Anda di halaman 1dari 23

0

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. M
DENGAN URETEROLITHIASIS (BATU URETER) POST DJ STENT
DAN PEMBERIAN TINDAKAN AFF DJ STENT DI INSTALASI
BEDAH SENTRAL RSD dr. SOEBANDI KAB. JEMBER

oleh:
Mahbub Rahmadani
NIM 122311101003

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Mahbub Rahmadani

Nim : 122311101003

LP : LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. M DENGAN URETEROLITHIASIS
(BATU URETER) POST DJ STENT DAN PEMBERIAN TINDAKAN AFF DJ
STENT DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD dr. SOEBANDI KAB.
JEMBER PADA TANGGAL 24 JANUARI 2017

Telah diperiksa pada :

Hari :...............

Tanggal : ..............Januari 2017

Mahasiswa
PSIK Universitas Jember

Mahbub Rahmadani
NIM. 122311101003

Pembimbing Klinik IBS Pembimbing Akademi


RSD dr.Soebandi PSIK Universitas Jember

H. Mustakim, S.Kep., Ns., MMKes Ns. Siswoyo., M.Kep


NIP. 19750225 199703 1 003 NIP.19800412 200604 1 002
2

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. M
DENGAN URETEROLITHIASIS (BATU URETER) POST DJ STENT
DAN PEMBERIAN TINDAKAN AFF DJ STENT DI INSTALASI
BEDAH SENTRAL RSD dr. SOEBANDI KAB. JEMBER

A. Konsep Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih
Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ
reproduksi dan saluran kemih. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem
urogenitalia, karena mereka saling berdekatan, berasal dari embriologi yang sama,
dan menggunakan saluran yang sama sebagai alat pembuangan, misalkan uretra
pada pria (Purnomo BB, 2011).
Sistem saluran kemih atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah sistem
organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan air kemih.Pada manusia
normal, organ ini terdiri ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli, dan
uretra.Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis,
vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada umumnya organ
urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindungi oleh organ lain
yang berada di sekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis dan uretra
(Purnomo BB, 2011).

Gambar 1. Sistem Saluran Kemih pada Manusia


1.1 Saluran Kemih Atas
a. Ginjal
3

Ginjal berasal dari metanefros yang terdiri atas bagian dorsal mesonefros
dan tonjolan ureter.Metanefros ini membentuk ureter, pielum, kaliks ginjal, dan
jaringan parenkim ginjal.Struktur ini naik ke arah dorsokranial sewaktu
perkembangannya sekitar minggu ke delapan menyatu dengan blastema dan
mengalami rotasi, sehingga akhirnya pielum dan hilusnya terletak disebuah
medial. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas.Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di
dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal,
yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf (Purnomo BB, 2011).

Gambar 2. Gambaran Batu pada Ginjal dan Saluran Kemih


Fungsi ginjal adalah mengatur komposisi dan volume cairan ekstrasel.
Secara spesifik fungsi ginjal mempertahankan cairan ekstrasel dengan cara
mempertahankan keseimbangan air seluruh tubuh dengan mempertahankan
volume plasma yang tepat melalui pengaturan eksresi garam dan air yang
berdampak pada pengaturan tekanan darah jangka panjang dan membuang hasil
akhir dari proses metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan asam urat yang bila
kadarnya meningkat di dalam tubuh dapat bersifat toksik (Kuntarti, 2006).

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi


kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin darah,
serta mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian
dibuang melalui air kemih.Fungsi tersebut diantaranya: (1) mengontrol sekresi
4

hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang berperan dalam
mengatur jumlah cairan tubuh; (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin
D; serta (3) menghasilkan beberapa hormon,antara lain: eritropoietin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah,renin yang berperan dalam
mengatur tekanan darah,serta hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai
mekanisme tubuh (Purnomo BB, 2011).
b. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk saluran kecil yang berfungsi mengalirkan air
kemih dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri
atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3)
otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang
memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan air kemih
ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lubang ureter
sehingga menyumbat aliran air kemih, otot polos ureter akan berkontraksi secara
berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara
berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter (Purnomo BB, 2011).

1.2 Saluran Kemih Bawah


a. Buli-Buli
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3
lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah
otot longitudinal, (2) ditengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional yang
sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Buli-buli
berfungsi menampung air kemih dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung air kemih,
buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa
lebih kurang adalah 300-450 ml (Purnomo BB, 2011).
b. Uretra
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air kemih ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu
uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
5

menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan katup uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra,serta katup uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior (Purnomo BB, 2011).
Mukosa uretra yang meliputi dari glans penis dibentuk oleh lapisan skuamos
epithelium. Pada bagian proksimalnya dibentuk oleh tipe lapisan transisional
(Emil,Tanagho.A, 2008).
Katup uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, katup ini terbuka.Katup uretra
eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik.Aktivitas
katup uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.Pada
saat berkemih katup ini terbuka dan tetap terutup pada saat menahan rasa ingin
berkemih.Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa kurang lebih 23-25 cm (Purnomo BB, 2011).

2. Definisi
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat
lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter
juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu
kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik.
(R. Sjamsuhidajat, 2003).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat,
calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi
bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi.
Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat
sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi
bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter
dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit
yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002).
6

3. Epidemiologi
Penyakit batu diketahui lebih sering terjadi pada pria dewasa dibanding
wanita Hal ini terkait dengan kondisi anatomi saluran urinaria pria yang lebih
panjang dan sempit.

4. Etiologi
Berikut adalah penyebab dari ureterolithiasis menurut ahli:
a. Teori epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang
paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam
urat yang ada (Purnomo BB, 2011).
b. Teori supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garamnya pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.
Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka
terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi
apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air
dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan
terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh
kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih (Purnomo BB,
2011).
c. Teori kombinasi
Beberapa ahli maupun pakar dibidang urologi berpendapat bahwa BSK
dapat terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada
(Purnomo BB, 2011).
d. Teori tidak adanya inhibitor
Telah dikenal adanya 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik.Pada
inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses
penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-
horesefall glikoprotein. Sedangkan yang jarang terdapat adalah glikosamin
glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat
7

dan zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi
dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air.
Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah
perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertingginya pada buah jeruk
(Purnomo BB, 2011).
e. Teori infeksi
Terbentuknya BSK dapat juga terjadi karena adanya infeksi dari beberapa
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada proses terjadinya BSK adalah teori
terbentuknya batu struvit yang dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan
terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat
sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu struvit) misalnya
saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp,Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus (Bahdarsyam, 2011). Teori pengaruh
infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan
BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram
negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri
tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat
apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan
menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90%
penderita BSK mengandung nano bakteria (Patologi Bahdarsyam, 2011).
f. Teori matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga berbentuk batu. Benang seperti laba-
laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air.
Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin
membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya
batu (Purnomo BB, 2011).
8

5. Klasifikasi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin,dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang
terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya batu residif (Purnomo BB, 2011). Berikut adalah klasifikasi batu
saluran kemih:
a. Batu kalsium
Batu Kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan tampilan ion
yang besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma yang
terionisasi dan tersedia untuk difiltrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium
difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi kembali di kedua tubulus
proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di tubulus pengumpul
(Stoller ,Marshall L , 2008).

b. Batu asam urat


Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat.Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh klien-
klien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, klien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya
adalah sulfinipirazone, thiazide, dan salisilat.Kegemukan, peminum alkohol,
dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini (Purnomo BB, 2011).
c. Batu struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea.Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal.Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Di
urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan
bahwa batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi
9

yang cepat dan ginjal hal ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease
yang poten (Harrison’s, 2008).
d. Batu sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak umum,
berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih tampak
seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena
mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu xiantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang
berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin
menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat.
Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning
(Stoller,Marshall L,2008).
6. Patofisiologi/ Patologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat,
asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan
merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya
juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan
vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan
hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan
pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga
urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan
hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin
rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis,
dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada
nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu.
Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat,
1998).

7. Manifestasi Klinik
10

Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga


menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik).
Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah,
daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Batu yang terletak di sebelah distal
ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing.
Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan
sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan
reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik berupa
hidroureter/hidronefrosis (Basuki, 2000). Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh
klien BSK adalah sebagai berikut:

a. Rasa nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap klien penderita BSK. Rasa nyeri yang
dialami dapat bervariasi tergantuk lokasi nyeri dan letak batu.Rasa nyeri yang
berulang (kolik) tergantung lokasi batu.Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai rasa nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, tidak jarang disertai
mual dan muntah, maka klien tersebut sedang mengalami kolik ginjal.Batu
yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik
yang menyebar ke paha dan daerah genitalia.Klien sering mengeluhkan ingin
selalu berkemih, namun hanya sedikit air kemih yang keluar, dan biasanya air
kemih disertai dengan darah, maka klien tersebut mengalami kolik ureter
(Purnomo BB, 2011).
b. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah (Marshall L.Stoller,MD, 2008).
c. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal tubuh.Gejala ini
disertai takikardi,hipotensi,dan vasodilatasi pembuluh darah di kulit (Marshall
L.Stoller, MD, 2008).
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air
kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu menegakkan diagnosis
adanya penyakit BSK (Purnomo BB, 2011).
11

e. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan saluran kemih.Infeksi yang
terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphilococcus.

8. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang pada ureterolithiasis:
a. Pemeriksaan Kontras Radiologi BNO-IVP
Pemeriksaan diagnostik kontras radiologi BNO-IVP adalah ilmu yang
mempelajari prosedur atau tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, dan buli-buli
menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras melalui vena.
Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan
klien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam
ginjal dan saluran kemih, sehingga ginjal dan saluran kemih menjadi berwarna
putih. Dengan IVP, dokter ahli radiologi dapat melihat dan mengetahui anatomi
serta fungsi ginjal, ureter dan buli-buli. Pada pemeriksaan khusus BNO
ditemukan adanya cacat pengisian dan pada IVP batu ginjal atau buli-buli serta
hidronefrosis pada pemeriksaan sonografi (Anggari, Luthfy Kharisma, 2011).
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologi dari letak anatomi dan fisiologi serta
mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter,dan buli-buli. Pemeriksaan ini
juga bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.Selain itu BNO-IVP
dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika BNO-IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde
(Purnomo BB, 2011). BNO-IVP mampu mendokumentasikan aliran kontras
pada batu ginjal atau BSK dan juga dapat melihat aliran kontras pada saluran
kemih bagian atas.Hasil foto radiologi tersebut dapat diinterpretasikan oleh
dokter ahli radiologi. Ketidaksiapan dalam mempersiapkan klien untuk
dilakukan pemeriksaan foto BNO-IVP dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan prosedur dan menghasilkan hasil foto radiologi yang tidak
12

diharapkan (Marshall L.Stoller,MD 2008). Indikasi pemeriksaan BNO-IVP ini


antara lain untuk melihat batu ginjal, batu saluran kemih, radang ginjal, radang
pada saluran kemih, batu ureter, tumor, dan hipertrofi prostat (Purnomo BB,
2011).
b. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan sel darah merah, sel darah putih, Kristal, serpihan mineral,
bakteri, PVS: pH mungkin asam atau alkaline.
c. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat mungkin
meningkat.
d. Kultur urine mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih (Stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
e. Survey biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein, elektrolit.
f. BUN (Blood Ureum Nitrogen)/ kerati, serum dan urine: abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruksi pada
ginjal menyebabkan iskemia/ nekrosis.
g. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peninggian kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
h. Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan
infeksi/ septicemia.
i. Hb/Ht: abnormal bola klien dehidrasi berat atau polisistemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal
ginjal).
j. Hormone Paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine).
k. Foto Ronsen KUB: menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomic
area ginjal dan sepanjang ureter.
l. Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan atau efek obstruksi.
m. Scan CT: mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain: ginjal,
ureter dan distensi kandung kemih.
n. Ultrasound ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
13

9. Penatalaksanaan Farmakologi
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada BSK
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena
sesuatu indikasi sosial (Purnomo BB, 2011).
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan batu dapat keluar secara spontan.Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran air kemih dengan
pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu
keluar dari saluran kemih (Purnomo BB, 2011).
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithoripsy)
ESWL banyak digunakan dalam penanganan BSK. Prinsip dari ESWL adalah
memecah batu di saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin
yang di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Setelah
itu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu
kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan
kecil, agar bisa keluar saat berkemih tanpa adanya rasa nyeri (Purnomo BB,
2011).
c. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
ke dalam saluran kemih.Alat ini dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada buli.Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha untuk mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
14

2. Litotripsi adalah tindakan memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan
batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah tindakan memasukkan alat
ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di
dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi atauureterorenoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia adalah tindakan mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui keranjang Dormia (Basuki B.Purnomo, 2011).
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat sedang
berkembang.Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter (Purnomo
BB, 2011).
e. Bedah terbuka
Pada umumnya, di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Tidak jarang klien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan
ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang
menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (Purnomo BB, 2011).

10. Penatalaksanaan Non Farmakologi


Berikut adalah penatalaksanaan non-farmakologi untuk penyakit batu
saluran kemih:

a. Minum air banyak


Biasanya orang yang terkena penyakit batu ginjal mereka sering tidak
memperhatikan asupan cairan didalam tubuh, sehingga kotoran yang terdapat
dalam makanan menjadi pekat dan mengendap menjadi batu. Minum air
sangatlah penting untuk melarutkan batu yang terdapat pada ginjal tersebut
sedikit-demi sedikit. Air yang baik untuk penderita penyakit gagal ginjal
15

adalah air putih atau air mineral. Minumlah sebanyak minimal 8 gelas setiap
hari, agar membantu melarutkan kotoran pada ginjal tersebut.
b. Makan semangka
Semangka merupakan buah yang sangat segar dan mengadung banyak air.
Buah ini didalam tubuh mampu menjadi pembersih yang baik, maka dari itu
jika Anda mengalami penyakit gagal ginjal, konsumsilah semangka secara
rutin setiap hari, jika tidak ada semangka Anda bisa mengonsumsi buah
melon sebagai penggantinya karena memiliki kandungan yang sama.
c. Kurangi Asupan oksalat
Makanan yang tinggi akan kandungan oksalat akan memicu terbentuknya
batu ginjal yang lebih besar. Makanan yang banyak mengandung oksalat
seperti bayam, coklat, kacang-kacangan, blueberry dan bit, maka hindari
makanan seperti itu.
d. Hindari beberapa jenis makanan berikut
Makanan seperti gula, alkoho*l, makanan cepat saji, kafein, soda dll yang
perlu dihindari oleh penderita penyakit gagal ginjal, selain itu Anda harus
menghindari makanan yang banyak mengandung protein seperti daging, telur
dan masih banyak lagi.
e. Olahraga secara teratur
Olahraga akan membantu proses metabolisme dalam tubuh, proses
metabolisme salah satunya dilakukan oleh ginjal, organ ini akan mengolah air
menjadi urin, nah jika ginjal kita bermasalah maka kita harus membantu
proses metabolisme tersebut dengan berolahraga secara rutin, minimal
lakukan olahraga selama 30 menit setiap hari.

11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ureterolithiasis adalah sebagai
berikut:
a. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan
kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
sepsis, trauma vaskuler,hematuria. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi,
ISK dan migrasi stent.
16

b. Komplikasi jangka panjang adalah Gagal ginjal akut sampai kronis. Striktur
tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih
besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi ( IVP ) pasca
operasi( Suparman, et.al. 2003 ).

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien
1. Nama: untuk menghindari kesalahan klien dan
prosedur
2. Umur: Puncak insiden dari batu urin dengan gejala
adalah pada decade ketiga dan keempat.
3. Jenis kelamin: Penyakit batu diketahui lebih sering
terjadi pada pria dewasa dibanding wanita, hal ini terkait dengan
kondisi anatomi saluran urinaria pria yang lebih panjang dan sempit.
4. Agama: agama tidak mempengaruhi terjadinya
COB.
17

5. Pekerjaan: untuk mengetahui resiko terjadinya batu


saluran kemih dari riwayat pekerjaan yang dilakukan.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga.
c. Genogram
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, tanda vital.
b. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
1. Breathing : Tidak ada gangguan dalam
sistem pernapasan.
2. Blood : Frekuensi denyut nadi meningkat,
akral hangat, CRT < 3 detik, perfusi perifer baik.
3. Brain : Kesadaran : Composmentis GCS: E
= 4, V = 5, M = 6 MK: Tidak ada masalah keperawatan sistem
persarafan pada klien batu kandung kemih, melainkan ada faktor
pemicu terjadinya gangguan pada sistem persarafan
4. Bladder : Frekuensi berkemih yang
meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa
tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari,
penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat
berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih,
hematuria.
5. Bowel : Keluhan gastrointestinal seperti
nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
6. Bone : Klien mengalami kelemahan fisik.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
ginjal
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, obstrukai mekanik dan peradangan.
18

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi uretral,


trauma jaringan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anorexia.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur
invasif.
7. Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik: nyeri
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
21

D. Intervensi Keperawatan

E.
F. Diagnosa G. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) H. Intervensi (NIC)
No
I. J. Resiko K. Fluid Balance M. Electrolyte monitoring
1 ketidakseimbang a. Turgor kulit elastic a. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
an elektrolit b. Intake dan output cairan seimbang elektrolit
berhubungan c. Membrane mucus lembab b. Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit
dengan disfungsi d. Vital signs klien dalam rentang normal c. Monitor adanya mual,muntah dan diare
ginjal L. N. Fluid management
a. Monitor status hidrasi ( membran mukus, tekanan
ortostatik, keadekuatan denyut nadi )
b. Monitor keakuratan intake dan output cairan
c. Monitor vital signs
d. Monitor pemberian terapi IV
O. Vital sign monitoring
P.Monitor vital sign klien
Q. R. Gangguan T. Setelah diakukan tindakan keperawatan 1. Observasi
2 eliminasi urine pola eliminasi urine klien normal. pola berkemih klien dan produksi urine setiap jam
b.d stimulasi a.TTV dalam batas normal 2. Observasi
kandung kemih b.Tidak ada keluhan dalam melakukan BAK input dan output cairan klien.
oleh batu, c.Produksi urine 500cc/jam 3. Palpasi
obstrukai d.Tidak ada distensi kandung kemih kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
mekanik dan e.Tidak terjadi hematuri 4. Anjurkan
peradangan. f. Urine tidak keruh. untuk BAK setiap 3-4jam.
S. 5. Anjurkan
untuk minum minimal 2000cc/hari.
6. Kolaborasi
dengan tim medis dengan pemberian antimikroba.
U. V. Nyeri akut b.d W. Setelah diberikan tindakan keperawatan X. NIC:
3 peningkatan klien mengatakan nyerinya berkurang. Y. Pain Management
22

E.
F. Diagnosa G. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) H. Intervensi (NIC)
No
frekuensi a. Secara subyektif pernyataan nyeri Z. 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kontraksi uretral, berkurang atau teradaptasi termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
trauma jaringan b. Skala nyeri menurun dan faktor presipitasi
c. TTV dalam batas normal dan klien terlihat AA. 2.Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
tenang. AB. 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
AC. 4. Tingkatkan istirahat
AD. 5.Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
AE. AF. Ketidakseimbang AH. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi status nutrien klien, turgor kulit, BB, riwayat
4 an nutrisi kurang keperawatan klien dapat mempertahankan mual/muntah dan intregitas mukosa.
dari kebutuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat. 2. Pertahankan kebersihan mulut.
b.d anoreksia , a. Menunjukkan peningkatan nafsu makan 3. Berikan makanan selagi hangat.
muntah dan dan menunjukkan peningkatan BB 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dengan memberikan diet
gangguan b. Klien tidak merasa mual muntah makanan rendah kalsium.
pencernaan. c. Klien tidak terlihat lemas dan pucat
AG. d. Mengalami peningkatan BB.
e. Lab :
AI. Protein : (N : 6,1-8,2 gr), Albumin (N :
3,8-5,0 gr), gula darah PP (100-120 mg/dl)
dalam batas normal.
AJ. AK. Resiko AL.Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi TTV klien
5 infeksi b.d pada klien tidak terjadi infeksi, terjadi 2. Observasi luka pasca operasi klien
prosedur invasif, perbaikan pada integritas jaringan lunak. 3. Lakukan tindakan rawat luka setiap hari
prosedur a.TTV dalam batas normal 4. Berikan nutrisi tinggi protein
pembedahan b.Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik.
rubor, tumor, dan fungsio laesa)
c.Luka psaca operasi menunjukkan integritas
yang baik.
23

E.
F. Diagnosa G. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) H. Intervensi (NIC)
No
AM. AN. Deprivasi AO. AP. Manajemen lingkungan: kenyamanan (6482)
6 tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif, batasi
berhubungan diharapkan klien tidak terganggu saat tidur jumlah pengunjung dan waktu berkunjung
dengan dengan kriteria hasil: 2. Sesuaikan suhu ruangan yang paling menyamankan
ketidaknyamana a. Suhu ruangan dalam batas normal (25 0C) individu
n fisik: nyeri (200903) AQ.
b. Efek terapeutik yang diharapkan dapat AR. Terapi Relaksasi (6040)
tercapai 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa distraksi
c. Intoleransi pengobatan tidak terjadi dengan lampu yang redup suhu lingkungan yang nyaman
d. Respon terhadap nyeri dapat diatasi 2. Latih untuk relaksasi bernapas dalam, pernapasan perut
AS.
AT. Pemberian Obat (2300)
1. Resepkan atau rekomendasikan obat yang sesuai
berdasarkan kewenangan untuk meresepkan: obat
penenang, penghilang nyeri
2. Beritahukan klien dan keluarga mengenai jenis obat, alasan
pemberian obat, hasil yang diharapkan dan efek yang akan
terjadi sebelum pemberian obat
0

AU. DAFTAR PUSTAKA

AV. Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth


Edition. Mosby: Elsevier.
AW.
AX. Depkes RI. 2008. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Tahun 2007.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
AY.
AZ. Doenges, M., Moorhouse, M., & Murr, A. 2010. Nursing Care Plans. USA:
Mosby.
BA.
BB. Moorhead., Johnson., Maas., & Swanson. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). fifth Edition. USA: Mosby.
BC.
BD. NANDA International . 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC
BE.
BF. Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth
Edition. Mosby: Elsevier.
BG.
BH. Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan
Kritis: Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
BI.
BJ. Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
BK.
BL. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
BM.
BN. Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung
Seto.
BO.
BP. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
BQ.

Anda mungkin juga menyukai