Anda di halaman 1dari 22

HUKUM KETENAGAKERJAAN

OUTSOURCING

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Azizah Delima Sahara (1820104091)

Desis Sapitri (1820104095)

Eva Sukaesih (1820104103)

Marda Yunani (1820104117)

Mida Tiara Asih (1820104121)

Muhammad Arif (1820104126)

Dosen Pengampu :

Azizah, S.H., M.Hum.,

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya

tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat

serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad

SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,

baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan

dengan judul “OUTSOURCING”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan

kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi

makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada

makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen

yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini

dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Defenisi Outsourcing.................................................................................................3

B. Pelaksanaan Outsourcing di Indonesia......................................................................4

C. Sumber Hukum dan Perlidungan Hukum Outsourcing.............................................6

D. Penyelesaian Perselisihan Outsourcing.....................................................................13

BAB III PENUTUP..............................................................................................................17

A. Kesimpulan................................................................................................................17

B. Saran...........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang memperjuangkan

kesejahteraan rakyatnya. Negara adalah wadah bangsa yang menggambarkan cita-cita

kehidupan bangsa. Menurut pendapat Plato, negara adalah suatu keinginan kerjasama

antara manusia dalam memenuhi kepentingan mereka. Kesatuan mereka ini yang

kemudian disebut sebagai masyarakat dan masyarakat itu adalah negara, antara sifat-

sifat manusia untuk memenuhi kepentingan mereka.

Dalam hal pembangunan nasional, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan,

Indonesia mengutamakan sebesar-besarnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

pekerja. Oleh karena itu, diharapkan bahwa hukum ketenagakerjaan di Indonesia

dapat menjamin kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan penegakan hukum.

Permasalahan mengenai ketenagakerjaan hingga kini masih menjadi sorotan,

kita bisa melihat bahwa hampir semua aksi Buruh dalam memperingati hari buruh

sedunia (mayday) selalu menuntut keadilan atas kemanusiaan. Misalnya saja dalam

pengaturan dan implementasi outsourcing, yang dipandang belum seimbang dalam

pelaksanaannya di dalam masyarakat. Adanya perbedaan yang tajam antara

pelaksanaan outsourcing dan apa yang tercantum dalam isi Undang-Undang mengenai

implementasi di tingkat lapangan yang memperngaruhi investasi dan kelangsungan

bekerja secara nasional. Selain itu, dalam sisi ketenagakerjaan akan mempengaruhi

daya serap tenaga kerja dan korelasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Outsourcing?

1
2. Bagaimana pelaksanaan Outsourcing di Indonesia?

3. Apa yang menjadi sumber hukum dan bagaimana perlidungan hukum

Outsourcing?

4. Bagaimana cara penyelesaian perselisihan Outsourcing?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Outsourcing.

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Outsourcing di Indonesia.

3. Untuk mengetahui apa menjadi sumber hukum dan bagaimana perlidungan

hukum Outsourhing.

4. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian perselisihan Outsourcing.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Outsourcing

Outsourcing telah lama berkembang di Indonesia terutama dalam bentuk

pemborongan pekerjaan dan dilakukan untuk sektor pertambangan. Kemudian

outsourcing berkembang di sektor lain, hal ini di antaranya dapat dilihat dari

Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 264/KP/1989 tentang Pengelolaan Sub

Kontrak di Kawasan Berikat Nusantara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah

nilai ekspor dan meningkatkan kualitas produk ekspor. Selanjutnya, dengan semakin

pesatnya perkembangan teknologi dan pasar bebas maka muncullah berbagai bentuk

hubungan kerja yang lebih fleksibel yang bertujuan untuk lebih memaksimalkan

efisiensi perusahaan. Hubungan kerja tersebut antara lain perjanjian kerja kontrak atau

perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan outsourcing. PKWT atau pekerja

kontrak direkrut langsung oleh perusahaan pengguna tenaga kerja, sedangkan

outsourcing direkrut melalui perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Menurut

Priambada, outsourcing adalah pengalihdayaan sebagian atau seiuruh pekerjaan dan

atau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing,

baik pribadi, perusahaan, divisi, maupun sebuah unit dalam perusahaan1.

Dalam Undang-Undang tidak disebutkan secara tegas mengenai pengertian

dari outsourcing. Outsourcing di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan

dan penyediaan jasa tenaga kerja atau pendelegasian operasi dan manajemen harian

dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Outsourcing
1
Triyono. Outsourcing Dalam Perspektif Pekerja Dan Pengusaha. (Jurnal Kependudukan Indonesia,
2011). Vol. VI. No. 1. Hal. 47

3
dibagi atas dua suku kata yaitu out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja,

tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa

Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, Outsourcing atau alih daya dapat

diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core

atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh2.

Outsourching sendiri memiliki dua macam, yaitu pertama, Perjanjian

pemborongan pekerjaan secara penuh (full outsource/pemborongan pekerjaan murni)

atau business process outsourcing. Dan yang kedua, Penyediaan jasa pekerjaan/buruh

(labor contract/supplier)3.

B. Pelaksanaan Outsourcing di Indonesia

Dalam pelaksanaan perjanjian kerja seyogianya merupakan hubungan yang

saling menguntungkan dan dikembangkanjalan tengah bahwa kedua belah pihak

menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Karena jika buruh menuntut upah

tinggi, sedangkan di pihak lain pengusaha tidak sanggup maka jalan terakhir adalah

perusahaan akan tutup. Jika hal ini terjadi maka pemutusan hubungan kerja tidak

dapat dihindarkan. Di sisi lain jika pengusaha memberikan upah murah, padahal

perusahaan mampu memberikan upah yang lebih tinggi maka menyebabkan semangat

kerja buruh semakin menurun dan akibatnya pun hasil produksi menurun. Oleh karena

itu, hubungan pengusaha dan buruh seharusnya saling menguntungkan, namun yang

cenderung terjadi adalah hubungan kerja yang bersifat patron-client, akibatnya

muncullah kelas bourgeouis dan ploletariat.

2
Julyatika Fitriyaningrum. Implementasi Sistem Alih Daya Atau Outsourcing Dalam Mencapai
Kesejahteraan Pekerja Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. (Jurnal Indonesion
State Law Review, Oktober 2019). Vol. 2 No. 1. Hal. 91
3
Iftida Yasar. Menjadi Karyawan Outsourcing. (Jakarta: Pustaka Utama 2011), Hal.5

4
Lahirnya outsourcing untuk menciptakan produktivitas perusahaan dan

mengakibatkan keuntungan semakin berlipat. Pemyataan ini seperti yang

diungkapkan oleh Abdul Kholek bahwa outsourcing merupakan anak kandung

kapitalisme. Oleh karena itu, secara tidak langsung munculnya fenomena outsourcing

di Indonesia tidak lepas dari konspirasi asing agar mereka lebih mudah untuk masuk

ke Indonesia dan mendapatkan tenaga murah dan berkualitas. Dalam pengambilan

kebijakan outsourcing seharusnya dilihat dari berbagai sisi serta disertai kajian

akademis. Kemudian ada beberapa tahapan untuk melihat dan merumuskan model

kebijakan, yaitu identifikasi, implementasi, dan evaluasi. Tahap identifikasi adalah

mengumpulkan data mengenai persoalan dan kebutuhan masyarakat. Dalam

identifikasi ini menyangkut berbagai data permasalahan yang berkaitan dengan

outsourcing4. Berbagai permasalahan outsourcing mulai dari perjanjian, perekrutan

sampai dengan pelaksanaan sampai sekarang masih banyak pelanggaran.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut belum mampu ditangani oleh instansi terkait.

Maraknya praktik outsorcing maupun pesatnya pertumbuhan jenis-jenis usaha

tentunya juga menambah berbagai permasalahan ketenagakerjaan. Permasalahan ini

dapat ditemukan dalam implementasi outsourcing yang banyak menyimpang.

Penyimpangan ini mulai dari jenis-jenis pekerjaan yang di-outsourcing, jaminan

sosial, tunjangan, dan kebebebasan berserikat. Namun demikian, dalam pelanggaran

ini bukan hanya dari pihak pengusaha namun juga dapat juga dilakukan oleh buruh.

Misalnya, dari pihak buruh dengan seenaknya memutus kontrak di tengah jalan

karena mendapatkan tawaran yang lebih bagus dari perusahaan lain.

Penetapan jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing-kan juga masih menjadi

perdebatan, hal itu terkait dengan batasan, pengertian, dan pemahaman mengenai

jenis pekerjaan inti (core) dan pendukung (non core) yang berbeda. Oleh karena itu,
4
Triyono. Outsourcing Dalam….., Hal 47

5
berbagai perusahaan tentunya memiliki pertimbangan sendiri dalam menetapkan

peketjaan inti dan pendukung, dengan berbagai pertimbangan seperti efisiensi,

keuntungan, kebiasaan perusahaan, dan pertimbangan lain seperti kemanan, selain itu

yang menjadi pertimbangan pokok adalah apakah yang dihasilkan oleh perusahaan

tersebut. Berbagai bentuk petjanjian kerja saat ini lebih mengarah ke outsourcing yang

banyak ditentang oleh kaum buruh. Akan tetapi, pertentangan suatu kebijakan oleh

salah satu pihak yang merasa dirugikap, di sisi lain terdapat pihak yang mendukung5.

C. Sumber Hukum danPerlindungan Hukum Outsourcing

1. Sumber Hukum Oursourcing

a. Outsourcing dalam BW

Salah satu bentuk pelaksanaan outsourcing adalah melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan. Dalam BW Pasal 1601 disebutkan perjanjian

pemborongan pekerjaan, yakni sebagai perjanjian dengan mana pihak yang

satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan bagi pihak

lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang

ditentukan. Ada beberapa prinsip yang berlaku dalam pemborongan

pekerjaan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan BW, yakni sebagai

berikut6 :

1) Jika telah terjadi kesepakatan dalam pemborongan pekerjaan dan

pekerjaan telah mulai dikerjakan, pihak yang memborongkan tidak bisa

menghentikan pemborongan pekerjaan;

5
Triyono. Outsourcing Dalam….., Hal 48
6
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2008).
Edisi Revisi. Hal 178

6
2) Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong

namun pihak yang meborongkan diwajibkan membayar kepada ahli

waris si pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan sesuai dengan

pekerjaan yang telah dilakukan;

3) Si pemborong bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan orang

orang yang telah dipekerjakan olehnya;

4) Buruh yang memegang suatu barang kepunyaan orang lain, untuk

mengadakan sesuatu pada barang tersebut, berhak menahan barang itu

sampai biaya dan upah-upah yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi

seluruhnya, kecuali jika pihak yang memborongkan telah memberikan

jaminan secukupnya untuk pembayaran biaya dan upah-upah tersebut.

b. Outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

mengatur dan melegalkan outsourcing. Istilah yang dipakai adalah perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa buruh/pekerja. Dalam Pasal 64

disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan

penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Perkerjaan yang dapat

diserahkan untuk di-outsource adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terpisah dari kegiatan utama, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak

langsung dari pemberi pekerjaan, merupakan kegiatan penunjang perusahaan

secara keseluruhan dan tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Selain itu, perusahaan pemborong pekerjaan harus berbadan hukum

dan memiliki izin dari instansi yang bertanggungjawab di bidang

7
ketenagakerjaan. Jika persyaratan diatas tidak dipenuhi, demi hukum status

hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan

beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi

pekerjaan. Syarat lain dalam outsourcing yang harus dipenuhi adalah sebagai

berikut7 :

1) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja harus sekurang-kurangnya

sama dengan perlindungan kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2) Hubungan kerja dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu

sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003.

3) Pasal 59 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang menurut

jenis dan sifat pekerjaan atau kegiatan pekerjannya akan selesai dalam

waktu tertentu, yaitu :

a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesainnya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama tiga tahun;

c) Pekerjaan yang bersifat musiman;

d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk bare, kegiatan barn, atau

produk tambalian yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perusahaan Penyedia buruh atau pekerja harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

1) Adanya hubungan kerja antara pekerja buruh dan perusahaan penyedia

jasa pekerja atau buruh.


7
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan……, Hal. 178

8
2) Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana

dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau

perjanjian kerja waktu tidak tentu dibuat secara tertulis dan ditandatangani

oleh kedua belah pihak.

3) Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawan perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh.

4) Perjanjian antara perusahaan penguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan

lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi

Nomor Kep101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

Penyedia Jasa Buruh atau Pekerja disebutkan, apabila perusahaan penyedia

jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah

pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat8 :

1) Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerjaan buruh dari

perusahaan penyedia jasa.

2) Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana maksud

hurf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia

jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa

sehinga perlindungsan, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta


8
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan……, Hal. 179

9
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh.

3) Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia

menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

sebelumnya untuk jenis jenis pekerjaan yang terus menerus ada di

perusahaan pemberi kerja, dalam hal terjadi penggantian perusahaan

penyedi ajassa pekerja/buruh.

2. Perlindungan Hukum Outsourcing

Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat

membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua

bidang. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk

menyesuaikan sdengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan

fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan

suatu perubahan structural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang

kendali menajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi

lebih efektif, efisien, dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau

kemudian muncul kecendrungan “outsourcing”, yaitu memborongkan satu bagian

atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada

perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan9.

Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui oleh banyak merugikan

pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/ kontrak

(perjanjian kerja waktu tertentu), upah lebih rendah, jaminan social kalaupun ada

hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan

9
Muzni Tambusai. Pelaksanaan Organisasi Ditinjau Dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan Tidak
Mengaburkan Hubungan Industrial. (Jurnal Hukum, 2004). Vol.1. Hal. 18

10
pengembangan karier, dan lain lain. Dengan demikian memeang benar kalau dalam

keadaan seperti itu dikatakan praktik outsourcing akan menyengsarakan

pekerja/buruh dan membuat kaburnya hubungan industrial. Hal tersebut dapat terjadi

karena sebelum adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam

melaksanakan outsourcing. Dan Ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentan Ketenagakerjaan belum dapat menjawab semua

permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidak-tidaknya

dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh terutama yang

menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi serta jaminan social dan perlindungan kerja

lainnya dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.

Pengaturan outsourcing bila dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan adalah

untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan outsourcing dan dalam waktu

bersamaan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh. Dengan demikian,

adanya anggapan bahwa hubungan kerja pada outsourcing selalu menggunakan

perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT/kontrak, sehingga mengaburkan hubungan

industrial adalah tidak benar. Pelaksanaan hubungan kerja pada outsourcing telah

diatur secara jelas dalam Pasal 65 ayat (6) dan (7) dan Pasal 66 ayat (2) dan (4)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meskipun belum

begitu lengkap. Memang pada keadaan tertentu sangat sulit untuk mendefinisikan atau

menentukan jenis pekerjaan yang dikategorikan penunjang. Hal ini dapat terjadi

11
karena perbedaan persepsi dan ada kalanya juga dilator belakangi oleh kepentingan

yang diwakili untuk memperoleh keuntungan dan kondisi tersebut. Disamping itu,

bentuk-bentuk pengelolaan usaha yang sangat bervariasi dan beberapa perusahaan

multinasional dalam era globalisasi in membawa bentuk baru pola kemitraan usaha,

menambah semakin kompleksnya kerancuan tersebut. Oleh karena itu, melalui

Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (5) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diharapkan mampu mengakomodasi

atau memperjelas dan menjawab segala sesuatu yang menimbulkan kerancuan

tersebut dengan mempertimbangkan masuka dan semua pihak pelaku proses produksi

barang maupun jasa. Selain upaya tersebut, untuk mengurangi timbulnya keracuan,

dapat pula dilakukan dengan membuat dan menetapkan skema proses produksi suatu

barang maupun jasa sehingga dapat ditentukan pekerjaan pokok/utama (core

business), diluar itu berarti pekerjaan penunjang10. Dalam hal ini untuk menyamakan

persepsi perlu dikomunikasikan dengan pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat

buruh serta instansi terkait untuk kemudian dicantumkan dalam peraturan perusahaan/

kesepakatan kerja bersama.

Dengan demikian, pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaannya dimaksudkan

untuk memberikan kepastian hukum bagi terlaksananya sebagaimana mestinya adalah

masalah lain dan bukan karena aturannya itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menjamin

terlaksananya secara baik sehingga tercapai tujuan untuk melindungi pekerja/buruh,

diperlukan pengawas ketengakerjaan maupun oleh masyarakat di samping perlunya

kesadaran dan itikad baik semua pihak11.

10
Muzni Tambusai. Pelaksanaan Organisasi….., Hal. 20
11
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak Kerja Outsourcing Di Perusahaan.
(Yogyakarta : CV. Budi Utama, 2019). Hal. 78

12
D. Penyelesaian Perselisihan Outsourcing

Dalam hubungan kerja dapat terjadinya konflik maupun sengketa, baik itu

antara pekerja dengan perusahan pengguna (principle) tenaga kerja outsourcing

maupun dengan pekerja dengan perusahaan penyalur (pendor) tenaga kerja

outsourcing. Sebagaimana dikemukakan Ronny Hanitijo Soemitro bahwa konflik

adalah situasi atau keadaan dimana dua atau lebih pihak memperjuangkan tujuan

masing-masing yang tidak dapat dipersatukan dan dimana tiap-tiap pihak mencoba

meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran tujuannya masing-masing. Sebagai

makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain, merupakan suatu hal yang

wajar jika dalam interaksi tersebut terajadi perbedaan paham yang mengakibatkan

konflik anatar satu dengan yang lain, merupakan suatu yang lumrah, yang penting

adalah bagaimana meminimalisir atau mencari penyelesaian dari konflik tersebut,

sehingga konflik yang terjadi tidak menimbulkan ekses-ekses negatif. Demikian

halnya dalam bidang perburuhan/ketenagakerjaan, meskipun para pihak yang terlibat

di dalamnya sudah diikat dengan perjanjian kerja namun konflik tetap tidak dapat

dihindari.

Jika hak-hak para pekerja outsourcing tidak diberikan oleh pengusaha ada

beberapa sarana yang dapat dipakai untuk menyelesaikannya yakni secara bipartit,

kemudian arbitrase, konsilasi, mediasi (ketiganya termasuk penyelasaian di luar

pengadilan/non litigasi), selanjutnya pengadilan negeri dan Mahkamah Agung pada

tingkat kasasi (litigasi)12.

1. Penyelesaian Non Litigasi

a. Penyelesaian Melalui Bipartit

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa penyelesaian bipartit


12
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak……, Hal. 102

13
dilakukan agar perselisihan dapat dilaksanakan secara kekeluargaan, yang

diharapkan masing-masing pihak tidak merasa ada yang dikalahkan atau

dimenangkan, karena penyelesaian bipartit bersifat meningkat. Undang-

undang memberikan waktu paling lama 30 hari untuk penyelesaian melalui

lembaga ini, jika lebih 30 hari maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Apabila perundingan mencapai kesepakatan, harus dibuat risalah perundingan

sebagai bukti telah dilakukan perundingan bipartit.

Dalam hal perundingan bipartit gagal, salah satu pihak wajib

mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di

bidang ketenagakerjaan setempat, untuk diperantarai. Pejabat yang berwenang

pada instansi tersebut wajib menawarkan kepada para pihak untuk

menawarkan penyelesaian melalui konsilasi untuk perselisihan kepentingan,

pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh

disatu perusahaan atau penyelesaian melalui arbitrase untuk perselisihan

kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di satu

perusahaan,apabila perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka

dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang mengikat dan menjadi hukum serta

wajib dilaksanakan oleh para pihak.

b. Penyelesaian Melalui Mediasi

Pada dasarnya penyelesaian perselisihan industrial melalui mediasi

adalah wajib, manakala para pihak tidak memilih penyelesaian melalui

konsilasi atau arbiter setelah instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan menawarkan kepada pihak-pihak yang berselisih. Perselisihan

hubungan industrial yang dapat diselsaikan melalui mediasi adalah13 :

1) perselisihan hak
13
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak……, Hal. 105-106

14
2) perselisihan kepentingan

3) perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

4) perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

c. Penyelesaian Melalui Konsilasi

Konsilasi adalah penyelsaian perselisihan hubunga industrial melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsilator yang netral.

prosedur konsilasi tidak berbeda dengan mediasi, yaitu meyelesaikan

perselisihan diluar pengadilan untuk tercapainya kesepakatan, ,menyangkut

perselisihan kepentingan, perelisihan keputusan hubungan kerja (PHK) atau

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan oleh

konsilatror.

d. Penyelesaian Melalui Arbitrase

Perselisiahan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah14 :

1) perselisihan kepentingan dan

2) perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

2. Penyelesaian Litigasi

Dalam hal mediasi atau konsilasi tidak tercapai kesepakatan, salah satu pihak

atau keduanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Pengadilan umum, kecuali di atur secara khusus oleh Undang-Undang No. 2 Tahun

2004.

a. Pemeriksaan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

Setelah penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan PHI, ketua

pengadilan negeri dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah


14
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak……, Hal. 110

15
menerima gugatan hareus sudah menetapkan majelis hakim yang terdiri atas satu

orang hakim ketua majelis dan dua orang hakim ad hoc sebagai anggota majelis

yang memeriksa dan memutus perkara15.

b. Putusan Hakim

Majelis hakim wajjib memutus perkara selambat-lambatnya 50 hari kerja

terhitung sejak hari sidang pertama. setelah putusan majelis hakim dibacakan

pada sidang terbuka untuk umum, panitera pengganti dalam waktu tuju hari kerja

harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak

hadir pada sidang tersebut16.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Outsourcing atau alih daya merupakan penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan yang sifatnya penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.

Outsourcing sendiri dibagi menjadi 2 macam, yang pertama, pemborongan pekerjaan

murni (full outsource) dan yang kedua, Penyediaan jasa pekerjaan/buruh (labor

contract/supplier).

Di Indonesia sendiri, outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan

dan penyediaan jasa tenaga kerja atau pendelegasian operasi dan manajemen harian

dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Oleh karena

itu, secara tidak langsung munculnya fenomena outsourcing di Indonesia tidak lepas
15
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak……, Hal. 116
16
Mas Muanam dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak……, Hal. 117

16
dari konspirasi asing agar mereka lebih mudah untuk masuk ke Indonesia dan

mendapatkan tenaga murah dan berkualitas.

Sumber hukum dan perlindungan hukum yang digunakan dalam outsourcing

antara lain :

1. Burgerlijk Wetboek (BW)

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Cara penyelesaian sengketa outsourcing dapat dilakukan melalui Lembaga

non litigasi (penyelesaian diluar pengadilan) seperti bipartit, arbitrase, konsilasi dan

mediasi. Selain itu dapat juga melalui Lembaga Litigasi yaitu Pengadilan Negeri dan

Mahkamah Agung.

B. Saran

Penulis sangat berharap kepada pembaca supaya dapat memahami dan mengerti apa

dan bagaimana outsourcing, karena ilmu ini sangat penting untuk diketahui dan

dipelajari bagi setiap setiap orang baik itu yang dari kalangan mahasiswa maupun

mayarakat. Penulis juga berharap apabila pembaca sudah memahami dan mengerti

dari outsourcing ini, maka diharapkan untuk tidak melupakannya dan membagikan

ilmunya kepada orang lain yang belum mengetahuinya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyaningrum, Julyatika. Implementasi Sistem Alih Daya Atau Outsourcing Dalam

Mencapai Kesejahteraan Pekerja Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003. (Jurnal Indonesion State Law Review, Oktober 2019). Vol. 2 No. 1

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. (Jakarta : Raja Grafindo Persada

2008). Edisi Revisi

Muanam, Mas dan Ronald Saija. Rekontruksi Kontrak Kerja Outsourcing Di Perusahaan.

(Yogyakarta : CV. Budi Utama, 2019)

Tambusai, Muzni. Pelaksanaan Organisasi Ditinjau Dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan

Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial. (Jurnal Hukum, 2004). Vol.1

Triyono. Outsourcing Dalam Perspektif Pekerja Dan Pengusaha. (Jurnal Kependudukan

Indonesia, 2011). Vol. VI. No. 1

Yasar, Iftida. Menjadi Karyawan Outsourcing. (Jakarta: Pustaka Utama 2011)

18
19

Anda mungkin juga menyukai