak asasi manusia (HAM). Dalam budaya satu
dengan budaya yang lain jelas akan memiliki persepsi yang berlainan terhadap satu istilah
HAM karena proses berfikir manusia telah mengalami indoktrinasi sekaligus respon
sosial dan lingkungan yang beragam.
Istilah HAM menurut bahasa Prancis droit dehome, dalam bahasa Inggris adalah
human rights, sedangkan menurut bahasa Belanda memen rechten. Secara umum hak
asasi manusia diartikan sebagai hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia yang dibawa
sejak dinyatakan telah bernyawa sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Artinya,
hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain, golongan, atau negara, tetapi
sudah melekat sejak seseorang sudah memiliki nyawa meskipun masih di dalam
kandungan.
Oleh karena itu pula hak asasi manusia tidak dapat diambil atau dicabut, diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh suatu kekuasaan melainkan harus dihormati, dipertahankan,
dan dilindungi. Di sinilah letak perbedaan yang fundamental antara masyarakat yang
menjunjung ketuhanan dengan masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai selain Tuhan.
Makna teosentris yang terkandung dalam definisi tersebut jelas mempertegas keberadaan
Tuhan dalam proses keberadaan manusia karena membunuh janin yang sudah bernyawa
merupakan bagian dari bentuk perampasan hak hidup manusia lain.
Berikut ini beberapa pengertian hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para
ahli:
1. John Locke
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat
pada manusia dan tidak dapat diganggu gugat atau sifatnya mutlak.
2. Koentjoro Poerbapranoto
Hak asasi adalah hak yang sifatnya asasi yaitu dimiliki manusia menurut kodratnya
dan sifatnya suci.
3. Mirriam Budiarjo
Hak asasi adalah hak yang diperoleh dan dibawa bersamaan dengan kelahiran atau
kehadiran manusia di dalam kehidupannya di masyarakat.
4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menerangkan
bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
5. Menurut Piagam Hak Asasi Internasional konsepsi HAM yang tercantum dalam
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) sebenarnya merupakan
perkembangan dari ajaran F.D. Roosevelt, yaitu The four Freedom yang terdiri atas:
- Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkarya
- Kebebasan beragama
- Kebebasan dari rasa takut
- Kebebasan dari kemiskinan
iv

Dari istilah dan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HAM memiliki
beberapa ciri khusus, setidaknya sebagai berikut:
a. Hakiki, artinya ada pada setiap diri manusia sebagai mahkluk Tuhan
b. Universal, artinya berlaku untuk semua orang di mana saja tanpa memandang status,
ras, harga diri, gender atau perbedaan lainnya.
c. Permanen dan tidak dapat dicabut, artinya hak itu tetap ada selama manusia itu hidup
dan tidak dapat dihapuskan oleh siapapun
d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, baik hak
sipil atau hak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hak lainnya.
Meskipun telah mendapati kesepakatan bahwa HAM memiliki ciri khusus baik
berupa hakiki, universal, permanen, dan tidak dapat dibagi, namun dalam praktik di
tengah komunitas masyarakat berbangsa dan bernegara, HAM ternyata mengalami
perbedaan. Kenyataan ini dapat dilihat pada negara liberal dengan negara sosialis, negara
barat dengan negara timur, negara muslim dengan negara non-muslim, dan sejumlah
perbedaan sosial lainnya. Masing-masing perbedaan yang terjadi merupakan bagian dari
wujud adaptasi antara konsepsi HAM dengan filosofi dan budaya lokal yang dianut pada
bangsa tertentu.
Negara liberal pada dasarnya memberikan prioritas pada hak sipil dan politik,
namun kurang memperhatikan hak ekonomi, sedangkan negara sosial cenderung
memberikan hak prioritas ekonomi dan sosial dan memberikan batasan dalam hak politik.
Demikian juga negara Barat yang selalu memproklamirkan sebagai pendukung HAM,
namun justru sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membatasi keberadaan
agama tertentu.

B. Macam-Macam HAM
Sejalan dengan kebebasan informasi serta semakin sempitnya ruang pergaulan
manusia di dunia, maka memunculkan banyaknya macam-macam hak asasi manusia,
antara lain:
1. hak asasi pribadi (personal right), misalnya hak kemerdekaan memeluk agama dan
beribadah menurut agama masing-masing, menyatakan pendapat, berorganisasi, dan
hak hidup.
2. hak asasi ekonomi (property right), misalnya hak kebebasan memiliki sesuatu,
membeli dan menjual sesuatu, mengadakan kontrak atau perjanjian, mendapatkan
pekerjaan layak, dan keselamatan kerja.
3. hak asasi politik (political right), misalnya hak untuk diakui dalam kedudukan sebagai
warga negara yang sederajat, ikut serta dalam pemeerintah, hak memilih dan dipilih,
mendirikan partai politik atau organisasi, dan mengajukan kritik.
4. hak asasi sosial dan kebudayaan (social dan cultural right), misalnya hak kebebasan
memilih dan mendapatkan pendidikan, mengembangan kebudayaan, dan perlindungan
teknologi.
5. hak memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right of legal
equality).
6. hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata peradilan dan perlindungan hukum
(procedural right), misalnya hak mendapatkan perlakuan yang wajar dan adil dalam
peradilan, pembelaan hukum, penerapan asas pradga tak bersalah, dan sebagainya.

C. Sejarah Perjuangan HAM di Dunia


Latar belakang sejarah HAM pada hakikatnya muncul karena inisiatif manusia
terhadap harga diri dan martabatnya sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari
pemegang kuasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman atau sistem
tirani. Oleh karenanya, sejarah HAM dapat ditinjau ulang dari berbagai peristiwa dunia
v

yang selalu memperkuat keberadaan tindakan sewenang-wenang oleh para penguasa,


penjajahan sesama manusia, ketidakadilan yang tersistemkan, sekaligus penghilangan
nilai manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Perkembangan pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan
beraneka ragam, perkembangannya dapat dilihat sebagaimana berikut ini:
1. Perkembangan HAM Zaman Nabi Musa
Pada masa sejarah Nabi Musa, sangat terkait dengan perjuangan pembebasan
bangsa Yahudi dari tradisi perbudakan. Banyak para ahli sejarah meyakini bahwa Nabi
Musa hidup sezaman dengan masa Ramses II atau Menephthah anak dari Ramses I,
pada 1223 SM. Era ini dianggap sebagai masa migrasi secara besar-besaran yang
dilakukan oleh bangsa Israel dari negeri kekuasaan Firaun, Mesir, dengan iringan 12
suku.
Kemasyhuran Nabi Musa dihormati oleh banyak peradaban besar dunia, baik
Yahudi, Nasrani, Islam, maupun yang tidak beragama. Setidaknya Nabi Musa
merupakan tokoh politik besar yang telah memberikan perlawanan terhadap
pemerintahan tirani Firaun serta mampu menghadirkan tatanan komunitas barunya
yang lebih beradab dalam nilai-nilai kemanusiaan melalui proses eksodus
menyeberangi Laut Merah menuju kawasan Palestina. Sangat dimaklumi jika Nabi
Musa memiliki kemampuan dalam bidang politik dan pemerintahan karena sejak kecil
sampai berusia 18 tahun, berada dalam perawatan sekaligus tinggal di istana.
Dalam upaya membangun masyarakat yang beradab itulah muncul adanya 10
perjanjian yang diyakini sebagai 10 perintah Allah. Dalam bahasa Inggris, disebut
dengan Ten Commandments yang ditulis Nabi Musa di atas sobekan kulit-kulit
binatang atau batu. Tentu pada zaman peradaban Mesir kuno, 10 perintah tersebut
mendapatkan perlawanan dari bangsa Israel sendiri karena telah berkembangnya
keyakinan politeisme, atau mengakui banyaknya Tuhan yang diwujudkan dengan
banyaknya berhala sesembahan.
10 perintah dapat dilihat pada Kitab Keluaran 20:2-17 dan Kitab Ulangan 5:621, sebagai berikut:
1) Jangan menyembah berhala, berbaktilah dan cintailah Tuhan
2) Sebutlah nama Allah dengan hormat
3) Kuduskanlah hari Tuhan
4) Hormatilah ibu bapakmu
5) Jangan membunuh
6) Jangan berbuat cabul
7) Jangan mencuri
8) Jangan bersaksi dusta
9) Jangan ingin berbuat cabul
10) Jangan ingin akan milik orang lain
Berdasarkan 10 perjanjian tersebut, sangat jelas bahwa Nabi Musa mengajarkan
adanya keseluruhan dimensi hukum dalam kehidupan bangsa Israel pada masanya itu,
baik menyangkut aspek Ketuhanan maupun nilai-nilai kemanusiaan secara universal.
Dengan demikian, telah terkandung adanya kewajiban sekaligus jaminan hak untuk
beragama, hidup, ekonomi, dan budaya.
2. Perkembangan HAM Zaman Hammurabi
Hammurabi merupakan raja keenam dari kedinastian Babylonia yang diberikan
nama asli Hammurabi Yahola, diperkirakan lahir sekitar 1792 SM dan meninggal
1750 SM. Kemampuan berorganisasi sosok Hammurabi terungkap lewat surat yang ia
kirim untuk para bawahannya, bisa dibilang Hammurabi adalah seorang administrator
yang handal dan mampu mengatur segala aspek dalam pemerintahannya.
vi

Kesuksesannya dalam membangun Babylonia menjadikan Hammurabi sebagai


pemimpin berpengaruh di Asia Barat pada jamannya. Bahkan ia mengendalikan jalur
perdagangan barat.
Hammurabi terkenal telah menaklukkan banyak kerajaan dalam kekuasaannya,
yang seiring perjalanan waktu maka sejarah tentang kekuasaannya dapat dilihat dari
adanya kode hukum negara berupa code of Hammurabi atau Hukkum Hammurabi,
salah satu dari beberapa hukum tertulis yang dibuat pada zaman peradaban kuno.
Sangat dimaklumi jika hukum Hammurabi menjadi tonggak hukum di zaman modern
karena pada masa itu hukum hanya berasal dari titah raja, sehingga tidak ada standar
yang sama sekaligus mengikat bagi seluruh rakyat.
Munculnya hukum Hammurabi setidaknya dikisahkan sebagai berikut:
Pada suatu ketika, Raja Hammurabi marah karena pengauasa-penguasa daerah di
wilayah kekuasaannya tidak mematuhi perintahnya untuk mengirimkan pasukan dalam
upaya melakukan ekspansi kerajaan. Oleh karena itu, dipanggillah semua penguasa
daerah untuk menghadap ke kerajaan.
Para pimpinan daerah dari berbagai suku di wilayah Afrika dan Asia Barat
akhirnya berdatangan dengan baju kebesaran masing-masing sebagai kebanggaan
identitas. Tentu saja kepala-kepala daerah tersebut hadir dengan pakaian yang warna
warni dan beragam bentuk sesuai dengan karakter budayanya masing-masing,
sehingga ada yang mengenakan jubah sutra, mengenakan beragam perhiasan emas dan
logam mulia, baju dari kulit binatang, pakaian bulu binatang, dan bahkan yang hanya
sekadar mewarnai badan dengan cat.
Dari sinilah Hammurabi menjumpai ketidaksamaan rakyatnya sehingga perlu
adanya aturan agar menjadi masyarakat yang tertib dan rapi dalam hal kedinasan
pemerintahan dan semua bidang pelaksanaan sistem kenegaraan.
Hammurabi kemudian memilih orang-orang terpelajar dan menugaskan agar
disusun sustu hukum yang mengatur perilaku rakyatnya di wilayah kekuasaan kerajaan
Babylonia. Oleh karenanya terciptalah Code of Hammurabi yang terdiri atas 282
aturan, sekaligus bersifat spesifik dengan sanksi yang berat. Filosofi yang dianut pada
penyusunan Code of Hammurabi adalah Eye for Eye, Tooth for Tooth, filosofi law
of retalitation atau filosofi balas dendam.
Beberapa bagian dari hukum Hammurabi, misalnya:
a. Seorang janda berhak mendapatkan warisan sejumlah yang diterima anak lelakinya.
Hal ini menjadi suatu kemajuan peradaban karena pada masa itu perempuan
merupakan suatu komoditas yang sama sekali tidak memiliki hak, bahkan seorang
janda di anggap sebagai komoditas tanpa tuan sehingga dapat diambil siapapun.
b. Tukang batu yang membuat rumah, dan rumah itu ambruk sehingga menewaskan
penghuni yang ada di dalamnya, maka tukang batu tersebut harus dihukum mati.
Aturan demikian sesungguhnya untuk menjamin adanya profesionalisme tukang
batu sekaligus adanya jaminan kualitas.
c. Seorang pemuka agama akan dibakar hidup-hidup jika didapati memasuki
penginapan tanpa ijin. Hal ini jelas dimaksudkan untuk menjaga kehormatan
seseorang dalam menjalankan agama secara benar.
d. Seorang dokter yang pasiennya meninggal saat dalam penanganannya, maka
dokter yang bertanggungjawab akan kehilangan sebelah tangannya. Aturan ini tentu
untuk menjamin hak hidup seseorang berdasarkan budaya pada zaman tersebut.
e. Seorang penghutang dapat menghapus hutangnya setelah tiga tahun jika
penghutang tersebut menyerahkan isteri atau anaknya kepada sang pemberi hutang
sebagai penebus. Perlu disadari bahwa perempuan pada masa peradaban Babylonia
merupakan sustu komoditas yang tidak memiliki hak apapun atas dirinya sendiri.
Namun aturan ini sesungguhnya memiliki maksud untuk memberikan jaminan hak
ekonomi kepada masyarakat.
vii

Hukum Hammurabi tersebut dipahat pada prasasti batu dengan gambar di


atasnya menunjukkan sosok Raja Hammurabi yang menerima Code of Hammurabi
dan penghormatan dari dewa Babylonia, yaitu Dewa Marduk atau Shamash. Prasasti
tersebut sekarang disimpan di Musee du Louvre, Paris.
Prasasti batu itu memiliki tinggi sekitar 2 meter dengan lebar 70 cm. Di bawah
relief Raja Hammurabi dan Dewa Marduk tersebut dipahatkan hukum Hammurabi
yang terdiri atas 282 pasal dalam bahasa Akkadian. Prasasti ini ditemukan pada tahun
1901 oleh seorang egyptologist (ahli tentang Mesir) bernama Gustave Jequier di
Khuzestan, Iran.
3. Perkembangan HAM Zaman Nabi Muhammad
Dalam frame pemikiran umat Islam, Nabi Muhammad merupakan model ideal
(uswatun hasanah) yang telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan
mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Salah satu model peletakan pondasi
HAM adalah penghargaan atas keberbedaan masyarakat atau multikulturalisme
dengan mengkaji proses pembentukan masyarakat Madinah yang memiliki piagam
kesepakatan bersama berwujud Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah) pada 622 M.
Sebelum konstitusi Madinah (Piagam Madinah) disepakati, Nabi Muhammad
telah menjajaki komposisi demografis agama dan sosial penduduk Madinah melalui
sebuah sensus, sehingga didapatkanlah unsur penduduk Madinah berjumlah 10.000
orang, dengan komposisi 1500 orang penduduk muslim, 4000 orang Yahudi, dan 4500
orang Musyrik Arab. Langkah ini untuk menemukan kesamaan misi membangun
negara kota yang baru bersama orang-orang yang berasal dari geografis, suku, dan
latar belakang budaya berbeda.
Di Arab pra-Islam, suku adalah kesucian yang tidak dapat ditinggalkan atau
dilebur dengan suku lain karena dianggap suatu aib kesalahan jika terjadi peleburan.
Untuk menghapus tradisi lama demikian, Nabi Muhammad mengumpulkan tiga
kelompok sosial utama Madinah, supaya keberagaman komposisi masyarakat yang
ada mampu disatukan atas penghargaan kesamaan dan kesederajatan. Terwujudlah
Piagam Madinah yang menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia terdiri dari 47 pasal.
Dari keseluruhan pasal di atas, Konstitusi Madinah mempunyai empat prinsip:
a. sesama anggota kesepakatan tidak boleh saling mengganggu dan harus patuh.
b. adanya kemerdekaan dalam pelaksanaan kehidupan beragama.
c. daerah Yatsrib sebagai wilayah terlindungi, jika ada gangguan berarti menjadi
tanggung jawab bersama.
d. Rasulullah sebagai pemimpin atas komunitas Madinah.
Menurut Brian OConnell mengenai masyarakat Madinah yang lebih cenderung
disoroti pada konsep kewarganegaraan, mendapatkan kesimpulan bahwa ada aspekaspek yang menunjukkan masyarakat Madinah sudah dalam kebudayaan modern
dengan adanya:1) freedom of religion, speech, and assembly, 2) protection of our
safety and property, 3) the right of association.
Model masyarakat Madani multikultural yang telah diperankan Rasulullah di
Madinah dengan Piagam Madinah setidaknya mencerminkan sistem pemerintahan
yang tidak baku (kaku), tetapi menampilkan sejumlah prinsip-prinsip kemanusiaan dan
keadilan, meliputi inklusivisme, egalitarianisme, toleransi, dan demokrasi.
Piagam Madinah ini menjadi konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat
manusia, karena telah melibatkan strategi diplomasi yang ulung dari beberapa unsur
sekaligus menjadi pijakan dalam kehidupan bermasyarakat secara luas. Diplomasidiplomasi yang dijalankan oleh Nabi Muhammad sebagai penegakan Piagam Madinah
telah terbukti sangat menjunjung nilai-nilai HAM karena tidak diiringi adanya
peperangan.

viii

4. Perkembangan HAM di Inggris


Dalam catatan perkembangan HAM yang ada selama ini, telah terjadi loncatan
sejarah dengan menjadikan Inggris sebagai negara yang pertama kali memperjuangkan
HAM kendati juga menyandang sebagai negara penjajah bangsa lain di berbagai
belahan dunia. Catatan sejarah masa-masa sebelumnya seolah sengaja ditiadakan.
Adapun sejarah perkembangan HAM di Inggris, antara lain:
1) Munculnya Piagam Magna Charta
Piagam Magna Charta lahir pada 15 Juni 1215 M atau 600 tahun setelah
adanya Piagam Madinah di jazirah Arab masa Nabi Muhammad. Pada awal abad
ke-12, Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John
Lackland yang justru bertindak secara sewenangwenang terhadap rakyat dan para
bangsawan Inggris.
Oleh karenanya, kaum bangsawan memaksa Raja John Lackland untuk
membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta (Piagam Agung) guna
membatasi kekuasaan seorang raja.
Magna Charta dicetuskan dengan prinsip dasarnya memuat pembatasan
kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tidak
seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta
kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya,
kecuali berdasarkan pertimbangan hukum.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
a. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan
kebebasan Gereja Inggris.
b. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hakhak sebagi berikut :
1. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
2. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi
yang sah.
3. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar
tindakannya.
4. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
2) Munculnya Piagam Petition of Rights
Piagam ini lahir pada 1628 M. Dokumen ini berisi pernyataan mengenai hakhak rakyat beserta jaminannya, antara lain berupa pajak dan pungutan istimewa
harus disertai persetujuan, warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara
di rumahnya, tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan
damai.
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pernyataan-pernyataan mengenai hakhak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja
di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak
sebagai berikut :
a. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
b. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
c. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
3) Munculnya Undang-Undang Hobeas Corpus Act,
Undang-Undang yang dibuat pada 1679 ini, mengatur tentang penahanan
seseorang. Isinya antara lain:
ix

a. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
4) Munculnya Undang-Undang Bill of Rights
Undang-undang yang diterima parlemen Inggris sebagai bentuk perlawanan
terhadap Raja James II pada 1689, yang berisi kebebasan dalam pemilihan anggota
parlemen, kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, serta hak warga negara
untuk memeluk agama menurut kepercayaannya.
5. Perkembangan HAM di Amerika Serikat
Perkembangan HAM di Amerika Serikat, ditandai dari adanya peristiwa berikut:
1) Munculnya Deklarasi Kemerdekaan (Declaration of Independence of The United
States).
Deklarasi ini dilandasi oleh pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang
merumuskan hak-hak alamiah, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life,
liberty, and property), yang pada akhirnya menjadi pegangan bagi rakyat Amerika
dalam memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya pada 4 Juli 1776,
suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara
bagian, merupakan piagam hak-hak asasi manusia karena mengandung pernyataan
Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta.
Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan
kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status alamiah, ketika manusia telah
memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Demikian juga John Locke berpendapat
bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya
dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson. Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai pendekar hak
asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.
2) Munculnya Deklarasi Atlantic Charter
Deklarasi yang muncul pada 1941, bersamaan dengan terjadinya Perang Dunia
II yang dipelopori oleh F.D. Roosevelt yang menyebutkan The Four Freedom
(empat macam kebebasana) antara lain
a. Kebebasan beragama (freedom of religion);
b. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech and thought)
c. Kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);
d. Kebebasan dari kemelaratan (freedom of want).
6. Perkembangan HAM di Perancis
Perkembangan HAM di Perancis, ditandai dari adanya peristiwa berikut:
1) Munculnya Deklarasi Declaration Des Droits De LHomme Et Du Citoyen,
Deklarasi ini merupakan suatu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan
warga negara untuk melawan kesewenangan rezim dalam revolusi Perancis pada
1789. Deklarasi ini mengedepankan hak-hak atas kebebasan, kesamaan, dan
persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).

Lafayette menjadi pelopor penegakan hak asasi manusia pada masyarakat


Perancis, dan berada di Amerika Serikat ketika revolusi Amerika meletus. Pada
1791, nilai-nilai HAM dicantumkan di dalam konstitusi Perancis yang kemudian
ditambah dan diperluas lagi pada 1793 dan 1795. Revolusi ini diprakarsai pemikirpemikir besar seperti J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi dalam
deklarasi itu antara lain:
a. Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
b. Manusia mempunyai hak yang sama.
c. Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
d. Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta
pekerjaan umum.
e. Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
f. Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
g. Manusia merdeka mengeluarkan pikiran
h. Adanya kemerdekaan surat kabar.
i. Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
j. Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
k. Adanya kemerdekaan bekerja dan melaksanakan kerajinan.
l. Adanya kemerdekaan rumah tangga.
m. Adanya kemerdekaan hak milik.
n. Adanya kemedekaan lalu lintas.
o. Adanya hak hidup dan mencari nafkah.
Tabel 1. Sejarah Perjuangan HAM di Dunia
No

Kisah Peristiwa

Nabi Musa (10 Perintah)

Raja Hammurabi

Nabi Muhammad SAW

HAM di Inggris
a. Piagam Magna Charta

b. Piagam Petition of Rights


c. UU Hobeas Corpus Act
d. UU Bill of Rights
HAM di Amerika
a. Declaration of
Independence of The U.S.
b. Atlantic Charter
Perancis
a. Declaration Des Droits De
LHomme et Dis Citoyen

Tahun

Nilai dan Prinsip HAM

1223 SM Tidak membunuh, tidak cabul,


tidak mencuri, tidak berdusta
1792 SM 282 aturan (Eye for Eye, Tooth for
Tooth)
622 M 47 pasal (tidak saling mengganggu,
kemerdekaan agama
15 Juni 1215

Kemerdekaan hak penduduk dan


gereja
1628 Hak rakyat dan jaminannya
1679 Penahanan yang berdasar hukum
1689 Kebebasan pemilihan parlemen

4 Juli 1776 Hak hidup, kebebasan, hak milik


1941 Hak beragama, berpendapat
1789 Kebebasan, kesamaan,
persaudaraan

7. Pengakuan HAM oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


Pada 10 Desember 1948, PBB telah berhasil merumuskan naskah yang dikenal
dengan Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yaitu pernyataan tentang
HAM seluruh bangsa, sehingga 10 Desember diperingati sebagai hari HAM. Isi pokok
deklarasi itu tertuang dalam Pasal 1 yang menyatakan: Sekalian orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal
dan budi, dan hendaknya bergaul satu sama lain persaudaraan.
xi

Sejarah penyusunan UDHR diawali setelah berakhirnya perang dunia kedua,


pada 1946, disusunlah rancangan piagam HAM oleh organisasi kerja sama untuk
sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota dalam komisi
HAM (commission of human right) dengan pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt.
Baru 2 tahun kemudian, 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang
diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris, menerima baik hasil kerja panitia tersebut,
yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut,
48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan bahwa setiap
orang mempunyai hak sebagai berikut:
1) Hidup
2) Kemerdekaan dan keamanan badan
3) Diakui kepribadiannya
4) Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk
mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
5) Masuk dan keluar wilayah suatu negara
6) Mendapatkan asylum
7) Mendapatkan suatu kebangsaan
8) Mendapatkan hak milik atas benda
9) Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10) Bebas memeluk agama
11) Mengeluarkan pendapat
12) Berapat dan berkumpul
13) Mendapat jaminan sosial
14) Mendapatkan pekerjaan
15) Berdagang
16) Mendapatkan pendidikan
17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan pernyataan sedunia tentang HAM itu sebagai
tolak ukur semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan
hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Hal ini
menjadikan semua anggota PBB berkewajiban menerapkan nilai-nilai HAM.
D. Sejarah Perjuangan HAM di Indonesia
1. Pra-Kemerdekaan
Sejarah pemikiran dan perjuangan politik atas HAM di Indonesia
sesungguhnya sudah dimulai beberapa bulan sebelum proklamasi. Perjuangan politik
yang diwarnai adanya perdebatan-perdebatan itu terjadi di dalam rapat-rapat Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ketika
membahas gagasan ide negara dan dasar negara. BPUPKI terbelah menjadi dua
kelompok mengenai dasar negara. Kelompok pertama sebagai wakil Islam
menginginkan negara berdasarkan Islam, sedangkan kelompok kedua sebagai wakil
kalangan nasionalis sekuler.
Tabel 2. Anggota BPUPKI berdasarkan ideologi
No
1
2
3

Ideologi Islam
K.H. A. Sanusi (PUI)
Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah)
K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah)

Nasionalis Sekuler
Dr. Rajiman
Sukarno
Muhammad Hatta

xii

4
5
6
7
8
9
10

Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah)


K.H.A. Wahid Hasyim (NU)
K.H. Masykur (NU)
Sukiman Wiryosanjoyo (PII)
Abikusno Cokrosuyoso (PSII)
Agus Salim (Penyadar)
K.H. Abdul Halim

Profesor Supomo
Muhammad Yamin
Wongsonegoro
Sartono
R.P. Suroso
Dr. Buntaran Martoatmojo

Pada 1 Juni 1945, Sukarno berpidato tentang pentingnya pemisahan agama dan
negara. Sukarno juga menawarkan paradigma baru dasar negara dengan
mengembangkan lima asas yang kemudian dikenal dengan Pancasila. Sebelumnya,
Profesor Supomo sudah menawarkan konsep negara integralistik yang berbeda dengan
negara individualistik menurut John Locke maupun negara kelas menurut Karl Marx.
Negara individu berangkat dari adanya hasil kontrak individu-individu yang
bebas karena individu adalah pusat kekuasaan. John Locke, pemikir politik dari
Inggris, menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama dan memiliki hakhak
alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak
kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal
sebagai konsep HAM yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan HAM di
berbagai belahan dunia. Sedangkan negara kelas adalah perpanjangan tangan kelas
dominan di masyarakat, yaitu yang memiliki modal.
Berbeda dengan konsep negara individualistik maupun negara kontrak, negara
integralistik merupakan suatu susunan masyarakat integral, segala golongan, segala
bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain, dan sebagai persatuan
masyarakat yang organis. Dalam pandangan Supomo, sistem kekeluargaan
warganegara diwujudkan dengan kesadaran tentang tugas dan peran indivisu sebagai
bagian dari keluarga besar yang terbangun. Individu adalah manusia yang bebas
namun memiliki tugas dan kewajiban terhadap keluarga besar negara yang terbentuk.
Dari sudut pandang tersebut, perlawanan terjadi dari kalangan Islam karena
kebebasan pribadi dianggap bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menekankan
pengaturan menyeluruh segala aspek kehidupan manusia. Untuk itulah negara tidak
bisa dipisahkan dengan agama, pun agama bukan urusan pribadi tetapi urusan negara.
Kebebasan pribadi dianggap sebagai jalan pikiran sekuler yang berniat mengunci
agama dalam mengurus kehidupan umatnya. Perdebatan itu dapat diketahui dari
rancangan undang-undang dasar 1945.
Pasal 28 bab X dalam rancangan UUD 1945 berbunyi bahwa negara menjamin
kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama apapun dan untuk
menjalankan ibadahnya sesuai agama masing-masing. Bab ini oleh kelompok Islam
dianggap terlalu mengedepankan kebebasan pribadi yang berlawanan dengan ajaran
Islam karena menjamin kebebasan untuk berpindah agama. Maka setelah melewati
perdebatan, dirubahlah menjadi negara menjamin kebebasan bagi setiap warga
negara untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat sesuai dengan agama masingmasing. Bagi kelompok Islam, hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menutup
kemungkinan untuk pindah-pindah agama.
Perdebatan soal dasar negara terus berlanjut sampai menghasilkan Piagam
Jakarta yang ditandatangani Sembilan orang, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Muhammad
Hatta, Mr. A.A. Maramis, Mohammad Yamin, Ahmad Subardjo, K.H.A. Wahid
Hasyim, Abikusno Cokrosuyoso, H. Agus Salim, dan Abdul Kahar Muzakkir. Di
dalam Piagam Jakarta ini, semula tercantum dengan berdasar kepada Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. yang
melalui berbagai persidangan berubah dengan dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini jelas adanya penjaminan HAM yang menuntut
xiii

netralitas negara dari setiap keyakinan yang ada. Negara adalah negara hukum yang
meletakkan warga negara dalam jarak yang sama dengan hukum.
Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan
sebebasnya, tetapi harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam
pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini diakibatkan tidak adanya hak yang dapat
dilaksanakan tanpa memperhatikan hak orang lain. Oleh karena itu, setiap hak akan
dibatasi oleh hak orang lain.
2. Lahirnya Komisi Nasional HAM
Pada tanggal 7 Juni 1993 Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto, lewat
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, membentuk Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalanpersoalan hak asasi manusia. Pada saat yang sama menunjuk pensiunan ketua
Mahkamah Agung RI, Ali Said, untuk menyusun Komisi tersebut dan memilih para
anggotanya. Keputusan Presiden ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
Lokakarya tentang Hak Asasi Manusia yang diprakarsai Departemen Luar Negeri RI
dan PBB yang diadakan di Jakarta pada tanggal 22 Januari 1991. Pada tanggal 7
Desember 1993, diperoleh 25 (dua puluh lima) nama yang merupakan figur nasional
dan ditunjuk sebagai anggota Komnas HAM.
Tabel 3. Anggota Komnas HAM Pertama
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Nama

No

Hj. Aisyah Amini, S.H.


Dr. Albert Hasibuan, S.H.
Ali Said, S.H.
Asmara Nababan, S.H.
Prof. Dr. Baharudin Lopa, S.H.
Drs. Bambang W. Soeharto
Dr. H. A. A. Baramuli, S.H.
Clementino Dos Reis Amaral
Ig. Djoko Moelyono
H. R. Djoko Soegianto, S.H.
Gani Djemat, S.H.
Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H
K. H. Hasan Basri

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Nama
Prof. Dr. Ch. Himawan, S.H
B. N. Marbun, S.H
Marzuki Darusman, S.H
Prof. Miriam Budiardjo, M.A
Prof. Dr. Muladi, S.H
Munawir Sjadzali, S.H.
Dr. Nurkholis Madjid
Roekmini Koesoemo Astoeti
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H
Soegiri, S.H
Prof. Soetandyo Wignjosoebroto,
Prof. Sri Martosoewignjo, S.H

3. HAM Era Reformasi


Perkembangan pengaturan hak asasi manusia di Indonesia telah dipengaruhi oleh
perubahan politik setelah kejatuhan Presiden Soeharto tahun 1998. Sidang Istimewa
MPR bulan November 1998, misalnya, menghasilkan Ketetapan No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia dan disusul dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan lebih ekstensif tentang hak asasi
manusia dicantumkan pula dalam Perubahan Ketiga Undang-undang Dasar 1945
(tahun 2000), meskipun terdapat kemiripan rumusan antara hasil amandemen
konstitusi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Ketetapan No.
XVII/MPR/1998. Menurut Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, negara
berkewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi hak asasi
manusia.

xiv

Tabel 4. Rumusan HAM di dalam UUD 1945 Bab X tentang HAM


No

Pasal

28 A

28 B (1)

28 B (2)

28 C (1)

28 D (1)

28 D (2)

28 D (3)

28 D (4)

28 E (1)

10
11

12

13

14

15

Isi
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut


agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
28 E (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia
28 G (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan
yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka
politik dari negara lain.
28 H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak
memperoleh
pelayanan kesehatan.
28 H (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat
28 H (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh
siapa pun.
Catatan: angka dalam (..) adalah tahapan amandemen UUD 1945

HAM
Hak hidup
Hak
berketurunan
Hak anak

Hak
Pengembangan
diri

Hak persamaan
hukum
Hak bekerja
Hak persamaan
pemerintahan
Hak
kewarganegaraa
Hak beragama

Hak berserikat
Hak komunikasi

Hak suaka

hak hidup
sejahtera

Hak jaminan
sosial
Hak milik
pribadi

xv

Tabel 5. Rumusan HAM di luar Pasal 28


No

Pasal

Bab XII
Pasal 30

2
3

Bab XIII
Pasal 31
Pasal 34 (1)

Pasal 34 (2)

Pasal 34 (3)

Isi

HAM

Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut


serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

Hak usaha
pertahanan

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara


oleh negara
Negara mengembangkan sistim jaminan sosial
bagi seluruah rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan.
Negara bertanggungjawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.

Hak fakir miskin dan


anak telantar
Hak jaminan sosial

Hak pendidikan

Hak fasilitas
pelayanan kesehatan
dan umum

Strategi penegakan HAM pada periode reformasi ini dilakukan melalui dua
tahap yaitu status penentuan dan tahap penataan peraturan secara konsisten. Selain itu,
pemerintah mencanangkan Rencana Aksi Nasional HAM pada 15 Agustus 1998
yang berpegang pada 4 pilar, yaitu:
1. Persiapan pengesahan perangkat dan pendidikan internasional dibidang HAM.
2. Pemantapan informasi dan pendidikan bidang HAM
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM
4. Pelaksanaan isi perangkat internasional HAM yang disahkan oleh undang-undang.
Reformasi yang bergulir semakin memantapkan tekad Indonesia dalam
penghormatan HAM. UUD 1945 yang pada kelahiran awalnya memuat sedikit
jaminan perlindungan HAM, kemudian dilengkapi dengan perubahan kedua UUD
1945 melalui perumusan bab tersendiri tentang HAM yang terdiri dari sepuluh pasal.
Dengan terbitnya Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, landasan
hukum bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia semakin
diperkokoh. Sampai saat ini Indonesia telah meratifikasi 6 dari 7 instrumen pokok
HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,
Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Bentuk Perlakuan Lainnya
yang Tidak Manusiawi atau Merendahkan, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai pengertian konsep dasar
HAM, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara ketahui tentang pengertian Hak Asasi Manusia?
2. Jelaskan sejarah perjuangan HAM di dunia yang saudara ketahui berkaitan dengan
perjuangan masyarakat inggris!
3. Jelaskan nilai-nilai pengakuan Hak Asasi Manusia yang tercantum di UUD 1945
dalam tahapan amandemen!

F. Rangkuman
Manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukannya. Kebebasan dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi
manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan. Hak-hak
xvi

tersebut tidak dapat diingkari, oleh sebab itu pengingkaran terhadap hak tersebut berarti
mengingkari harkat dan martabat manusia.
Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-hak dasar yang dimiliki
setiap manusia yang dibawa sejak dinyatakan telah bernyawa sebagai anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain,
golongan, atau negara, tetapi sudah melekat sejak seseorang sudah memiliki nyawa
meskipun masih di dalam kandungan. Hak dasar yang secara kodrati sebagai anugerah
dari Tuhan Yang Maha Esa ini melekat dan dimiliki setiap manusia, bersifat universal,
dan abadi, yang meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan.

xvii

BAB III
HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan kewajiban dan
tanggung jawab Negara atas HAM, agenda pemajuan HAM, dan instrumen HAM

A. Institusionalisasi HAM Sebagai Kementerian


Akibat Reformasi, dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 136
tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen. Demikian juga adanya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan Peradilan Umum dikeluarkan dari
Departemen Kehakiman Republik Indonesia ke Mahkamah Agung Republik Indonesia
dengan masa transisi paling lama 5 (lima) tahun.
Setelah Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada
tanggal 7 Agustus 2000 sampai dengan 14 Agustus 2000, Presiden Republik Indonesia
KH. Abdurrahman Wahid merampingkan Kabinet Kesatuan dengan mengeluarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 tahun 2000 tentang pengangkatan
Menteri Kehakiman dan hak Asasi Manusia Prof. Dr Yusril Ihza Mahendra.
Dengan demikian, perubahan nama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
disingkat Kemenkumham, didahului dengan nama pertamanya Departemen Kehakiman
(1945-1999) dengan menteri pertamanya Mr. Prof. Supomo, SH. Sejak reformasi berubah
menjadi Departemen Hukum dan Perundang-undangan (1999-2001) dengan menteri Prof.
Dr Yusril Ihza Mahendra. Pada fase kepemimpinan Prof. Dr Yusril Ihza Mahendra
berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (2001-2004), yang
kemudian dilanjutkan oleh Baharudin Lopa, Marsilam Simanjuntak, Prof. Dr.
Mohammad Mahfud MD, SH, SU, dan kembali pada Prof. Dr Yusril Ihza Mahendra.
Pada akhirnya nama kementerian menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
(2004-2009) dengan menteri Hamid Awaludin dan Andi Matalata.

B. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara


HAM memiliki tempat dan bersubjek pada setiap diri manusia atau individu. Hak
asasi yang dimiliki seseorang karena ia seorang manusia. Jadi pihak yang menikmati dan
bisa mengklaim suatu perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah individu.
Sedangkan setiap hak asasi yang melekat pada individu membutuhkan adanya pihak
yang memiliki tugas untuk memenuhi dan melindunginya, yaitu negara.
Kewajiban negara untuk memenuhi (obligation to fulfil) menekankan pada upayaupaya positif negara melalui mekanisme legislatif, yudikatif, atau administratif. Ketiga
kewajiban negara ini secara jelas sebagai implementasi hak-hak sipil dan politik yang
mengandaikan adanya kombinasi kewajiban negara, baik yang bersifat negatif maupun
yang bersifat positif.
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yang berbunyi, Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan nasional tersebut terkandung misi
dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang akan mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya terjunjung tinggi, terpenuhi dan
terlindungi.
xviii

Untuk mewujudkan itu semua, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang,


termasuk pembangunan Indonesia seutuhnya, dan hal tersebut membutuhkan proses
dalam waktu yang tidak pendek yang mengarah pada penghormatan, pemajuan,
pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Komitmen Pemerintah dalam
mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas
pembangunan Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan
yang berkaitan dengan HAM.
Tabel 6. Tiga Kewajiban Negara Atas HAM
Kewajiban

Menghormati

Batasan yang Dimaksud


Menghindari tindakan
intervensi atau mengambil
kewajiban negatif

Kewajiban melindungi,
mengharuskan negara
mengambil kewajiban positif

Melindungi

Memenuhi

Kewajiban melindungi, negara


melakukan investigasi,
penuntutan, penghukuman
terhadap pelaku, dan
pemulihan korban pasca
tindak pidana atau
pelanggaran HAM
Kewajiban memenuhi
mengharuskan negara
mengambil tindakan-tindakan
legislasi, administrative,
peradilan, dan langkah lain
yang diperlukan untuk
memastikan bahwa para
pejabat negara atau pihak
ketiga melaksanakan
penghormatan dan
perlindungan HAM

Contoh Pelaksanaan
Untuk hak hidup, negara berkewajiban tidak
melakukan pembunuhan
Untuk hak mendapat pekerjaan, negara
berkewajiban tidak menyingkirkan orang dari
pasar tenaga kerja
Untuk hak hidup, negara harus mencabut
produk UU yang membenarkan hukuman
mati
Untuk hak mendapat pekerjaan, negara harus
mencabut produk hukum nasional yang
mengasingkan orang dari pasar kerja
Institusi penegak HAM, termasuk lembaga
yudisial dapat mengambil tindakan yang
diperlukan guna mencegah praktik kejahatan
pengurangan hak atau gangguan hak
Kegagalan negara untuk mengungkap suatu
kebenaran, penuntutan, dan penghukuman
terhadap pelaku dan pemulihan bagi korban
merupakan suatu pelanggaran HAM yang
baru atau disebut impunitas
Negara harus melatih institusi kepolisian dan
militer tentang bagaimana melakukan
tindakan menghadapi demonstrasi, criminal
agresif secara professional dan efesien
Untuk hak ekonomi, sosial, budaya, negara
memastikan bahwa lembaga-lembaga
pemerintahan harus mampu memberikan
pelayanan yang memadai kepada warga
negara tanpa diskriminasi

C. Agenda Pemajuan dan Perlindungan HAM


Agenda pemajuan dan penegakan HAM merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari proses demokratisasi pada awal munculnya era reformasi. Pada Sidang Istimewa
MPR 1998 ditetapkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia yang merupakan Piagam HAM bagi bangsa Indonesia, melengkapi ketentuan
HAM dalam UUD 1945 yang pada belum diubah pada waktu itu.
Pada 1999, telah berhasil dibentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Undang-Undang tersebut memberikan landasan jaminan
penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM, serta landasan keberadaan Komnas
HAM yang semula hanya berdasarkan Keputusan Presiden. Satu tahun setelah itu,
xix

berhasil pula ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, yang mengatur mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM
berat.
Upaya lebih mendasar dan sangat monumental untuk menjamin perlindungan dan
penegakan HAM, adalah melalui Perubahan UUD 1945. Perubahan konstitusi mengenai
hak asasi manusia dibahas dan disahkan pada 2000, yaitu pada Perubahan Kedua UUD
1945. Perubahan tersebut menghasilkan ketentuan mengenai hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara, yang semula hanya terdiri dari tujuh butir ketentuan, yang
juga tidak seluruhnya dapat disebut sebagai jaminan konstitusional hak asasi manusia,
sekarang telah bertambah secara sangat signifikan, yaitu menjadi 37 butir ketentuan.
Ketentuan baru yang diadopsikan ke dalam UUD 1945 secara khusus diatur dalam Bab
XA tentang Hak Asasi Manusia, mulai Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ditambah
beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal lainnya dalam UUD 1945.
Karena itu, perumusan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi saat menjadi lengkap
dan menjadikan UUD 1945 sebagai salah satu Undang-Undang Dasar di dunia yang
paling lengkap memuat ketentuan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Oleh karena itu, apabila kita ingin memahami konsepsi tentang hak asasi manusia
itu secara lengkap dan historis, ketiga instrumen hukum, yaitu UUD 1945, TAP MPR
Nomor XVII/MPR/1998 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
harus dilihat dalam satu kontinum. Bahkan, ketentuan tentang hak asasi manusia yang
telah diadopsikan ke dalam sistem hukum dan konstitusi Indonesia itu dapat dilihat
kesesuaiannya dengan berbagai konvensi internasional dan deklarasi universal tentang
hak asasi manusia serta instrumen hukum internasional lainnya.
Hak asasi manusia di dalam UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi empat
kelompok, yaitu hak sipil dan politik, hak EKOSOSBUD (ekonomi, sosial, dan budaya),
hak atas pembangunan dan hak khusus lain, serta tanggung jawab negara dan kewajiban
asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) yang meliputi hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Sejak reformasi berbagai produk hukum dilahirkan memperbaiki kondisi hak asasi
manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain, Tap MPR tentang
HAM, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa),
UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk MPR, DPR,
dan DPRD, UU Otonomi Daerah, UU ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan,
atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat, UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial.
Dari sisi politik, 13 tahun reformasi berjalan, dapat disaksikan bahwa rakyat
Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak
atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas
kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi
bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian
besar rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta
dalam pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota
DPR dan DPRD pada tahun 1999 dan tahun 2004. Pada tahun 2004 untuk pertama kali
rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya rakyat di provinsi dan
di kabupaten, serta kotamadya memilih langsung Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Sebelum ini belum pernah ada preseden perwujudan hak atas kebebasan politik dalam
sejarah Indonesia.

xx

D. Instrumen-Instrumen HAM
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,
yakni Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Secara lebih jelas penegasan HAM dalam Perundang-undangan di Indonesia
sebagai instrument HAM nasional dapat dilihat sebagai berikut:
1. HAM dalam UUD 1945, yang teruraikan pada:
a. Pembukaan alinea 1 yang menyatakan bahwa seseungguhnya kemerdekaan ialah
hak segala bangsa........
b. Pembukaan alinea 2 mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ini memuat
hak asasi politik berupa kedaulatan, dan mengandung hak asasi ekonomi berupa
kemakmuran dan keadilan.
c. Alinea 3, atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas........., ini
merupakan pengakuan kemerdekaan sebagai anugerah Tuhan.
d. Alinea 4, ......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruuh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia...... Hal ini menjelaskan bahwa
negara memberikan jaminan hak asasi terhadap warga negaranya.
2. HAM dalam batang tubuh UUD 1945 diatur secara khusus dalam pasal 28A-28J.
Dan secara umum HAM diatiur dalam pasal 27-34 UUD 1945
3. HAM dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang terdiri dari XI
Bab dan 106 pasal. Merupakan rujukan dari undang-undang lainnya tentang HAM
yang memuat 10 hak dasar, yaitu hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan Melanjutkan
Keturunan, Hak Menggembangkan Diri, Hak Memperoleh Keadilan, Hak Atas
Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, Hak atas Kesejahteraan, Hak Turut Serta
dalam Pemerintahan, Hak wanita, dan Hak Anak
4. HAM dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, sebagai peradilan
khusus di lingkungan peradilan umum. Merupakan undang-undang yang merespon
isu-isu pelanggaran HAM pasca-tragedi 998. Di dalamnya mengatur dua pelanggaran
HAM berat, yaitu genosida dan pelanggaran kemanusiaan.
5. HAM dalam UU No. 11 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional
tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya.
6. HAM dalam UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional
tentang hak sipil dan politik.
7. Ratifikasi konvensi Anti Penyiksaan dalam UU No. 5 Tahun 1998.
8. Ratifikasi konvensi Anti Diskriminasi Ras dalam UU No. 29 Tahun 1999.
9. HAM dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998, yang memuat piagam HAM serta
pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM.
10. HAM dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dimuat dalam arah
penyelenggaraan negara, yaitu mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan
sosial, dan melindungi hak asasi manusia.
11. HAM dalam Keppres No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNASHAM), yang bertugas untuk melaksanakan penyuluhan,
pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang HAM.
12. HAM dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap korban
dan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat
13. HAM dalam PP No. 3 Tahun 2002 tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi
terhadap korban pelanggaran HAM berat.

xxi

- Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku yang
tidak terbukti bersalah.
- Restitusi yaitu ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya
oleh pelaku atau pihak ketiga yang dapat berupa pengembalian barang milik,
pembayaran ganti rugi untuk kehilangan, dan penggantian biaya untuk tindakan
tertentu.
14. HAM dalam Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang komisi nasional anti kekerasan
terhadap perempuan.
Adanya pemberlakuan sejumlah peraturan perundang-undangan dan peratifikasian
beberapa konvensi internasional tentang HAM oleh negara Indonesia, menunjukkan
bahwa secara de jure pemerintah telah mengakui HAM yang bersifat universal. Hal ini
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan penegakan hak-hak
asasinya tanpa adanya perbedaan.
Sedangkan instrumen HAM internasional yang telah diakui Indonesia tidak lain
adalah perjanjian-perjanjian internasional yang mengikat secara hukum dan
ditandatangani oleh sejumlah negara. Bentuk perjanjian itu bisa berupa konvensi
(perjanjian banyak negara), kovenan (konstitusi suatu organisasi internasional.), piagam,
atau protokol. Perjanjian-perjanjian tersebut harus diratifikasi atau diaksesi terlebih dulu
oleh negara (yang kemudian disebut sebagai Negara Pihak) sebelum berlaku di negara
yang bersangkutan.
Tabel 7. Instrumen Internasional
No

Instrumen Internasional

1
2

Deklarasi Universal HAM


Kovenan Internasional HakHak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya
Kovenan Internasional HakHak Sipil dan Politik
Konvensi Internasional
Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial
Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan
Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain,
manusiawi, dan Merendahkan
Martabat Manusia
Konvensi Hak-Hak Anak

3
4

Mulai
Berlaku

Jumlah
Negara

Adopsi
Indonesia

10/12/1948
16/12/1966
3/1/1976

153
156 UU No.11/2005

16/12/1966
23/3/1976
21/12/1965
4/1/1969

105 UU No.12/2005

18/12/1979
3/9/1981

182 UU No.7/1984

10/12/1984
26/6/1987

141 UU No.5/1998

20/11/1989
2/9/1990

192 Keppres No. 36


Tahun 2000

170 UU No.29/1999

Deklarasi /
Reservasi
Deklarasi
Pasal 1
Deklarasi
Pasal 1
Reservasi
Pasal 22
Reservasi
Pasal 29
Ayat 1
Deklarasi
Pasal 20
(1,2,3)
Reservasi
Pasal 30 (1)
Reservasi
Pasal 1, 14,
16, 17, 21,
22, 29

E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai HAM dalam sistem
pemerintahan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Jelaskan tanggung jawab negara Indonesia dalam perlindungan HAM!
2. Bagaimana agenda pemajuan dan perlindungan HAM yang saudara ketahui?
3. Sebutkan instrumen HAM nasional di Indonesia!
xxii

F. Rangkuman
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yang berbunyi, Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan nasional tersebut terkandung misi
dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang akan mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya terjunjung tinggi, terpenuhi dan
terlindungi.
Untuk mewujudkan itu semua, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang,
termasuk pembangunan Indonesia seutuhnya, dan hal tersebut membutuhkan proses
dalam waktu yang tidak pendek yang mengarah pada penghormatan, pemajuan,
pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.

xxiii

BAB IV
PELAYANAN KOMUNIKASI MASYARAKAT DAN
RENCANA AKSI NASIONAL HAM
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan pelayanan
komunikasi masyarakat dan Rencana Aksi Nasional HAM

A. Pelayanan Komunikasi Masyarakat (Yankomas)


Yankomas merupakan bentuk apresiasi pemerintah dalam pengimplementasian
perlindungan dan pemenuhan HAM, karena dengan adanya Yankomas diharapkan akan
menjadi salah satu solusi dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang dialami oleh
masyarakat. Yankomas merupakan pengejawantahan dari UU Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik. Yankomas ini bertujuan untuk mendorong penyelesaian
dugaan pelanggaran atau permasalahan HAM yang terjadi di masyarakat, baik yang
dikomunikasikan maupun yang belum dikomunikasikan oleh seseorang atau kelompok
orang.
Yankomas menjadi salah satu unit bagian kerja di Kantor Wilayah Kementerian
Hukum yang berkoordinasi dengan Direktorat Yankomas pada Direktorat Jenderal Hak
Asasi Manusia, untuk menangani pengaduan dan pelaporan atas terjadinya tindakan yang
diduga melanggar HAM
Pengertian Pengaduan dan Laporan Pengaduan dalam KUHAP diartikan sebagai
pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pihak
yang berkepentingan, kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Sedangkan
laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan
kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana.
Dari penjelasan tersebut, perbedaan antara laporan dan pengaduan hanya terletak
pada jenis hukum materiilnya atau jenis kejahatannya. Pada dasarnya laporan dan
pengaduan sama-sama mengandung pengertian sebagai pemberitahuan kepada pejabat
yang berwenang. Dalam hal pelanggaran HAM masalah pengaduan dan laporan diatur
dalam UU Nomor 39 tahun 1999 dan UU Nomor 26 tahun 2000. Namur tidak dijelaskan
mengenai pengertian dari pengaduan maupun laporan tersebut.
Kalau melihat pada ketentuan dalam UU Nomor 26 tahun 2000, dalam hal tidak
diatur dalam UU tersebut maka hukum acara yang berlaku pada kasus pelanggaran HAM
berat, yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHAP. Sehingga perbedaan laporan dan
pengaduan pada kasus pelanggaran HAM bukan terletak pada jenis perbuatan atau tingkat
kejahatan, namun terletak pada pihak yang melakukan pemberitahuan yaitu Pengaduan
disampaikan oleh pihak yang dirugikan oleh pelanggaran HAM, yaitu korban.
Pengertian korban dalam PP Nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi
dan Rehabilitasi terhadap korban Pelanggaran HAM berat, didefinisikan sebagai Orang
perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental
maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan atau
perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran Hak asasi Manusia yang berat,
termasuk korban adalah ahli warisnya. Sedangkan laporan bisa disampaikan oleh siapa
saja yang mengetahui telah atau sedang atau diduga akan terjadi pelanggaran HAM, baik
itu perorangan maupun kelompok.

xxiv

B. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM)


1. Sejarah RANHAM
Penyusunan RANHAM dikembangkan sebagai tindak lanjut dari konferensi
dunia tentang hak asasi manusia di Wina 1993. Konferensi ini meletakkan kerangka
yuridis bagi pembentukan RANHAM serta komitmen masyarakat internasional dalam
memajukan dan melindungi hak asasi manusia. Salah satu rekomendasinya adalah,
agar setiap negara menyusun RANHAM yang mengidentifikasikan langkah-langkah
untuk pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Pembentukan RANHAM didasarkan pada realita bahwa peningkatan pemajuan
dan perlindungan hak asasi manusia di suatu negara tergantung pada pemerintah dan
masyarakat untuk menghasilkan perubahan. Setiap negara memiliki agenda
RANHAM yang berbeda, yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
negara, dari aspek politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya.
Lebih dari 20 negara di dunia telah menyusun RANHAM sejak
diselenggarakannya konferensi dunia tentang hak asasi manusia di Wina 1993. Fokus
materi RANHAM di setiap negara akan berbeda satu dengan lainnya, tergantung pada
keunikan permasalahan hak asasi manusia yang dihadapi oleh masing-masing negara.
Cakupan program yang dimuat dalam RANHAM yang dikembangkan oleh
negara-negara di dunia selama ini adalah:
a. Ratifikasi perjanjian-perjanjian internasional
b. Pengesahan perundang-undangan tentang hak asasi manusia
c. Peningkatan administrasi sistem peradilan
d. Pengembangan tolok ukur di bidang ekonomi, sosial dan budaya
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan
f. Pembentukan atau penguatan lembaga nasional hak asasi manusia
g. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia
h. Penguatan masyarakat sipil.
Rencana aksi nasional HAM merupakan panduan dan rencana umum untuk
meningkatkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, penegakan dalam pemenuhan
HAM, sekaligus sebagai politik HAM negara untuk mewujudkan HAM bagi setiap
orang. Dengan demikian, akan memberikan arah bagi penyelenggara kekuasaan
negara dalam mengabdi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perjalanan
Rencana Aksi Nasional HAM telah melewati 3 (tiga) fase tahapan mengikuti visi
pembangunan jangka panjang pemerintahan yang ada.
Tujuan RANHAM juga untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan,
perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia dengan
mempertimbangkan nilai -nilai agama, moral, adat istiadat, budaya, keamanan, serta
ketertiban bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menekankan
collective responsibility pemerintah pusat dan daerah dalam implementasinya.
Kepanitiaan terdiri dari Panitia Nasional, Sekretaris Panitia Nasional, Panitia
Provinsi, Panitia Kabupaten/Kota. Untuk pemegang ketua Panitia Nasional adalah
Menteri Hukum dan HAM, dengan Wakil Ketua Mendagri, Menlu, Men PAN,
Menkopolkam, Menko Perekonomian, Menkokesra, dan Sekretaris Dirjen HAM.
Sedangkan anggota Panitia Nasional adalah pemerintah melalui 44 Kementerian atau
Lembaga Pemerintah di luar Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia serta Ombudsman RI.
Panitia Nasional bertanggungjawab kepada Presiden. Anggota Sekjen
Kementerian atau Lembaga, seluruh Menteri atau pimpinan lembaga wajib
melaksanakan RANHAM, pembentukan Pokja yang mewakili setiap Kementerian
atau Lembaga, Rakor Panitia Nasional dua kali setahun, kewajiban menyusun
Laporan Tahunan tentang pelaksanaan penghormatan, pemajuan, dan perlindungan.

xxv

Panitia di daerah terdiri dari Ketua yang merupakan unsur dari Wakil Gubernur,
Bupati, Walikota. Wakil Ketua Kakanwil Kemenkumham. Sekretaris masing-masing
Sekretaris Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Kantor Wilayah Kemenkumham
sebagai alternative pilihan. Anggota pemerintah SKPD terkait dan masyarakat yang
terdiri dari perwakilan akademisi maupun ormas juga dapat menjadi panitia
RANHAM.
Penerapan norma dan standar HAM didasarkan pada 10 kelompok HAM dalam
UU Nomor 39 Tahun 1999, disusun berdasarkan prioritas masalah yang pada saat ini
paling mengemuka. Sebanyak 10 kelompok hak dasar masing-masing adalah hak
untuk hidup dan isu strategis, seperti angka kematian ibu dan anak, pelayanan
kesehatan penderita HIV/AIDS, Napza dan Tuberkolosis. Termasuk bagi
Napi/Tahanan, Pembalakan Hutan (Ilegal Logging), Lingkungan Hidup, dan Sumber
Daya Alam (SDA). Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan menjadi isu strategis
seperti mahalnya biaya perkawainan bagi pengemis dan orang miskin, angka kawin
siri, serta angka pertambahan penduduk.
RANHAM Periode I (1998-2003), RANHAM Periode II (2004-2009), dan
RANHAM Periode III (2011-2014) diimplementasikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pelayanan publik, dan melibatkan aspek sosial, ekonomi, hukum dan
politik yang saling terkait satu dengan yang lain. Oleh karenanya, menuntut
pelaksana yang memahami HAM, professional dalam bidangnya, dan mengutamakan
kepentingan publik, serta menuntut komitmen dari semua elemen penyelenggara
kekuasaan negara.

C. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai pelayanan komunikasi
masyarakat dan Rencana Aksi Nasional HAM, cobalah latihan di bawah ini.
1. Jelaskan mekanisme kerja Yankomas di daerah?
2. Jelaskan apa itu Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM!
3. Bagaimana struktur kepanitiaan RANHAM tingkat pusat?

D. Rangkuman
Negara mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia
pada setiap warganya tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu
menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Perilaku tidak adil dan diskriminatif merupakan suatu
pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara
terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri),
termasuk juga kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( grossviolation of
human rights).
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh peraturan
perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia. Oleh karenanya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia yang kemudian diiringi adanya Rencana Aksi nasional HAM.
Dengan dibentuknya Undang-undang ini agar terdapat sumber hukum yang tegas dalam
mengatur pelaksanaan penegakkan dan perlindungan terhadap HAM di Indonesia. Dalam
Undang-Undang tersebut negara wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini,
peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.

xxvi

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari adanya perkembangan di bidang produk hukum terkait dengan hak asasi kita
bisa menilai bahwa secara normatif ada kemajuan di bidang sipil dan politik sepanjang
perjalanan reformasi. Namun kemajuan normatif yang dicapai pemerintah di era
reformasi ini melahirkan pertanyaan besar terkait dengan implementasinya. Kemajuan
normatif itu menjadi tidak bermakna ketika tidak disertai dengan perubahan signifikan
dalam tataran implementasinya.
Di Indonesia ada banyak hambatan untuk mewujudkan perubahan mendasar dalam
orientasi pembangunan menjadi lebih berperspektif hak asasi. Hambatan itu di antaranya
adalah kekuasaan tidak lagi hanya ada di tangan negara tetapi telah banyak berpindah ke
tangan korporasi (multinasional) dan lembaga-lembaga internasional macam IMF, Bank
Dunia, WTO, dan lainnya. Faktor penghambat lain adalah tingginya praktek KKN di
jajaran badan publik yang dikelola pemerintah.
Kedua hal tersebut mempengaruhi orientasi kebijakan pembangunan nasional
sedemikian rupa sehingga kebijakan pembangun yang dijalankan pemerintah selama ini
bukan hanya tidak berdampak dalam mengatasi kemiskinan tetapi justru memperluas
kemiskinan. Hal ini diperparah dengan kebijakan pembangunan yang lebih banyak
memberi ruang bagi pemodal besar cenderung telah banyak mengorbankan hak-hak dasar
kelompok miskin.

B. Tindak Lanjut
Hukum dan HAM merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang
dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Hukum dan HAM
juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan
mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan
hukumlah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi hukum dan HAM dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia
dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati
posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran,
tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara
mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya
secara relatif. Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain
berarti salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan
ketuhanan.

xxvii

DAFTAR PUSTAKA

Ki Bagus Hadikusumo, Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, (Yogjakarta:
Pustaka Rahayu, 1954)
LG. Saraswati, et.all, Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta: UI Press, 2006)
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Satyo Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 2003)
Sentot Setyasiswanto, Panduan Untuk Pekerja HAM: Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi
Manusia, (Jakarta: Konras-IALDF, 2009)
Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka versi Pendiri Negara, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001)
UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional hak sipil dan politik
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

xxviii

Anda mungkin juga menyukai