Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI S1 HUKUM KELUARGA ISLAM

Nama : Rusmida
NIM : 1902010414
Mata Kuliah : Hadis Ahkam Ahwal Syakhshiyyah A
Kode Mata Kuliah/SKS : HKL18211/ 3 SKS
Dosen Pengampu : M. Syahriza Rezkianoor, S.Ag., M.H.
Semester/Tahun Ajaran : Genap/2020-2021

1. Dalam kajian hadis, diketahui ada tiga jenis hadis; marfu’, mauquf, dan
maqtu’, jelaskan apa yang dimaksud ketiga jenis hadis tersebut beserta
implikasinya terhadap istinbath hukum, dapatkah semua hadis ahad yang
berkulitas sahih dijadikan dasar hukum, jelaskan secara argumentatif!
Answer
Hadits Marfu’
Hadits Marfu’ adalah setiap hadits yang disandarkan kepada Nabi –shollallahu
‘alaihi wa sallam-, baik perkataan, perbuatan, dll
Hadits Mauquf
Hadits Mauquf adalah setiap hadits yang disandarkan kepada Sahabat Nabi –
rodhiyallahu ‘anhu-, baik berupa ucapan atau perbuatan, dll.
Hadits Maqthu’
Hadits Maqthu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Murid Sahabat (Tabi’in)
dan yang setelah mereka, baik perkataan,perbuatan, dll.
Ketiga jenis hadits ini tidak ada hubungannya dengan Shohih atau Dhoif
nya suatu hadits, karena 3 istilah ini hanya melihat dari segi MATAN SAJA,
tanpa melihat pada Sanad nya. Sama saja apakah haditsnya memiliki Sanad atau
tidak, yang dilihat hanya Matan saja. Faedah mempelajari 3 istilah ini salah satu
contohnya jika terdapat 1 hadits dengan 3 jalan atau lebih, yang 1 sampai pada
Rasul, yang 1 sampai hanya pada sahabat, yang 1 hanya sampai Tabi’in. Lalu
ulama hadits mengatakan: ‘yang benar hadits ini Mauquf’ maksudnya dari ke 3
jalan tadi, yang sampai ke Rasul dan Tabi’in maka Sanadnya tidak benar, yang
benar hanya yang sampai Sahabat yaitu Mauquf.
Para ahli hadits yang sama antara kedua lafal tersebut bahwa perawi tidak
cukup mengutip hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW. (marfu), melainkan
juga menaruh perhatian kepada apa yang bersumber dari para sahabat (mauquf),
atau bahkan yang hanya berhenti kepada tabi’in saja (maqtu). Jadi, di samping
meriwayatkan dari Nabi SAW, mereka juga meriwayatkan dari selain beliau. Oleh
karena “periwayatan” adalah pemberitaan dari sana-sini, maka tidak ada salahnya
menamakan hadits sebagai khabar, dan menyebut khabar sebagai hadits. Dari
sudut ini pula, para ahli hadits memandang “asar” sama (sinonim) dengan khabar,
sunah, dan hadits. Tidak ada alasan mengkhususkan ‘asar” hanya untuk apa yang
disandarkan kepada sahabat (mauquf) dan tabi’in (maqtu). Sebab, yang manuquf
dan maqtu’ itu pun riwayat, sebagaimana halnya yang disandarkan kepada Nabi
SAW.
Hadis ahad diberikan batasan oleh para ulama, hadis ini para rawinya
tidak mencapai jumlah rawi haditst mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga,
empat, lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa
hadits dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok haditst mutawatir,
atau dengan kata lain Hadits Ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat
mutawatir sehingga untuk dijadikan dasar hukum hadist ahad masih memerlukan
penguatan-penguatan oleh hadist lainnya. Haditst ahad tidak pasti berasal dari
Rasulullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau. Dengan
ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadits ahad mungkin benar berasal dari
Rasulullah SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari beliau. Karena hadits
ahad itu tidak pasti (ghairu qath’i), tetapi diduga (zhanni atau mazhnun) berasal
dari Rasulullah SAW, maka kedudukan hadits ahad, sebagai sumber ajaran Islam,
berada dibawah kedudukan hadits mutawatir. Dan apabila suatu hadits, yang
termasuk kelompok hadits ahad, bertentangan isinya dengan hadits mutawatir,
maka hadits tersebut harus ditolak.
2. Jelaskan hadis di bawah ini berdasarkan petunjuk syarah hadis, kemudian
kemukakan pandangan anda mengenai hadis-hadis tersebut, kaitkan
dengan fenomena sosial sekarang!

Answer
Berdasarkan hadis diatas menjelaskan bahwa keutamakan menikah namun
sudah siap lahir batin untuk menikah. Mampu dalam hal biologis, artinya siap
mengadakan vertilisasi, si suami siap dan si istripun siap. Hal ini disebut jima’
Mampu dalam hal pembiayaan. Baik itu pembiyaan nikah atau penghidupan
selanjutnya. Dan juga kemampuan dalam hal pengelolaan keluarga nantinya.
Sedang bagi yang belum mampu, disyariatkan mencari penghalau adanya nafsu
syhawat itu. Dengan adanya dalil di atas disyariatkan shoum, dikatakan bahwa
shoum merupakan wija’. Kata wija’ secara lughat adalah “ peremuk /
meremukkan dua buah zakar/ afwan” maksudnya adalah tempat produksi nafsu.
Dijelaskan lagi bahwa puasa menjadi peredam syahwat. Didalam masyarakat
menikah dengan keadaan mampu lahir batin adalah hal yang dianggap sangat
penting, karena berdasarkan agama menganjurkan demikian agar dapat memberi
nafkah secara dzohir dan batiniah
Dalam ajaran Islam, menikah salah satu ibadah yang dianjurkan. Karena dengan
menikah seseorang akan membina rumah tangga dan membentuk keluarga sakinah,
mawaddah, dan wa rahman. Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan memiliki
keturunan. Selain itu juga menghindari zina. Dalam Islam, zina adalah haram. Maka
diperintahkan untuk menikah bagi yang mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu.
Dalam agama Islam, pernikahan juga diatur dengan baik. Di mana memiliki dasar hukum
pernikahan.
Semaraknya pergaulan bebas sekarang menjadikan para orang tua khawatir dan
menikahkan anaknya dengan tujuan menghindari hal-hal maksiat. Perkawinan yang
berkembang di masyarakat juga tidak hanya dapat dilihat sebagai bentuk perjanjian yang
membuahkan perikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan
pada dasarnya merupakan bentuk fenomena sosial di masyarakat yang melibatkan banyak
pihak dalam prosesinya. Oleh karena itu, aturan-aturan yang melandasi terjadinya suatu
perkawinan tidak hanya dapat ditentukan atas kehendak kedua mempelai yang
melangsungkannya, melainkan sifatnya tertutup atau sudah ada ketentuan umum yang
mengaturnya. Perkawinan juga dinilai sakral di masyarakat karena merupakan
manifestasi nasib dari seorang laki-laki dan perempuan di dalam mengarungi sisa
hidupnya.
Namun, perkawinan yang dinilai sakral oleh masyarakat dalam
pelaksanaannya sering kali menimbulkan permasalahan, mulai dari kekerasan di
dalam rumah tangga hingga pelalaian kewajiban oleh salah satu pihak. Sejenak
timbul di dalam benak penulis apakah semua ini disebabkan karena suami
dan/atau istri yang belum siap dalam melangsungkan kehidupan berumah tangga
ataukah terdapat faktor lainnya.
3. Jelaskan hadis-hadis tentang mahar, bagaimana konsep mahar yang
diajarkan oleh Rasulullah saw. melalui hadisnya, selanjutnya jelaskan
bagaimana mahar yang ada di masyarakat sekarang, apakah masih sejalan
dengan hadis Rasulullah saw., berikan komentar anda

Answer

Hadits Nabi Saw Tentang Mahar/Mas Kawin:

1. Hadits Rasulullah Saw dari Amir bin Rabi’ah.

“dari Amir bin Rabi’ah bahwa seorang perempuan bani fazarah dinikahkan
dengan sepasang sandal. Kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Apakah engkau
relakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal ? jawabnya: “Ya” lalu Nabi
membolehkannya.” ( HR. Ibnu Majah dan turmudzi).

2. Hadits Rasulullah Saw dari Aisyah.

“dari Aisyah bahwa Nabi Saw bersabda : “Sesungguhnya perkawinan yang


besar barakahnya adalah yang paling mudah maharnya” dan sabdanya pula
“Perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam
urusan perkawinannya serta baik akhlaknya sedangkan perempuan yang celaka
yaitu yang mahal maharnya, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya.”

3. Hadits Rasulullah Saw dari Ibnu Abbas.

Ibnu Abas meriwayatkan “bahwa Nabi Saw melarang Ali mengumpuli Fatimah
sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya : “Saya tidak punya
apa-apa” Maka Rasulullah bersabda : “Dimanakah baju besi (hutaniyah) mu ?”
lalu berikanlah barang itu kepada Fatimah.” (HR. Abu Daud, Nasaa’I dan Hakim
dan disahkan olehnya).

Konsep mahar yang diajarkan Rasulullah berdasarkan hadist dapat di


simpulkan bahwa memberikan mahar kepada para istri merupakan pemberian
wajib, bukan sebagai pembelian atau sebagai ganti rugi. Dan kemudian apabila
istri telah menerima maharnya dengan tanpa paksaan ataupun tipu muslihat lalu ia
memberikan sebagian maharnya kepada suami maka bagi suami tersebut
diperbolehkan menerimanya. Apabila sang istri ketika akan memberikan mahar
tersebut karena malu atau takut pada suaminya maka bagi suami tidak halal untuk
menerimanya. Mahar yang dimaksudkan diatas ini hukumnya wajib diberikan
kepada istri agar supaya menjadikan istri senang dan ridha atas pemberian suami
terhadap dirinya. Bukan hanya itu, akan tetapi mahar juga diberikan supaya
memperkuat hubungan serta menumbuhkan tali kasih sayang dan cinta mencintai.
Begitupun dengan hadits-hadits yang diatas menjelaskan bahwa dalam hal mahar,
Islam tidak menetapkan jumlah besar kecilnya dikarenakan adanya perbedaaan
kaya dan miskin, luas dan sempit rizki seseorang. Oleh karena itu menurutnya
dalam menyerahkan mahar berdasarkan kemampuannya masing-masing, atau
keadaaan dan tradisi keluarganya. Semua nash yang menjelaskan tentang mahar
ini menunjukan atas pentingnya nilai mahar bukan pada besar kecilnya jumlah
mahar, jadi boleh saja memberi mahar dengan cincin besi, segantang kurma atau
bahkan dengan beberapa ayat Al-Qur’an. Yang terpenting sudah disepakati oleh
kedua belah pihak.
Mahar yang ada dimasyarakat sekarang sebagian menerapkan sesuai
ajaran Rasulullah dengan kesepakatan kedua belah pihak, namun tidak semuanya
terjadi demikian, karena adat salah satu yang menjadikan mahar berbeda-beda,
dengan adanya sistem adat terhadap perkawinan, maka mahar yang ditetapkan
sesuai dengan tradisi, sehingga sebagian tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah
untuk mempermudah, akan tetapi jika kedua belah pihak menyepakati maka tidak
terjadi kendala mengenai mahar.
4. Jelaskan mengenai hadis-hadis tentang walîmah al-urs’, bagaimana cara
mengadakan walîmah al-urs’ seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw.,
bagaimana walîmah al-urs’ yang ada di masyarakat sekarang dalam
konteks kekinian, berikan komentar anda!
Answer
Walimah atau yang lebih akrab dengan pesta perkawinan, walîmah
al-’urs artinya adalah berkumpul sebab pada waktu itu suami istri akan
berkumpul. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum menyelenggarakan adalah
sunnah mu'akkadah. Rasulullah Saw bersabda kepada Abd Raymân ibn ’Auf
: ‫ أومل ولو بشاة‬: ‫قال رسول اهلل صلي اهلل عليه وسلم لعبد الرمحن بن عوف‬
Artinya : “Adakan walîmah sekalipun dengan menyembelih seekor kambing.
Anas ibn Mâlik berkata
: ‫ه‬a‫ادعو ل‬a‫ثىن ف‬a‫ل يبع‬a‫ل على زينب وجع‬a‫ ما اوم‬,‫ ما اومل رسول اهلل صلعم على إمراة من نسائه‬:‫قال انس‬
‫الناس فأطعمهم خبزا وحلما حىت شبعوا‬
Artinya : “Rasulullah Saw, tidak mengadakan walimah al-‘urs yang begitu meriah
ketika perkawinannya dengan zainab sebab pada saat itu ia hanya menyembelih
seekor kambing, baginda menyuruhku untuk mengundang kaum muslimin dalam
acara walîmah tersebut, ia hanya menghidangkan roti dan daging sehingga mereka
kenyang.
Cara mengadakan walimah al-urs’ seperti yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW yaitu walimah dapat dilaksanakan sebelum atau sesudah akad. Hal tersebut
sesuai dengan adat dan kebiasaan. walimah al-urs’dalam konteks yang sekarang
tetap sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah yaitu sebagian besar masyarakat
mengadakan pesta pernikahan dengan berbagai adat dan kebiasaan setempat.
5. Tulis dan jelaskan hadis Rasulullah SAW. tentang anjuran mempelajari
hukum waris, apa bunyi hadisnya dan bagaimana kualitas hadisnya,
berikan komentar anda terhadap hadis tersebut!
Answer
Agama Islam mengatur ketentuan pembagian warisan secara rinci dalam
al-Qur’an agar tidak terjadi Perselisihan antara sesama ahli waris. agama Islam
menghendaki dan meletakkan prinsip adil dan keadilan sebagai salah satu sendi
pembentukan dan pembinaan masyarakat dapat ditegakkan Ketentuan teresebut
tidak dapat berjalan dengan baik dan efektif, apabila tidak ditunjang oleh tenaga
para ahli yang memahami secara mendalam dan dapat melaksanakan ketentua-
ketentuan teresebut dengan baik.
Untuk itu keberadaan orang-orang yang mempelajari hukum waris
merupakan keniscayaan. Para ulama berpendapat mempelajari dan mengajarkan
fiqih mawaris adalah wajib kifayah artinya suatu kewajiban yang apabila telah ada
sebagian orang yang mempelajarinya, maka dapat menggugurkan kewajiban
semua orang. Akan tetapi apabila tidak ada seorang pun yang mempelajarinya
maka semua orang dalam lingkungan itu akan menanggung dosa ini sejalan
dengan perintah Rasulullah Saw, agar ummatnya mempelajari dan mengajarkan
ilmu waris, sebagaimana perintah untuk mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an

Artinya:“ pelajarilah oleh kalian al-Qur‟an, dan ajarkanlah kepada orang lain, dan
pelajarila pula ilmu faraid, dan ajarkan kepada orang lain. Karena aku adalah
orang yang akan terenggut(mati) sedang ilmu akan dihilangkan. Hampir saja dua
orang yang bersengketa tentang pembagian warisan tidak mendapatkan
seorangpun yang memberikan fatwa, kepada mereka.”(HR. Ahmad, al-Nasa’i dan
al-Daruqtny).
Hadis di atas menempatkan perintah untuk mempelajari dan mengajarkan
ilmu waris sejalan dengan perintah untuk mempelajari dan mengajarkan al-
Qur’an. Ini tidak lain dimaksudkan, untuk menunjukan bahwa ilmu tentang waris
merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam rangka mewujudkan
keadilan dalam masyarakat. Naluri manusia memiliki kecendrungan materialistik,
serakah, tidak adil, dan kadang memetingkan diri sendiri, maka mempelajari ilmu
faraid, sangatlah perlu. Oleh karena itu mempelajari dan mengajarkan Fiqih
mawaris yang semula fardu kifayah karena alasan tertentu menjadi fardu „ain,
terutama bagi orang –orang yang bagi masyarakat dipandang sebagai pemimpin
atau panutan, terutama pemimpin keagamaan.
Dari hadis perintah mengenai mempelajari ilmu waris didalam keluarga
sangat penting untuk menghindari perselisihan diantaranya, karena berdasrkan
fenomena yang terjadi sekarang banyak diantaranya yang tidak memahami ilmu
waris yang berakibat tidak rata nya pembagian untuk mendapatkan hak-haknya.
6. Dari hadis-hadis tentang waris yang telah anda pelajari, siapa-siapa saja
yang berhak mendapatkan harta warisan dan apa yang menjadi sebab
orang tersebut tidak mendapatkan harta warisan, lakukan intrisari poin per-
poin berdasarkan petunjuk hadis dan syarah-nya.
Answer
Yang berhak mendapatkan harta warisan yaitu seorang anak lelaki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
setengah dari harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai
anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
Menurut Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki 25 (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. Namun
berdasarkan hadis maka orang muslim tidak boleh memberikan warisan
terhadap orang kafir, kecuali hibah (memberi) hal tersebut bisa dilakukan
sebelum orang tersebut wafat dan meninggalkan harta warisannya.

Anda mungkin juga menyukai