Anda di halaman 1dari 50

Pancasila sebagai paradigma reformasi

1.1.LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar negara merupakan mempunyai peranan penting bagi bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai paradigma juga berada pada posisi pembangunan nasional yang
meliputi segenap bidang kehidupan, seperti politik,ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan, juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum dan hak asasi
manusia. Maka dari itu kita harus mengenal Pancasila sebagai paradigma bangsa Indonesia.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a.         Adanya kekurangan pemahaman tentang pengertian pancasila dan paradigma.
b.        Adanya kekurangan pemahaman tentang Gerakan Reformasi.
c.         Adanya penyimpangan-penyimpangan dimasyarakat terhadap dasar nilai-nilai yang dicita-
citakan oleh bangsa Indonesia.
d.        Adanya hal-hal yang mempelopori Gerakan Reformasi.
1.3.TUJUAN
a.         Memahami pengertian Pancasila.
b.        Memahami pengertian paradigma.
c.         Memahami pengertian Reformasi.
d.        Memahami Pancasila sebagai paradigma reformasi.
e.         Memahami syarat-syarat Gerakan Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari bahasa Sansekerta yaitupañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
               Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan -
kebudayaan di daerah:
1.        Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti
setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.         
2.        Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3.        Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk
di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.        Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat
relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5.        Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
           
2.2.   Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi yang bersifat
umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu
pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya
dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga kemungkinan dapat
ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.Jika demikian
ilmuwan/peneliti akan kemabali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, sehingga ilmu
pengetahuan harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.
Istilah ilmiah berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya:
politik, hukum, ekonomi, budaya. Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang
mengandung konotasi pengertian yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber
asas, serta arah dan tujuan.
2.3.  Pengertian Reformasi
Kata reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform,
sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat
ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang telah menyimpang, untuk dikembalikan
pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh
rakyat.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat :
1.        Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
2.        Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu,
dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia.
3.        Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa
kedaulatan berada ditangan rakyat, sebagaimana yang terkandung pada pasal 1 ayat 2.
4.        Reformasi dilkukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik,
perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan
rakyat yang lebih baik dalam segala aspek.
5.        Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berkebutuhan
Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.4.   Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah dimana apabila terjadi suatu perubahan
kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendukung perubahan tersebut
haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.
Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang bermatabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang
bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat
memilukan dan menelan banyak korban jiwa dari anak-anak bangsa sebagai rakyat kecil yang
tidak berdosa dan mendambakan perdamaian ketenteraman serta kesejahteraan.
Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia tersebut
masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang memilikinya yaitu nilai-nilai yang terakar dari
pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah
menata kehidupan bangsa dan negara dalam system Negara di bawah nilai-nilai Pancasila,
bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan
kebenaraan kearah sumber nilai yang merupakan Platform kehidupan bersama bangsa
Indonesia, yangselama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada masa
orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam lingkup
pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas merupakan
arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering
diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap
sumbernya itu sendiri. Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki tujuan,
dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila
itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total tesebut.
2.5.    Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Dalam Berbagai Bidang
1.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan
hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan
kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan. Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang
paling mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat
runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah
selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakkannya
dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-
sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan
yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
2.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
       Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, jika
dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini menunjukkan bentuk dan bangunan kehidupan
masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan
Orba tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
     Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang
diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan
kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait
dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi,
sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus
sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan
terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada
UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.
3.        Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
       Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan
ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan
prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan
sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya
melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-
nilai Pancasila.
2.6.  Gerakan Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru
pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan,
muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo.
Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah
disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR”.
 Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang,
termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
>>  UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
>> UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
>> UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
>> UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
>> UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan
ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu,
konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya
peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya
pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi
baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan
politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar,
terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang
atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh
pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa
jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang
akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang
banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak.
Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali
Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di
kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat
untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum
juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang
hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang
sebenarnya.
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996,
juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata
belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia
menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir
tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan
pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah
tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter
telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di
pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali.
Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan
moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di
harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas
dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya
merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi
tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat,
utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia
semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia
yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan
menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah
jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum
bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang
berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang
dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi. 
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan
sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari
pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi.
Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini
menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.
Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-
sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun
peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya
kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman,
walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak
aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya
empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan
masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan
tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah
menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat
tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa
lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998
pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh
masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak
bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan
kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan
menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan
langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia
yang baru di Istana Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
Kesimpulannya adalah pancasila berperan penting bagi kehidupan barbangsa dan
bernegara, dimana harus didasari oleh kehidupan tatanan Negara seperti politik, ekonomi,
budaya, hukum dan antar umat beragama.
3.2.    Kritik/Saran
Kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tunjukan pada dunia
bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi.
Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan  mahasiswa
sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusia masihlah belum  maksimal
kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi
bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita.
Dimanapun, dan pada siapapun.

Pancasila sebagai paradigma pembagunan nasional

   Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial, Budaya, Pertahanan


dan Keamanan Dikaitkan dengan Nilai-nilai Pancasila Dalam pembangunan nasional pasti
dibutuhkan suatu kerangka pemikiran yang melandasi pembangunan nasional itu sendiri. Oleh
karena itu, pancasila dapat dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional. Namun
demikian, dari kata-kata Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional bidang sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan akan tercipta beberapa pertanyaan. Pertanyaan-
pertanyaan itu sebagai berikut: - Apa itu Paradigma? - Apa saja Nilai-nilai Pancasila yang
dapat diterapkan sebagai Paradigma Pembangunan Nasional bidang sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan? - Mengapa Pancasila dapat dijadikan Paradigma Pembangunan
Nasional? Orang yang pertama kali menyatakan istilah paradigma adalah Thomas Kuhn,
sedangkan arti dari pardigma adalah kerangka pemikiran. Pembangunan Nasional tidak
memiliki arti yang sempit hanya membangun fisiknya saja. Pembangunan Nasional memiliki
arti yang luas yaitu membangun masyarakat Indonesia seutuhnya. Pancasila dapat dijadikan
paradigma pembangunan Nasional karena nilai-nilai pancasila dapat diterapkan dan sesuai
dengan perkembangan jaman. Dalam pembangunan Nasional harus mendasarkan pada nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila. Pada undang-undang alinea ke-IV telah tercantum
tujuan dari Negara Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencapai
masyarakat adil dan makmur. Dan dalam upaya membangun Indonesia seutuhnya itulah
diperlukan penerapan dari nilai-nilai pancasila. Pancasila sebagai paradigma dalam
pembangunan nasional bidang sosial dan budaya, pada hakikatnya bersifat humanistik karena
memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini
sesuai dengan pancasila, sila kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Dalam upaya membangun
masyarakat seutuhnya, maka hendaknya juga berdasarkan pada sistem nilai dan budaya
masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berdasar pada sila ketiga dari pancasila, yaitu
persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan
terhadap nilai sosial dan budaya yang beragam di seluruh nusantara menuju pada tercapainya
rasa persatuan sebagai bangsa. Diperlukan adanya pengakuan dan penghargaan terhadap
budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Sedangkan pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang pertahanan dan keamanan, memiliki arti bahwa untuk
mencapai terciptanya masyarakat hukum diperlukan penerapan dari nilai-nilai pancasila. Hal
itu disebabkan karena Negara juga memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan
wilayah negaranya. Nilai-nilai pancasila dalam penerapan pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang pertahanan dan keamanan adalah : 
a. Sila pertama dan kedua: pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 
b. Sila Ketiga: pertahanan dan keamanan Negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi
kepentingan warga dalam seluruh warga sebagai warga Negara. 
c. Sila keempat: pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak dasar persamaan derajat
serta kebebasan kemanusiaan. 
d. Sila kelima: pertahanan dan keamanan harus diperuntukan demi terwujudnya keadilan hidup
masyarakat. Membaca buku acuan dan referensi lain, dapat dimengerti tentang Pancasila sebagai
Pardigma Pembangunan Nasional bidang sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Sehingga
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa nilai-nilai dari pancasila dapat dijadikan suatu paradigma atau
kerangka pemikiran dalam pembangunan nasional. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan
bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau
jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus
kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya: (a) bidang
politik, (b) bidang ekonomi, (c) bidang social budaya, (d) bidang ..hukum, (e) bidang kehidupan antar
umat beragama, Memahami asal mula Pancasila. Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok
bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai
oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus. 1. Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah
pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang
ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma
kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan,
orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti
sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah
kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar
pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan
dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini
sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan
negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila
pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam
melaksanakan pembangunan. Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat
manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan
raga b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial c. kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi dan makhluk tuhan. Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai
upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia
secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan. a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan
sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia
sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia
harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah
sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu,
secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral
kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari
warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral. Pancasila sebagai paradigma
pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita
bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk
implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik: • Penerapan dan pelaksanaan keadilan
sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari; •
Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan; •
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan; • Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab; • Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi,
persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa. Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat
tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna
industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi
adalah: ~ nilai toleransi; ~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan; ~ nilai kejujuran dan komitmen
(tindakan sesuai dengan kata); ~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Sesuai dengan paradigma pancasila dalam
pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila
I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas
dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk
tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga
berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu,
sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan
pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah
sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya
akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila;
sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia.
Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem
Ekonomi Pancasila. Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang
lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang
telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil,
dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun
perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu
mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih
mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan
demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi,
sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah
Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang
bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum. c. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial
budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang
berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab,
kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan
derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi
human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara
menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan
terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka
merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-
baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam
perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-
komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi
individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat
mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat
dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan
mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila
Ketiga). Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-
puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti
setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sila
Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa
membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3) Sila Ketiga,
mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan
nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat,
merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk
melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai
budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan
sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. d.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung
makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan
Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem
pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya
nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total
terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan
sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela
negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan
pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat
pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian dan
pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di
dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945
atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi
positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan
perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila - sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3)
Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian,
substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum
responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat). Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai
bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata
dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri
dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan
oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara
peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut
sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim. Paradigma
toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam
Madinah pada intinya adalah seperti berikut: 1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku
merupakan satu komunitas (ummatan wahidah). 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas
Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi: a. Bertentangga
yang baik b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama c. Membela mereka yang
teraniaya d. Saling menasehati e. Menghormati kebebasan beragama. Lima prinsip tersebut
mengisyaratkan: 1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama; 2) pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.)
misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini didasarkan pada postulat
bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang
berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka
pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi. Dalam beberapa tahap dan kesempatan
masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya
masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di
Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat
beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama
di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal.
Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang
bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya. 2. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus Menurut saya,
implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh
paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan
Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu
politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Untuk mencapai tujuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya
merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan
kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat
memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunanyang merupakan
realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada
hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat
manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri. Pancasila
sebagai Paradigma dalam Pembangunan Nasional dan Aktualisasi Diri 01 Apr Pendahuluan
Pengertian Paradigma Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia
ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific
Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu
sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang
mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada
sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut
secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung
konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
pembangunan & pendidikan. A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Tujuan negara yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan Negara hukum formal, adapun rumusan “Memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau
internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Unsur-unsur
hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani
(raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Nilai-nilai dasar Pancasila itu
dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk
monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: a. susunan
kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial c.
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. Berdasarkan itu,
pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan
nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu
mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan
dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi
paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. B.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik Manusia Indonesia selaku warga negara harus
ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari
kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan
kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem
politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan
otoriter Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV
Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan
moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral. C. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
(Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa)
manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam
hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral
(etika). Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek
pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil
budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
-         Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini
Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya. -         Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral. -         Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek hendaknya dapat
mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari
umat manusia di dunia. -         Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis.  Artinya setiap
ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang
maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya. -         Sila Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan
keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan
masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya. Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pengembangan POLEKSOSBUDHANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara
lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain
membangun martabat manusia. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
POLEKSOSBUDHANKA E. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Sesuai dengan
paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi
berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan
pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi
yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk
individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila
berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian
pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas
dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem
dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem
ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas,
monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan,
dan kesengsaraan warga negara. F. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan
kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat
dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial
budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai
manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus
dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia,
pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan
budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan
sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga
bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan,
kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. G. Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Hankam Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan
Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga
negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat
agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan
bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan. I. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa
dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral
religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab. Reformasi adalah
mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik
pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian
reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta
cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 1. Gerakan Reformasi Pelaksanaan GBHN
1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana
hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas
politik menjadi goyah. Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu
system “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam
pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa
negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan
bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional. Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut
ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul
dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden.
Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk
melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar
reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan
MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya. a. Gerakan Reformasi dan
Ideologi Pancasila Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”.
Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau
menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi
memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut : 1.   Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya
suatu penyimpangan- penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi
nepotisme, kolusi, dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945. 2.   Suatu
gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu.
Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. 3.   Suatu gerakan reformasi
dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai
kerangka acuan reformasi. 4.   Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan
yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
kehidupan keagamaan. 5.   Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai
manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. b.
Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus
tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab
tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu
disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan Negara
Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang
reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan
dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata
kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. 2. Pancasila sebagai
Paradigma Reformasi Hukum Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru,
salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik
materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan
serta keadilan. Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang
misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu
reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut. Pancasila sebagai
Sumber Nilai Perubahan Hukum Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah
yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut
staatsfundamental. Sumber hukum positif di Indonesia tidak lain adalah Pancasila. Hukum berfungsi
sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau
sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat. Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat
memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan
dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar
yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu
sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil
ataukah tidak adil. Sebagai staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi
(sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah
menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber
hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya,
misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber
hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum. Jika terjadi ketidakserasian atau
pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi
apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality)
dan ketidak legalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dasar Yuridis Reformasi Hukum Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan
perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi
bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes
disebut  keadaan “homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum
yang berlaku adalah hukum rimba. UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan
negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat
besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis
politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI. Berdasarkan isi yang terkandung dalam
Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan
dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana
kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD
1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi). Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai
paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber
produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila
dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber
pada nilai- nilai Pancasila. 3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Landasan aksiologis
(sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi
“……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi
bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan
semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah : 1.         Rakyat merupakan pemegang
kedaulatan tertinggi dalam negara. 2.         Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. 3.         Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. 4.         Produk hukum
apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama- sama lembaga lain
kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya
mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh
bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan
penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis
ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk,
sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat. Pancasila yang
mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut : 1.            Keamanan pangan
dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety net” yang popular
dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan
rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta
mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan
memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.  2.            Program rehabilitasi dan pemulihan
ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan
perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan
penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung
perekonomian. 3.            Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu
diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation).
Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern,
dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor. Dengan
sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi
kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada
upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan
oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi AKTUALISASI
PANCASILA DAN UUD 1945. A. AKTUALISASI PANCASILA. → Aktualisasi berasal dari kata aktual,
yang berarti betul – betul ada, terjadi, atau sesungguhnya. → Aktualisasi Pancasila adalah
bagaimana nilai – nilai Pancasila benar – benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh
warga negara mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa. → Nilai – nilai
Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap dan tak berubah.
Nilai – nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan Negara dan dalam
wujud norma – norma, baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma – norma moral yang harus
dilaksanakan dan diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia. → Aktualisasi Pancasila dapat
dibedakan atas dua macam yaitu : Aktualisasi objektif dan aktualisasi subjektif. 1.    Aktualisasi
Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang
kenegaraan lainnya. 2.    Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam sikap
pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan
setiap orang Indonesia. B. TRIDARMA PERGURUAN TINGGI. *    Pembangunan di Bidang
Pendidikan yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan untuk membentuk manusia
– manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk manusia – manusia Indonesia yang
sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsa dan negara dan mencintai
sesama manusia. *    Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah  yang meliputi : pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi. ♣
Peningkatan peranan Perguruan Tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi dalam usaha pembangunan selain diarahkan untuk menjadikan Perguruan Tinggi
sebagai pusat pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga
mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian serta memiliki tanggung jawab yang besar
pada masa depan bangsa dan Negara, serta menggiatkan mahasiswa, sehingga bermanfaat bagi
usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah. C. BUDAYA AKADEMIK *   Budaya
merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. *   Budaya akademik
merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan. *   Pancasila
merupakan nilai luhur bangsa Indonesia. *    Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah
perkembangannya dijiwai oleh nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang
bersangkutan. Suatu nilai budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama,
santun, mencintai kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai
seni. D. KAMPUS SEBAGAI MORAL FORCE PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAM *    Kampus
merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, sekaligus
merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai – nilai luhur. *    Kampus merupakan wadah
perkembangan nilai – nilai moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang
menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila. *    Kampus merupakan wadah membentuk
sikap yang da pat memberikan kekuatan moral yang mendukung lahir dan berkembangnya sikap
mencintai kebenaran dan keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kesimpulan Pancasila
sebagai paradigma pembangunan merupakan suatu sumber nilai, kerangka piker, model, orientasi
dasar, sumber asas serta arah dan tujuan pembangunan. Yang meliputi pembangunan politik, IPTEK,
pengembangan bidang politik, poembangunan ekonomi, pembangunan social budaya,
pengembangan hankam, pembangunan pertahanan keamanan, dan sebagai reformsi, baik itu
reformasi hukum ataupun reformasi politik. Semuanya ditujukan untuk membuat menjadikan bangsa
yang semakin berkembang dan masyarakat yang semakin mapan. Pancasila sebagai aktualisasi diri
yang berarti betul-betul ada, terjadi atau sesungguhnya. Sehingga terbentuklah aktualisasi objektif
dan subjektif. Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk
realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif
maupun semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan
dalam sikap pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa, dan setiap orang Indonesia. Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma
perguruan tinggi, budaya akademik dan lingkungan kampus sebagai moral force pengembangan
hukum dan ham. Yang mencerminkan bahwa aktualisasi diri itupun benar-benar ada dan terjadi
disekitar kita. 

Pancasila sebagai filsafat,pemersatu,jiwa, & kepribadiabn bngsa indo

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarahnya dapat kita pantau perbuatan bangsa Indonesia mengacu
kepada nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia jelas menjunjung tinggi nilai keagamaan
dan kemanusiaan, ini dengan jelas dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945. Nilai
kesamaan tercermin dalam kerakyatan untuk sesama warga bangsa dan kemanusiaan
yang adil dan beradab dalam pergaulannya dengan bangsa lain. Nilai kebebasan dan
kemerdekaan tercermin dari perjuangan melawan penindasan dan perjuangan
kemerdekaan. Nilai itu mendorong persatuan bangsa Indonesia. Dan akhirnya perbuatan
manusia ditujukan untuk mewujudkan nilai kesetiakawanan (solidaritas), yaitu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sadar bahwa sejarah adalah pengalaman kolektif
bangsa, maka bangsa Indonesia layak menjunjung tinggi dan mempertahankan nilai-niai
Pancasila itu demi kelangsungan hidupnya sebagai bangsa yang berkeadaban.

Dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila mempunyai fungsi salah satunya sebagai
filsafat bangsa. Filsafat sendiri merupakan usaha pemikiran sistematik, yaitu pemikiran
dasariah mengenai manusia dalam seluruh semesta realita. Pancasila diajukan sebagai
filsafat Negara, yaitu suatu pemikiran yang mendalam untuk dipergunakan sebagai dasar
negara. Sebagai filsafat negara, Pancasila berkenaan dengan manusia sebab negara
adalah lembaga manusia. Kelima sila itu berfokus pada manusia.

Pancasila yang berisi lima dasar tidak hanya dipandang sebagai lima prinsip yang berdiri
sendiri, akan tetapi dari sila-sila tersebut secara bersama-sama merupakan satu
kesatuan yang bulat. Dimana kesatuan tersebut dapat diartikan sila yang satu dijiwai sila
yang lainnya. Dalam sila-sila pancasila juga termuat kata-kata dasar Tuhan, manusia,
satu, rakyat dan adil. Sehingga isi atau hakikat sila-sila itu mencakup pengertian yang
luas dan universal.

Pancasila sebagai filsafat negara digali dari isi jiwa bangsa yang telah lama terpendam
dalam kalbu bangsa Indonesia. Pernyataan ini menunjukan bahwa Pancasila bukan
hanya filsafat negara tetapi juga filsafat bangsa Indonesia. Isi dari filsafat bangsa
Indonesia antara lain menunjukkan keyakinan bangsa Indonesia terhadap manusia
sebagai makhluk ciptaan, yang hidup berssama dengan manusia lain sebagai umat
manusia serta menyelesaikan masalah hidupnya atas dasar sikap musyawarah mufakat.
Dengan berpegang pada Pancasila sebagai filsafat bangsa, Indonesia dapat menentukan
sikap di tengah-tengah berbagai sistem dan aliran-aliran filsafat di dunia.

Pancasila  sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia tidak  dapat dikatakan demikian saja,
karena kiranya arti penting fungsi tersebut tidak begitu nampak serta dapat dirasakan.
Karena sebagai filsafat rumusan Pancasila memang bersifat abstrak, terlepas dari
kehidupan sehari-hari. Namun kalau kita melihat filsafat Pancasila sebagai dasar bagi
kehidupan bernegara dan  kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia. Untuk itu dalam
makalah ini penulis mengambil judul “ Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia “,
diharapkan kita dapat mengetahui nilai yang sesungguhnya dari Pancasila tersebut.

BAB III. PEMBAHASAN

A.    FILSFAT
1.      Pengertian
Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pada hakekatnaya sukar
untuk memberikan devinisi mengenai filsafat, karena tidak ada definisi yang definitif.
Oleh karena itu akan dikemukakan pengertian mengenai filsafat dan cirri-ciri berfilsafat.
Sebagai modal untuk mempelajari Pancasila dari sudut pandangan filsafat.

1)      Pengertian Menurut Arti Katanya

Kata filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata
philein artinya cinta dan sophia artinya kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar
atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran
sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.

Karena mencintai kebijaksanaan manusia dengan pemikiraannya manusia berusaha


untuk mendapatkan pengertian yang seluas-luasnuaya dan sedalam-dalamnya. Kata
filsafat mempunyai dua pengertian asasi, yakni filsafat sebagai usaha untuk mencari
kebenaran dan filsafat sebagai hasil usaha tersebut.

2)      Pengertian Umum

Filsafat secara umum dapat diberi pengertian sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Dalam hal ini filsafat
adalah suatu ilmu pengetahuan tentang hakekat. Ilmu pengetahuan tentang hakekat
menanyakan apa hakekat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara itu
jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki, hal mana sesuai dengan arti
filsafat menurut kata-katanya.

3)      Pengertian Khusus

Karena filsafat mengalami perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi oleh
berbagai factor misalnya ruang, waktu, keadaan dan orangnya.itulah sebabnya maka
timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai kekhususannya
masing-masing. Adanya berbagai aliran di dalam filsafat adalah suatu bukti bahwa ada
bermacam-macam pendapat yang khusus yang berbeda satu sama lain. Misalnaya:

Rationalisme mengagungkan akal

Materialisme mengagungkan materi

Idealisme mengagungkan idea

Hedonism mengagungkan kesenangan


Stoicisme mengagungkan tabiat saleh

Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususannya masing-masing dengan menekankan


kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus diberi tempat yang tinggi.

4)      Beberapa definisi Filsafat

1. Plato (427 SM – 348 SM) Ahli filsafat Yunani

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.

1. Aristoteles (382 – 322 SM), murid Plato

Filsafat ialah  ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.

1. Al Farabi (870 – 950 M) ahli filsafat Islam

Filsafat ialah  ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya.

1. Immanuel Kant (1724 – 1804) ahli filsafat Katolik

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan :

v  Apakah yang dapat kita ketahui? (jawabannya: “metafisika”)

v  Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya: “etika”)

v  Sampai di manakah harapan kita? (jawabannya: “agama”)

v  Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya: “antropologi )

Berfilsafat berarti berpikir dan bertanya-tanya untuk mencari kebenaran. Namun  tidak
selalu manusia berpikir itu disebut berfilsafat. Usaha berfilsafat itu harus memenuhi
syarat-syarat: berpikir secara kritis, runtut (sistematis), menyeluruh (tidak terbatas pada
satu aspek), dan mendalam (mencari alas an terakhir).

Filsafat sering juga disamakan artinya dengan pandangan dunia (welt anschauung).
Pandangan dunia adalah suatu konsepsi yang menyeluruh tentang alam semesta,
manusia, masyarakat umum, nilai dan norma yang menatur sikap dan perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan masyarakat,
alam semesta dan dengan penciptanya. Pandangan hidup seseorang yang merupakan
hasil dari pemikiran filosofis akan tercermin pada sikap dan cara hidup seseorang yang
tentunya manusia akan berusaha membentuk konsep dasar yang benar dan sesuai
dengan tingkat kemampuannya.

1. 2.      Guna Fisafat

Filsafat mempunyai kegunaan baik yang teoritik maupun yang pratik. Dengan
mempelajari filsafat, orang akan bertambah pengetahuannya. Dengan tambahnya
pengetahuan tersebut ia akan mampu menyelidiki segala sesuatu lebih mendalam dan
lebih luas. Kemudian akan sanggup menjawab sesuatu tersebut dengan lebih mendalam
dan luas pula. Filsafat juga mengajarkan hal-hal yang praktik, ajaran filsafat yang dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari misalnya etika, logika, estetika dan lain-lain.

Di dalam filsafat juga dikenal adanya cabang yang membicarakan tentang keindahan
atau atu filsafat seni. Didalam rangka membentuk manusia idaman seorang filosof
terkenal yaitu Plato telah mengemukakan pendaptnya agar music menjadi salah satu
mata pelajaran. Salah satu mata kuliah yang dianggap penting oleh Cassiodorus adalah
rethorica yaitu seni berpidato.

Berdasarkan atas uraian tersebut di atas, filsafat mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Melatih diri untuk berpikir kritik dan runtut dan menyusun hasil pikiran tersebut
secara sistematik.
2. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan
bersikap sempit dan tertutup.
3. Melatih diri melakukan penelitian,, pengkajian dan memutuskan atau mengambil
kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan komperehensif.
4. Menjadikan diri bersifat dinamik dan terbuka dalam menghadapi berbagai
problem
5. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa
6. Menjadi alat yng berguna bagi manusia baik untuk kepentingan pribadinya
maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
7. Menjadikan akan kedudukan manusia baik sebagai pribadi maupun dalam
hubungannya dengan orang lain alam sekitar dan Tuhan YME.

3.      Fungsi Filsafat
Berdasarkan sejarah kelahirannya, filsafat mula-mula berfungsi sebagai induk atau ibu
ilmu pengetahuan. Pada waktu itu belum ada ilmu pengetahuan lain, sehingga filsafat
harus menjawab segala macam hal. Soal manusia filsafat yang membicarakannya.
Demikian pula soal masyarakat, ekonomi, Negara, kesehatan dan sebagainya.

Kemudian karena perkembangan keadaan dan masyarakat, banyak problem yang tidak
dapat dijawab lagi oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi
jawaban terhadap problem-problem tersebut, misalnya ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan kedokteran, ilmu pengetahuan kemasyarakatan, ilmu pengetahuan
manusia, ilmu pengetahuan ekonomi dan lain-lain. Ilmu pengetahuan tersebut lalu
terpecah-pecah lagi menjadi lebih khusus. Demikianlah lahir berbagai disiplin ilmu yang
sangat banyak dengan kekhususannya masing-masing.

Spesialisasi terjadi sedemikian rupa sehingga hubunagan antara cabang dan ranting ilmu
pengetahuan sangat kompleks. Hubungan-hubungan tersebut ada yang masih dekat
tetapi ada pula yang telah jauh. Bahkan ada yang seolah-olah tidak mempunyai
hubungan. Jika ilmu-ilmu tersebut terus berusaha memperdalam dirinya akhirnya
sampai juga pada filsafat. Sehubunga dengan keadaan tersebut filsafat dapat berfungsi
sebagai berikut :

1. Interdisipliner system
2. Menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah kompleks
3. Tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu pengetahuan

4.      Sistem Filsafat

Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh subjek manusia, pada berbagai tempat
dan zaman. Faktor lingkungan hidup, sosio budaya dan subyektivitas tokoh memberi
identitas pada setiap pemikiran itu. Perbedaan-perbedaan latar belakang  tata nilai dan
alam kehidupan, cita-cita dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan
perbedaan-perbedaan mendasar antar ajaran filsafat. Perbedaan yang memberi
identitas ajaran ini melahirkan aliran-aliran filsafat.

Meskipun demikian, antar ajaran tokoh-tokoh filsafat yang mempunyai persamaan,


dapat digolongkan dalam satu aliran berdasarkan watak dan inti ajarannya. Jadi aliran
filsafat terbentuk atas beberapa ajaran filsafat dari berbagai tokoh dan dari berbagai
zaman. Tegasnya perbedaan aliran bukan ditentukan oleh tempat dan waktu lahirnya
filsafat, melainkan oleh watak, isi dan ajarannya.

Aliran-aliran yang ada sejak dulu sampai sekarang meliputi :


1. Aliran Materialisme

      Mengajarkan bahwa hakekat realitas semesta, termasuk makhluk hidup, manusia
hakekatnya ialah materi. Semua realita itu ditentukan oleh materi (misalnya barang
kebutuhan ekonomi) dan terikat pada hokum alam yang bersifat obyektif.

1. Aliran Idealisme / spiritualisme

Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian
manusia. Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena ada akal-budi
dan kesadaran rokhani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari
dirinya apabila realita semata. Jadi hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide, spirit)

1. Aliran Realisme

Mengajarkan bahwa kedua aliran diatas yang saling bertentangan itu tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak realistis. Sesungguhnya realitas kesemestaan, terutama
kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata, kehidupan, seperti nampak pada
tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Karenanya realitas itu paduan benda
(jasmaniah) dengan rokhaniah (jiwa). Khusus pada manusia Nampak dalam gejala daya
pikir, cipta dan budi. Jadi realism merupakan sintesa antara jasmaniah, rokhani, materi
dengan yang non-materi.

Sistem filsafat ialah suatu ajaran filsafat yang bulat tentang berbagai segi kehidupan
yang mendasar. Suatu system filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber realita,
filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan
logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian daripada kehidupan
(sektoral, fragmentaris) tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran
filosofis seorang ahli filsafat.

B.     PANCASILA

Pancasila adalah  nama dari dasar Negara Republik Indonesia yang berisi lima dasar,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima
dasar atau  sila itumerupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Rumusan Pancasila
tersebut termuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Selain sebagai asas kenegaraan seperti terdapat dalam Pembukaan UUD
1945, Pancasila sebenarnya telah ada pada bangsa Indonesia sejak dulu kala, unsure-
unsurnya terdapat pada asas-asas kebudayaan bangsa Indonesia yang kemudian
dimatangkan dalam perjalanan perjuangan kehidupan bangsa Indonesia.

Dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila berfungsi sebagai dasar negara, sumber
segala sumber hukum, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, pandangan moral,
ideologi negara, pemersatu maupun penggerak perjuangan dan termasuk juga
diantaranya sebagai filsafat Negara yang dibahas dalam makalah ini. Semua fungsi ini
menunjukan bahwa Pancasila merupakan dasar untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masing-masing dari fungsi tersebut perlu
dipahami maknanya dalam konteks penggunaannya, misalnya fungsi dasar negara
nampak jelas maknanya dalam penyelenggaraan satu kehidupan negara, fungsi
pandangan hidup bangsa tampak maknanya pada sikap dan perilaku manusia Indonesia.

Sedangakan dari kenyataan sejarah, pancasila memiliki fungsi mempersatukan  banngsa.


Forum politik menunjukan  bahwa Pancasila adalah kesepakatan nasional, untuk
menjadi dasar dan arah kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Wakil-wakil Indonesia
memiliki satu pandangan mengenai dasar bagi negara Indonesia yang merdeka.

Sesuai dengan pancasila, Negara yang dikehendaki adalah negara persatuan yang
mengatasi kepentingan golongan maupun perorangan. Pokok pikiran pertama
mengamanatkan negara yang bersifat integral, tidak menyatukan dirinya dengan
kepentingan golongan terbesar dalam masyarakat bangsa tetapi menyatukan dirinya
dengan kepentingan golongan terbesar dalam masyarakat bangsa tetapi menyatukan
dirinya dengan kepentingan seluruh masyarakat.

Dari segi kultural, nilai-nilai Pancasila terdapat pada semua budaya daerah. Indonesia
yang memiliki beraneka ragam kebudayaan, dapat dipersatukan dengan Pancasila,
karena Pancasila digali dari khasanahkebudayaan itu sendiri. Karena Pancasila sebagai
pemersatu bangsa merupakan  sumber tertib hokum, maka Indonesia yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke merupakan satu kesatuan hukum, dan memiliki hukum
nasional yang mengabdi kepada kesatuan Negara Indonesia.

C.     PANCASILA SEBAGI FILSAFAT


1.      Arti Pancasila sebagai Filsafat

Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit dalam satu
kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat  persatuan dan kesatuan itu
dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang kaya raya ini.
Berkat perjuangan yang gigihdariseluruh  rakyat Indonesia pada zaman penjajahan
Jepang dibentuk suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini diresmikan tanggal 28
Mei 1945 oleh pemerintah Jepang. Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin
mengutarakan prinsip dasar negara yang sekaligus sesudah berpidato menyerahkan teks
pidatonya beserta rancangan undang-undang dasar.

Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara. Dan  pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi nama Undang-
Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang Dasar sila-sila
Pancasila ditetapkan. Jadi, Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia ditetapkan
bersamaan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945, dan menjadi ideologi
bangsa Indonesia.

Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh tumpah
darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi warga negara Indonesia yang pro dan kontra,
karena Pancasila sudah ditetapkan sebagai filsafat bangsa Indonesia.

2.      Fungsi Filsafat Pancasila

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai fungsi filsafat Pancasila perlu dikaji tantang
ilmu-ilmu yang erat kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fungsi filsafat
secara umum, sebagai berikut :

1. Memberi jawaban atas pernyataan yang bersifat fundamental atau mendasar


dalam kehidupan bernegara. Segala aspek yang erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat bangsa tersebut dan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dari
negara bersangkutan. Oleh karena itu, fungsi Pancasila sebagai filsafat dalam
kehidupan bernegara, haruslah memberikan jawaban yang mendasar tentang
hakikat kehidupan bernegara. Hal yang fundamental dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, susunan politik atau sistem politikdari negara, bentuk negara,
susunan  perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini Pancasila yang dikaji dari sudut fungsinya  telah mampu
memberikan jawabannya.
2. Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran yang substansi
tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara. Dasar Negara kita ada
lima dasar dimana setap silanya berkaitan dengan sila yang lain dan merupakan
satu kesatuan yang utuh, tidak terbagi dan tidak terpisahkan. Saling memberikan
arah dan sebagai dasar kepada sila yang lainnya. Tujuan negara akan selalu kita
temukan dalam setiap konstitusi negara bersangkutan. Karenanya tidak selalu
sama dan bahkan ada kecenderungan perbedaan yang jauh sekali antara tujuan
disatu negara dengan negara lain. Bagi Indonesia secara fundamental tujuan itu
ialah Pancasila dan sekaligus menjadi dasar berdirinya negara ini.
3. Pancasila sebagi filsafat bangsa harus mampu menjadi perangkat dan pemersatu
dari berbagai ilmu yang dikembangkan di Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihaat
jelas, kalau di negara itu sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara.

D.    PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing silanya saling
kait mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Di dalam Pancasila tercakup
filsafat hidup dan cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubunagan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan sesame manusia, hubungan manusia dengan
lingkungannya. Menurut Driyakarya, Pancasila memperoleh dasarnya pada eksistensi
manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan hidupnya yang tertentu. Pancasila
merupakan filsafat tentang kodrat manusia. Dalam pancasila tersimpul hal-hal yang asasi
tentang manusia. Oleh karena itu pokok-pokok Pancasila bersifat universal.

Dari pembahasan ini dapat diperoleh unsure inti yang tetap dari Pancasila, yang tidak
mengalami perubahan dalam dunia yang selalu berubah ini. Sifatnya yang abstrak,
umum dan universal ini mengemukakan Pancasila dalam isi dan artinya sama dan mutlak
bagi seluruh bangsa, diseluruh tumpah darah dan sepanjang waktu sebagai cita-cita
bangsa dalam Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

E.     PANDANGAN INTEGRALISTIK DALAM FILSAFAT PANCASILA

Secara lebih lanjut dapat dikemukakan pula bahwa dasar filsafat bangsa Indonesia
bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang merupakan persatuan dan kesatuan dari
sila-silanya. Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan dari
sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat
manusia. Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan, sifat
kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk  sosial, dan kedudukan
kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri (otonom).
Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling berhubungan erat,
saling brkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Jadi bersifat
monopluralis, dan hakiikat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi dasar
persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasilayang merupakan dasar filsafat Negara
Indonesia.

Pancsila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup
bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannay,
bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan  
agama  yang berbeda. Dan diantara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat
kesamaan. Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga
memiliki kesamaan,.bangsa Indonesia berasal dari keturunan nenenk moyang yang
sama, jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan  darah. Dapat diungkapkan pula bahwa
bangsa Indonesia yang memilikiperbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan
nasib kehidupan. Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan
penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah
merdek, bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya
sendiri dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang menumbuhkan niat, kehendak
(karsa dan Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau
yang lebih dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.

Pernyataan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan kehidupan


bersama berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan dan
kesatuan sebagai perwujudan hakikat kodrat manusia. Pada saat mendirikan Negara
Indonesia, para pendiri sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan
keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia,yaitu Negara yang berdasar atas
aliran pikiran Negara (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan
seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang apapun.

Jadi negara sebagai susunan dari seluruh masyarakat dimana segala golongan, segala
bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan  lainnya dan merupakan
persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan kepentingan bersama
harus diserasikan dan diseimbangkan antara satu dengan lainnya. Hidup kenegaraan
diatur dalam prinsip solidaritas, menuntut bahwa kebersamaan dan individu tidak  dapat
dipertentangkan satu dengan lainnya. Negara harus dipandang sebagai institusi seluruh
rakyat yang memberi tempat bagi semua golongan dan lapisan masyarakat dalam
bidang apapun.

Sebaliknya negara juga bertanggung jawab atas kemerdekaan dan kesejahteraan semua
warga negara. Tujuan Negara adalah kesejahteraan umum. Oleh karena itu negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan  terbesar, juga tidak mempersatukan diri dengan
golongan yang paling kuat, melainkan Negara mengusahakan tujuannya dengan
memperhatikan semuua golongan dan semua perseorangan. Negara mempersatukan
diri dengan seluruh lapisan masyarakat.

F.     BEBERAPA PENDAPAT BAHWA PANCASILA ADALAH SUATU FILSAFAT

Di atas telah dikemukakan mengenai filsafat dan ciri-cirinya. Oleh karena itu sesuatu
dapat diklasifikasikan sebagi suatu filsafat jika memenuhi cirri-ciri tersebut. Demikian
pula agar Pancasila merupakan suatu filsafat harus memenuhi sarat-sarat pengertian
dan cirri-ciri filsafat. Dibawah  ini ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa
Pancasila adalah suatu filsafat.

1. Pendapat Muh. Yamin

Dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa


ajaran Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Hakikat
filsafatnya ialah satu sinthese fikiran yang lahir dari antithese fikiran. Dari pertentangan
pikiran lahirlah perpaduan pendapat yang harmonis, begitu pula halnya dengan ajaran
Pancasila, satu sinthese negara yang lahir dari pada satu antithese.

Pada kalimat pertama dari mukadimah Republik Indonesia yang berbunyi : Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab  itu penjajahan
harus dihapuskan karena bertentangan  dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Kalimat pertama ini adalah kalimat antithese. Pada saat antithese itu hilang maka
lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita akan susun menurut ajaran filsafat
Pancasila.

1. Pendapat Soediman Kartohadiprodjo

Dalam bukunya yang  berjudul Beberapa Pikiran sekitar Pancasila, beliau


mengemukakan bahwa pancasila itu disajikan sebagai pidato  untuk memenuhi
permintaan memberikan dasar fiilsafat negara, maka disajikannya Pancasila sebagai
filsafat. Pancasila masih merupakan filsafat Negara (staats-filosofie). Karena itu dapat
dimengerti, bahwa filsafat  Pancasila dibawakan sebagai  inti dari hal-hal yang
berkkenaan dengan manusia, disebabkan negara adalah manusia  serata organisasi
manusia.

Dikiranya Pancasila adalah  ciptaan Ir. Soekarno, tetapi Ir. Soekarno menolak disebut
sebagai pencipta Pancasila, melainkan mengatakan bahwa Pancasila adalah isi jiwa
bangsa Indonesia. Sehingga jika sesuatu filsafat ituu adalah isi jiwa suatu banggsa maka
filsafat itu adalah filsafat bangsa tadi dan pancasila  itu adalah filsafat bangsa  Indonesia.

Jadi Soediman Kartohadiprodjo menegaskan bahwa Pancasila sebagi filsafat bangsa


Indonesia berrdasarkan atas ucapan Bung Karno yang menatakan bahwa Pancasila
adalah isi jiwa bangsa Indonesia.

1. Pendapat Drijrkoro
Dalam seminar Pancasila beliau berpendapat bahwa filsafat ada di dalam lingkungan
ilmu pengetahuan dan Weltanschauung didalam lingkungan hidup. Dengan belajar
filsafat orang tidak dengan sendirinya mempelajari Weltanscauung. Dan juga tidak pada
tempatnya jika dalam filsafat aspek Weltanschauug ditekan-tekan dengan  berlebih-
lebihan. Shingga dikemukakan bahwa Pancasila sudah lama merupakan Weltanscauung
bagi kita banggsa Indonesia, akan tetapi tanpa dirumuuskan sebagai filsafat melainkan
dalam dalil-dalil filsafat.

Sehingga Drijarkoro dalam pendapatnya membedakan antara filsafat dengan


Weltscauung. Dan diterangkan pula tentang Pancasila sebagai dalil-dalil filsafat, dengan
mengakui orang masih tinggal di dalam lingkungan filsafat. Pancasila barulah menjadi
pendirian atau sikap hidup.

1. Pendapat Notonagoro

Dalam Lokakarya Pengamalan Pancasila di Yogyakarta beliau berpendapat bahwa


kedudukan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai dasar negara,
dalam pengertian dasar filsafat. Sifat kefilsafatn dari dasar negara tersebut
terwuujudkan dalam rumus abstrak dari kelima sila dari pada Pancasila. Yang intinya
ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan (kesatuan dalam dinamikanya), kerakyatan
dan keadilan, terdiri atas kata-kata pokok dengan awalan-akhiran ke-an dan per-an.
Dasar filsafat, asas kerokhanian Negara Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan
dalam kehidupan negara.

1. Pendapat Roeslan Abdoelgani

Di dalam bukunya Resapkan dan Amalkan Pancasila berpendapat bahwa  Pancasila


adalah filsafat Negara yang lahir sebagai collective-ideologie dari seluruh bangsa
Indonesia. Pada hakikatnya Pancasila merupakan  suatu realiteit dan suatu
noodzakelijkheid bagi keutuhan persatuan bangsa Indonesia sebagaimana tiap-tiap
filsafat adalah hakikatnya suatu noodzkelijkheid. Didalam kajian-kajiannya dari dalam,
masih menagndung ruang yang luas untuk  berkembangnya pnegasan-penegasan lebih
lanjut. Didalam fungsinya sebagai fondamen Negara, ia telah bertahan terhadap segala
ujian baik yang datang dari kekuatan-kekuatan contra-revolusioner, maupun yang
datang dari kekuatn-kekuatan extreem. 

BAB IV. PENUTUP

Kesimpulan
Kelangsunagan dan keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai cita-citanya sangat
dipengaruhi oleh filsafat negara dari bangsa tersebut. Bagai bangsa Indonesia, Pancasila
adalah pedoman dan arah yang akan dituju dalam mencapai cita-cita bangsa. Tanpa
dilandasi oleh suatu filsafat maka arah yang akan dituju oleh bangsa akan kabur dan
mungkin akan dapat melemahkan bangsa dan negara, kalau filsafat itu tidak dihayati
oleh bangsa tersebut. Untuk itulah kita bangsa Indonesia perlu untuk mengerti dan
menghayati filsafat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Pancasila sebagai sistem dalam filsafat kita sudah tentu harus memenuhi syarat-syarat
dari filsafat itu sendiri. Sistem filsafat Pancasila kita temukan dalam berbagai nilai-nilai
kehidupan di masyarakat, antara lain dari nilai-nilai agama, kebiasaan dari orang-orang
Indonesia yang telah menjadi budaya dalam pergaulan sehari-hari. Seperti halnya
kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia adalah sumber dari nilai-nilai Pancasila itu.

Pancasila sebagai filsafat telah berhasil eksistensinya dalam kehidupan bernegara,


karena Pancasila dapat dan mampu berperan sebagi sumber nilai dalam kehidupan
politik, dalam system perekonomian, sebagai sumber dari sistem sosial dan budaya
masyarakat. Oleh karena itu Pancasila perlu kita sebar luaskan dankita gali terus
menerus, demi kuat dan kokohnya bangsa dan negara Indonesia. Pancasila adalah
sumber kekuatan bangsa untuk tetap tegaknya negara dan keteraturan kehidupan
bermasyarakat

 
PENUTUP
 
Simpulan:
 Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik simpulan sebagai berikut:1.
 
Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsaIndonesia yang dianggap, dipercaya
dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling
baik dan palingsesuai bagi bangsa Indonesia

Penutup Sebagai pemersatu bangsa, Pancasila mutlak diperlukan oleh seluruh generasi bangsa.
Sekalipun bangsa Indonesia yang sekarang sudah bersatu, tidak berarti Pancasila tidak diperlukan
lagi. Karena yang disebut bangsa Indonesia bukan hanya yang sekarang ini ada, tetapi juga yang
nanti akan ada. Selama masih terjadi proses regenerasi, selama itu pula Pancasila sebagai pemersatu
Bangsa masih tetap kita perlukan. Itu berarti, selama masih ada bangsa Indonesia, selama itu pula
masih kita perlukan alat pemersatu bangsa. Ini berarti, bahwa selama masih ada bangsa Indonesia,
maka Pancasila sebagai dasar negara masih tetap kita butuhkan. Ini sekaligus membuktikan
kebenaran Pancasila, baik selaku dasar Negara, maupun sebagai kepentingan lain. Sehingga
Pancasila menunjukkan memiliki banyak fungsi atau multy function.
Kausa2 tentang pancasila

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara indonesia, bukan


terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang
terjadi pada ideologi-ideologi di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup
panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan
menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri
yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai relegius. Pancasila dibedakan atas
dua macam yaitu : asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. 
Adapun pengertian asal mula pancasila tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Asal Mula yang Langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah dibedakan atas empat macam yaitu : kausa materialis, kausa
formalis, kausa efficient dan kausa finalis (Bagus, 1991 :158). Teori kausalitas ini dikembangkan
oleh Aristototeles, adapun berkaitan dengan asal mula yang langsung tentang pancasila adalah
asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara yaitu asal mula yang
sesudah dan menjelang Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri negara
sejak sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua serta sidang PPKI sampai
pengesahannya. 
Adapun rincian asal mula langsung Pancasila menurut Notonaogoro sebagai berikut : 
(a) Asal Mula Bahan (Kausa Materialis) 
Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila. Sehingga Pancasila itu pada
hakikatnya nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang
berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia. 
(b) Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis) 
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk atau bagaimana bentuk Pancasila itu
dirumuskan sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945. maka asal mula bentuk Pancasila
adalah Ir. Soekarno bersama-sama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan
dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila. 
(c) Asal Mula Karya (Kausa Effisien)
Kausa efisien atau asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar
negara menjadi dasar negara yang sah. 
(d) Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis) 
Pancasila dirumuskan dan
dibahas dalam sidang-sidang para pendiri negara, tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai dasar
negara. Para pendiri negara juga berfungsi sebagai kausa sambungan karena yang merumuskan
dasar filsafat negara. 

2. Asal Mula yang Tidak Langsung


Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi
kemerdekaan. Pancasila adalah terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-
hari bangsa Indonesia. Asal mula tidak langsung Pancasila bilamana dirinci adalah sebagai
berikut : 
1. Unsur-unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumsukan menjadi dasar filsafat
negara, nilai-nilanya yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai keyakinan dan
nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara. 
2. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
mebentuk negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius.
Nilai-nilia tersebut menjadi pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia. 
3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila pada hakikatnya
bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia sebagai ‘kausa
materialis’ atau sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila. 
Bangsa Indonesia Ber-Pancasila dalam ‘Tri Prakara’
Berdasarkan tinjauan Pancasila kausalitas tersebut di atas maka memberikan pemahaman
perspektif pada kita bahwa proses terbentuknya Pancasila melalui suatu proses yang cukup
panjang dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Indoneisa secara yuridis dalam kenyataannya
unsur-unsur Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari berupa nilai
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut yang kemudian
diangkat dan dirumsukan oleh para pendiri negara diolah dibahas yang kemudian disahkan oleh
PPKI pada tenggal 18 Agustus 1945. Berdasarkan pengertian tersebut , bangsa Indonesia ber-
Pancasila dalam tiga asas atau ‘Tri Prakara’ yang rinciannya adalah sebagai berikut : Pertama :
bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara secara yuridis sudah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas-asa dalam adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti
luas (Pancasila Asas kebudayaan). Kedua : Demikian juga unsur-unsur Pancasila telah terdapat
pada bangsa Indonesia sebagai asas-asas dalam agama-agama (nilai-nilai religius) (Pancasila
Asas Religius). Ketiga : Unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara
seksama oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia ‘Sembilan’ (Pancasila
Asas Kewarganegaraan). Oleh karena itu Pancasila yang terwujud dalam tiga asas tersebut atau
‘TriPrakara’ yaitu Pancasila Asas kebudayaan, Pancasila Asas Religius, dan Pancasila Asas
Kewarganegaraan.

Hbgn pncasil degan pembukaan maupun batang tubuh uud

HUBUNGAN PACASILA DENGAN UUD 1945

Pancasila dasar negara kita dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan


masyarakat Indonesia yang berasal dari pandangan hidup bangsa yang
merupakan kepribadian, bangsa perjanjian luhur serta tujuan yang hendak
diwujudkan. Karena itu pancasila di jadikan idiologi negara.

Pancasila merupakan kesadaran cita-cita hukum serta cita-cita moral


luhur yang memiliki suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia,
melandasi prolamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Untuk mewujudkan tujuan proklamasi kemerdekaan maka panitia


persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah menetapkan UUD 1945
merupak hukum dasar yang tertulis yang Mengikat pemerintah, setiap
lembaga/masyarakat, warga negara dan penduduk RI pada tanggal 18 Agustus
1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan tersebut. Dalam Pembagian
pembukaannya terdapat pokok-pokok pikiran tentang kehidupan
bermasyarakat, bernegara yang tiada lain adalah pancasila pokok-pokok
pikitran tersebut yang diwujudkan dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945
yang merupakan aturan aturan pokok dalam garis-garis besar sebagai intruksi
kepada pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk melaksanakan
tugasnya.

Menurut penjelasan UUD 1945 pokok-pokok pikiran tersebut meliputi


suasana kebatinan dari undang-undang negara Indonesia, dan mewujudkan
cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum negara baik hukum yang
tertulis maupun tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran itu dijelmakan dalam pasal-
pasal dan UUD itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suasana
kebatianan UUD1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah
bersumber kepada atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila. Disinilah arti
dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara.

Atau dengan kata lain bahwa pembukaan UUD 1945 yang membuat
dasar falsafah negara pancasila, merupakan satu keasatuan nilai dan norma
yang terpadau yang tidak dapat dipisahkan dengan rangkaian pasal-pasal dan
batang tubuh UUD 1945. hal inilah yang harus kita ketahui, dipahami dan
dihayati oleh setiap orang Indonesia.

Jadi pancasila itu disamping termuat dalam pembukaan UUD 1945


(rumusannya dan pokok-pokok pikiran yang terkandung didalamnya)
dijabarkan secara pokok dalam wujud pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.

Ketuhanan yang merupakan perintah secara pokok itu perlu diberi


penjelasan. Hal itialh yang termuat dalam penjelasan otentik UUD 1945.

Jidi pancasila adalah jiwa, ini sumber dan landasan UUD 1945. secara
teknis dapat dikatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam
pembukaanUUD 1945 adalah garis besar cita- yang terkandung dalam
pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-pokok nilai-nilai
pnacasila yang disusun dalam pasal-pasal.

Kedua bagian (kompenan) UUD 1945 tersebut dijelaskan dalam


penjelasan otentik Seperti telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis.hal ini mengandung
pengertian bahwa sebagai hukum,maka undang-undang dasar adalah
mengikat;mengikat perintah,mengikat lembaga negara dan lembaga
masyarakat dan juga mengikat semua Negara indonesia dimana saja dan
setiap penduduk warga indonesia.dan sebagai hukum,maka undang-undang
dasar berisi norma-norma,atura-aturan atau ketentuan-ketantuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati.

UUD bukanlah hukum dasar biasa,melainkan hukum dasar yang


merupakan sumber hukum.setiap produk hukum misalnya undang-
undang,peraturan pemerintah atau keputusan pemerintah,bahkan setiap
kebijaksanaan pemerintah haruslah berlandaskan atau bersuberkan pada
peraturan tang lebih tinggi,yang pada akhirnya dapat di pertanggung jawaban
pada ketentuan UUD 1945.

Dalam kedudukan yang demikianlah,UUDdalam kerangka tata urutan


atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku,merupakan hukum yang
berlaku yang menempati kedudukan yang tinggi.sehubungan dengan undang-
undang dasar juga berfungsi sebagai alat control untuk mengecekapakah
norma hukum yang redah yang berlaku sesuai atau tidak dengan ketentuan
undang-undang dasar.

Selain dari apa yang diuraykan dimuka dan sesuai pula dengan
penjelasan undang-undang dasar 1945, pembukaan undang-undsang
dasar1945mempuyai fungsi atau hubungan langsung dengan batang tubuh
undang-undang dasar1945 itu sendiri.ialah bahwa;pembukaan undang-undang
dasar 1945mengandung pokok-pokok pikiran itu diciptakan oleh undang-
undang dasar 1945dalam pasal-pasalnya.

Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam


pancasila dan dengan memperhatikan hubungan dengan batang tubuh UUD
yang memuat dasar falsafah negara pancasali dan UUD 1945 merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan
nilai dan norma yang terpadu. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal
yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiranterkandung dalam
UUD1945 yang tidak lain adlah pokok pikiran: persatuan Indonesia, keadilan
sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil
dan beradab, yang tidak lainadalah sila dari pancasila, sedangkan pancasila
itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan
semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD
1945. semangat dan yang disemangati pada hakikatnya merupakan satu
rangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

PENJELASAN TENTANG SILA PERTAMA SAMPAI SILA KELIMA

1.Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa

Pembukaan UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2, UUD 1945

Pasal 29
(1)Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudukan untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya.

2.Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 27 ayat 1 dan 2,28, 30 dan 31 UUD 1945

Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

3.Sila ketiga, Persatuan Indonesia

Pembukaan UUD 1945 dan pasal 1, 32, dan 36 UUD 1945

Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.

Pasal 32

Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Pasal 36

Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.

4.Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/perwakilan

Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 1 (ayat 2), 2 (ayat 1 & 3), 37 UUD 1945

Pasal 1
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat,ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-
daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan
dengan undang-undang.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara yang terbanyak.

Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3
dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari
pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hadir.

5.Sila kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 23, 27, 28, 29, 31,33, dan 34 UUD 1945

Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan
anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya
ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.

Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

Tugas pokok fungsi lembaga negara


Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah
pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang
tersebut yaitu : 
1. Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
2. Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden
dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
3. Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri
atas Mahkamah Agung(MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara Indonesia diposisikan sesuai dengan ketiga unsur di depan. Selain lembaga tersebut
masih ada lembaga yang lain. Lembaga tersebut antara lain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi
Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). 
Lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru.
Selain itu amandemen UUD 1945 juga menghapuskan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Sebagai penggantinya, Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan
pertimbangan pada Presiden. 
Berikut adalah nama lembaga-lembaga negara hasil amandemen UUD'45, fungsi, tugas dan wewenangnya. 

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 


Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa
jabatan selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Sebelum UUD 1945
diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah
lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD
1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. 
Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
2. melantik presiden dan wakil presiden;
3. memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:
1. mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar;
2. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3. memilih dan dipilih;
4. membela diri;
5. imunitas;
6. protokoler;
7. keuangan dan administratif.

Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:


a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;
c. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
e. melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal
dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat
pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota
disebut DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:


a. jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
b. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
c. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa
jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.

Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini :


1. Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2. Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
1. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu
pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah
mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR
maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.

3. Dewan Perwakilan Daerah


Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang sebelumnya tidak ada. DPD
merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-
wakil dari provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. 
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang.
Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan
keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi selama bersidang bertempat
tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun.

Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut.
Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

b. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

c. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
d. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan
pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

4. Presiden dan Wakil Presiden


Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan
untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus
sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR,
tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya
bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden
dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam
menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden
dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945.
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta
bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu. Sedangkan konsul adalah lembaga
yang mewakili negara Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita.
3. menerima duta dari negara lain
4. memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga
negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.
Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untukmenyelenggarakan
pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan,
diantaranya:
1. memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar
2. berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3. menetapkan peraturan pemerintah
4. memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5. memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah
pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi
adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau
dilanggar kehormatannya.
6. memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah
pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama
tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana.
Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi
angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2. membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3. menyatakan keadaan bahaya 

5. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di
Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara
(PTUN).
Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:
1. berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang; 
2. mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi; 
3. memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

6. Mahkamah Konstitusi
Keberadaan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yangputusannya bersifat final untuk:
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
diduga:

7. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:
1. mengusulkan pengangkatan hakim agung;
2. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota Komisi Yudisial lima
tahun.

8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara lainnya. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah
memeriksa pengelolaan keuangan negara.
Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan
UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
diresmikan oleh presiden. BPK
berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

isu-isu hangat

Sistem Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia -Bagian 4


Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa
Indonesia yang akan dilakukan dengan cara
(Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan
dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif
bangsa dan negara Indonesia,  pandangan hidup
bangsa dan budaya bangsa.

1.Umum
   
Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan cara
(Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif
bangsa dan negara Indonesia,  pandangan hidup bangsa dan budaya bangsa. Pertahanan Negara
Indonesia merupakan instrumen dari politik nasional, terutama politik keamanan nasional.

Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,


memberikan pengalaman sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dalam
melaksanakan perjuangan selanjutnya. Pengalaman sejarah perjuangan tersebut khususnya
selama perang kemerdekaan telah mewujudkan tradisi yang selanjutnya menjadi nilai penting
sebagai dasar penyelenggaraan pertahanan dan keamanan untuk melindungi segenap bangsa
dari berbagai kemungkinan ancaman baik yang bersifat kasar (ancaman militer) maupun yang
halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Salah satu nilai tadi adalah "Perang
Wilayah/Perang Rakyat Semesta" (Perata) yang dirumuskan dalam Seminar Seskoad II pada
Januari 1962 dan ditetapkan pada Agustus 1966 dalam Seminar AD II sebagai Doktrin Perang
Wilayah/Perang Rakyat Semesta.

Dalam rangka integrasi ABRI, pada Nopember 1966 Seminar Hankam menetapkan Doktrin
Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI "Catur Dharma Eka Karma" disingkat Cadek. Seminar
Hankam tersebut juga menghasilkan Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Hankamnas dan
Wawasan Nasional. Dengan Wawasan Nusantara ini ABRI tidak menonjolkan kepentingan suatu
matra dan kepentingan salah satu bidang perjuangan (politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam). Sepanjang perjalanan sejarahnya doktrin Hankam selalu mengalami pengembangan.
Pada tahun 1991 Cadek ditata kembali dan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan masa
mendatang, menjadi dua doktrin yaitu: a. Doktrin "Pertahanan Keamanan Negara" sebagai
Doktrin Dasar yang disahkan oleh Menteri Pertahanan, dan b. Doktrin "Perjuangan TNI ABRI
(Catur Dharma Eka Karma)", sebagai Doktrin Induk yang disahkan oleh Pangab.

Di era reformasi berdasarkan UUD RI 1945 (Amandemen) Bab III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII
Pasal 30 telah ditetapkan UU No. 3 tahun 2002. Sishankamrata diubah menjadi Sistem
Pertahanan Semesta (Sishanta). Selanjutnya mengacu pada UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Doktrin Perjuangan TNI ABRI Cadek diubah
menjadi Doktrin TNI "Tri Dharma Eka Karma" (Tridek).

Dewasa ini Sishankamrata yang bertumpu pada perlawanan teritorial mengundang tanggapan
dari kalangan masyarakat khususnya mereka yang meragukan relevansi Sishankamrata dengan
TNI sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan di era globalisasi. Sebagai contoh dapat
dikemukakan beberapa isu yang dikemukakan pada Seminar "Democratic Total Defence" yang
diselenggarakan oleh beberapa LSM dengan Dephan RI pada tanggal 28 Agustus 2007 yang fokus
bahasannya adalah perbandingan penyelenggaraan Sistem Pertahanan Total di negara-negara
demokratis. Isu-isu tersebut antara lain sebagai berikut:
a.Gambaran tentang Sistem Pertahanan Total Indonesia.
b.Apakah Sistem Pertahanan Total di Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi?   
c.Apakah Sistem Pertahanan Total yang ada mampu mengatasi hakikat ancaman masa kini yang
dapat berupa ancaman konvensional atau ancaman lainnya (misalnya terorisme, kejahatan
terorganisir, atau ancaman lintas nasional lainnya)?
d.Dengan melihat berbagai implementasi Sistem Pertahanan Total di negara lain pelajaran apa
yang dapat diperoleh yang dapat diimplementasikan di Indonesia.

Beberapa isu lain yang sering dikemukakan para pemikir di bidang pertahanan NKRI antara lain
adalah:
a.Adanya kekhawatiran bahwa Komando Teritorial yang mendampingi Pemerintahan Sipil akan
digunakan tidak hanya untuk maksud penyelenggaraan pertahanan, tetapi juga sebagai
tumpuan untuk memperkuat pemerintahan yang berkuasa.
b.Apakah Sishankamrata dapat diimplementasikan? Padahal dalam jangka panjang kondisi TNI
sebagai kekuatan inti Sishankamrata jumlah dan kualitas pasukannya yang dapat dikatagorikan
profesional serta anggaran latihan, sistem senjata yang tergolong modern masih terbatas dan
tidak memadai dihadapkan pada luasnya posisi-posisi strategis yang harus dipertahankan di
seluruh Nusantara.
c.Apakah Sishankamrata masih relevan untuk dipertahankan sebagai konsep pertahanan NKRI?
Atau diambil konsep lain seperti yang dikehendaki oleh mereka yang terobsesi oleh sistem
pertahanan negara asing (adikuasa).
d.Menghadapi berbagai isu tersebut, dewasa ini diperlukan kejelasan bagaimana kehendak
bangsa dalam menjalankan pertahanan negara. 
Tulisan hasil sarasehan Alumni Akmil ini diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan
tersebut dan dapat pula memberikan pencerahan kepada generasi muda TNI untuk dijadikan
bekal pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa
depan.

2.Landasan Filosofis dan Landasan Hukum

Indonesia merupakan negara hukum, oleh sebab itu untuk memenuhi aspek legalitas, sistem
pertahanan keamanan yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan negara
diselenggarakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Doktrin Hankamrata sebagai
strategi dari Hankamnas yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai falsafah bangsa
adalah doktrin dasar yang digali, dikembangkan oleh TNI(AD) dari hasil pengalamannya dalam
memperjuangkan, merebut dan mengisi kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945. Sebagai ajaran, asas, prinsip serta konsep yang mendasar dan diyakini
kebenarannya, berdasarkan hasil pemikiran terbaik, doktrin ini mengalir dari pandangan hidup
bangsa dan dikembangkan secara nalar dan dinamis dengan pengalaman dan teori sehingga
kebenarannya bersifat relatif hakiki dan berjangka panjang. Oleh karena itu Doktrin
Hankamrata harus menjiwai ketentuan perundang-undangan penyelenggaraan pertahanan
negara.

Meskipun ketentuan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian tak terpisahkan


dari daya rangkum doktrin, dan keduanya bersumber dari nilai-nilai falsafah, ajaran, dan
konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945, namun keduanya berkembang dengan sifat
dan keberadaan fungsional yang berbeda. Peraturan perundang-undangan mengalir dari Batang
Tubuh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pembukaannya, merupakan sumber hukum yang melahirkan
berbagai ketentuan hukum, sedangkan doktrin TNI(AD) mengalir dari nilai-nilai falsafi, ajaran,
dan konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 yang melahirkan patokan, pegangan,
pedoman, petunjuk. Dengan kata lain, apabila ketentuan perundang-undangan memberikan
kekuatan hukum terhadap upaya-upaya dalam segenap dinamika tata kehidupan nasional sesuai
doktrin, tetapi doktrin memberikan panduan instrumental bagi proses mencapai sasaran.
Seharusnya UU memberikan kekuatan hukum pada pelaksanaan doktrin, tidak malahan
membatasi  ruang gerak dan menghambat implementasi doktrin.

Di era reformasi ‘pesta-pora’ demokrasi yang kebablasan telah menghasilkan berbagai


ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang mengalir dari Batang Tubuh UUD 1945
yang sudah diamandemen sehingga mengandung pasal-pasal yang rawan distorsi terhadap nilai-
nilai dasar/falsafi yang terkandung dalam Pembukaannya. Di pihak lain, doktrin dasar dan
doktrin induk pertahanan dikembangkan dan dijabarkan oleh TNI berdasarkan nilai-nilai yang
mendasari jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai akibatnya
ruang gerak TNI dalam upayanya untuk mengimplementasikan Hankamrata akan selalu
terkendala oleh berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disusun
berdasarkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, terutama yang mengarah pada
demokrasi liberal, individualisme dan kapitalisme.

Ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang diberlakukan di era reformasi adalah:


a.UUD RI 1945 (Amandemen) BAB III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII Pasal 30;
b.UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
c.UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI;
d.Keputusan Panglima TNI No. KEP/2/I/2007 tgl. 12 Januari 2007 tentang Tri Dharma Eka
Karma (Tridek).
3.Relevansi Sishankamrata Saat Ini

Sebagai landasan logis bagi pemahaman tentang Sishankamrata adalah persepsi yang
komprehensif bahwa sistem kehidupan berbangsa-bernegara mencakup berbagai dimensi yang
fundamental dan eksistensial seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya serta pertahanan
dan keamanan (Hankam). Oleh karena bersifat saling terkait dan tidak dapat saling meniadakan
(mutually exclusive) tetapi justru saling komplementer dan interdependen, maka pembangunan
dimensi-dimensi tersebut harus digulirkan secara maksimal untuk mencapai hasil optimal
dengan prinsip “saling mendukung dan menguatkan”. Misalnya pembangunan politik dan
ekonomi dapat berjalan baik manakala situasi Hankamnas bersifat positif-kondusif. Sebaliknya,
pembangunan Sishankamnas tidak mungkin berjalan tanpa dukungan dimensi-dimensi lainnya.

Sishankamnas – sebagaimana sistem kehidupan bangsa lainnya (politik, ekonomi dan


sebagainya) – dibangun dan digerakkan untuk menunjang upaya pembangunan atau transformasi
nasional menuju tercapainya Cita-Cita/Tujuan Nasional. Untuk mencapai Tujuan Nasional
(Tunas) tersebut terdapat banyak aspek yang harus dilindungi, dijaga/dikawal dan
diimplementasikan yakni berbagai Kepentingan Nasional (Kepnas). Dengan apakah Kepnas
dikawal, dilindungi dan diimplementasikan? Jawabannya, dengan sistem kehidupan nasional
(Sisnas), dan dalam konteks ini adalah Sishankamnas. Pertanyaan berikutnya, bagaimakanakah
Sishankamnas sebagai bagian integral dari Sisnas itu didesain? Ada dua hal yang harus dijadikan
bahan pertimbangan. Pertama, harus ada ada berbagai instrumen bangsa yang memang perlu
untuk digunakan dalam kerangka tersebut seperti falsafah bangsa, falsafah bangsa tentang
perang, politik luar negeri dan sebagainya. Kedua, harus dilakukan penilaian (assesment) atau
telah tajam terhadap lingkungan strategis (Lingstra) yang terus berkembang secara dinamis
termasuk mengikuti kemajuan Ilpengtek, yang darinya kita dapat merumuskan potensi ancaman
atau ancaman potensial terhadap bangsa-negara, seperti dipaparkan pada bab-bab sebelumnya.

Menghadapi kondisi kehidupan bangsa yang memiliki sekian banyak ancaman potensial, niscaya
perlu pembangunan dan pengerahan total potensi dan kekuatan bangsa secara efektif. Dengan
demikian, Sishankamrata merupakan konsep dan doktrin yang tetap relevan dalam kehidupan
bangsa kita sebagai wadah, isi dan tata laku pertahanan nasional di masa depan dengan revisi
nilai instrumental agar tetap relevan dan kontekstual. Apalagi Sishan semacam ini juga
dijadikan konsep pertahanan di banyak negara maju seperti Swiss, Israel, Singapura, Prancis
dan lain-lain.
Logika atau basis argumentasi Sihankamrata dapat digambarkan sekilas dengan mengacu pada
kebiasaan umum (habitus universal) dalam Rekayasa Sishan. Idealnya, sebuah negara memiliki
Sishan di mana kekuatan riil yang dimilikinya lebih unggul daripada kekuatan yang mengancam
(ancaman potensial). Jika belum dapat mencapai kekuatan ideal tersebut maka biasanya
dibangun aliansi dalam rangka memelihara balance of power. Namun bila hal itu pun tidak
dapat dilakukan maka tidak ada pilihan lain selain “Perang Rakyat”. Bagi Indonesia,
membangun kekuatan ideal masih jauh dari mungkin karena terhadang kendala anggaran. Untuk
beraliansi membangun pakta pertahanan pun tidak mungkin karena prinsip politik luar negeri
yang bebas-aktif. Dengan demikian, langkah realistis yang merupakan pilihan logis adalah
Sishankamrata (total defence).

Memang, isu tentang relevansi Sishankamrata dengan dinamika perubahan situasi dan kondisi
sudah terjadi sejak lama. Disadari bahwa Doktrin memang harus berkembang sejalan dengan
perkembangan situasi dan kondisi khususnya perkembangan Ilpengtek, namun dari segi lain
Sishankamrata yang merupakan hakikat dari Doktrin Dasar Hankamnas dan dirumuskan
berdasarkan pengalaman, penghayatan para perumusnya yang langsung mengalami sendiri
perjuangan TNI(AD) dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tetap harus dipertahankan. Sistem
Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta merupakan pengembangan dari doktrin perang
wilayah yang pertama kali dicetuskan pada seminar Seskoad I pada Desember 1960. Dengan
berpedoman pada pengalaman perang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
NKRI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, setelah disesuaikan dengan kondisi baru
dirumuskan Konsep Doktrin Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta.

Seperti disinggung di atas, sesungguhnya strategi perang wilayah/perang rakyat semesta telah
dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi
negara-negara adikuasa yang pada umumnya memiliki keunggulan dalam sistem persenjataan
dan profesionalisme. Beberapa negara yang dijadikan acuan dalam perumusan hankamrata
antara lain adalah Yugoslavia1 yang pada Perang Dunia II, menggunakan pertahanan teritorial
(territorial defence) serta melakukan pertahanan rakyat semesta (total people’s defence)
berhasil mengalahkan tentara pendudukan fasis Jerman dan sekutu-sekutunya yang unggul
dalam persenjataan dan profesionalisme. Setelah invasi Sovyet ke Czechoslovakia tahun 1968,
kepemimpinan Yugoslavia mewaspadai ancaman yang sama sesewaktu dapat menjadi kenyataan
terhadap Yugoslavia. Invasi terhadap Czechoslovakia menunjukkan bahwa bala siap dari negara
yang lemah tidak mungkin dapat menghadapi serangan masif dari agresor yang secara kualitatif
dan kuantitatif lebih unggul. Berdasarkan pengalaman perjuangannya menghadapi Jerman,
pada tahun 1969 Yugoslavia menetapkan Undang-undang Pertahanan yang didasarkan pada
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta.

Selain Yugoslavia, negara yang dijadikan acuan dalam perumusan Sistem Hankamrata adalah
Vietnam. Untuk itu TNI-AD pernah mengirimkan suatu misi militer ke Hanoi mempelajari sistem
pertahanan serta perlawanan rakyat sebagai bahan perbandingan.2 Dengan menggunakan
pertahanan teritorial, Vietnam melakukan perang rakyat semesta berhasil mengusir tentara
pendudukan Perancis. Dengan mengandalkan kekuatan rakyat, pada Mei 1954 pejuang Vietnam
di bawah pimpinan Jenderal Vo Nguyen Giap dengan transportasi yang sederhana (sepeda dan
kuda) mengangkut artileri berat dan artileri pertahanan udara melalui hutan lebat dimalam hari
untuk menempati kedudukan di pegunungan sekitar Dien Bhien Phu, kemudian menyerang dan
mengusir tentara Perancis yang jauh lebih unggul dalam teknologi dan persenjataan. Bahkan
dengan melakukan Perang Rakyat Semesta yang berkepanjangan (berlarut) dari tahun 1959
sampai tahun 1975, berkat kepemimpinan Ho Chi Minh yang kharismatik, People's Army of
Vietnam (PAVN)  berhasil mengusir tentara AS yang jauh unggul dalam persenjataan.

Di era globalisasi dimana hakekat ancaman telah berkembang menjadi multidimensi mencakup
semua bidang kehidupan bangsa (Ipoleksosbudhankam), baik yang bersifat kasar (ancaman
militer) maupun yang halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Oleh sebab itu maka
kekuatan yang dikembangkan untuk menghadapi ancaman tersebut juga harus mempunyai
kemampuan yang multi demensi pula, tidak hanya berupa kemampuan militer (Sistek), tetapi
juga juga kemampuan non-militer (Sissos) yang melibatkan seluruh potensi bangsa, baik fisik
maupun psikis.

Beberapa contoh perang terkini yang menjadi bukti keberhasilan Sishanrata antara lain adalah:
a.Serangan masif yang dilakukan oleh tentara AS yang dilakukan untuk menangkap pemimpin
pemberontak Somalia ternyata gagal, bahkan tentara AS yang unggul dalam persenjataan dan
profesionalisme itu harus ditarik mundur karena besarnya korban dan kerugian yang dialami.
b.Pasukan AS tidak dapat mentuntaskan hasil serangannya ke Irak, bahkan korban besar terus
berjatuhan. Korban tentara AS yang tewas dalam perang Irak dewasa ini telah mendekati angka
3000 orang sebagian besar justru terjadi setelah Saddam Hussein tertangkap. Bahkan dewasa ini
Pemerintah AS dibayangi kegagalan tujuan invasinya ke Irak karena ketidaksanggupannya
mengatasi kekacauan yang terus terjadi.
c.Meskipun pasukan NATO berhasil meruntuhkan pemerintahan Taliban di Afghanistan namun
sisa-sisa pasukan Taliban masih tetap aktif dan merupakan ancaman aktual bagi pasukan NATO
di Afganistan. Bahkan Afganistan berpotensi untuk perang saudara kembali apabila pasukan
NATO ditarik dari Afganistan.
d.Meskipun politis Rusia tetap menguasai Chechnya tetapi gangguan dari  gerilyawan Chechnya
yang mengakibatkan korban-korban yang besar di pihak pasukan Rusia terus terjadi.
e.Kekuatan bersenjata Palestina dari segi persenjataan dan profesionalisme militer (Sistek),
kalah jauh dari kekuatan bersenjata Israel, namun perlawanan rakyat semesta Palestina yang
berupa gerakan Intifada (Sissos) masih menyulitkan Israel dalam mengendalikan wilayah
Palestina di West Bank dan Gaza Strip. Di samping korban fisik, dari aspek ekonomi, gerakan
intifada yang berupa ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum penjajah, pemogokan umum,
grafitti, barikade di jalanan, dan pelemparan batu dalam demonstrasi oleh para pemuda serta
boikot terhadap industri mikro, industri jasa dan pariwisata telah menimbulkan kerugian dalam
jumlah yang besar di pihak Israel.

Contoh-contoh tersebut di atas membuktikan bahwa keunggulan persenjataan dan


profesionalisme bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan.  Pengalaman menunjukkan
bahwa ternyata keunggulan teknologi persenjataan dan profesionalisme dapat diimbangi oleh
strategi perlawanan rakyat semesta yang dilengkapi dengan patriotisme, daya juang dan
semangat tidak mengenal menyerah serta taktik dan strategi yang tepat dan cerdik.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, bagi Indonesia yang dalam jangka pendek masih belum
mampu mengembangkan sistek yang modern mengungguli negara-negara adidaya, bahkan
negara-negara jiran, doktrin Hankamrata bukan hanya relevan, tetapi telah diyakini oleh TNI
kebenarannya.

Sishankamrata erat kaitannya dengan jatidiri TNI sebagai kekuatan utama.  Bahwa pengalaman
TNI dengan ke-khas-an jatidirinya dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
secara bersamaan telah melahirkan suatu sistem pertahanan yang sesuai dengan kondisi
geografi, demografi dan budaya bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pertahanan Keamanan
Rakyat Semesta (Hankamrata). Dengan demikian maka pada dasarnya antara jatidiri TNI dengan
doktrin Hankamrata terdapat kaitan timbal balik yang erat, karena doktrin Hankamrata disusun
dengan memperhatikan jatidiri TNI sebagai komponen utama sistem, dan sebaliknya
keberhasilan doktrin Hankamrata tergantung kepada kadar komitmen TNI terhadap jatidirinya
sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional.

Oleh sebab itu maka Sishankamrata yang dilaksanakan melalui Sistem Perang Berlarut yang
mengkombinasikan penggunaan Sistem Senjata Teknologi (Sistek) didukung oleh sikap politik
seluruh rakyat yang anti agressor sebagai Sissos, diyakini mempunyai prospek untuk dapat
digunakan menghadapi musuh yang kuat yang berhasil menduduki bagian-bagian tertentu dari
wilayah darat NKRI.

Anda mungkin juga menyukai