Imam Maulana FSH
Imam Maulana FSH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Syariah (S.Sy)
Oleh :
Imam Maulana
N I M :1111045200002
SKRTPSI
Oleh:
Imam Vaulpna
NIM. 1111045200002
Di Bawah Bimbingan:
Skripsi berjudul "Sanksi Bughat dan Makar: Men urut Perspektif Hukum Islam
dan Hukum Positr telah diujikan dalam Sidang Munaciashah Fakultas Syariah
dan Hulcum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 17 September 2015 M/ 04 Dzulhijjah 1436 H. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program
Studi Hukum Tata Negara (Siyasah).
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
111111
Dr. Ase • a udin Ja ar MA.
NIP. 19691216 199603 1 001
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan
kekhalifahan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat
manusia secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak
luput kepada risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan
mereka semua yang telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid di atas muka
bumi ini dan membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani kehidupan
Adanya bimbingan, kritikan dan masukan yang sangat berarti diperlukan penulis
untuk dapat lebih menyempurnakan dan memperbaiki agar penyajian skripsi ini
lebih sempurna.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah
perjalanan ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis
dengan melewati itu semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap
v
Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang
penulis hadapi. Butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis
faham bahwa dalam mengerjakan skripsi bukan perkara yang mudah karena butuh
ketelitian dan kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu
bisa diatasi berkat motivasi dan dorongan yang diberikan oleh semua pihak yang
membantu dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan
menyayangi kalian, dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin penulis
sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan yang
2. Ibu Dra. Maskufa, MA, Sebagai Ketua Program Studi Siyasah Syar’iah yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Selaku Sekretaris Program Studi Siyasah Syar’iyah
sebaik-baiknya.
4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Selaku Dosen Penasehat Akademik
vi
sehingga skripsi dapat diseminarkan dengan baik.
5. Bapak Dr. Alfitra, SH., M.Hum dan Ibu Masyrofa, S.Ag., M.Si. Selaku dosen
pembimbing yang sangat penulis hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan
penulis sehingga banyak hal baru yang penulis dapatkan selama bimbingan
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hidayatullah Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan
Syafe’i, S.Ag dan Ibu Junaeni yang senantiasa tiada henti mendoakan penulis,
moral maupun materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakakku tercinta
Neneng Nurhaeni dan Syaiful Hadi, S.Pdi dan seluruh keluarga besar (alm) H.
Emed dan keluarga besar (alm) Abah Ismail terima kasih untuk segala doa
yang kalian berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan kasih sayang-
mimpi dan juga untuk keluarganya, terima kasih untuk segala doa dan
Sukabumi tidak lupa ta’dzim dan hormat penulis dan terima kasih atas doa dan
vii
ilmu yang sangat berguna bagi penulis dalam membentuk kepribadian yang
lebih baik lagi. Tak lupa juga guru dan orang tua penulis Babeh Supandi Kp.
Lemo terima kasih atas doa yang beliau berikan kepada penulis.
10. Sahabat tercinta Gilang (Dagul), Martin (Kibo), Iqbal (Bapur), Iskandar (Ace),
Bima Aditya, Davi Amanas Putra, Fauzi A, Yusuf Dj, Qoka, Ashof, Dahlan,
Febryansyah (Ahonk), Yoga, Syarif H, Paul dan Fawaid. Terima kasih atas
angkatan 2011, Andi, Hera, Lisna, Merry, Tiwa, Arista, Tomi, Uti, Dwi,
Anwar, Fajar, Devi, Fifit, Gilang, Mun'im, Rezi dan Buya. Dan tidak lupa juga
12. Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok SUDESI 2014.
Untuk Zahir, Herga, Ahsan, Ihsan, Aji, Ajo, Mizar, Dewi, Annisa, Tantri,
Heni, Citra, Rani dan Yani. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang
sangat berkesan. Terima kasih semua atas perhatian dan dukungannya. Dan
tak lupa kepada warga Kp. Lemo khususnya Bapak Lurah Arban, Bang Baron,
Emak Encum, Bang Dedi, Fikri, Alung, Yogi dan Yosef. Terima kasih untuk
13. Kepada semua pihak yang sudah membantu penulis, mohon maaf apabila
belum disebutkan. Akan tetapi, penulis berdo’a semoga agar kebaikan dan
yang terlihat maupun tersembunyi, untuk itu penulis sangat berharap mohon maaf
viii
untuk segala hal tersebut. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat
Penulis
Imam Maulana
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.……………………………………………………… i
ABSTRAK…………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. v
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1
Kekuatan .......................................................................... 31
x
D. Dasar Hukum Bughat ............................................................. 34
Negara............................................................................... 54
A. Kesimpulan ............................................................................ 82
B. Saran ....................................................................................... 85
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Politik dan agama Islam sangat erat hubungannya. Bahkan tidak bisa
dipisahkan satu dari keduanya. Konsep politik Islam selalu berlandaskan nilai-
nilai dan ajaran agama Islam. Bukan hanya politik saja, melainkan seluruh
aspek kehidupan manusia telah diatur oleh Islam. Jadi, sangat tidak mungkin
jika konsep politik Islam justru terlepas dari Islam. Namun, dalam perjalanan
maupun pemberhentian kepala negara, tidak ada yang baku dalam proses
keduanya itu.
Kepala negara tidak lain adalah wakil rakyat. Rakyatlah yang berhak
apabila diperoleh cukup alasan untuk itu. Maka sebagai upaya terciptanya
prinsip check and balance, masyarakat memiliki hak untuk mengawasi tindak
tanduk kepala negara itu. Oleh karena itu, apabila kepala negara tersebut
berlaku dan diberlakukan (syari’at atau hukum), maka rakyat berhak menegur
ataupun memecatnya.1
1
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Islam dan Politk Bernegara, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 171
1
2
Islam. Hukum Pidana Islam yang biasa disebut sebagai Fiqh Jinayah adalah
ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang
dilarang (jarimah) dan sanksi hukumnya (uqubah), yang diambil dari dalil-
dalil yang terperinci.3 Bughat dalam hukum Pidana Islam adalah golongan
yang melawan Khalifah yang sudah sah dan tidak melakukan sesuatu yang
kepemimpinan politik atau al-imarah. Dalam soal ini prinsipnya jelas, seperti
hal penting dalam kepemimpinan. Ketaatan disini bisa bermakna tidak keluar
2
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 96
3
Muhammad Amin Suma…et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek dan
Tantangan), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. ix
4
A. Hasan, Ibnu Hajar Al-Asqalani Bulughu al-Maram, Terjemahan Bulughul Maram.
Jilid II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1967) h. 186
5
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Ayat Pokok Bergaris) Departemen Agama RI,
(Semarang: CV. Asy-Syifa, 1998)
3
ketaatan ini untuk menjaga kelangsungan sistem sosial agar tidak terjadi
kota.6
Melawan imam bukan cara yang tepat untuk menegakkan kebenaran dan
terhadap orang yang sah kepemimpinannya adalah haram sebab imam yang
Dalam sebabnya, bughat disebabkan tidak lepas dari tiga pra kondisi:
Pertama; bughat disebabkan hanya sebatas masalah akses politik dan ekonomi
yang ketiga, bughat tidak bisa dilepaskan karena pemerintah yang melakukan
tindakan represif dan dzalim kepada rakyat. Dalam konteks ini bughat menjadi
6
http://m.nu.or.id/Bughat-.phpx. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015
7
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy,
Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007),
h. 245
8
www.pandanganislammengenaiseparatisme.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015
4
Namun tetap saja, apabila melihat pada apa yang ditimbulkan oleh
hak.10
Ketuhanan Yang Maha Esa, harkat dan martabat manusia, dan hak asasi
manusia secara bijaksana dan adil kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa
sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tiga ratus lima puluh tahun bangsa
Indonesia dijajah oleh bangsa asing (Belanda) dan didalam masa perjanjian
9
http://asysyariah.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015
10
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadist), penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, (Jakarta: Almahira, 2010),
Cet. I, h. 245
11
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 55
5
terselip pula bangsa-bangsa lain yang ikut berusaha untuk memiliki negeri ini.
Tercatatlah bangsa Jepang dan Inggris, dan selama itu pula bangsa Indonesia
1945 Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia mengucapkan
September 1948 gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) secara terbuka dan
Indonesia.13
Karno) yaitu yang terjadi pada tanggal 30 November 1957, yang dikenal
12
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986), h. 9
13
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 9
14
Jusuf Abdullah Puar, Peristiwa Republik Maluku Selatan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1956), h. 33, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10
15
Peristiwa Cikini, (Jawatan Penerangan Provinsi Aceh, 1967), h. 17, dikutip dari Djoko
Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10
16
Peristiwa PRRI di Sumatra Barat, (Khusus Kementrian Penerangan RI, 1962), h. 16.
dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10
6
yaitu yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan
ini, maka pengaturan beserta sanksinya ada dalam rumusan KUHP Buku II
17
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10
18
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976), h. 623
19
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet. 17, h. 44
20
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 44
7
maupun hukum pidana Islam adalah merupakan bentuk kejahatan yang sangat
berbahaya dan juga dikategorikan sebagai kejahatan politik yang memiliki ciri
motif dan tujuan yang berbeda dari kejahatan biasa serta diancam dengan
sanksi pidana yang berat. Karena tindak pidana makar dan bughat ini pada
dasarnya adalah konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan pihak penguasa
negara, maka demi menciptakan hubungan yang harmonis antara rakyat dan
pendidikan bagi seluruh warga negara, dan rakyat sendiri juga harus dapat
Undang itu bukan pekerjaan mudah, dan juga bahasa merupakan bagian dari
budaya tertentu dan corak bahasa hukum atau bahasa Undang-Undang berbeda
dengan bahasa kitab kuning. Maka dari itu membutuhkan kerja sama yang luar
biasa dari para pakar hukum umum dan para pakar hukum Islam untuk
21
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45
8
“bughat” tidak bisa disamakan begitu saja tanpa melewati proses transfer
bahasa.
Masalah yang berkaitan dengan bughat dan makar dapat ditinjau dari
bughat dan makar ini. Adapun masalah pokok penelitiannya sebagai berikut:
Indonesia?
hukum Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap makar di
Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh,
yang ditulis oleh Iyan Fitriyana pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum
30S/PKI.
10
“Tindak Pidana Makar Menurut KUHP yang ditulis oleh Djoko Prakoso.
Dalam buku ini menjelaskan tentang tindak pidana makar. Buku ini
Rapikul Ihsan pada tahun 2012 Fakultas Ushuludin UIN Jakarta Syarif
dalam Al-Qur’an tentang pemimpin yang tidak amanat dan mengenai kriteria
Islam yang ditulis oleh Abdul Qadir Audah. Buku yang berjumlah beberapa
jilid ini banyak sekali menjelaskan apa yang menjadi kajian penulis dalam
penulisan skripsi ini, seperti pengertian bughat, pendapat para fukaha maupun
E. Metode Penelitian
ini, karena metode penelitian ini dapat menentukan langkah-langkah dari suatu
lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
data primer dan sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan
skripsi ini.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer adalah sumber data yang ada kaitannya langsung
dengan tema skripsi ini. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
langsung dengan tema skripsi ini. Adapun sumber data sekunder yang
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis
4. Teknik Penulisan
lima bab, dimana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan
BAB I : PENDAHULUAN
Hukum Positif.
BAB V : PENUTUP
a. Pendapat Malikiyah
b. Pendapat Hanafiyah
negara) yang sah dengan cara tidak sah. Pemberontak (al-bagi) berarti
orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang benar dengan cara
1
Ali Muthohar, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2005), h. 228
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989), h. 69
3
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,
h. 234
14
15
tidak benar.4
c. Pendapat Syafi’iyah
mereka, dan mereka ini memiliki kekuatan, alasan, serta orang yang
mereka taati.
kekuatan dan pemimpin yang ditaati dari imam dengan alasan (takwil)
yang salah.5
d. Ulama Hanabilah
yang keluar dari imam meski imam tersebut tidak adil sekalipun
keluar dari imam yang sah yang berasal dari kelompok yang memiliki
kekuatan.8
7
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,
h. 234
8
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,
h. 234-235
9
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,
h. 235
17
madzhab, yang didasarkan atas unsur yang paling mendasar. Definisi tersebut
perlawanan.10
sebuah negara. Namun, jika dilihat dari motif yang melatarinya ketiganya
seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain, baik dilakukan di dalam
rumah atau di luar rumah yang bertujuan untuk menguasai harta orang lain
10
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,
h. 235
11
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 127
12
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2006), h. 1263
18
namun, ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh bughat seperti di bawah ini:14
terhadap imam dan menolak menunaikan hak yang dihadapkan kepada mereka
13
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993),
Cet V, h. 246
14
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadist), h. 245
15
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadist), h. 246
19
sama dan melakukan sesuatu dengan kendali yang sama. Jadi, tidak ada
dan kekuatan yang mereka miliki, selama mereka tidak memiliki pemimpin,
luas sebagai orang yang memiliki hati yang sangat lembut dan perasa. Dia
ramah, baik budi dan sangat setia. Namun pada saat berada di puncak
16
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadist), h. 246
17
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Penerjemah Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2000), Cet I, h. 134
20
demikian melebar, Thaif, Mekkah dan Madinah saat itu merupakan tiga
kota yang tetap loyal, sementara wilayah Arab yang lain telah dipenuhi
menghembuskan api pemberontakan dari dalam tubuh umat. Dan pada saat
yang sama, kaum pemberontak itu didukung oleh munculnya empat orang
karena Rasulullah SAW saat itu sedang sakit. Abu Bakar bersikeras untuk
18
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 135
19
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 136
21
tindakan itu tidak diambil karena waktunya demikian kritis. Karena pada
saat itu Madinah akan kekosongan orang dan akan menjadi sebuah kota
dan konsiliasi. Namun, dengan tegas dia menampik konsiliasi dengan para
luar kota Madinah. Pada masa ini, Khalifah Umar telah mampu
20
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 135
21
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 136
22
yang sukses dan terpandang, dia meninggalkan harta warisan yang sangat
semakin banyak.22
agama yang dia peluk. Pada saat hijrah ke Madinah, dia membeli sebuah
sumur untuk kaum Muslimin yang saat itu masih belum bisa mengambil
air yang bersih dan tawar. Pada saat ada panggilan jihad ke Tabuk, dan
22
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 173
23
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 174
23
Yang meliputi berbagai hal, seperti politik, agama, ekonomi dan lainnya.
pemberontakan ini adalah Abdullah bin Saba’. Dia adalah seorang Yahudi
asal Yaman, yang masuk Islam saat Utsman berkuasa memainkan peran
Bashrah dan Kuffah. Namun dia berhasil ke Syiria dan bertemu dengan
dengan cara inilah dia memecah belah umat. Dia gemar dan sukaria
24
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 186
25
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 182-183
24
Berbagai surat disebar atas nama Ali, Thalhah, dan Zubair, yang
di halaman Ka’bah dan sejak kecil diasuh oleh Khadijah, istri pertama
Rasulullah SAW. Ali r.a hidup bersama Rasulullah SAW di Mekkah dan
dia memiliki kedudukan tersendiri karena dia bergaul secara dekat dengan
Rasulullah SAW, baik sebelum maupun setelah Islam. Gurunya tak lain
belajar Al-Qur’an.28
menggantikan Utsman bin Affan r.a yang mati terbunuh di tangan kaum
bertambah kritis dan suasana politik semakin eksplosif akibat tindakan Ali
para pembunuh Utsman. Hal yang sama juga dituntut oleh Aisyah,
Thalhah dan Zubeir. Tuntutan ini tak dapat dipenuhi oleh Khalifah Ali r.a.
para pejabat pemerintahan. Ternyata para pejabat baru yang diangkat oleh
Ali menimbulkan pro dan kontra di kalangan rakyat daerah. Ada yang
menerima dan ada pula yang menolak, serta ada yang bersikap netral
seperti Mesir dan Bashrah. Pengiriman para pejabat baru ini dilakukan
Ali. Bahkan, pembantu dekat Ali ada yang meniggalkannya dan bergabung
dengan Muawiyah. Mereka tidak suka cara pengawasan Ali yang ketat
Aisyah, segera mengirim utusan untuk mencari jalan damai. Namun, usaha
itu gagal. Maka Ali pun memberlakukan hukum darurat dan menyatakan
perang terhadap para pembangkang dan pemberontak itu. Tentu, Ali punya
yang dipimpin oleh Aisyah, Thalhah dan Zubeir pada tahun 36 Hijriah
yang terkenal dengan Perang Jamal. Dalam perang ini kemenangan berada
31
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 155
32
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 157
27
dengan Perang Shiffin pada tahun 37 Hijriah. Perang ini dihentikan dengan
berdamai yang disiasati oleh Amr bin Ash. Hasil dari Majelis Tahkim ini
rekayasa dan siasat Amr bin Ash, secara sepihak memberhentikan Ali dari
peristiwa tahkim itu mayoritas umat Islam tetap mengakui Ali sebagai
dianggap sebagai sekte pertama dalam Islam.34 Ali menyuruh Ibnu Abbas
bahwa keputusan yang diambil itu tetap merujuk kepada Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Dan andaikata itu tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah, maka Ali tidak akan menerima begitu saja dan pasti
33
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 158
34
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 158
28
dirukunkan.35
Ash. Ketiga orang inilah yang mereka anggap sebagai orang-orang yang
dan Fustat.
Muawiyah selamat dan tidak terluka sedikitpun, sedangkan Amr bin Ash
sedang sakit sehingga tidak memimpin shalat di Mesjid pada hari itu dan
ke tubuh Ali.
Pada usia enam puluh tahun, Ali meninggal akibat kejahatan yang
tahun sembilan bulan. Meskipun dia dihadapkan dengan intrik yang terus
dendam.36
yaitu:
Kewajiban atau hak tersebut bisa merupakan hak Allah yang ditetapkan
untuk kepentingan masyarakat, dan bisa juga berupa hak individu yang
ini boleh karena ketaatan tidak diwajibkan kecuali di dalam kebaikan, dan
36
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 222-223
37
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 111
38
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 111
30
tetap wajib didengar dan ditaati. Masuk dalam kategori pemimpin negara
yang wajib ditaati adalah wakilnya, para menteri, para hakim, dan semua
aparat keamanan.39
pendapat yang marjuh (lemah), apabila seorang imam itu fasik, zalim, dan
jabatannya.40
sebagai berikut:41
39
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 63
40
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 113
41
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 66
31
Thalib.
sebab itu menurut ulama fiqh, sikap sekedar menolak kepala negara yang
sikap Ali bin Abi Thalib yang tidak mau membaiat Abu Bakar atau sikap
Ibnu Umar dan Abdullah bin Zubair yang tidak mau mengakui keabsahan
42
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 67
43
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 67
32
Setelah itu, ia membaiat Abu Bakar. Adapun orang yang hingga wafat
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mengenai hal ini, Imam Al-
Syafi’i mengatakan:
pemberontakan.46
adanya niat yang melawan hukum dari mereka yang membangkang. Unsur
untuk keluar dari imam, atau tidak ada maksud untuk menggunakan
pemberontakan.
47
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70
48
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70
34
adanya niat untuk memberontak, karena dalam hal ini ia tidak dihukum
orang yang tidak taat lagi kepada pemimpin dan berusaha menggulingkan
pemerintahan yang sah. Hal ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi adalah
konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan penguasa (pemimpin). Di dalam
terhadap pemimpin. Namun, perlu diingat bahwa taat disini bukan berarti taat
50
Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughu al-Maram, (Beirut: Pustaka Daru Ihya al-Kutub al-
Arabiyah, 775 H-825 H), hal. 253
51
Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani Al-Shan’ani, Subul Al-Salam, (Indonesia, Dahlan),
jilid IV, h. 254, dikutip dari M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 72
BAB III
akal buruk, tipu muslihat atau perbuatan dengan maksud hendak membunuh
arti harfiah adalah penyerangan atau serangan. Istilah aanslag ini juga
terdapat dalam KUHP yakni pada Pasal-Pasal 87, 104, 105, 106, 107, 130,
139a, 139b, 140. (Pasal 105 dan 130 dianggap tidak berlaku berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 13). Namun makar
yang dimuat dalam Pasal 139a, 139b dan 140 KUHP tidak masuk dalam bab
kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat dan
wakilnya.3
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 623
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka), Edisi ke I, h. 618
3
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet I, h. 7
4
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 7
36
37
khusus yang berhubungan erat dengan syarat-syarat yang ada dalam hal untuk
5
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15
6
Engelbrecht, Kitab Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Republik Indonesia,
tahun 1960, h. 1402, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15
7
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15
8
Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: PT.
Eresco, 1980), h. 187
9
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 16
10
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8
38
Menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP ada tiga syaratnya yang harus ada
a. Niat.
b. Permulaan pelaksanaan.
kehendaknya.12
Maksud sebenarnya dari Pasal 53 (1) KUHP itu agar pembuat (dader)
yang belum selesai mewujudkan kejahatan juga dapat dipidana, yakni dengan
ketentuan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada si pembuat yang tidak
selesai itu setinggi-tingginya ialah pidana yang ditetapkan pada kejahatan itu
pertanggungjawaban pidana bagi pelaku percobaan itu lebih ringan dari pada
11
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 26
12
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8
13
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8-9
39
makar (Pasal 87 KUHP) bukan nama atau kualifikasi dari suatu kejahatan
a. Adanya niat.
atau maksud yang terlarang seperti pada Pasal 104, 106, 107 KUHP.14
Dapat disimpulkan bahwa makar itu adalah suatu wujud tingkah laku
tertentu yang telah memenuhi tiga unsur dari Pasal 53 (1) KUHP, yang artinya
terpenuhi tiga syarat seperti yang dijelaskan dalam Pasal 53 (1) KUHP.
dari pihak penjajah, Indonesia masih belum bisa berdiri tegak kokoh dalam
Indonesia datang dari rakyat Indonesia itu sendiri. Sebagai contoh peristiwa
14
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 9
40
15
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 1992), Edisi
1, Cet 2, h. 7
16
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 7
41
kali dalam Kongres di Jakarta pada bulan Juni 1924 yang diadakan
diantaranya adalah:
17
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 8
18
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 16
42
19
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 17
43
Banteng.
(SPDT).20
menentang PKI.
3) Gerakan 30 September/PKI
PKI.21
21
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008), h. 8
22
Alex Dinuth, Dokumen Terpilih Sekitar G.30.S/PKI. (Jakarta: Intermasa, 1997), h. viii
46
seluruhnya terkumpul.23
23
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia, h. 20
24
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia, h. 21
47
25
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia, h. 22
48
30 September”.26
b. Pemberontakan DI/TII
dalam bangsa Indonesia rupanya belum berakhir. Bukan dari pihak asing,
26
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia, h. 22
27
Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan
Indonesia, h. 23
49
di Gunung Cupu.
28
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi”,
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), Cet I, h. 405-406
29
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948 diatas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral,
yaitu USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjunng Priok, Jakarta.
50
Islam.30
30
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.
406
31
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.
407
51
dapat dipadamkan.32
32
http://www.artikelsiana.com./2014/09/pemberontakan-DI/TII-cara-pemerintah-
penanggulangannya.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015
52
oleh Amir Fatah. Pada tahun 1948, ia membawa tiga kompi pasukan
ke desa Pengarasan.34
33
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.
408
34
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.
408
53
senjata TNI yang ada di pos tersebut. Mereka juga menculik rakyat dan
gerakan Amir Fatah ini. Untuk menumpas gerakan Amir Fatah ini,
Akibat serangan ini Amir Fatah pun melarikan diri. Pada Oktober
gerakannya oleh TNI dan pada saat itu pula gerakan Amir Fatah di
sebagaimana dimuat dalam Bab I Buku II KUHP, terdiri dari 3 bentuk, yaitu:36
35
Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.
408
36
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 11
54
Presiden atau Wakilnya yang dirumuskan dalam Pasal 104 KUHP itu
pemerintahan
tertulis disertai dengan unjuk rasa yang menghendaki supaya Presiden atau
makar.38
37
Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan
Tantangan), (Jakarta: Pustaka Firdaus,2001) Cet I, h. 71
38
Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan
Tantangan), h. 74
55
dan keutuhan wilayah ini adalah juga berupa kejahatan makar. Kejahatan
makar yang dimaksud ini adalah yang dirumuskan pada Pasal 106 KUHP,
yang jika dilihat dari Pasal 53 KUHP adalah berupa perbuatan pelaksanaan
telah terpisahnya sebagian wilayah dari wilayah kesatuan negara RI. Yang
39
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 19
56
harus timbul bukan akibat-akibat itu, akan tetapi wujud perbuatan yang
apabila dilihat dari Pasal 53 (1) KUHP adalah dapat berupa wujud
Pemerintahan Negara
alatnya seperti anggaran dasar, program kerja, tujuan yang ingin dicapai
dan sebagainya yang semua wujud-wujud kegiatan itu menuju pada suatu
40
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 19-20
57
bentuk, yaitu:
KUHP);
memfokuskan pada Pasal 104 KUHP, Pasal 106 KUHP, Pasal 107
KUHP, Pasal 108 KUHP dan Pasal 110 KUHP. Berikut uraian pasal
tersebut:
a) Kejahatan Makar
41
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1978), h.
11
58
KUHP.42
b) Kejahatan Pemberontakan
42
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986), h. 9
43
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, h. 43
44
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45
59
45
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46
46
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 47
60
subversi adalah:
47
Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan
Subversi.
61
48
Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan
Subversi.
49
Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan
Subversi.
62
“jala tidak berujung” yang dapat menjerat siapapun. 51 Dan juga sanksi
Pasal 107 a, 107 b, 107 c,107 d, 107 e, dan 107 f KUHP. Kejahatan-
52
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Pencabutan
Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.
53
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
64
54
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 173
55
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45
56
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45
57
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46
65
58
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46
59
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46
BAB IV
akan mendapatkan jarimah hudud dan hukuman sesuai dengan kejahatan yang
66
67
pasukan maupun kekuatan senjata dan tidak memiliki daerah pertahanan yang
memiliki alasan yang kuat atas pemberontakannya itu, kecuali jika perusakan
bahwa bughat harus bertanggungjawab atas perbuatan dan semua barang yang
hukuman mati atau diperangi, hal ini sesuai dengan apa yang terkandung di
dalam Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim. Hal tersebut
1
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 71
2
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 118
68
ditumpas pada saat terjadinya perang (diperangi), para ulama madzhab sepakat
taat dan patuh kepada imam. Apabila mereka bertaubat dan mau kembali
patuh maka mereka harus dilindungi. Sebaliknya, jika mereka menolak untuk
memerangi dan membunuh mereka. Hal tersebut sesuai berdasarkan Q.S. Al-
Hujuraat ayat 9:
ْ ِ َّ َوإ ْْنْ َطآئِ َفتَ ِانْ ِم َنْٱلۡ ُم ۡؤ ِم ِن ْ َيْْٱ ۡقتَتَلُوْْإْفَأَ ۡص ِل ُحو ْإْبَيَۡنَ ُ َماْۖفَا ْنْْبَغ َۡتْإ ۡحدَ ٰىه ُ َماْعَ ََلْٱ ۡ ُۡلخ َۡر هْىْفَقَ َٰ ِتلُو ْإْٱل
ْت
ِ
ّْت ْثَ ِف ٓي َ ْإ َ ه ٰٓى ْ َٱ ۡم ِر ْٱ َّ ِللهْ ْفَا ْْن ْفَا ٓ َ ۡت ْفَأَ ۡص ِل ُ ِحو ْإ ْب َ ۡيَنَ ُ َما ِْْبألۡ َعدۡ لِْ ْ َو َٱ ۡقْ ِس ُط ٓو ْْإ ۖ ْإ َّن ْٱ َّ َللْ ْ ُ ُِي ُّب
ْثَ ۡبِ ِغي ْ َح َّ ه
ِ ِ ِ
َْ ْ ٱلۡ ُم ۡق ِس ِط
ْي
3
Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi Hukum
Pidana Islam, (Semarang: Rasail Media Grup, 2009), h. 48
69
Artinya:“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau
dia telah surut, damaikanlah antar keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berperilaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil.
Selain itu, langkah tegas pemerintah ini juga didasarkan pada firman
فَ َم ِنْٱ ۡعتَدَ هْىْعَلَ ۡي ُ ُۡكْْفَأ ۡعتَدُ وْْإْعَلَ ۡي ِوْ ِب ِمث ِۡلْ َماْٱ ۡعتَدَ هْىْعَلَ ۡي ُ ُْۡكه
Strategi islah dengan cara dialog ini sebagai tindakan awal untuk
menyelesaikan pemberontakan seperti yang tersirat dalam ayat di atas. Hal ini
juga beberapa kali pernah dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a saat
8000 orang. Khalifah Ali r.a mengutus Ibnu Abbas kepada kaum Khawarij
70
untuk mendekati dan berdialog dengan mereka agar kembali patuh kepada
imam. Setelah berunding dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka
Sebelum terjadinya perang Jamal (Unta), Khalifah Ali r.a juga pernah
patuh pada imam kepada penduduk Basrah. Bahkan Khalifah Ali r.a
merupakan ajaran cinta damai, mengajarkan kasih sayang dan menjadi rahmat
dalam bentuk apapun hanya akan menimbulkan kerugian kepada kedua belah
pihak. Untuk menentukan hukum dalam Islam, selain pertimbangan nash juga
ada kaidah fiqh yang bisa menjadi pedoman. Salah satu kaidah fiqh tersebut
4
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 118
5
Amin Farih, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Semarang: Walisongo
Press, 2008), h. 17
71
1. Gerakan makar untuk melawan pemerintahan yang sah dan adil dalam
menetapkan kebijakan.
kekuatan/senjata.
dan menghentikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan makar agar bisa
berikut:
6
Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan
Tantangan), h. 60
7
Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan
Tantangan), h. 61
72
makar dengan memfokuskan sanksi hukum yang terdapat dalam Pasal 104
KUHP, Pasal 106 KUHP, Pasal 107 KUHP dan menambahkan dengan Pasal
108 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 104 KUHP jelas dinyatakan bahwa sanksi
pidana bagi pelaku makar diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Sedangkan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 106 KUHP adalah bahwa
pelaku makar diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
bahwa pelaku kejahatan makar sesuai dengan ayat (1) diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun, dan ketentuan ayat (2) menyatakan
bahwa ancaman pidana bagi pimpinan dan pengatur makar itu lebih berat,
yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana sementara paling lama dua
puluh tahun.
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dan dalam
dijatuhi hukuman yang lebih berat yaitu pidana penjara seumur hidup atau
8
Ahmad Azhar Basyir, Ikhtisar Fiqh Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 42
73
Rumusan kejahatan dalam Pasal 108 KUHP ini tidak terdapat dalam
WvS Belanda, namun hanya ada didalam WvS Hindia Belanda yang dimuat
dalam tahun 1930. Hal ini karena untuk menjamin keselamatan pemerintah
prinsipnya telah jelas yaitu hukuman mati atau diperangi (jarimah hudud). Hal
bughat juga bisa dikenakan sanksi lainnya seperti hukuman ta‟zir maupun
harus secara hati-hati dan teliti dalam menjatuhkan hukuman agar tidak ada
pelanggaran hak dan perlu ada pendekatan terlebih dahulu dengan para
peperangan dan mengajak mereka untuk kembali taat kepada imam. Apabila
mereka bersedia taat kembali kepada imam maka mereka wajib untuk
dilindungi.
9
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 28
74
terjadinya pemberontakan yang lebih serius. Karena dalam hal ini, apabila
senjata, maka akan timbul kerugian dan kerusakan yang lebih besar dan
tidak juga bisa diajak untuk kembali taat kepada imam dan malah menyerang
makar sudah dapat dijatuhi hukuman apabila pelaku makar telah memenuhi
tiga unsur sesuai yang dijelaskan dalam KUHP, yaitu timbulnya niat,
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Dalam hal ini, kejahatan makar
termasuk dalam kualifikasi kejahatan yang belum selesai. Tetapi, disini ada
hal perbedaan dalam pemberian hukuman bagi pelaku makar yang dalam
kejahatannya belum selesai dan telah selesai. Untuk kejahatan yang belum
selesai ini hukuman pidananya dikurangi sepertiga dari hukuman pidana yang
makar tidak semuanya diancam dengan hukuman mati. Hal ini dikarenakan
hukuman mati hanya ada dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 111 ayat (2) KUHP
dan Pasal 124 ayat (3) KUHP. Sedangkan dalam pasal lainnya yang berkaitan
persamaan dalam pemberian sanksi terhadap bughat dan pelaku makar. Dari
segi perbedaan, dalam hukum Islam bughat bisa diberikan sanksi apabila
kejahatan yang dilakukan telah selesai dengan kata lain pemberontakan yang
pembangkangan mereka. Apabila hanya timbul niat saja bughat tidak bisa
dijatuhi hukuman, tetapi diberikan arahan dan bertukar pikiran, namun tetap
menyebabkan apa yang mereka lakukan akan semakin bertambah buruk dan
sulit untuk diajak kembali taat, dan tentunya menghindari peperangan yang
yang akibatnya akan menimbulkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian bagi
warga sipil yang tak bersalah. Untuk itu, para pemberontak yang melarikan
diri tidak boleh diperangi/dibunuh, orang yang terluka tidak boleh dibunuh,
harta mereka tidak boleh dijadikan rampasan perang dan keluarga mereka
penyebab pemberontakan itu terjadi, terlebih untuk mencegah kalau ada pihak
lain yang ikut campur dan hanya ingin mengambil keuntungan dari
pemberontakan tersebut.
terkait seputar bughat. Seperti diangkatnya Ali r.a sebagai khalifah oleh
pemberontak pemerintahan Utsman r.a. Hal ini disebabkan karena pada saat
itu sedang terjadi kekacauan politik dan krisis pemerintahan sepeninggal wafat
khalifah Utsman r.a. Karena Ali r.a dipandang mampu dan pantas mengisi
kekosongan pemerintahan Islam pada saat itu, maka Ali r.a diangkat sebagai
Abdullah bin Zubair pada masa Dinasti Bani Umayyah. Pemberontakan yang
dilakukan Abdul Malik bin Marwan ini dikatakan berhasil dan menjadi sah
mendapatkan pengakuan serta dukungan dari rakyat pada saat itu. Walaupun
di antara mereka ada yang tunduk dengan sukarela dan ada yang terpaksa,
tetapi mereka tetap menyebut Abdul Malik bin Marwan sebagai pemimpin.
Walaupun pada hakikatnya sumber hukum itu dibagi menjadi dua bentuk yaitu
sumber hukum formal dan sumber hukum materiil, namun menurut Achmad
Sanusi, sumber hukum dibagi menjadi dua bentuk yaitu sumber hukum normal
dan sumber hukum abnormal. Sumber hukum normal dibagi lagi menjadi dua
yaitu, UU, perjanjian antar negara dan kebiasaan. Kedua, sumber hukum
normal yang tidak langsung atas pengakuan UU, yaitu perjanjian doktrin dan
lagi secara lebih rinci cara perubahan konstitusi dengan prosedur formal
mayoritas dari seluruh negara bagian, dalam hal ini pada negara federal. Dan
berhasil disini adalah gerakan tersebut mendapat dukungan dari rakyat dan
amanat yang dititipkan oleh rakyat kepada pemimpin. Kekuasaan yang sedang
dipegang jangan dijadikan alat untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri
10
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), Jilid I, h. 144
79
dengan dalih dan argumen mereka untuk melindungi negara yang bertikai.
Namun, ada juga pemberontakan yang dilakukan memang karena tidak puas
dalam masa sekarang ini proses dialog atau musyawarah dilakukan kalau
pemberontakan itu sudah terjadi dan korban yang jatuh semakin banyak.
diperantai oleh pihak ketiga. Tapi ada juga pemberontakan yang tak kunjung
selesai, memakan waktu lama dan korban yang ditimbulkan akibat perang
tersebut semakin banyak. Seperti contoh apa yang terjadi di Timur Tengah,
(Gerakan Aceh Merdeka) yang telah terjadi dari tahun 1976. GAM didirikan
oleh Hasan Tiro pada tahun 1976 setelah ia kembali dari pengasingan. Alasan
Hasan Tiro mendirikan GAM adalah bahwa pada saat itu Aceh mendapatkan
kejayaan Aceh seperti masa kerajaan dulu. Setelah telibat konflik yang begitu
Indonesia baru bisa tercapai dengan melalui proses dialog yang diperantarai
terjadi setelah kedua belah pihak antara pemerintah dan GAM sudah terlibat
pertempuran dan jatuh korban. Walaupun dalam konteks ini pemerintah telah
bertindak tidak adil, tetap saja tindakan GAM ini dilarang baik secara agama
kemungkaran yang lebih parah dari sebelumnya. Bahkan sangat mungkin akan
pertumpahan darah.
Prinsip ketaatan harus dimiliki oleh setiap warga negara, apabila ada
masyarakat dan berdampak buruk terhadap suatu negara, untuk itu perlu
Tujuan dari suatu negara tentu ingin agar terciptanya kesejahteraan, keamanan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, dapat penulis simpulkan
sebagai berikut:
luar biasa yang dilakukan oleh sekelompok umat Islam yang sudah tidak
taat lagi kepada imam/pemimpin yang sah. Dalam hal ini, jelas telah
An-Nisaa ayat 59, Q.S. Al-Hujuraat ayat 9-10 dan dalam Al-Hadist yang
82
83
usaha untuk menyerang keamanan dan keutuhan wilayah negara dan suatu
hukum positif, kejahatan makar ini ditempatkan secara khusus dalam Buku
2. Mengenai bentuk sanksi apa yang dapat dijatuhkan bagi bughat dalam
mati (jarimah hudud). Dasar dari sanksi ini telah jelas disebutkan dalam
Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim. Hal ini bertujuan
taat, apabila ajakan ini malah disambut dengan tidak baik dan ajakan
Sedangkan sanksi bagi pelaku makar sudah bisa diberikan apabila pelaku
makar telah memenuhi tiga unsur untuk dapat dipidana yaitu timbulnya
kualifikasi selesai maka, pelaku makar bisa diberikan sanksi penuh sesuai
84
dengan apa yang telah dijelaskan dalam KUHP. Dalam KUHP disebutkan
bahwa sanksi bagi pelaku makar yang menyerang keamanan Presiden atau
Wakilnya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. Hal ini sesuai dengan
Pasal 104 KUHP. Selanjutnya, sanksi hukum bagi pelaku makar yang
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. Ini
sesuai dengan Pasal 106 KUHP. Sedangkan sanksi hukum bagi makar
penjara 15 tahun dan untuk para pemimpin dan pengatur makar tersebut
3. Dari segi perbedaan, dalam hukum Islam bughat adalah pelaku tindak
pidana makar. Dan dalam hukum Islam, bughat bisa dimaafkan dan
Dan dari segi persamaan dalam hukum Islam maupun hukum positif,
B. Saran-Saran
Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ini, penulis mempunyai saran-
1. Sebagai salah satu negara maju dan dengan umat Islam terbesar di dunia,
sudah saatnya Indonesia mampu menjadi contoh bagi negara lain dalam
kerusakan dan memecah belah persatuan umat. Sudah tentu hal ini akan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan agar ada efek jera untuk para
catatan hukuman yang diberikan harus adil dan sesuai dengan kejahatan
yang dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Asqalani, Al, Ibn Hajar, Bulughu al-Maram, (Pustaka: Daru Ihya al-Kutub al-
Arabiyah 775 H-825 H)
Basyir, Ahmad Azhar, Ikhtisar Fiqh Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 2001)
Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet 17
86
87
Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran
Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008)
Tanudirjo, Daud Aris...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan
Revolusi, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2012), Cet I
PERUNDANG-UNDANGAN
SITUS INTERNET
http://www.artikelsiana.com./2014/09/pemberontakan-DI/TII-cara-pemerintah-
penanggulangannya.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015