Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN

PITIRIASIS ROSEA

Disusun oleh :
Kelompok A1
Apri Haryono Hafid 1206207256
Dyah Ayu Kusumoputri Buwono 1206207483
Ni Luh Rosvitha Amanda Dewi 1206207395

Narasumber :
Dr. dr. Irma Bernadette, SpKK(K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN


KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
APRIL 2017
JAKARTA

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pitiriasis rosea merupakan penyakit yang termasuk ke dalam golongan


erupsi kulit akut berupa papuloskuamosa yang dapat sembuh spontan dalam
waktu enam hingga delapan minggu. Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh
Gilbert pada 1860 ini banyak menyerang anak dan dewasa muda.1,2
Etiologi pasti dari penyakit ini belum banyak diketahui, namun banyak
teori yang menyebutkan bahwa pitiriosis rosea dipicu oleh adanya infeksi virus.
Kini telah ditemukan beberapa partikel virus yang diduga berpotensi
menimbulkan pitiriasis rosea, yaitu parvovirus B19, sitomegalovirus (CMV),
HHV-8, HHV-1, HHV-2. Virus-virus tersebut diduga kuat sebagai agen pemicu
karena adanya penemuan DNA virus tersebut pada pasien dengan pitiriasis rosea.1
Selain virus, teori lain menyebutkan bahwa infeksi jamur lebih berpotensi memicu
pitiriasis rosea. Namun, penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan untuk
mengetahui etiologi pasti dari penyakit ini.1
Makalah ini menyajikan tinjauan pustaka, ilustasi kasus, pembahasan, dan
kesimpulan mengenai pasien laki-laki, berusia 12 tahun yang didiagnosis
mengalami pitiriasis rosea.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pitiriasis rosea merupakan suatu eksantema peradangan yang ringan, yang
belum diketahui penyebabnya. Diduga disebabkan oleh erupsi kulit terhadap
infeksi virus. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak maupun remaja,
seringkali didahului oleh gejala seperti flu.3 Pitiriasis rosea dapat sembuh
sendiri dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema dengan skuama halus.
Kemudian akan tampak lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan
tungkai atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit. Biasanya akan sembuh
dalam waktu 3-8 minggu.2 Penyakit ini biasanya hanya memerlukan
tatalaksana simtomatik, namun gambaran lesi yang mirip juga dapat
ditemukan pada penyakit lain seperti tinea korporis, sifilis sekunder,
dermatitis numularis, dan erupsi obat alergi.1

2.2 Epidemiologi
Pitiriasis rosea dapat dijumpai pada semua usia terutama 15-40 tahun,
biasanya jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun.
Perbandingan penderita perempuan berbanding laki-laki adalah 1,5 : 1. 2
Secara umum di seluruh dunia, pitiriasis rosea diestimasikan merupakan 2%
dari penyakit kulit pada pasien rawat jalan. Di negara dengan 4 musim, sering
terjadi pada musim gugur dan musim semi, dan dapat ditemukan juga pada
musim panas di beberapa negara.1

2.3 Etiologi
Etiologi dari pitiriasis rosea belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologi diduga disebabkan oleh
infeksi virus. Berdasarkan bukti ilmiah, diduga penyakit ini berhubungan
dengan reaktivasi Human Herpes Virus (HHV)-7 dan HHV 6. Penyakit ini
juga tidak menular.2,4 Selain itu, dipikirkan juga virus influenza H1N1

3
sebagai kemungkinan penyebab dari pitiriasis rosea namun belum ada bukti
ilmiah yang cukup.1
Erupsi yang menyerupai pitiriasis rosea dapat terjadi setelah pemberian
obat, misalnya bismut, barbiturat, arsenik, metoksipromazin, kaptopril,
klonidin, interferon, metoksipromazin, ketotifen, ergotamin, metronidazol,
dan adalimumab. Walaupun beberapa erupsi obat dapat menyerupai pitiriasis
rosea, namun tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pitiriasis rosea
disebabkan oleh obat. Terdapat pula laporan pasca vaksinasi cacar,
pneumokokus, virus hepatitis B, dan virus influenza H1N1 timbul erupsi
yang menyerupai pitiriasis rosea.2

2.4 Patofisiologi dan Gejala Klinis


Pitiriasis rosea sering dihubungkan dengan eksantema virus yang
didukung oleh terjadinya yang berhubungan dengan musim, dapat terjadi
dengan gejala prodormal, dan rendahnya rekurensi pada penyakit ini.
Pitiriasis rosea juga ditemukan tinggi pada individu yang memiliki infeksi
saluran pernapasan, pasien dengan imunitas yang menurun seperti pada
perempuan hamil. Beberapa data imunologi juga mendukung adanya etiologi
oleh virus. Pada lesi pitiriasis rosea ditemukan sedikitnya jumlah sel Natural
Killer (NK) dan aktivitas sel-B, yang menandakan peningkatan kerja dari sel-
T. Pada lapisan dermis didapatkan peningkatan jumlah dari sel-T CD4 dan
sel Langerhans yang diperkirakan akibat dari adanya aktivitas presentasi dari
antigen virus. Antibodi IgM juga ditemukan pada sel keratinosit yang dapat
berhubungan dengan fase eksantema pada penyakit yang diduga terjadi akibat
virus.1
Umumnya tidak terdapat gejala konstitusional. Pada sebagian kecil pasien
dapat terjadi gejala yang menyerupai flu termasuk malaise, nyeri kepala,
nausea, demam, penurunan nafsu makan maupun artralgia. Pasien juga dapat
mengeluh adanya gatal pada sekitar lesi namun biasanya gatal yang terjadi
ringan. Pada 25% kasus dapat terjadi gatal-gatal berat. 2,4-5 Penyakit dimulai
dengan terbentuknya lesi pertama yang disebut sebagai herald patch atau
mother plaque. Umumnya lesi ini berada di badan, soliter, berbentuk oval
dan anular, diameternya kurang lebih 2-5 cm. Ruam terdiri dari eritema dan
skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.2,4
Setelah 4-10 hari timbul lesi berikutnya setelah lesi pertama, memberikan
gambaran khas sama dengan lesi pertama namun lebih kecil, susunannya
mengikuti lipatan kulit di bagian trunkus atau sejajar kosta dan ekstremitas
atas (Langer’s line). Pola distribusi lesi ini menyerupai pohon cemara terbalik
(Christmas-tree). Lesi tersebut dapat timbul serentak atau dalam beberapa
hari. Tempat predileksi dapat pada batang tubuh, lengan atas bagian
proksimal, dan tungkai atas, sehingga menyerupai pakaian renang perempuan
zaman dahulu.2,5
Gambar 1. Christmas-tree
Appearance
Gambar 2. Herald Patch
T e r d a p a t b e
berbentuk

eritroskuama, dapat juga berbentuk urtika, vesikel, dan papul. Pitiriasis rosea
yang berbentuk vesikel menyerupai varisela dan lebih sering terjadi pada
anak-anak. Lesi oral jarang terjadi. Dapat terjadi enantema dengan makula
dan plak hemoragik, bula pada lidah dan pipi. Lesi akan sembuh bersamaan
dengan sembuhnya lesi pada kulit. Lesi yang terbentuk dapat meninggalkan
bekas hiperpigmentasi yang hilang lebih lama. Penyakit ini juga jarang
mengalami rekurensi.2,4,5

2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta dapat dibantu juga melalui pemeriksaan penunjang untuk
menyingkirkan diagnosis banding.2

2.5.1 Anamnesis
Pasien dapat datang dengan keluhan lesi kemerahan yang awalnya satu
kemudian diikuti dengan lesi yang lebih kecil yang menyerupai pohon
cemara. Perjalanan klasiknya lesi tunggal awalnya muncul di batang tubuh
lalu beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian muncul lesi-lesi lebih
kecil pada batang tubuh. Terkadang, lesi ini terasa gatal ringan. Pada 25%
kasus dari total kasus, gatal berat dapat timbul. Gatal derajat ringan-sedang
pada 50% kasus dan 25% sisanya tidak ada gatal. Biasanya lesi ini tidak sakit
atau gatal dan akan swasirna dalam waktu 2 bulan. Tempat predileksi yang
sering adalah pada batang tubuh, lengan atas bagian proksimal dan tungkai
atas sehingga menyerupai pakaian renang perempuan zaman dahulu.2,6
Gejala menyerupai flu seperti malaise, nyeri kepala, mual, hilang nafsu
makan, demam dan nyeri sendi dapat muncul pada sebagian kecil kasus.2

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Penyakit ini dimulai dengan lesi pertama berupa bercak induk (mother
patch/herald patch) pada 50-90% kasus, soliter, batas tegas, berbentuk oval
atau anular/bulat, berwarna salmon/eritematosa atau hiperpigmentasi
(terutama pada pasien dengan kulit gelap), diameternya sekitar 2-4 cm,
berukuran numuler, dengan skuama halus di bagian dalam tepi perifer plak,
dengan tepi lebih merah. Biasanya lesi primer ini terletak di bagian badan
yang tertutup baju, tetapi kadang di leher atau ekstremitas proksimal. Jarang
di wajah atau penis. Lesi terdiri atas eritema dan skuama halus diatasnya.
Lamanya beberapa hari sampai dengan beberapa minggu.2
Lesi berikutnya (sekunder) timbul bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan
(terkadang 4-10 hari) setelah lesi awal, tetapi umumnya dalam 2 minggu
setelah plak primer dengan gambaran serupa dengan lesi pertama namun
lebih kecil dan susunannya sejajar dengan tulang iga atau garis lipatan kulit
sehingga menyerupai pohon cemara. Erupsi simeteris terutama pada badan,
leher, dan ekstremitas proksimal. Ada 2 tipe utama lesi sekunder yaitu:2,6,7
1. Plak kecil menyerupai plak primer tetapi berukuran lebih kecil, sejajar
dengan aksis panjang lipatan kulit (lines of cleavage) dengan distribusi
seperti pola pohon cemara, dan
2. Papul kecil kemerahan, biasanya tanpa skuama, yang bertambah jumlah
secara bertahap dan menyebar ke perifer
Kedua tipe lesi ini dapat terjadi bersamaan. Morfologi lesi sekunder dapat
tidak khas, dapat berupa makula tanpa skuama, papul folikuler, plak
menyerupai psoriasis, maupun plak tidak khas. Daerah palmar dan plantar
dapat terkena dengan gambaran klinis menyerupai erupsi eksematosa.7
Pitiriasis rosea tipe vesikuler jarang dijumpai, biasanya pada anak dan
dewasa muda. Dapat pula dijumpai varian pitiriasis rosea bentuk urtikaria,
pustular, purpuric, atau menyerupai eritema multiformis.7
Berikut ini merupakan gambar-gambar yang menunjukkan lesi dari
pitiriasis rosea yang dapat muncul pada penderitanya.7

Lalu, di bawah ini juga terdapat beberapa gambar mengenai distribusi dari
lesi sekunder pada pitiriasis rosea.
Gambar 3 dan 4. Pitiriasis rosea
Sumber: Wood GS, Reizner GT. Chapter 9: Other papulosquamous disorders. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology 3rd Ed. New York: Elsevier;
2012. Pg. 165-7

Gambar 5 dan 6. Distribusi Lesi Sekunder6

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan mikroskopis KOH dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti tinea korporis bila diperlukan. Pemeriksaan laboratorium
berupa pemeriksaan darah rutin biasanya memberikan hasil yang normal dan
hal ini tidak direkomendasikan. Namun, hasil seperti leukositosis, neutrofilia,
basofilia, limfositosis, dan sedikit peningkatan LED dan kadar total protein, a-
1 dan a-2 globulin dan albumin pernah dilaporkan. Pemeriksaan biopsy juga
dapat dilakukan apabila ditemukan lesi yang tidak khas untuk pitiriasis rosea
dalam penegakkan diagnosisnya.7-8

2.6 Diagnosis Banding


Ada beberapa diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.2,8,9

No Penyakit Karakteristik
1 Tinea korporis Pitiriasis rosea yang hanya berupa plak primer atau
bila letaknya di daerah inguinal dapat menyerupai
tinea korporis.
Gambaran klinis memang mirip karena terdapat
eritema dan skuama di tepi lesi dan berbentuk
anular.
Hal yang membedakan adalah pada tinea korporis:
1) gatal lebih berat, 2) skuama kasar, 3)
pemeriksaan KOH positif.
2 Sifilis sekunder Pitiriasis rosea tipe papular tanpa plak primer
menyerupai sifilis sekunder.
Terdapat riwayat chancre dan tidak ada riwayat
herald patch, tampak juga keterlibatan telapak
tangan dan kaki, pembesaran kelenjar getah bening,
kondiloma lata dan tes serologic sifilis positif.
3 Dermatitis Plak biasanya berbentuk sirkular, bukan oval. Lesi
numularis ditemukan lebih banyak di tungkai bawah atau
punggung tangan (tempat yang jarang ditemukan
pada pitiriasis rosea).
4 Psoriasis gutata Ukuran lebih kecil, tidak tersusun sesuai lipatan
kulit, skuama tebal.
5 Pitiryasis Penyakit berlangsung lebih lama, ukuran lebih kecil,
lichenoides skuama lebih tebal, tidak ada herald patch, dan lebih
chronica sering terjadi pada ekstremitas.
6 Dermatitis Tidak ada herald patch, lesi berkembang perlahan,
seboroik paling banyak di badan bagian atas, leher dan scalp,
warna lebih gelap, skuama lebih tebal dan
berminyak.
7 Erupsi obat Sering memberi gambaran atipikal, lesi biasanya
lebih besar lalu terjadi hiperpigmentasi dan berubah
menjadi dermatitis likenoid, perlu dilakukan
pemeriksaan riwayat penggunaan obat (arsenik,
barbiturat, bismut, kaptopril, klonidin, interferon-a,
isotretinoin, labetalol, metronidazole, omeprazole,
terbinafine, dan lain-lain)
8 Eritema anular Makula anular tanpa indurasi dengan skuama
sentrifugum berjejak (trailing scale) didalam tepi eritematosa,
biasanya tidak ada gejala.
2.7 Tatalaksana
Pitiriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-
limiting) sehingga tatalaksana yang diberikan berupa tatalaksana suportif. Tujuan
dari terapi adalah untuk mengontrol gejala pruritus yang menyebabkan pasien
menggaruk lesi dan mencegah timbulnya komplikasi. Garukan tersebut berpotensi
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder atau timbul lesi sekunder. Gejala
pruritus berat dapat ditemukan pada 25% pasien.1,2,10
Terdapat eduksi dan tatalaksana suportif menurunkan kemungkinan
terjadinya pruritus. Edukasi yang penting adalah anjuran untuk menghindari lesi
terpapar bahan yang berpotensi mengiritasi kulit, seperti zat pembersih. Selain itu,
dokter dapat memberikan terapi farmakologis berupa bedak asam salisilat dengan
mentol 0.5 – 1% dan lotion kalamin topikal. Pada pitiriasis rosea dengan
manifestasi klinis yang luas, dapat diberikan terapi sinar. Namun hal ini memiliki
kemungkinan timbulnya hiperpigmentasi pascainflamasi pada lesi.1,2
Pasien dengan pitiriasis roscea juga tidak perlu diisolasi. Tidak ada bukti
cukup yang mendukung bahwa pasien dengan pitiriasis rosea harus diisolasi.10
2.8 Prognosis
Prognosis pitiriasis rosea adalah baik. Pitiriasis rosea merupakan penyakit
yang bersifat self-limiting sehingga dapat sembuh spontan tanpa sekuele, tanpa
pemberian obat apapun dalam waktu tiga hingga delapan minggu. Lesi pada
pitiriasis rosea memiliki kemungkinan untuk menjadi hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi pascainflamasi tanpa timbulnya jaringan parut. Penyakit ini
memiliki kemungkinan terjadinya rekurensi, namun sangat kecil, yaitu hanya
2%.1,2
BAB III
ILUSTRASI KASUS

3.1 Anamnesis
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. RS
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 12 tahun
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta/ 5 April 2005
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jakarta Utara
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP kelas X
Pekerjaan : Pelajar dan pekerja di cuci steam motor

3.1.2 Keluhan Utama


Bercak merah bersisik yang gatal di leher sisi kanan, perut, ketiak kanan, dan kaki
kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien, laki-laki, 12 tahun, datang dengan keluhan bercak merah bersisik
yang gatal di leher, perut, dada, ketiak kanan, dan kaki kiri sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bercak merah muncul mendadak. Bercak awalnya
timbul di bagian perut berukuran sebesar biji jagung namun semakin hari semakin
melebar dan gatal. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan
bercak merah lainnya timbul di dada, leher, ketiak kanan, dan kaki kiri dengan
ukuran yang lebih kecil. Pasien terkadang menggaruk bercak merah yang ada.
Riwayat mengoleskan salep atau minyak sebelum timbul bercak disangkal.
Keluhan bercak terasa perih dan panas disangkal. Keluhan bercak semakin gatal
ketika berkeringat disangkal. Riwayat alergi disangkal. Keluhan baal pada bercak
disangkal. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Keluhan adanya

11
bercak dengan sisik yang semakin tebal disangkal. Keluhan demam, nyeri kepala,
nyeri pada persendian, mual muntah, dan penurunan nafsu makan disangkal.
Keluhan bercak sudah diobati dengan pemberian obat salep asiklovir 5% tanpa
resep dokter. Keluhan tidak membaik setelah pemberian obat. Riwayat terkena
cacar air sebelumnya disangkal. Keluhan yang sama di keluarga ada. Ayah dan
kakak pasien memiliki keluhan bercak yang ukuran dan bentuknya dikatakan
sama dan terasa gatal di pinggang dan sela paha namun tidak diobati.
Riwayat sering sakit dan sering dirawat disangkal. Riwayat sakit ginjal
disangkal. Riwayat kuning disangkal. Riwayat kanker disangkal. Pasien menderita
penyakit tuberkulosis sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit dan sedang dalam
pengobatan OAT. Pasien terdiagnosis uveitis TB sejak satu tahun sebelum masuk
rumah sakit dan rutin berobat di RSCM Kirana. Kini pasien mengonsumsi OAT
dan metilprednisolon (namun tidak mengetahui dosisnya).
Pasien memiliki kebiasaan berganti-gantian memakai handuk dengan
anggota keluarga yang lain. Pasien memelihara kucing kampung di dalam rumah.
Pasien tidak memiliki hobi berkebun. Riwayat penggunaan obat baru dalam satu
bulan terakhir disangkal.

3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sering sakit dan sering dirawat disangkal. Riwayat sakit ginjal disangkal.
Rwayat kuning disangkal. Riwayat kanker disangkal.

3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama di keluarga ada. Ayah dan kakak pasien memiliki keluhan
bercak yang gatal di pinggang dan sela paha namun tidak diobati.

3.2 Pemeriksaan Fisik (17 April 2017)


Keadaan umum : sakit ringan
Tekanan darah : 106/47 mmHg
Nadi : 74 kali/menit
Suhu : 36.5°C
Pernapasan : 20 kali/menit
Kepala : tidak diperiksa
Jantung/ paru : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : tidak diperiksa
Kelenjar getah bening : tidak diperiksa

3.3 Status Dermatologikus (17 April 2017)


- Pada regio leher sisi kanan, terdapat plak eritematosa, soliter, berukuran
numular, berbentuk oval berbatas tegas dengan skuama kasar, kering,
putih di permukaannya.
- Pada ketiak kanan, perut, tungkai atas bagian fleksor dan tungkai bawah
bagian ekstensor, terdapat plak eritematosa multipel berukuran lentikular
hingga numular, berbentuk bulat hingga ireguler, berbatas tegas hingga
difus, tersebar diskret, lesi di dada tersusun sejajar tulang iga, tepi lebih
tinggi dengan skuama halus di permukaannya.

Gambar 7. Lesi pada leher sisi kanan

Gambar 8. Lesi pada ketiak


Gambar 9. Lesi pada perut
kanan
Gambar 10. Lesi pada tungkai kiri

3.4. Pemeriksaan Saraf


Tidak ditemukan hipestesia
Saraf Pembesaran Konsistensi Nyeri
N. auricularis magnus -/- -/- -/-
N. ulnaris -/- -/- -/-
N. perineous communis -/- -/- -/-
N. tibialis posterior -/- -/- -/-

3.5 Pemeriksaan Penunjang (17 April 2017)


Pada pemeriksaan KOH hasilnya negatif

3.6 Resume
Pasien, laki-laki, 12 tahun, datang dengan plak eritematosa berskuama
yang gatal di leher, perut, dan paha sejak satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya plak eritematosa muncul di perut kemudian lesi yang sama dengan
ukuran yang lebih kecil muncul di sekitarnya. Lesi tersebut terkadang digaruk
oleh pasien. Dari anamnesis didapatkan riwayat ayah dan kakak pasien memiliki
keluhan bercak yang sama dan terasa gatal di pinggang dan sela paha. Pasien
sedang dalam pengobatan tuberkulosis OAT dan metilprednisolon serta
didiagnosis uveitis TB sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien
memiliki kebiasaan berganti-ganti handuk yang sama dan memiliki hewan
peliharaan kucing di dalam rumahnya. Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit
ringan, hemodinamik stabil. Dari pemeriksaan dermatologikus pada regio leher
sisi kanan, terdapat plak eritematosa, soliter, berukuran numular, berbentuk oval
berbatas tegas dengan skuama kasar, kering, putih di permukaannya. Pada ketiak
kanan, perut, tungkai atas bagian fleksor dan tungkai bawah bagian ekstensor,
terdapat plak eritematosa multipel berukuran lentikular hingga numular,
berbentuk bulat hingga ireguler, berbatas tegas hingga difus, tersebar diskret, lesi
di dada tersusun sejajar tulang iga, tepi lebih tinggi dengan skuama halus di
permukaannya.

3.7 Diagnosis Kerja


Pitiriasis rosea atipikal

3.8 Diagnosis Banding


Eritema Annular Sentrifugum

3.9 Tatalaksana
Non medikamentosa :
 Edukasi penyebab lesi
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Kontrol 1 minggu lagi
Medikamentosa :
 Krim pelembab Decubal 2 x 1
 Difenhidramin 3 x 25 mg jika gatal
3.10 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien adalah anak laki-laki berusia 12 tahun yang datang dengan keluhan
bercak merah bersisik yang gatal di leher, perut, dada, ketiak kanan, dan paha
sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan keluhan utama
tersebut, diagnosis banding yang dapat dipikirkan adalah diagnosis banding dari
plak eritroskuamosa, yaitu psoriasis, tinea korporis, dermatitis numularis, dan
pitiriasis rosea. Selanjutnya, Dari pemeriksaan dermatologikus pada regio leher
sisi kanan, terdapat plak eritematosa, soliter, berukuran numular, berbentuk oval
berbatas tegas dengan skuama kasar, kering, putih di permukaannya. Pada ketiak
kanan, perut, dan tungkai atas bagian fleksor dan tungkai bawah bagian ekstensor,
terdapat plak eritematosa multipel berukuran lentikular hingga numular,
berbentuk bulat hingga ireguler, berbatas tegas hingga difus, tersebar diskret, lesi
di dada tersusun sejajar tulang iga, tepi lebih tinggi dengan skuama halus di
permukaannya.
Kecenderungan diagnosis pasien ini mengarah kepada pitiriasis rosea
pertama dapat dilihat dari data epidemiologi yang terbanyak mengenai anak dan
remaja. Selain itu gejala yang muncul bersifat akut. Pada pasien ini tidak
ditemukan adanya gejala prodromal seperti demam, malaise, nyeri sendi maupun
adanya sakit kepala yang memang pada sebagian besar kasus tidak memiliki
gejala tersebut yang mendahului.1
Selanjutnya, dari anamnesis didapatkan distribusi lesi pasien yang khas
mengarah ke arah pitiriasis rosea yang diawali dengan bercak yang timbul di
daerah batang tubuh (herald patch) dan menyebar ke sekitarnya kemudian ke
leher dan ekstremitas. Pasien juga mengeluhkan adanya gatal pada lesi tersebut
yang dapat juga dikeluhkan oleh pasien dengan pitiriasis rosea. Riwayat pasien
yang menderita sakit kronik tuberkulosis mengindikasikan pasien memiliki daya
tahan tubuh yang lebih lemah membuat pasien rentan untuk terkena infeksi.1,2
Untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain, riwayat bercak
kemerahan dengan sisik yang tebal disangkal dan tampak lesi plak eritematosa

16
ukuran numular dengan skuama halus. Hal tersebut telah dapat menyingkirkan
diagnosis psoriasis.
Lesi pitiriasis rosea tidak selalu tipikal berupa herald patch. Seringkali lesi
tersebut menyerupai lesi kulit lain yang bentuknya menyerupai tinea korporis atau
sifilis sekunder sehingga disebut pitiriasis rosea atipikal. Pada pasien ini, saat
dilakukan pemeriksaan KOH dari lesi-lesi yang ada, hasilnya negatif, telah dapat
menyingkirkan tinea korporis. Diagnosis sifilis sekunder dapat tersingkir karena
terdapat lesi primer terlebih dahulu (herald patch) dan pada pasien anak sangat
jarang akibat sifilis.1,2
Selanjutnya, lesi plak dengan ukuran numular tidak ditemukan pada
tungkai bawah atau punggung tangan telah menyingkirkan diagnosis dermatitis
numularis. Skuama tidak tebal dan tidak berminyak juga telah menyingkirkan
diagnosis dermatitis seboroik. Erupsi obat dapat disingkirkan karena tidak ada
riwayat penggunaan obat-obat baru dalam sebulan terakhir yang berpotensi
menyebabkan erupsi obat ditambah dengan lesi yang tidak berukuran plakat.2
Eritema anular sentrifugum masih belum dapat tersingkirkan karena
merupakan salah satu pertimbangan jika menemukan lesi annular eritematosa dan
pada kasus ini pitiriasis rosea masih atipikal sehingga perlu pemeriksaan
penunjang berupa biopsi kulit karena diagnosis eritema anular sentrifugum
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan biopsi.2,8,9
Berdasarkan Standar Kedokteran Dokter Indonesia 2012, pitiriasis rosea
termasuk ke dalam kelompok lesi eritro-skuamosa dengan kompetensi 4A, artinya
seorang lulusan dokter umum diharapkan mampu membuat diagnosis klinis dan
melakukan penatalaksanaan penyakit secara mandiri dan tuntas.10
Tatalaksana pada pasien berupa tatalaksana edukasi dan medikamentosa.
Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah mengenai penyakit ini tidak
berbahaya dan dapat sembuh spontan. Selain itu, kebiasaan menggaruk ketika
gatal dapat berpotensi menyebabkan timbulnya infeksi lain. Pemberian
antipruritus bertujuan untuk mengurangi gejala gatal pada pasien. Pasien juga
dianjurkan untuk kontrol satu minggu kemudian untuk melihat perbaikan lesi dan
keluhan.1
Prognosis pada pasien adalah bonam, karena pitiriasis rosea yang bersifat
dapat sembuh spontan tanpa sekuele.1
BAB V
KESIMPULAN

Pasien, laki-laki, 12 tahun, datang dengan keluhan bercak merah bersisik yang
gatal di leher, perut, dada, ketiak kanan, dan kaki kiri sejak satu minggu sebelum
masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didianosis mengalami pitiriasis rosea atipikal. Terapi yang
diberikan adalah terapi suportif berupa pemberian krim pelembab Decubal 2 x 1,
dan difenhidramin 3 x 25 mg. Prognosis ad vitam bonam, ad functionam bonam,
ad sanationam bonam. Hal ini karena penyakit ini merupakan penyakit yang dapat
sembuh spontan tanpa sekuele dengan angka rekurensi rendah (2%).

19
REFERENSI

1. Schwartz R. Pityriasis Rosea [online]. [updated: Apr 04, 2017; cited: Apr
18, 2017]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-overview#a2
2. Djuanda A, Triestianawati W. Pitiriasis Rosea Dalam: Menaldi SL,
Bramono K, Indriari W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2016. Hal. 225-6.
3. Samjoe D, Menaldi SL, Wisnu M. Penyakit Kulit yang Umum di Indonsia.
Jakarta: Medical Multimedia Indonesia. Hal.21
4. Weller R, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology. 5 th ed. Oxford: John
Wiley & Sons; 2015. Hal.68
5. Pride H, Yan A, Zaenglein A. Requisites in Dermatology: Pediatric
Dermatology. Philadelphia: Elsevier; 2008. Hal.23-4
6. Blauvelt A. Pityriasis rosea. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine 8th Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012. Pg. 458-
63.
7. Wood GS, Reizner GT. Chapter 9: Other papulosquamous disorders. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology 3rd Ed. New York:
Elsevier; 2012. Pg. 165-7.
8. Sterling JC. Chapter 25: Viral infections. In: Griffiths CEM, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, Creamer D. Rook’s textbook of dermatology 9th
Ed. United Kingdom: Willey Blackwell; 2016. Pg. 25.89-92.
9. James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus IM. Chapter 11: Pityriasis
rosea, pityriasis rubra pilaris, and other papulosquamous and
hyperkeratotic diseases. In: James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus
IM. Andrews’ disease of the skin clinical dermatology 12th Ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. Pg. 199-201.
10. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia; 2012

20

Anda mungkin juga menyukai