Anda di halaman 1dari 17

LITERATURE REVIEW : TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK

TUNANETRA DALAM MELAKUKAN SELF CARE

(Literature Review : The level of independence children with visual impairment


in doing self care)

Ni Kadek Ayu Warmini1, I Gusti Ayu Putu Satya Laksmi2, Niken Ayu Merna Eka
Sari3
1
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Program Sarjana, STIKes Wira Medika Bali,
23
Staff dosen Departemen Keperawatan Anak, STIKes Wira Medika Bali,
Email : emailnya.ayuda@gmail.com, ayuputusatya@yahoo.com,
nikenmerna@yahoo.co.id

Abstrak : Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri sering terdapat pada


kelompok anak (orang yang sangat muda), sangat tua, orang yang sakit atau orang
yang cacat. Kemampuan merawat diri secara mandiri pada individu yang
mengalami kecacatan atau disabilitas yaitu sekitar 15,6%. Literature ini bertujuan
menganalisa hasil penelitian terkait tingkat kemandirian anak tunanetra dalam
melakukan perawatan diri berdasarkan peranan pengasuh, dukungan keluarga,
kemunduran dalam perkembangan, dan masalah perawatan diri pada anak. Metode
yang digunakan adalah strategi secara komprehensif, seperti pencarian artikel
dalam database jurnal penelitian, pencarian melalui internet, dan tinjauan ulang
artikel. Hasil dari telaah literature ini disusun dalam bentuk tabel yang berisi nama
peneliti, judul penelitian, tujuan penelitian, karakteristik sampel penelitian, dan
hasil penelitian. Kesimpulan dari telaah literature ini, kemampuan perawatan diri
anak tunanetra berdasarkan peranan pengasuh, dukungan keluarga, kemunduran
dalam perkembangan, dan masalah perawatan diri diketahui dengan tingkat
kemandirian. Masalah perawatan diri dan kemunduran dalam perkembangan harus
dideteksi terlebih dahulu sebelum para pengasuh membantu serta mengajari cara-
cara perawatan diri. Saran kepada orang tua agar dapat menerapkan kemandirian
personal hygiene pada anak, serta meluangkan waktu memberi dukungan, semangat

1
dan ikut serta memberikan pengajaran pada anaknya agar memiliki kebiasaan
mandiri.

Kata kunci : perawatan diri, anak tunanetra, tingkat kemandirian

Abstract : The problem of dependence on self-care often occurs in groups of


children (very young people), very old people, sick people or people with
disabilities. The ability to care for oneself independently in individuals with
disabilities or disabilities is around 15.6%. This literature aims to analyze the
results of research related to the level of independence of blind children in
conducting self-care based on the role of caregivers, family support, setbacks in
development, and self-care problems in children. The method used is a
comprehensive strategy, such as searching for articles in a research journal
database, searching through the internet, and reviewing articles. The results of this
literature review are arranged in the form of a table that contains the name of the
researcher, the title of the study, the purpose of the study, the characteristics of the
research sample, and the results of the study. The conclusion from this literature
review, the ability to care for children with visual impairments based on the role of
caregivers, family support, setbacks in development, and self-care problems are
known by the level of independence. Self-care problems and setbacks in
development must be detected first before caregivers help and teach ways of self-
care. Suggestions for parents to be able to implement personal hygiene
independence in children, as well as take time to support, encourage and
participate in teaching their children to have independent habits.

Keywords : self care, children with visual impairment, the level of indendence

2
PENDAHULUAN

Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri sering terjadi pada


kelompok anak (orang yang sangat muda), tua, orang yang sakit atau orang yang
cacat (Aziz, 2005). Survey Rumah Tangga yang dilakukan UNICEF dan University
of Wisconsin (2008) untuk memantau kondisi kesehatan di negara berkembang
memperoleh data bahwa terdapat 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada di sekolah
serta mengalami cacat/disabilitas atau ketidakmampuan melakukan aktivitas secara
mandiri. Kemandirian anak usia sekolah adalah kemampuan yang berkaitan dengan
tugas perkembangannya. Berdasarkan teori perkembangan Erik Erickson, anak
pada tahap usia sekolah (6-18 tahun) mempunyai masalah industry vs inferiority,
yang berarti anak pada usia ini diharapkan mampu mendapatkan kepuasan dari
kemandirian yang diperoleh melalui lingkungan sekitar serta interaksi dengan
teman sebaya. Salah satu penyebab timbulnya inferioritas pada anak adalah tidak
mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Jahja, 2011). Tuna netra adalah
individu yang tidak dapat melihat sehingga mengalami keterbatasan dalam tingkat
dan variasi pengalaman, keterbatasan dalam kemampuan menemukan sesuatu, dan
keterbatasan berinteraksi dengan lingkungan (Rudiyati, 2009).

Anak-anak dengan kebutaan sering mengikuti perkembangan atipikal jalur


dan menunjukkan peningkatan risiko keterlambatan perkembangan sepanjang masa
bayi dan tahun prasekolah (Mathijs, 2020). Keadaan tubuh yang tidak normal ini
merupakan masalah bagi yang mengalaminya, karena berdampak pada menurunkan
kemampuan motorik/sensorik (Efanke, 2017). Perawatan diri (self care) sangat
diperlukan pada anak disabilitas yang sulit untuk melakukan aktivitas secara
mandiri (Ramawati,2010). Perawatan diri dianggap sebagai bagian integral dari
semua tingkatan tindakan pencegahan sebagai perawatan kesehatan primer dan
khusus. Karena itu, mempermudah proses implementasi perawatan diri, dapat
meningkatkan kesehatan dan kondisi sosial ekonomi penduduk (Batool, 2016).

Prevalensi anak disabilitas di Indonesia tahun 2013 dari disabilitas sedang


sampai sangat berat sebesar 11% serta prevalensi data penyandang disabilitas yaitu
penyandang tuna grahita sebesar 0,14%, tuna netra sebesar 0,17%, tuna wicara
sebesar 0,14%, Down syndrome sebesar 0,13%, tuna daksa (cacat anggota badan)

3
sebesar 0,08%, bibir sumbing 0,08% dan tuna rungu sebesar 0,07% (Riskesda,
2013). Dalam hal ini peran pengasuh sangatlah membantu ketika para orang tua
yang sudah tidak menghiraukan atau memperhatikan lagi hidup anak-anaknya
nanti, atau menelantarkannya, ataupun keterbatasan pengetahuan orang tua yang
tak tahu harus melakukan apa terhadap anak mereka sehingga pembiaran pun terjadi
oleh padatnya pekerjaan orang tua sehingga tidak memiliki waktu lagi untuk
mendidik anak cacat untuk mandiri (Yoga, 2020). Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk anak tunanetra dalam bentuk pendidikan kemandirian segi formal.

Guna mengakomodir banyaknya ketrampilan perawatan diri (self care) anak


tunanetra yang meliputi makan, menggunakan toilet, memakai dan melepas baju,
personal hygiene, dan keterampilan berhias, sehingga petugas kesehatan ataupun
keluarga mampu memberikan asuhan atau pemenuhan kebutuhan dasar terutama
dalam pemenuhan perawatan diri (self care) kepada anak tunanetra. Dari hasil
penelitian telaah literature yang didapat berdasarkan karakteristik responden
seperti kelas responden menunjukkan kelas tunagrahita berjumlah 68 anak (80%),
sedangkan tunanetra berjumlah 17 anak (20%), jadi anak tunagrahita lebih
mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dibanding anak
tunanetra. Berdasarkan jenis kelamin, responden dalam penelitian berjumlah 68
anak (80%), sedangkan tunanetra berjumlah 17 anak (20%) jadi anak tunagrahita
lebih mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dibandingkan
anak tunanetra. Berdasarkan jenis kelamin, responden dalam penelitian berjumlah
85 anak, yaitu laki-laki 49 anak (57,4%) dan 36 anak (42,4%). Berdasarkan usia
responden pada penelitian yaitu usia 6-11 tahun sebanyak 37 anak (43,5%) dan 12-
16 tahun sebanyak 37 anak (43,5%). Berdasarkan pendidikan responden sebanyak
53 anak (53,4%) adalah anak SD. Berdasarkan riwayat kesehatan dulu yang tidak
memiliki sebanyak 31 anak (36,5%). Dan berdasarkan suku sebanyak 85 anak
(100%) bersuku jawa (Pratiwi, 2016).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin melakukan telaah literature lebih


lanjut mengenai tingkat kemandirian anak tunanetra dalam melakukan self care.
Penelusuran literature ini bertujuan mengetahui tingkat kemandirian anak tunanetra
dalam melakukan perawatan diri berdasarkan peranan pengasuh, dukungan

4
keluarga, kemunduran dalam perkembangan, dan masalah perawatan diri pada
anak.

METODE

Metode yang digunakan dalam literature review ini menggunakan strategi


secara komprehensif, seperti pencarian artikel dalam database jurnal penelitian,
pencarian melalui internet, dan tinjauan ulang artikel. Pencarian database yang
digunakan meliputi Google Scholar, Researchgate, Sagepub yang dipublikasikan
mulai tahun 2016-2020. Terdapat 25 artikel nasional yang diperoleh dan 6 artikel
dianalisis tujuan, kesesuaian topik, judul, metode penelitian yang digunakan, hasil
dari setiap artikel dan keterbatasan yang tersedia. Kata kunci yang digunakan yaitu,
perawatan diri, anak tunanetra, tingkat kemandirian terdapat 6 artikel nasional yang
dianalisis 3 diantaranya memenuhi kriteria seperti, tujuan dan judul sesuai dengan
topik pembahasan. Kemudian dengan kata kunci self care, children with visual
impairment, the level of independence terdapat 5 artikel internasional yang
diperoleh dan 3 artikel dianalisis tujuan, kesesuaian topik, metode penelitian dan
hasil penelitian. Terdapat 3 artikel internasional yang dianalisis ketiga artikel
tersebut memenuhi kriteria seperti, tujuan dan judul sesuai topik pembahasan.

HASIL

Hasil review artikel disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah hasil review artikel nasional dan
internasional.

5
Tabel 1 Hasil Review Artikel

Peneliti Judul Tujuan Karakteristik Metodelogi Hasil


Sampel Penelitian
Pratiwi Nova Ariani, Gambaran Kemampuan Mengetahui gambaran Anak Desain Gambaran kemampuan perawatan
Wulan Noviani (2016) Perawatan Diri (Selfcare kemampuan perawatan disabilitas penelitian diri (self care agency) pada anak
Agency) Pada Anak diri (Selfcare Agency) (tuna grahita menggunakan disabilitas (tuna grahita dan tuna
Disabilitas (Tuna pada anak disabilitas dan tuna netra) deskriptif netra) di SLB Negeri 1 Bantul
Grahita dan Tuna Netra) (tuna grahita dan tuna berusia 6-18 kuantitatif dalam kategori cukup sebanyak 38
di SLB Negeri 1 Bantul netra) berdasarkan tahun dengan anak (44,7%).
karakteristik responden pendeketan
seperti, kelas, usia, jenis survey
kelamin, riwayat
kesehatan dulu dan suku
Batool Ghaneh, Seyed Disability and Self-Care Menyelidiki hubungan Lansia berusia Cross- Skor rata-rata disabilitas adalah
Houssein Saeed- among Elders in Yazd antara kecacatan dan ≤ 60 tahun sectional 38,55 ± 13,71 (mulai dari 0 hingga
Banadaky, Zohreh perawatan diri lansia di study 92) dan
Rahaei, Hassan Yazd nilai rata-rata perawatan diri
Rezaeipandari, Ehsan adalah 61,57 ± 15,94 (mulai dari 0
Mohiti Ardakani hingga 118). Tidak ada
(2016)

6
korelasi yang signifikan secara
statistik antara skor total
kecacatan dan perawatan-diri,
korelasi terdeteksi antara
subskala.

Efanke Y. Pioh, Peran Pengasuh Dalam Mengetahui bagaimana Anak Metode Hasil penelitian dan
Nicolaas Meningkatkan peran pengasuh dalam disabilitas penelitian pembahasan bahwa peranan
Kandowangko, Jouke Kemandirian Anak meningkatkan netra di Panti kualitatif pengasuh pada Panti Sosial
J. Lasut (2017) Disabilitas Netra di Panti kemandirian disabilitas Sosial Cacat Netra “ Bartemeus “
Sosial Bartemeus netra Bartemeus sangat berat dan memerlukan
Manado Manado keahlian khusus serta memiliki
kesabaran dan ketekunan yang
luar biasa agar dapat mengajar
kemandirian kepada para anak
asuhnya agar dapat hidup
mandiri dan tidak menjadi
beban bagi keluarganya serta
sanak saudara maupun warga
masyarakat.

7
Sayan Putatunda A Deep learning Memecahkan masalah Menggunakan Metode Masalah klasifikasi perawatan diri
(2019) approach for the klasifikasi perawatan dataset Care2Vec dua yang berbeda pengaturan.
classification of self- diri “SCADI (Self- yang Dalam kasus pertama, masalah
care problems in Care Activities merupakan klasifikasi multi-kelas, karena ada
physically disabled Dataset based) dua tahap beberapa keas target yang
children pendekatan mewakili masalah perawatan diri
pembelajaran dan memiliki 205 fitur / prediktor.
yang Dalam kasus kedua, masalah
mendalam klasifikasi perawatan diri dalam
pengaturan klasifikasi biner
dimana kelas target mewakili
apakah orang tersebut menderita
masalah perawatan diri atau tidak.
Mathijs P.J. Vervloed, Critical Review of Memeriksa apakah 1. Partisipan Metode yang Hasil penelitian menunjukkan
Ellen C.G. van den Setback in Development dalam studi longitudinal berusia digunakan bahwa periode sekitar tahun kedua
Broek, Ans J.P.M. van in Young Children with tentang perkembangan antara 0 dan adalah kehidupan adalah masa yang
Eijden (2020) Congenital Blindness or anak-anak dengan hal 4 tahun pernyataan rentan bagi anak - anak ini, di
Visual Impairment kebutaan atau gangguan 2. Anak-anak PRISMA Indonesia yang sekitar 25-33%
penglihatan ada bukti kongenital untuk dari anak-anak tunanetra
empiris untuk tunanetra melaporkan kemunduran.

8
keberadaan DS sebagai item untuk
dipostulasikan oleh sistematis
Dale and Salt (2018) ulasan
Yoga Rosita, Hany Relationship of Family Mengetahui dukungan Anak retardasi Metode Hasil penelitian menunjukkan
Puspita A, Sylvie Support with keluarga dalam mental di SLB korelasional bahwa sebagian besar responden
Puspita (2020) Independence of Self- memandirikan anak TN II Desa dengan desain mendapatkan dukungan keluarga
Care in Mental berkebutuhan khusus Mancar penelitian dalam kategori baik yaitu
Retardation in SLB TN dalam melakukan Kecamatan menggunakan sebanyak 15 orang (62,5%).
II Mancar Village, kebersihan diri Peterongan kuesioner Sebagian besar responden
Peterongan District Kabupaten untuk memiliki kemandirian dalam
Jombang mengukur perawatan diri dalam kategori
sejumlah 24 dukungan mandiri yaitu sebanyak 16 orang
orang keluarga dan (66,7%).
kemandirian
perawatan diri

9
PEMBAHASAN

Berdasarkan jurnal acuan yang digunakan, dapat diketahui pada penelitian


Pratiwi (2016) kemampuan perawatan diri (selfcare agency) pada anak disabilitas
(tuna grahita dan tuna netra) di SLB Negeri 1 Bantul didapatkan hasil bahwa
mayoritas responden memiliki kemampuan perawatan diri (selfcare agency) cukup,
yaitu sebanyak 38 anak dengan presentase 44,7%. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Tork et al (2007) bahwa anak dengan Down Syndrome (retardasi
mental) dapat melakukan kegiatan harian seperti eliminasi, perubahan posisi,
mobilisasi dan hanya membutuhkan pengawasan yang minimal saat berpakaian
atau saat ke kamar mandi. Menurut teori Orem (2001), syarat perawatan diri
didasarkan pada tiga asumsi yaitu Universal Self Care Requisites, Developmental
Self Care Requisites dan Health Deviation Self Care Requisites. Berdasarkan hasil
penelitian, bahwa opini penulis pada penelitian ini anak cukup baik dalam
memenuhi kebutuhan perawatan diri universal (Universal self care requisite), hal
yang umum bagi seluruh manusia meliputi pemenuhan kebutuhan udara, kebutuhan
air atau minum tanpa adanya gangguan, kebutuhan makanan tanpa gangguan,
kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan tubuh atau bagian-bagian tubuh
penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi, seperti kemampuan
individu dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan secara mandiri
seperti BAK dan BAB, kebutuhan akifitas dan istrahat dan sebagainya. Kebutuhan
perkembangan perawatan diri (Development self care requisite) dihubungkan pada
proses perkembangan dapat dipengaruhi oleh kondisi dan kejadian tertentu seperti
penyediaan kondisi-kondisi yang mendukung proses perkembangan seperti anak
bersekolah, keterlibatan dalam pengembangan diri pada kegiatan-kegiatan,
pencegahan terhadap gangguan yang mengancam. Kebutuhan perawatan diri pada
kondisi adanya penyimpangan kesehatan (Health Deviation Self Care Requisite)
dikaitkan dengan penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi manusia.
Seseorang yang sakit, terluka mengalami kondisi patologis tertentu, kecacatan atau
ketidakmampuan seseorang atau seseorang yang menjalani pengobatan tetap
membutuhkan perawatan diri. Seseorang dikatakan kemampuannya berfungsi
dengan baik apabila dapat melakukan beberapa aktivitas sehari-hari atau
pemenuhan kebutuhannya sendiri seperti mandi, makan, minum, berpakaian,

10
bergerak, berpergian, mengerjakan pekerjaan rumah maupun bersosialisasi. Seperti
halnya pada anak disabilitas khususnya anak tuna grahita dan tuna netra harus
memperhatikan kebutuhan sehari-hari dan kemampuan perawatan dirinya.

Berdasarkan hasil penelitian Batool (2016) menyebutkan sebagian besar


peserta penelitian adalah perempuan (52,6%) dan menikah (76,9%) sedangkan
47,7% dan 41,9% masing-masing adalah ibu rumah tangga dan buta huruf. Usia
rata-rata adalah adalah 69,59 ± 6,18, dan rata-rata jumlah anak adalah 5.47 ± 2.46.
Lebih dari setengahnya (59,8%) sudah pensiun dan 88,9% tinggal di rumah mereka
sendiri. Dari peserta, 93,2% tidak memiliki cacat dan 2,6% dari 5,6% dari para
penua yang menderita jenis cacat, dinonaktifkan secara visual. Hingga 70,9%
memakai gigi palsu dan 94,9% dari mereka dilindungi oleh asuransi kesehatan.
Mengenai sumber kesehatan informasi, 53,4% menerima informasi dari dokter
mereka. Investigasi yang berkaitan dengan pengembangan berbagai penyakit pada
lansia menunjukkan bahwa hipertensi (66,2%) terdiri dari persentase tertinggi
setelah arthrosis (64,1%), lipid gangguan (63,7%), dan diabetes sementara sangat
kecil persentase lansia (1,26%) menderita depresi. Di antara subskala kecacatan,
subskala perawatan diri memiliki rata-rata terendah sementara subskala kehidupan
kegiatan dan partisipasi memiliki rata-rata tertinggi. Dalam analisis korelasi, skor
perawatan diri menurun secara signifikan seiring bertambahnya usia (P = 0,01, r =
-0,212). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam hal
perawatan diri tingkah laku. Sebaliknya, pria dan wanita yang sudah menikah (P =
0,027), mereka yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (P = 0,008), dan sumber
penghasilan itu adalah pasangan mereka (P = 0,007) memiliki perawatan diri yang
jauh lebih baik. Berarti dari perawatan diri secara statistik signifikan dalam hal
penyakit kronis seperti gangguan audio-visual, gangguan keseimbangan, diabetes,
anoreksia, sakit kepala, masalah pencernaan, osteoporosis, dan arthrosis. Menurut
hasil, mereka yang menderita penyakit ini skor perawatan diri kurang. Mengenai
tingkat keparahan cacat dalam perawatan sehari-hari dan aktivitas kehidupan, rata-
rata skor perawatan diri secara statistik berbeda. Orang dengan cacat sedang dalam
subskala perawatan diri dan orang dalam domain disabilitas rendah hingga sedang
dalam kehidupan subskala aktivitas memiliki rata-rata perawatan diri yang lebih
rendah. Berdasarkan hasil penelitian, opini penulis bahwa kecacatan dan perawatan

11
diri pada lansia jauh lebih besar daripada anak-anak. Karena kecacatan pada lansia
lebih sulit daripada anak-anak, dalam melakukan kegiatan sehari-hari anak
tunanetra di bantu dan diajarkan oleh pengasuh saja sudah cukup, tetapi untuk lansia
dibantu dan diajarkan oleh pengasuh tidak cukup, diperlukan penjaga yang ekstra
untuk membantu semua aktivitas lansia.

Berdasarkan jurnal acuan yang digunakan, pada penelitian Efanke (2017)


tunanetra sangat membutuhkan peranan pengasuh dan dukungan keluarga untuk
melatih kemandirian perawatan dirinya. Karena tunanetra cenderung dilatih
terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Contohnya menurut penelitian Efanke
(2017), seorang pengasuh akan mengajarkan mulai dari awal bagaimana
merapihkan tempat tidurnya, dimulai dengan memegang tempat tidur secara
berkeliling untuk mengenal setiap sudut dari tempat tidur tersebut, sampai benar-
benar anak tersebut menguasai setiap sudut tempat tidur, setelah itu pengasuh akan
memperkenalkan kasur dengan setiap sudut dari kasur, setelah memahami tentang
kasur dan bantal barulah diajarkan bagaimana memasang sprei, dengan memulai
dari ujung dengan memasukkan ujung sprei ke bawah kasur sampai ke ujung
bawah. Setelah memasang sprei maka akan diajarkan mengenal bantal dan
bagaimana memasang sarung bantalnya, pengasuh terus mengajarkan hal ini, jika
belum menguasainya maka hal ini akan diulang terus sampai benar-benar sang anak
menguasainya. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa opini peneliti tentang peranan
pengasuh dan dukungan keluarga sangat erat hubungannya karena disamping
dukungan keluarga sangat penting dalam memberikan semangat kepada anak untuk
dapat melakukan hal secara mandiri peranan pengasuh juga penting dalam melatih
melakukan sesuatu yang belum bisa dilakukan anak tunanetra, seperti merapihkan
tempat tidur, cuci piring dan hal sederhana lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Sayan (2019), klasifikasi yang akurat dari


masalah perawatan diri pada anak yang menderita gangguan fisik dan penderitaan
gangguan motorik merupakan masalah penting dalam industri perawatan
kesehatan. Ini sulit dan proses memakan waktu dan membutuhkan keahlian terapis
okupasi. Dalam studi ini, pendekatan berbasis pembelajaran baru bernama
Care2Vec untuk memecahkan masalah semacam ini dan menggunakan dataset
kegiatan perawatan diri berdasarkan kerangka kerja konseptual yang dirancang oleh

12
WHO. Masalah klasifikasi perawatan diri dua yang berbeda pengaturan. Dalam
kasus pertama, masalah klasifikasi multi-kelas, karena ada beberapa keas target
yang mewakili masalah perawatan diri dan memiliki 205 fitur / prediktor. Dalam
kasus kedua, masalah klasifikasi perawatan diri dalam pengaturan klasifikasi biner
dimana kelas target mewakili apakah orang tersebut menderita masalah perawatan
diri atau tidak. Seluruh pengembangan model dan analisis data diimplementasikan
menggunakan Python. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa opini penulis tentang A
Deep learning approach for the classification of self-care problems in physically
disabled children dapat memudahkan dalam klasifikasi perawatan diri. Masalah
klasifikasi perawatan diri sangat erat dengan orang yang mengalami gangguan fisik.
Jadi sangat penting adanya pengembangan tentang klasifikasi perawatan diri ini.

Berdasarkan jurnal acuan yang digunakan, dapat diketahui pada penelitian


Mathijs (2020) menunjukkan bahwa periode sekitar tahun kedua kehidupan adalah
masa yang rentan bagi anak - anak ini, di Indonesia yang sekitar 25-33% dari anak-
anak tunanetra kemunduran. Kemunduran jauh lebih jarang terjadi pada anak-anak
dengan yang kurang parah tunanetra (± 3%). Faktor risiko penting sangat dalam
tunanetra, kelainan neurologis dan iklan sosial. Perbedaan individu dalam
pematangan dan pengembangan dan masalah metodologis menyulitkan pernyataan
konklusif tentang keberadaan dan sifat kemunduran ini. Penjelasan alternatifuntuk
kemunduran perkembangan dijelaskan, seperti ukuran dan kesalahan diagnosa
Autism Spectrum Disorder. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa opini penulis
kemunduran dapat memperlambat perkembangan baik perkembangan dalam
perawatan diri dan perkembangan yang lain. Di penelitian ini sudah disampaikan
hal yang mengakibatkan kemunduran pada anak tunanetra. Hal yang kurang dalam
penelitian fenomena kemunduran perkembangan dan faktr moderasi dan mediasi,
anak-anak dengan kebutaan dan gangguan penglihatan perlu di pantau secara
spektakular.

Hasil penelitian Yoga (2020), didapatkan bahwa dari 24 anak yang tidak
mendapatkan dukungan keluarga, terdapat 3 anak (12,5%) yang mandiri, sedangkan
dari 18 anak yang mendapatkan dukungan keluarga terdapat 6 anak (33,3%) yang
tidak mandiri. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05), dengan
derajat kemaknaan (α = 0,05). Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara

13
dukungan keluarga dengan kemandirian anak di SLB TN II. Berdasarkan nilai OR
=14,0, hal ini berarti anak yang tidak mendapatkan dukungan keluarga berpeluang
14 kali untuk tidak mandiri. Berdasarkan hasil penelitian, opini penulis kurangnya
dukungan keluarga yang diberikan kepada anak disebabkan karena orang tua sibuk
memperhatikan urusan pekerjaannya, kurangnya kesabaran dalam mendidik anak
dan kurang menerima anaknya, mereka lebih memperdulikan anak yang lain yang
tidak mengalami disabilitas, anak yang mendapatkan dukungan keluarga, tetapi
tidak mandiri disebabkan karena orang tua cemas dengan kondisi anak, sedangkan
anak yang tidak mendapat dukungan keluarga tetapi mandiri karena adanya
pembantu dan keluarga yang dapat membantu dalam beraktivitas.

Peran perawat dan dukungan keluarga sangatlah penting, dimana keluarga


merupakan lingkungan yang paling terdekat dengan anak. Kehidupan anak dengan
berkebutuhan khusus akan sangat ditentukan oleh peran serta dukungan penuh dari
keluagra, sebab keluarga adalah pihak yang paling mengenal dan memahami
berbagai aspek dalam diri seorang anak, jauh lebih baik dari pengasuh. Keluarga
juga merupakan yang paling dekat dengan anak terutama orang tua, dimana orang
tua bertugas untuk memberiakn perlindungan, kasih sayang serta dapat memberikan
energi yang positif kepada anak. Keluarga mempunyai pengaruh yang besar
melakukan pengasuhan kepada anak dengan disabilitas, yaitu dukungan ini
bertujuan untuk agar anak dengan disabilitas dapat memenuhi kebutuhan dirinya
secara mandiri, seperti melakukan self care (perawatan diri). Orang tua wajib
mendampingi anak dalam melakukan pelatihan perawatan diri. Dimana peran
pengasuh juga sangat penting, pengasuh dan dukungan dari keluarga saling
berhubungan satu sama lain. Pengasuh harus memberikan motivasi dan tetap
mengajarkan anak untuk dapat melatih perawatan dirinya. Jika pengasuh dan
keluaraga memberikan motivasi atau perhatian yang lebih kepada anak, maka anak
akan lebih bersemangat untuk melakukan hal-hal kecil seperti mandi, makan,
minum dan lain-lain. Sehingga anak tersebut dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri. Disamping itu hasil perkembangan anak juga harus di pantau oleh
keluarga dan pengasuh untuk mengetahui tingkat kemandirian dan keluarga serta
pengasuh harus secara rutin mengecek keadaan anak, karena anak belum
sepenuhnya bisa mandiri dalam keadaan disabilitas.

14
KESIMPULAN

Kemampuan perawatan diri anak tunanetra bergantung pada peranan


pengasuh, dukungan keluarga, kemunduran dalam perkembangan, dan masalah
perawatan diri dengan tingkat kemandirian. Masalah perawatan diri dan
kemunduran dalam perkembangan harus dideteksi terlebih dahulu sebelum para
pengasuh membantu serta mengajari cara-cara perawatan diri. Disamping perlu
adanya pengasuh, peranan keluarga dan dukungan keluarga sangat penting. Anak
tunanetra sangat membutuhkan perkembangan yang baik tentang perawatan diri
dan hal sederhana lain. Dukungan keluarga sangat diperlukan untuk memotivasi
perkembangan kemampuan anak tunanetra dalam segi apapun, baik perawatan diri,
pendidikan, sosial dan lingkungannya.

SARAN

Berdasarkan hasil review disampaikan saran Kepada orang tua agar dapat
menerapkan kemandirian personal hygiene pada anak, serta meluangkan waktu
memberi dukungan, semangat dan ikut serta memberikan pengajaran pada
anaknya agar memiliki kebiasaan mandiri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, H. 2005. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Jakarta:


Salemba Medika.

Batool Ghaneh, Seyed Houssein Saeed-Banadaky, Zohreh Rahaei, Hassan


Rezaeipandari, Ehsan Mohiti Ardakani. 2016. Disability and Self-Care
among Elders in Yazd. Elderly Health Journal, 2(1), 39-44.
http://ehj.ssu.ac.ir

Efanke Y. Pioh, Nicolaas Kandowangko, Jouke J.Lasut, M.Si. 2017. Peran


Pengasuh Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Disabilitas Netra
di Panti Sosial BartemeusManado. Acta Diurna, 4(1).

Jahja, Y. 2011. Psikologi perkembangan (edisi 1). Jakarta:Kencana.

Mathijs P.J. Vervloed, Ellen C.G. van den Broek, Ans J.P.M. van Eijden. 2020.
Critical Review of Setback in Development in Young Children with
Congenital Blindness or Visual Impairment. Internasional Journal of
Disability, Development and Education, 67(3), 336-355.
https://doi.org/10.1080/1034912X.2019.1588231

Rudiyati, S. 2009. Latihan Kepekaan Dria Non-Visual bagi Anak Tunanetra. Jurnal
Pendidikan Khusus, 5(20), 55-67.

Ramawati, D. 2011. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan


Perawatan Diri Anak Tuna Grahita Di Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah. Tesis, Universitas Indonesia, Depok.

Riset Kesehatan Dasar. 2013 Kesehatan Gigi dan Mulut. Badan Penelitian dan
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Pratiwi Nova Ariani, Wulan Noviani, S.Kep., Ns.,M.M. Gambaran


Kemampuan Perawatan Diri (Selfcare Agency) Pada Anak Disabilitas
(Tuna Grahita dan Tuna Netra) di SLB Negeri 1 Bantul. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2016.

16
Yoga Rosita, Hany Puspita A, Sylvie Puspita. 2020. Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Kemandirian Perawatan Diri Pada Anak Retardasi
Mental di SLB TN II Desa Mancar Kecamatan Peterongan. Prima
Wiyata Health, 1(1), 17-24.

17

Anda mungkin juga menyukai