Anda di halaman 1dari 7

Permasalahan yang ada di Kabupaten banyumas

Kesehatan

Sebagai upaya peningkatan kualitas hidup manusia, pembangunan bidang


kesehatan merupakan komponen penting untuk mendorong produktivitas
masyarakat. Hal ini dikarenakan apabila kondisi kesehatan manusia terjaga, maka
dapat memenuhi kebutuhan hidup dalam meningkatkan kesejahteraan.
Pembangunan kesehatan dilakukan melalui promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, dimana sebagai upaya pencegahan terhadap kejadian kesakitan upaya
yang dilakukan adalah promotif dan preventif.Dalam menjamin kehidupan
masyarakat yang sehat diperlukan upaya peningkatan derajat kesehatan yang baik,
diawali dari lingkup keluarga melalui fase kehamilan, bayi, anak, remaja, dewasa
sampai dengan lanjut usia (lansia). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain
kecukupan asupan gizi, kesadaran dalam Pola Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)serta kesadaran diri dalam deteksi dini penyakit.Sasaran prioritas
pembangunan kesehatan salah satunya adalah ibu dan anak karena merupakan
kelompok rentan yang perlu menjadi fokus perhatian pembangunan kesehatan.
Angka Kematian Ibu (AKI)
mencerminkan risiko yang dihadapi ibu selama kehamilan, melahirkan, dan
masa nifas yang dipengaruhi oleh status gizi ibu keadaan sosial ekonomi,
keadaan yang kurang baik menjelang kehamilan kejadian bebagai komplikasi
pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan perinatal daan obstetri. Terjadinya angka kematian
ibu menujukan keadaan Sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan perinatal dan
obstetri yang rendah pula.Keberhasilan upaya kesehatan ibu dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu tahun 2017 (54/100.000 kh) menurun

dibandingkan tahun 2013 (124/100.000 kh). Namun demikian upaya penurunan


AKI tetap menjadi perhatian, dikarenakan beberpa kasus kematian ibu hamil
masih dapat dicegah antara lain pada kasus perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan, infeksi, gangguan sistem peredaran darah, gangguan metabolisme.
Angka kematian ibu di Kabupaten Banyumas tahun 2013 s.d. 2017 dapat dilihat
pada gambar berikut Kematian ibu juga dipengaruhi baik oleh penyebab langsung
maupun tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu terbesar adalah
komplikasi obstetrik (90 %) yang dikenal dengan Trias Klasik seperti perdarahan,
infeksi dan preeklamsi, atau komplikasi pada saat kehamilan,kelahiran dan selama
nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Upaya percepatan
penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu
mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas, seperti pelayanan pemeriksaan
ibu hamil (Ante Natal Care) , pertolongan persalinan difasilitas pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan yang kompeten serta pelayanan nifas. Penilaian
terhadap pelaksanaan pemeriksaan ibu hamill dapat dilakukan dengan melihat
cakupan K1 (Kunjungan Pertama pada Trimester 1) dan K4. Cakupan Pelayanan
Kesehatan Ibu Hamil K1 dan K4 Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil K1
dan K4 dapat dilihat pada tabel berikut.

Guna memenuhi amanat SDGs serta mengetahui kinerja pencapaian gizi, dapat
ditunjukkan pada indikator Angka Kematian Bayi(AKB) dan Kasus Gizi Buruk.
Kondisi AKB di Kabupaten Banyumas Tahun 2013-2017 dapat dilihat pada tabel
berikut.Tabel 2.19. Angka Kematian Bayi Kabupaten Banyumas Tahun 2013-
2017

AKB merupakan gambaran kurangnya asupan gizi bayi selama


dalam kandungan yang menyebabkan Berat Badan Lahir Rendah, kelainan
konginetal pada bayi dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Upaya yang
telah ditempuh antara lain melalui peningkatan pendampingan kelas ibu
dan balita serta optimalisasi peran Posyandu.Selain intervensi gizi terhadap bayi,
maka perhatian perlu diberikan pada Prosentase gizi buruk pada Balita . Di
Kabupaten Banyumas prosentase gizi buruk dari tahun 2013 – 2017 mengalami
fluktuatif, sebagaimana gambar berikut

Gambar 2.11.
Kasus Gizi Buruk di Kabupaten Banyumas Tahun 2013 - 2017

Sedangkan terkait dengan kondisi stunting di Kabupaten Banyumas, merupakan


percotohan penanganan stunting di tingkakan nasional dan provinsi, karena kasus
stanting di Kabupaten Banyumas masihcukup tinggi.

Pada tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya hal ini dilihat
dari pemantauan kondisi gizi pada balita usia 0-59 bulan dan balita usia 0-23 bulan,
kondisi tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan tentang pola pangan beragam,
bergizi, berimbang sehat dan aman yang antara lain ditunjukkan rendahnya angka rata-
rata konsumsi energi serta pola asuh orang tua terhadap balita, namun Pemerintah
provinsi telah melakukan upaya penanggulangan masalah balita stunting terintegrasi
dalam kegiatan perbaikan gizi pada masa kehamilan, penerapan ASIEksklusif dan
pemberian makanan pendamping ASI pada balita
Tabel 2.20.

Selain pemberian asupan gizi yang seimbang pada usia balita, perlu diperhatikan pula
pemenuhan gizi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu terhadap kebutuhan ASI Ekslusif. Tabel
2.26 menunjukkan kondisi pemenuhan ASI Ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan.

Pemberian ASI Ekslusif dan asupan gizi seimbang pada balita merupakan salah satu
upaya untuk membentuk SDM berkualitas. Hal tersebut sekaligus menjawab tantangan
bonus demografi dalam mempersiapkan SDM sejak usia dini agar nantinya menghasilkan
SDM berkualitas dan memiliki daya saing.Hal-hal lain yang masih perlu perhatian pada
upaya pembangunan kesehatan yaitu masih cukup tingginya angka kematian dan
kesakitan meskipun dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Untuk mengetahui
perkembangan angka kesakitan salah satunya ditunjukkan melalui kondisi penyakit baik
menular maupun tidak menular. Tabel dibawah ini menggambarkan kondisi penyakit
menular dalam kurun waktu 2013-2017.
Penyakit menular yang menjadi sasaran prioritas program di Kabupaten Banyumas
adalah : TB, HIV/AIDS, Demam Berdarah Dengue(DBD). Angka kesakitan DBD (IR DBD) di
jawa Tengah. Kondisi capaian DBD mengalami meningkat pada Tahun 2016 jika
dibandingkan tahun 2013 hal ini menunjukan upaya pencegahan penyakit menular harus
ditingkatkan , namun tidak demikian dengan HIV/AIDS pada Tahun 2017 mengalami
penurunan penemuan kasus dibanding tahun 2013, namun masih menjadi masalah yang
perlu ditangani secara serius hal ini dikarenakan masih rendahnya pemahaman remaja
terhadap akibat penyalahgunaan narkoba, kecenderungan meningkatnya perilaku yang
menyimpang. Sedangkan untuk kondisi penyakit tidak menular ditunjukkan pada tabel
berikut 2.22

Kemajuan teknologi, mobilisasi penduduk, perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat
seperti kebiasaan merokok, diet tidak seimbang, kurang aktifitas fisik, dan konsumsi
alkohol menjadi faktor risiko meningkatnya penyakit tidak menular di Jawa Tengah.
Peningkatan PTM tidak saja menimbulkan dampak ekonomi tapi juga mengakibatkan
penurunan produktifas karena kasus PTM banyak ditemukan pada usia produktif seperti
Hipertensi, Diabetes Mellitus, dan Kanker. Data Riskesdas tahun 2013 menyebutkan
hanya sekitar 30% cakupan pemeriksaan PTM oleh tenaga kesehatan dan biasanya
datang ke pelayanan kesehatan dalam stadium yang lanjut, dan selebihnya tidak
menyadari jika dirinya menderita PTM

Perilaku hidup sehat menjadi hal yang penting untuk ditanamkan pada masyarakat sejak
mulai usia dini yang dilakukan melalui program Open Defacation Free (ODF) atau Bebas
Buang Air Besar Sembarangan. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyumas guna meningkatkan jumlah desa/kelurahan agar terverifikasi sebagai ODF
melalui pemberian jamban kepada kepala keluarga dengan mekanisme bansos.
Dikabupaten Banyumas yang merupakan Kecamatan ODF adalah Kecamatan Somagede,
Lumbir, dan Wangon.Angka usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan paritas daya
beli sebagai komponen IPM Kabupaten Banyumas selengkapnya dapat dilihat pada table
berikut :

Anda mungkin juga menyukai