Anda di halaman 1dari 25

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan yang maha esa lagi maha kuasa, rasa
syukur yang tiada henti kami panjatkan kehadirat-Nya, karena atas segala rahmat
dan karunia-Nya kami dapat mengerjakan makalah yang berjudul Descartes dan
Spinoza ini dengan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, pemimpin dan pendidik sejati yang telah mengajarkan
ummatnya ketauhidan serta membawa kedamaian untuk seluruh alam semesta.
Kami sekelompok berupaya sekuat tenaga untuk membuat makalah ini
dengan baik, kendati demikian kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknis penulisannya.
Oleh karena itu bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat kami harapkan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang mengampu
mata kuliah Filsafat Ilmu yakni Bapak Dr. Muhammad Suaib Tahir, MA.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca, sehingga dapat menjadi penambah wawasan
terhadap kajian filsafat dari berbagai sudut pandang. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin.

Jakarta, 29 Mei 2021

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I: Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3

BAB II: Pembahasan 4


A. Biografi Rene Descartes 4
B. Pemikiran Rene Descartes 5
C. Metode Keraguan Rene Descartes 6
D. Teori Kebenaran Pengetahuan Teori kebenaran 8
E. Biografi Spinoza 9
F. Rasionalisme dan Mistik 10
G. Ajaran Etika Dan Kebahagiaan 13
H. Pantheisme Mistik-Rasional 17

BAB III: Penutup 22


Kesimpulan 22

Daftar Pustaka 23
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan sosok yang menginginkan kesempurnaan dalam
kehidupannya. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa hal ini adalah sunnatullah.
Sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna (QS: At-Tin 4), manusia selalu
mencari kebenaran untuk menjawab keingintahuannya (curiosity). Manusia
memaksimalkan akal yang dimilikinya untuk menemukan jawaban atas persoalan
yang dihadapinya. Dengan indera yang dimilikinya, manusia mencari dan
mendapatkan hal baru yang memang ingin diketahuinya tersebut.
Langkah mencari kebenaran ini didapatkan dalam kajian filsafat sebagai
sebuah cara untuk mendapatkan kebenaran. Dengan perbedaan pengalaman
masing-masing orang, seringkali terdapat perbedaan persepsi terkait dengan
kebenaran. Persoalannya adalah apakah sesuatu yang selama ini dianggap sebagai
sebuah kebenaran dapat dipastikan bahwa hal tersebut mempunyai hakikat
kebenaran sebenar-benarnya? Mungkinkah sebuah kebenaran pribadi akan sama
dengan pengalaman orang lain? Mengapa klaim kebenaran selalu muncul dalam
persepsi masing-masing individu? Dapatkah pengalaman pribadi dianggap sebagai
kebenaran hakiki?
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan hakekat kehidupan manusia
yang ingin hidup dalam sebuah kata kebenaran. Wal hasil, semua manusia ingin
mendapatkan kebenaran dengan usahanya sendiri-sendiri. Pro dan kontra dalam
mendefinisikan kebenaran sebuah obyek seringkali terjadi, sehingga masing-
masing ingin berada dalam koridor kebenaran yang diyakininya. Justru dengan
pro kontra akan menambah referensi dan khazanah keilmuan, sehingga akan
memberikan makna positif bagi kehidupan manusia
Salah seorang yang selalu menginginkan kebenaran adalah Rene Descartes
(1596-1650 M). Dia adalah seorang tokoh Rasionalisme yangsangat menentang
keras sebuah ide beberapa tokoh yang menyatakanbahwa pengalaman indrawi
adalah sumber hakiki pegetahuan manusia. Beberapa tokoh yang ditentangnya,
2

antara lain;Francis Bacon (1210-1292 M), Thomas Hobbes (1588-1679 M).


Dalam pemikiran Descartes, akal merupakan satu-satunya dasar atau alat
memperoleh pengetahuan.1
Pemikiran Descartes ini memberikan informasi bahwa keberadaan akal
dalam pencarian kebenaran merupakan hal penting yang perlu untuk diungkap.
Dalam bahasa agama, mungkin ini terkait dengan “kesyukuran” atas nikmat
terbesar Allah berupa akal. Selain pemikiran di atas, dirinya dianggap sebagai
bapak filsafatmodern, dan pencetus rasionalisme kontinental. 2 Ide terkenalnya
adalah cogito ergo sum (aku berfikir, maka aku ada). Melalui ide itupula, dirinya
ingin menegaskan bahwa hanya akal atau rasio yang dapatmenjadi satu-satunya
dasar yang dapat dipercaya, dan bukan imanatau wahyu sebagaimana dipegangi
oleh filosuf abad pertengahan.3
Pertautan Descartes dengan akal sebagai alat pencari kebenaran,
disamping perseteruandenganbeberapafilosufpada zamannya, menjadikannya
sebagai filosuf terkenal. Dengan kenyataan bahwa ide- ide Descartes merupakan
sesuatu yang menarik dan penting untuk dikaji, maka makalah ini berusaha
mengungkap hal- hal yang terkait dengan sosok filosuf ini. Sandaran pemikiran
Descartes dijadikan sebagai starting point untuk kemudian melihat kontribusi
pemikirannya dalam pengembangan ilmu dakwah. Ilmu dakwah dijadikan sebagai
obyek pembanding dalam kerangka pemikiran Descartes, sehingga akannampak
kontribusi pemikirannya dalam hal ini.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Rene Descartes itu?
2. Bagaimana pemikirannya Rene Descartes?
3. Apa yang dimaksud dengan metode keraguan Rene Descartes?
4. Siapakah Spinoza itu?
5. Apa yang dimaksud dengan Rasionalisme dan Mistik?
1
Bagus Lorens. .Kamus Filsafat. (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama. 2000) h.929
2
Yusuf Akhyar. Pengertian Epistemologi, Logika, Metodologi, Ontologi, dan Aksiologi.
(Jakarta: Program Paska sarjana UI. 2002) h. 16
3
Keraf, A. Sonny. Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjauan Filosofis. (Yogyakarta: Kanisius.
2001) h. 47
3

6. Apa yang dimaksud dengan Pantheisme Mistik-Rasional?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengenal Rene Descartes dan Spinoza
2. Untuk mengetahui pemikiran Rene Descartes dan Spinoza
3. Untuk memahami metode keraguan Rene Descartes
4. Untuk memahami Rasionalisme dan Mistik
5. Untuk memahami Pantheisme Mistik-Rasional.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Rene Descartes


Rene Descartes lahir di La Haye, Perancis 31 Maret 1959 . Descartes
adalah seorang filsusuf berkebangsaan Perancis dan beragama katholik sekaligus
penganut ditentang oleh tokoh-tokoh gereja. Descartes juga dikenal sebagai
Renatus Cartesius. Dia merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis.
Karyanya yang terpenting adalah Discours de la method (1637) dan Meditationes
de prima Philosophia (1641). Rene Descartes bapak Filsafat itu diberikan kepada
Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun
filsafat yang berdiri di atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh
pengetahuan rasional.
Dia sekolah di Universitas Jesuites di La Fleche dari tahun 1604-1612 M,
yang tampaknya telah memberikannya dasar-dasar matematika modern, jauh lebih
baik daripada yang bisa diperolehnya di kebanyakan universitas pada saat itu.
Pada tahun 1612, dia pergi ke Paris, namun kehidupan di sana membuatnya
bosan, dan kemudian dia mengasingkan diri di daerah terpencil di Fauborg St.
Germain untuk menekuni Geometri. Namun demikian, teman- temannya
menemukannya, maka untuk lebih menyembunyikan diri, dia mendaftar sebagai
tentara Belanda pada tahun 1617.
Tahun 1621, Descartes berhenti dari medan perang dan setelah berkelana
ke Italia, lalu ia menetap di Paris (1625). Tiga tahun kemudian, ia kembali masuk
tentara, tetapi tidak lama ia keluar lagi dan akhirnya memutuskan untuk hidup di
negeri Belanda. Di sinilah, ia menetap selama 20 tahun (1629-1649) dalam iklim
kebebasan berpikir. Di negeri inilah, ia dengan leluasa menyusun karya-karyanya
di bidang ilmu dan filsafat. Meskipun Descartes tidak pernah menikah, tetapi dia
mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada usia lima
tahun, peristiwa ini menurutnya merupakan satu kesedihan paling dalam selama
hidupnya.4
4
Russell Bertrand, 2007. Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-
Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), h. 20.
5

Descartes menghabiskan masa hidupnya di Swedia tatkala ia memenuhi


undangan Ratu Christine yang menginginkan pelajaran-pelajaran darinya.
Pelajaran-pelajaran yang diharuskan diajarkan setiap jam lima pagi menyebabkan
Descartes jatuh sakit, yang menjemput ajalnya pada 11 Februari 1650 di usia 54
tahun, sebelum ia sempat menikah. Jenazahnya kemudian dipindahkan ke Prancis
pada 1667, dan tengkoraknya disimpan di Museum d’ Historiie naturelle, Paris.5
Selain mencurahkan perhatiannya dalam bidang filsafat, Descartes juga
dikenal sebagai seorang Polymath, yaitu seorang yang mempunyai perhatian luas
dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu pasti. Sumbangannya
yang besar dalam dunia ilmu adalah keberhasilannya menemukan ilmu ukur
koordinator (coordinatgeometri).
Ia menyatakan ketidakpuasannya atas filsafat dan ilmu pengetahuan yang
menjadi bahan penyelidikannya. Dalam bidang ilmiah, tidak ada sesuatu pun yang
dianggap pasti. Semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang
dipersoalkan juga. Satu-satunya pengecualian adalah ilmu pasti. Demikian
menurut Descartes.6 Karya-karya Descartes cukup banyak. Beberapa karyanya,
antara lain adalah: Discours de la Methode (1637) yang berarti uraian tentang
metode yang isinya melukiskan perkembangan intelektualnya.

B. Pemikiran Rene Descartes


Sumber dan hakikat pengetahuan Sebagai seorang tokoh rasionalisme
yang sering disebut-sebut sebagai bapak filsafat modern, Descartes memiliki
fondasi dasar ajaran filsafat yang sangat populer dan tidak tergoyahkan, yakni
tentang ajaran yang menegaskan bahwa kebenaran tertinggi berada pada akal budi
manusia. Menurut Descartes, rasio merupakan sumber pengetahuan. Hanya rasio
sajalah yang dapat membawa orang pada kebenaran. Yang benar hanyalah

5
Zubaedi dkk, Filsafat Barat; Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains
ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), h. 35.
6
Abdul hakim Atang dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum; Dari Metologi sampai
Teofilosofi . (Bandung: CV Pustaka Setia 2008) hal 34
6

tindakan akal yang terang benderang yang disebutnya Ideas Claires el Distinctes
(pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah).7
Untuk itulah, Descartes menekankan agar tidak mempercayai segala
sesuatu di luar rasio manusia, karena kesaksian apapun yang bersumber dari luar
rasio manusia adalah tidak pasti dan tidak dapat dipercayai. Kebenaran harus
dicari dan didasarkan dengan menggunakan kriteria “clearly and distinctly”
mengemukakan tentang adanya tiga ide- ide bawaan (innate ideas). yaitu:
a. Idea pemikiran: ide yang memungkinkan diri saya sebagai makhluk yang
berpikir (pemikiran adalah hakikat saya).
b. Idea Allah sebagai wujud sempurna, karena saya mempunyai idea yang
sempurna, maka pasti ada sesuatu yang sempurna itu. Wujud yang sempurna
itu adalah Allah.
c. Idea keluasan: yang memungkinkan saya (kita) mengerti materi (benda-
benda, objek-objek) sebagai keluasan, sebagaimana hal itu dapat dipelajari
secara kuantitatif (ilmu ukur/matematika).
Di sisi lain, untuk membuktikan kepada kita bahwa kita tidak bisa begitu
saja percaya terhadap indra kita. Descartes menunjukkan pengalaman mimpi yang
tampak sangat nyata, bahkan ketika kita melakukan sesuatu yang tidak dapat kita
lakukan ketika dalam keadaan sadar (seperti terbang), hal itu nampak bahwa kita
sungguh-sungguh dapat melakukannya. Karena itulah, tidak ada sesuatu apapun
yang dapat meyakinkan kita bahwa kita tidak sedang bermimpi saat ini. Dan jika
kita tidak bisa yakin bahwa kita saat ini tidak sedang bermimpi, kita tidak bisa
memperoleh pengetahuan melalui penggunaan indra kita.

C. Metode Keraguan Rene Descartes (The Method of Cartesian Doubt)


Berawal dari keinginan untuk menemukan metode yang ampuh dalam
mencari kepastian hakiki suatu pengetahuan dan memastikan bahwa sesuatu yang
ada itu benar-benar ada dan bukan hanya khayalan semata. Descartes membangun
suatu fondasi dasar yang ia sebut sebagai Metode Keraguan. Suatu metode yang

7
Abdul hakim Atang dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum; Dari Metologi sampai
Teofilosofi . (Bandung: CV Pustaka Setia 2008) hal 40
7

dia awali dengan upaya menyangsikan segala sesuatu. Sebagaimana yang ditulis
oleh Sakban Rosidi.
Cartesian method start from doubting everything”de Omnibus
dubitandum”. On the principles of human knowledge, Descartes asserted : first,
that in order to seek the truth, it is necessary, once in the course of our life to
doubt. As far as possible, of all thing. Second, that we thought, also consider as
false allthat is doubtfull.8
Descartes bertolak dari kenyataan di mana kita (manusia) sering tertipu
oleh pengamatan, seperti Argumen Plato, yang menyatakan bahwa tongkat yang
terdapat di kolam yang bergelombang kelihatan bengkok, jalan lurus di ujungnya
kelihatan bertemu, dan seterusnya. Descartes terus meragukan segala hal, meski
sekecil apapun. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Descartes :
I suppose that everything I see is false. I believe that none of what my
deceitful memory represents ever existed. I have no sense whatever. Body, shape,
extension, movement, and place are all chimeras. What then will be true?
Perhaps just the single fact that nothing is certain. (Rene Descartes, 1993)
Keraguan Descartes tampaknya bisa dipahami, karena bisa saja ada
sesuatu (oleh Descartes disebut “si jenius atau si setan jahat” )yang bisa meniupu
atau memalsu penalaran, sehingga sesuatu yang salah akan tampak sebagai
kebenaran. Descartes mengalami kesulitan untuk membuktikan dan mengetahui
adanya dunia luar dengan bertolak dari gagasan “cogito ergo sum” nya. Dan untuk
membuktikan bahwa ia tidak tertipu tentang adanya dunia luar, maka ia bertolak
dari adanya eksistensi Tuhan yang menjamin, karena menurutnya hanya Tuhan
yang dapat menjamin bahwa:
a. ide-ide kita yang jelas dan terpilah memang benar,
b. kita tidak tertipu oleh setan jahat.
Descartes menggunakan argumen ontologis tentang adanya Tuhan dari
Anselmus sebagai dasar metodenya. Allah sebagai penyebab ide yang sempurna
dalam pemikiran kita. Begitu Descartes membuktikan adanya eksistensi Tuhan,

8
Rosidi, Sakban. The History of Modern Thought; A Brief but Critical Reminder.
(Malang: CISC. 2002) hal. 67
8

maka Descartes merasa memiliki dasar untuk mengakui; adanya tubuh kita yang
berbeda dari rasio. bahwa ide kita mengenai dunia luar adalah benar. Setelah
meragukan segala hal, bahkan keberadaannya sendiri, maka ada sesuatu yang
tidak dapat diragukan keberadaannya (saya) yang sedang ragu itu. Adanya saya
yang ragu itu secara langsung membuktikan adanya saya yang berpikir, (cogito
ergo sum; saya berpikir, maka saya ada) merupakan kebenaran filsafat pertama
(primum philosophicum). Tidak peduli betapa pun asam keraguan menggerogoti,
keraguan ini tidak dapat menelan habis dasar dari keberadaannya sendiri; yaitu
eksistensi dari orang yang meragukan.
Descartes menempatkan peran rasio, intuisi dan penalaran deduktif dalam
mencapai yang pasti. Descartes mengajukan beberapa prinsip metodologis yang
dapat menjadi landasan dalam berpikir :
a. Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini
sendiri bahwa itu memang benar.
b. Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah
penyelesaian.
c. Berpikir runtut dengan mulai dari hal yang sederhana, sedikit demi sedikit
untuk sampai ke hal yang paling rumit.
d. Perincian yang lengkap dan pemeriksaan menyeluruh diperlukan, supaya
tidak ada yang terlupakan.

D. Teori Kebenaran Pengetahuan Teori kebenaran


Teori Kebenaran Pengetahuan Teori kebenaran pengetahuan yang dianut
oleh Descartes dan para kaum rasionalis adalah teori konsistensi atau koherensi
(the consistence theory of the truth, the accordance theory of truth). Teori
konsistensi atau koherensi adalah suatu proposisi atau makna pernyataan dari
suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan
ide-ide dari proposisi yang terdahulu bernilai benar.
Sebagai contoh, kita sebagai bangsa Indonesia pasti memiliki pengetahuan
bahwa Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945
bertepatan dengan hari Jumat tanggal 17 Ramadhan. Jika seseorang hendak
9

membuktikannya, tidak dapat langsung melalui kenyataan dalam objektivanya,


karena kenyataan hal tersebut telah berlangsung 65 tahun yang lalu. Untuk
membuktikannya, maka harus melalui ungkapan-ungkapan tentang fakta itu, yaitu
melalui sejarah atau dapat diafirmasikan kepada orang-orang yang mengalami dan
mengetahui kejadian itu. Dengan demikian, kebenaran dari pengetahuan itu dapat
diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau juga pembuktian proposisi itu
melalui hubungan logis jika pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya
berkaitan dengan pernyataan-pernyataan logis atau matematis.
E. Biografi Spinoza
Bruch de Spinoza lahir di Amsterdam pada tahun 1633, merupakan
keluarga Yahudi yang hijrah dari Portugal ke Belanda. Spinoza adalah sosok yang
cerdas dan teguh pada pendiriannya. Hal tersebut terlihat dengan dikuasainya
berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu filsafat, teologi Yahudi, dan berbagai bahasa
klasik. Spinoza sangat tertarik terhadap filsafat Descartes terutama masalah
logika, dan metode ilmu pasti yang selanjutnya memainkan peranan penting
dalam buah pemikirannya. Pemikiran yang melampaui zamanya merupakan salah
satu ciri dari filsafat Spinoza. Namun hal tersebut yang justru membuat ia
dikeluarkan dari Sinagoge di Amsterdam, karena pemikirannya dianggap tidak
ortodoks. Ia pernah ditawari sebagai pengajar disebuah perguruan tinggi, namun
tawaran tersebut ditolaknya. Hal ini karena Spinoza ingin tetap hidup bebas.
Bebas dalam berpikir dan berwacana. Dia beranggapan bahwa dengan masuk pada
suatau instansi maka secara otomatis Ia akan harus tunduk terhadap aturan dan
etika yang ditetapkan oleh instansi terkait, dan hal tersebut berarti mengungkung
kebebasan pemikirannya. Oleh karenanya, sepanjang hidup Spinoza memperoleh
nafkah dari usaha optika yang ia geluti dan mengajar pelajaran tambahan bagi
anak-anak orang kaya dikotanya. Pada tahun 1677 Spinoza meninggal dunia di
Den Haag saat berusia 44 tahun.9
Spinoza banyak dipengauhi rasionalisme Descartes dalam pemikiran sosial
dan intelektual pada zamannya, seperti Descartes dia juga ingin menemukan

9
Wayan Kariarta, Filsafat Keutuhanan Menurut Baruch de Spinoza, Vol. 4, Oktober
2020, h. 126-127
10

pegangan yang pasti bagi segala bentuk pengetahuan. Descartes menemukan


konsep dasar pemikirannya adalah Cogito, Spinoza menemukannya pada konsep
subtansi. Menurut Spinoza pikiran mustahil tanpa konsep subtansi. Dan
mendefinisikan sebagai suatu yang ada pada dirinya sendiri dan dipahami
melalui dirinya sendiri.10
F. Rasionalisme dan Mistik
Filsafat Spinoza merupakan ramuan antara rasionalisme dan mistik.
Rasionalisme dan mistik merupakan sebuah paradok dalam kehidupan. Hal-hal
yang dilabeli mistik akan tetap berada dalam dimensi supranatural selama belum
ditemukan penjelasan rasioanal dibaliknya. Pada zaman dahulu masyarakat
menganggap gerhana bulan dan matahari sebagai fenomena mistik. Namun
sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi ternyata penyebab dari
gerhana tersebut adalah karena siklus alam yang dapat dijelaskan secara ilmiah.
Kalau zaman dahulu kemampuan sesorang yang dapat menyembukan suatu
penyakit yang aneh dianggap memiliki kekuatan mistik dan mukzizat, namun kini
dengan majunya ilmu kedokteran, hanya dengan berbekal vaksin maka berbagi
macam penyakit dapat disembuhkan dan dianggap hal yang profan.
Sering terjadi pergeseran pandangan dari mistik menuju rasional, namun
kedua variable ini selalu ada sepanjang zaman. Rasionalisme berpandangan
bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. Akal memperoleh bahan lewat
indra yang kemudian diolah oleh akal menjadi pengetahuan. Rasionalisme
mendasarkan pada metode diskusi, yaitu cara memperoleh kepastian melalui
langkaH-langakh metodis yang bertitik tolak pada hal-hal yang bersifat umum
untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.11
Rene Descartes yang pemikirannya banyak mempengaruhi pemikiran
Spinoza membedakan idea yang ada dalam diri manusia menjadi innate idea dan
adventitious idea. Innate idea adalah adalah idea bawaan yang dibawa manusia
sejak ia lahir. Sedangkan adventitious idea adalah idea-idea yang dihasilkan oleh
pikiran itu sendiri. Kedua idea ini berperan penting dalam mempengaruhi

10
Spinoza. B. 1981 Ethik Stuttgart, Reclam, h. 25
11
Sudadi dan Watra, Dasar-Dasar Filsafat, (Surabaya : Paramita , 2007), h. 67
11

efektifitas dan kapasitas tiap individu ketika memberikan solusi bagi suatu
permasalahan. Mempengaruhi cara pandang dalam melihat kesulitan sebagai suatu
peluang, serta membentuk karakter yang merupakan takdir yang ditulis sendiri
oleh manusia. Mereka yang memiliki ide-ide kreatif dan dalam kacamata
rasionalitas, akan mampu melahirkan berbagai inovasi untuk melewati berbagai
permasalahan.
Kemampuan berpikir kritis dalam berbagai situasi merupakan modal dasar
yang akan membebaskan manusia dari jebakan dogma. Membantu manusia untuk
menyingkirkan berbagai kekaburan konsep yang seringkali mengacaukan
objektifitas sehingga mampu bersikap dengan semestinya. Adapun langkah yang
ditempuh adalah dengan menjelaskan istilah yang dipakai dalam ilmu
pengetahuan, ataupun yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari melalui bahasa
yang mudah dipahami.
Penguasaan terhadap bahasa memiliki peranan penting dalam upaya
menanamkan pengertian. Karena bahasa yang dimiliki manusia merupakan media
eksperimen dalam usaha memahami dan menetapkan arti secara tepat, yang
berujung pada dipahaminya korelasi diantara arti-arti tersebut. Melalui rasionalitas
manusia berusaha berdialog dengan realitas peradaban manusia yang kompleks,
plural dan dinamis. Berusaha menyikapi berbagai fakta sosial-historis dengan
berbagai problem kemasyarakatan yang menyertainya.
Gagasan, pandangan atau pemikiran yang berorientasi pada realitas
seringkali menjebak manusia dalam perilaku pragmatis. Mengelabui manusia
dalam hitung-hitungan antara untung dan rugi, yang berujung pada upaya
memperoleh keuntungan pribadi. Seringkali sekelompok orang mengorbankan
kepentingan masyarakat umum demi memperoleh keuntungan bagi diri dan
kelompoknya. Melalui pola rasionalisme-mistis Spinoza berusaha memberikan
persfektif baru dalam melihat dan menyikapi kehidupan.
Berusaha memecahkan berbagai isu-isu krusial yang mewarnai konteks
kehidupan sosial masyarakat, serta memberikan pemahaman bahwa logika tidak
selamanya benar. Logika yang sering membuat jarak antara aku dan kamu, antara
milikku dan milikmu berusaha dijembatani. Dengan harapan agar manusia dapat
12

tampil menjadi manusia yang bermartabat dan mampu menanggulangi virus-virus


militan yang anti pada kesetaraan dan pluralitas. Spinoza berkeinginan untuk
memunculkan spirit toleransi dan perdamaian (grassroots peacebuilding) ditengah
hiruk pikuk sikap intoleransi dan radikalisme yang sering menginjak-injak hak
asasi manusia. Karena di zaman ia hidup sering kali terjadi pemaksaan untuk
masuk pada suatu agama tertentu. Menurut Spinoza cinta kepada Tuhan adalah
kebahagiaan yang muncul dari kebebasan dan buka dari pemaksaan. Kebebasan
untuk menjalankan keyakina terhadap Tuhan sesuai dengan pilihan masing-
masing merupakan sumber kebahagiaan. Disini Filsafat Sponoza mendapat ciri
religius karena pengetian akan cinta kasih kepada Tuhan, kebebasan dan
kebahagiaan menjadi satu. Sikap semacam ini merupakan bentuk dari liberalisme
religius. Interpretasi rasionalistis memandang Spinoza sebagai bapak liberalisme
religius modern.
Liberalisme dalam pola pikir merupakan salah satu dampak dari
rasionalitas yang berusaha mendayagunakan dan mengembangkan segala potensi
yang ada, agar pengetahuan terus berkembang demi kehidupan yang lebih baik.
Karakter dari rasionalitas adalah progresif-adaktif dalam ruang dan waktu.
Mampu melahirkan orang-orang kreatif dengan inovasi yang spektakuler. Spinoza
menyatakan bahwa ada tiga jenis pengetahuan yaitu: pengetahuan panaca indera,
pengetahuan akal budi dan pengetahuan intuitif. Dari ketiga pengetahuan tersebut
pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang paling sempurna. Orang yang
mancapai pengetahuan ini, melihat segala sesuatu dalam persfektif keabadian (sub
specie aetemitatis). Mereka tidak hanya menilai berdasarkan efektivitas, namun
juga berdasarkan asas kemanusiaan.
Pengetahuan intuitif menjadikan manusia sebagai pemimpin bagi dirinya
sendiri. Para pemimpin adalah mereka yang mampu mengarahkan perjalanan
hidupnya sesuai dengan pandangan ideal yang telah ia tetapkan. Setiap tindakan
yang telah dipilih tidak hanya akan dipertanggung jawabkan didunia ini saja,
namun diakhirat juga akan ditagih pertanggung jawaban terhadap kepemimpinan
yang telah dilaksanakan. Oleh karenanya maka sudah sepantasnyalah setiap
tindakan yang kita laksanakan senantiasa memikirkan dampak yang mungkin
13

muncul dalam jangka panjang, serta menjadikan keseimbangan ekosistem sebagai


tujuan yang harus dipenuhi.
Keyakinan terhadap kekuatan yang berada di alam metafisis (mistik)
merupakan salah satu faktor yang dapat berperan sebagai pengendali sosial. Kaum
teistik harus konsekuen mentransformasikan kebesaran nama Tuhan menjadi
keadilan (God of justice) dalam perjuangan kongkrit menegakkan keadilan sosial
dimuka bumi. Para tokoh-tokoh religius yang dihormati oleh pengikutnya harus
mampu mengajarkan pluralisme dan rasa persaudaraan. Kemampuan mereka
dalam melafalkan atau mengumandangkan ayat-ayat Ketuhanan yang
meneduhkan, harus dijadikan modal dalam menanamkan toleransi ditengah
masyarakat. Menanamkan keyakinan bahwa Tuhan sangat mencintai umatnya
yang sabar, dan mampu hidup harmonis dengan orang lain.
G. Ajaran Etika Dan Kebahagiaan
Secara umum etika dianggap sebagai cabang dari filsafat yang
membicarakan tentang tingkah laku manusia. Perilaku yang dijalankan adalah
perilaku berkesadaran dan mendatangkan kebaikan. Etika juga sering disebut
dengan filsafat tingkah laku, yang selanjutnya berkembang menjadi kesusilaan
dan filsafat moral.12
Nilai-nilai yang terkandung dalam etika merupakan nilai yang telah
melewati berbagai internalisasi dan secara perlahan diterima oleh masyarakat
pendukungnya. Nilai-nilai etis tersebut lambat laun berubah menjadi norma yang
tidak tertulis dan wajib untuk dijalankan. Terdapat sangsi sosial bagi para
pelanggar etika. Baik berupa teguran maupun pengucilan. Secara tidak langsung
etika telah berperan sebagai bentuk pengendalian sosial dalam pergaulan ditengah
masyarakat. Setiap orang harus mengatur tingkah lakunya agar tidak
menyinggung perasaan individu yang lain dan tidak melanggar batas dalam
kehidupan sosial. Tidak ada seorangpun yang boleh bertindak sesuka hati,
memaksakan otoritas terhadap yang lain dan merampok kebebasan individu yang
lain. Semuanya harus berprilaku berdasarkan aturan yang berlaku.

12
Sudadi dan Watra, Dasar-Dasar Filsafat, (Surabaya : Paramita , 2007), h. 68
14

Secara esensial, setiap tindakan pasti akan memiliki efek tersendiri. Tidak
ada tindakan yang tidak saling mempengaruhi. Tiap individu akan menilai
individu yang lain dari tindakannya. Penghargaan yang diberikan bagi individu
yang bersangkutan (status sosial) juga diukur dari tindakan yang ia laksanakan.
Oleh karenanya berhati-hatilah dalam bertindak. Karena tindakan yang
dilaksanakan merupakan cerminan dari karakter seseorang, dan karakter akan
mengantarkan pemiliknya pada keberuntungan ataupun kemalangan.
Spinoza memiliki pandangan yang sederhana namun berfaedah bagi
kehidupan. Pandangannya tentang etika merupakan hasil kontemplasi terhadap
dinamika sosial dizamannya. Ia menyatakan bahwa untuk menjadi bahagia maka
tiap individu harus memegang teguh etika. Karena tujuan dari etika adalah
kebahagiaan. Dengan beretika maka secara otomatis akan mendatangkan
kebahagiaan bagi individu maupun orang disekitar. Kebahagiaan menurut Spinoza
adalah kebebasan. Kebebasan dalam pengertian ini bukanlah kebebasan
bereksfresi, ataupun bebas dari berbagai belenggu materialisme seperti dalam
paham teologi. Kebebasan pada pandangan Spinoza mempunyai arti yang agak
istimewa, dimana kebebasan yang dimaksud adalah suatu bentuk perasaan.
Perasaan yang hanya dapat dicapai melalui pengertian (logika), yang akan mampu
mengendalikan dan membebaskan diri dari semua gerak emosional.13
Kebahagiaan itu adalah kebebasan. Kebebasan yang sejati mengerti
berbagai keperluan, dan mengerti terhadap keperluan akan mampu memerdekakan
diri dari gejolak emosi yang menyesatkan logika. Dari premis-premis yang
disampaikan oleh Spinoza tentang kebebasan, keseluruhannya bertumpu pada pola
pikir yang benar. Melalui pola pikir yang benar akan membantu dalam melihat
permasalahan secara jernih, objektif, dan sesuai konteks yang menyertainya.
Berbagai hal akan bisa dicapai apabila dilaksanakan berdasarkan pola yang
tepat, dan berbagai permasalahan yang pelik tidak akan menjadi semakin kronis
apabila dilandasi pikiran yang benar dalam menghadapinya. Setiap kehendak yang
berladaskan atas pikiran yang benar akan berpotensi mendatangkan kebaikan.

13
Hamersma Herry, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1984), h.
11
15

Sehingga antara kehendak dan kebahagian berjalan berdampingan dan bergandeng


tangan. Semakin besar keinginan seseorang maka akan semakin terasa kecil
rintangan yang menghadang. Hal ini merupakan salah satu hukum alam yang
mengerakaan roda kehidupan.
Kesadaran terhadap perilaku yang baik dan buruk disebut dengan
kesadaran etis. Kesadaran etis membuat manusia memiliki martabat dan dihargai
oleh sesamanya. Didalamnya terkandung kematangan emosional yang menjadi
harta terpendam dalam kesuksesan pergaulan di masyarakat. Semakin cakap
seseorang dalam mengendalikan perilakunya maka akan semakin dihargailah
orang yang bersangkutan oleh lingkungannya. Perilakunya akan dijadikan
pedoman bagi rekan-rekan sejawat dan mampu mengisfirasi berbagai kebaikan.
Kesadaran etis merupakan salah satu ciri dari manusia dewasa.
Manusia dewasa adalah manusia yang mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, pada orang lain, dan dapat hidup dengan individu yang
lain. Mampu mencapai tujua hidup dengan cara-cara yang normatif, serta
memahami kebudayaan yang dimiliki agar dapat berkontribusi bagi masyarakat.
Kedewasaan merupakan efek logis dari kesuksesan dalam menginternalisasikan
ajaran etika kedalam diri. Etika selain sebagai pengejawantahan terhadap norma
yang berlaku, juga sebagai wujud kesediaan untuk ikut serta dalam membangun
keharmonisan.
Orang pertama dan utama yang mesti dihormati oleh mereka yang
memahami ajaran etika adalah orang tuanya sendiri. Orang tua merupakan wujud
kasih sayang yang tulus dan tiada bandingnya di muka bumi. Mereka tidak pernah
hitunghitungan dalam menyayangi anaknya dan siap berjuang dengan gagah
berani demi kebahagiaan orang yang mereka sayangi. Kasih sayang orang tua
terhadap anaknya tetap mekar sepajang hayat. Memiliki prestasi, berkarakter
mulia dan menjadi manusia yang beretika merupakan salah satu bentuk
penghormatan anak terhadap orang. Manusia yang memiliki karakter yang kuat
dan beretika sesungguhnya dibentuk serta dibangun dalam keluarga.
Keluarga merupakan lembaga pertama yang menanamkan displin,
tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri sendiri. Semua nilai positif tersebut
16

ditanamkan kepada anak melalui permodelan (pemberian contoh) oleh orang tua
kepada anaknya. Hal ini menempatkan orang tua sebagai guru bagi anak-anaknya.
Membentuk kepribadian anak agar menjadi unggul dan bermartabat yang
berlandasakan kearifan lokal. Muara dari segala proses internalisasi etika adalah
implementasi dalam masyarakat. Kesuksesan seseorang dalam berinteraksi
ditengah masyarakat lebih banyak disebabkan oleh kecerdasan emosional
(kemampuan bersikap dan memberikan pengahrgaan kepada individu lain),
dibandingkan dengan kecerdasan intelektual. Dalam menjalin relasi dengan
sesama, maka etika selalu dijadikan landasan dari tiap tindakannya. Berbagai
upaya yang senantiasa berlandaskan etika akan selalu berbuah manis dan
mendapat penerimaan.
Disinilah pernyataan Spinoza yang menyatakan etika adalah kebahagiaan
memperlihatkan kebenaranya. Setiap orang akan cenderung lebih mudah
bersimpati dan membuka diri terhadap mereka yang ramah serta mampu
menghargai orang lain. Mereka tidak akan ragu membantu dan membagikan
rahasia terhadap mereka yang menjunjung nilai-nilai luhur dalam beretika. Karena
etika sejatinya identik dengan kejujuran dan kesetiaan. Orang yang diyakini
memiliki etika yang baik, akan dengan mudah mendapatkan kepercayaan dan
merasakan kebahagiaan. Dimanapun mereka berada, mereka akan disambut
dengan hangat dan dijadikan orang-orang dalam lingkaran persahabatan. Tidak
ada hubungan harmonis yang bertahan lama tanpa didasari atas kejujuran,
kesetiaan dan etika didalamnya. Interaksi yang berkualitas adalah interaksi yang
membangun kesetaraan, saling menghargai, saling menghormati dan bertoleransi.
Kesucian dan etika merupakan dua variable yang tidak mungkin
dipisahkan. Etika menopang kesucian dan kesucian memberikan vibrasi positif
bagi perilaku yang berlandaskan etika. Hidup adalah perjalanan yang menawarkan
beraneka ragam pilihan, dengan berorientasi pada etika maka pilihan yang diambil
akan melahirkan kebaikan. Melalui konsep etika yang mendatangkan kebahagiaan
dan menempatkan Tuhan sebagai kekuatan yang memiliki andil didalamnya,
maka pemikiran Sponoza juga sering disebut pola pikir mistik-rasional.
H. Pantheisme Mistik-Rasional
17

Individu yang lahir kedunia merupakan individu yang unik. Memiliki


tedensius tersendiri dan gaya hidup yang berbeda. Ada yang suka berdagang, rajin
berolah raga, gemar memasak, ahli dibidang pertukangan dan beraneka keunikan
lainnya. Ada pula yang sangat terobsesesi dengan kepemilikan materi, sehingga
mereka kecanduan bekerja dalam jam kerja yang panjang dengan mengabaikan
kesehatan. Dari berbagai tendensius yang dimiliki manusia, terdapat pula mereka
yang gemar dengan hal-hal yang bersifat spiritual.
Seperti rajin bersembahyang, melakukan pelayanan bagi sesama, dan taat
melaksanakan disiplin spiritual. Berbagai upaya dijalankan untuk memiliki rasa
dekat dengan Tuhan. Tuhan atau Allah yang sering dibicarakan oleh Spinoza
merupakan sosok yang memegang peranan vital dari alam semesta. Agar dapat
hidup bahagia dan sejahtera secara lahir batin, maka penghayatan terhadap
kemahakuasaan Tuhan merupakan suatu point yang mesti selalu dipupuk.
Penghayatan terhadap Tuhan akan dapat menumbuhkan semangat yang kuat, dan
menjadi bahan bakar dalam mencapai tujuan yang telah dicita-citakan. Berbicara
tentang tentang Tuhan, tentu saja akan berbicara tentang kekuatan transenden dan
juga imanen, abstrak dan real, serta materi dan metafisis.
Dari zaman Yunani kuno sampai pada zaman sekarang terdapat berbagai
pertanyaan tentang eksistensi Tuhan. Bagaimanakah wujud Tuhan, dimana Ia
berada, mengapa Ia menciptakan dunia, adakah waktu sebelum terciptanya alam
semesta, dan berbagai pertanyaan lainnya yang menyangkut hal-hal yang
fundamental. Manusia dengan berbagai keterbatasan yang ia miliki tentu saja
hanya mampu memberikan jawaban yang bersifat tentatif. Karena secara teologi
Tuhan merupakan kekuatan yang sangat rahasia dan susah untuk dipahami.
Apabila Ia mudah untuk dipahami itu berarti Ia bukanlah Tuhan. Disinilah
letak tantangan yang sejati, ketika manusia berusaha untuk melampaui
keterbatasannya agar mampu memahami hal yang tidak terbatas. Pemahaman
tentang Tuhan merupakan pegangan alamiah yang harus dimiliki manusia apabila
ia ingin merasakan kedamaian. Apabila pemahamannya bersifat abstrak maka
secara otomatis manusia akan terjebak dalam ketidak jelasan dan skeptisisme.
18

Spinoza berkeyakinan bahwa Tuhan merupakan sesuatu yang dipikirkan.


Statemen ini bertumpu pada fakta rasional bahwa hanya mereka yang memiliki
pikiranlah yang dapat memaknai eksitensi Tuhan, dan dengan demikian didalam
pikiranlah salah satu tempat bersemayamnya Tuhan. Tuhan bisa berada dimana
saja dan tiada tempat yang tidak dapat Ia jangkau. Kekuatan supranatural
merupakan bagian dari kuasanya sehingga terdapat umatnya yang berusaha
mendekatinya dengan pendekatan mistis. Mistik-rasional merupakan suatu hal
yang harus dipahami melalui pengetahuan intuisi. Manusia harus menjunjung
tinggi pemikiran logis agar tidak dibodoh-bodohi dengan label mistik. Hal-hal
yang bersifat mistik sah-sah saja untuk diyakini sepanjang ia mampu menciptakan
ketertiban dan mendidik manusia menjadi pribadi yang lebih baik. Penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan merupakan sebuah prioritas agar manusia mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Kegelapan yang terdapat dalam diri dapat diatasi dengan memiliki ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan sahabat sejati yang akan menemani
kemanapun kita melangkah. Berbagai permasalahan hidup akan mudah untuk
diatasi apabila memiliki ilmu pengetahuan. Maka sudah sepantasnyalah setiap
individu untuk selalu memupuk diri dengan berbagai pengetahuan. Bagi mereka
yang memiliki ilmu pengetahuan maka ketenangan dan kebijaksanaan akan
menjadi bagain dari hidupnya. Kebijaksanaan bukalah suatu hal yang didapat
karena keturuna, namun ia diusahakan melalui pendidikan dan kontemplasi.14
Melalui kontemplasi terhadap berbagai fenomena alam dan permasalahan
yang dihadapi manusia maka seseorang akan menjadi lebih dewasa. Dengan
kontemplasi maka manusia akan mendapatkan kebijaksanaan yang diajarkan oleh
alam dan memahami konsep pantheisme. Pantheisme merupakan keyakinan
bahwa dimana-mana serba Tuhan atau setiap aspek alam digambarkan dikuasai
oleh Tuhan. Dalam pandangan pantheisme, ihwal ketuhanan termaktub
(immanen) di alam semesta.15

14
Untara, I. M. G. S., & Gunawijaya, I. W. T, Estetika dan Religi Penggunaan Rerajahan
pada Masyarakat Bali. Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu, 2(1), 2020, 41-50.
15
Titib, Teologi Dan SimbolSimbol Dalam Agama Hindu, (Surabaya : Paramita, 2003), h.
31.
19

Pantheisme mistik-rasional merupakan ciri khas dari pemikiran Spinoza.


Mereka yang bertakwa terhadap Tuhan adalah mereka yang mampu menjaga
hubungan harmonis dengan alam. Karena antara Tuhan dengan alam merupakan
satu kesatauan, dan kesatuan ini sebagai satu-satunya substansi. Keberdaan Tuhan
dianggap sebagai aturan kosmos itu sendiri, sehingga hukum-hukum alam
dianggap sebagai kehendak Tuhan. Dalam pantheisme terkandung berbagai asfek
keharmonisan fundamental yang dibutuhkan manusia, seperti cinta kasih,
persaudaraan, toleransi, perdamaian dan sebagainya. Hal ini penting untuk
ditanamkan agar menjauhkan diri dari sikap radikalisme dan intoren yang dapat
menyulut perpecahan.
Dalam pantheisme, kesalehan bukanlah suatu hal yang perlu
dipertontonkan ke khayalak ramai, apalagi dengan sikap pamer dan angkuh.
Kualitas kesalehan tidak diukur dari mahalnya pakaian yang dikenakan atau
mewahnya tempat ibadah. Karena Tuhan sejatinya tidak membutuhkan gedung-
gedung yang megah sebagai tempat memuja-Nya. Sikap toleran yang ringan
tangan dalam melayani sesama merupakan salah satu bentuk kesalehan yang
sesungguhnya, dan hal ini sering kali terlewatkan dari benak para pemeluk agama.
Karena derasnya pusaran materialisame yang mendominasi di zaman ini, tanpa
disadari manusia cenderung menilai berbagai hal dengan ukuran kemewahan.
Disinilah dibutuhkan kedewasaan serta kecerdasan dalam beragama dan
berlogika. Tidak semua hal dapat diperbandingkan dan mempergunakan tolak
ukur yang sama dalam penilaian.
Segala hal yang ada di muka bumi ini memiliki keunikannya tersendiri.
Dan mereka mesti dihargai berdasarkan ukurannya masing-masing. Jika ingin
mengukur kemampuan renang dengan mempertandingkan ikan, monyet, gajah,
rusa dan hewan lainnya adalah suatu hal yang sia-sia. Karena sudah pasti ikan
merupakan makhluk yang paling lihai berenang. Sama halnya memperbandingkan
tingginya pohon kelapa yang sudah tua dengan tingginya pohon pisang yang juga
sudah tua. Karena sudah pasti pohon kelapa akan lebih tinggi dari pohon pisang.
Setiap makhluk memiliki ukurannya masing-masing dan memiliki
kapasitas yang berbeda pula. Alangkah bijaknya apabila mampu menerima
20

perbedaan itu sebagai sebuah keniscayaan. Tiap individu sedapat mungkin


dihargai layaknya manusia lainnya. Tidak ada lagi perilaku rasisme ataupun
intimidasi terhadap kaum minoritas. Kita tidak boleh lagi berfikir sepeti zaman
Monarki, dimana perang dan kekerasan terhadap komunitas yang lemah dianggap
legitimate dan menjadi bagian integral dari kebudayaan manusia. Sejalan dengan
perkembangan peradaban dan semakin meningkatnya kesejahteraan hidup
manusia, maka pengakuan terhadap hak asasi manusia semakin diperjuangkan.
Tidak ada lagi yang namanya perbudakan, imperialisme ataupun penindasan-
peindasan lainnya. Pelayanan terhadap publik dilaksanakan secara terbuka
(transparan), demokratis dan akuntabel. Jika dahulu terdapat ekslusifisme dari
kelompok tertentu yang berkeinginan untuk mendominasi atau memonopoli, tapi
kini telah terjadi perubahan pradigma, dimana berbagai macam entis siap bersatu
mengabdikan dirinya untuk melayani para hamba Tuhan yang membutuhkan
pertolongan. Hal ini merupakan suatu langkah progresif dalam perjuangan moral,
politik dan sosial guna menumpas penyakit kemanusiaan, menegakkan keadilan,
serta mewujudkan kemakmuran masyarakat. Spinoza sebagai seorang pemikir
bebas yang percaya terhadap keberadaan Tuhan memiliki pandangan tersendiri
tentang teologi dan politik (teologico-politicus).
Tractatus teologico-politicus dari Spinoza memiliki peranan penting dalam
sejarah filsafat barat. Menurut Spinoza kitab suci merupakan sabda suci Tuhan
yang tidak sepantasnya dijadikan sebagai pembenaran politik konservatif. Setiap
orang memiliki kebebasan dalam berpolitik, namun berpolitiklah secara
bermartabat. Dalam bidang tindakan, seluruh kekuasaan itu hanya untuk
pemerintah, tetapi dalam bidang berfikir dan berbicara semua anggota masyarakat
memiliki kebebasan penuh. Setiap orang bebasa untuk memberikan opininya
tentang politik dan agama. Hanya saja dia tidak boleh bertindak melawan politik
pemerintah, agar ketenangan (syarat mutlak untuk kebebasan semua anggota
masyarakat) tidak diganggu.16
Berorientasi dari pandangan ini sesungguhnya terdapat upaya untuk
menjaga keseimbangan dalam masyarakat. Bahwasanya kekuasaan eksekutif

16
Hamersma Herry, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 12
21

adalah untuk pemerintah, namun dalam bidang berfikir, berbicara dan beragama
diberikan kebebasan pada masing-masing individu. Setiap individu sedapat
mungkin memanfaatkan kebebasan yang dimiliki dengan cara-cara yang normatif
agar tercipta kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup.
22

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Descartes memiliki fondasi dasar ajaran filsafat yang sangat populer dan
tidak tergoyahkan, yakni tentang ajaran yang menegaskan bahwa kebenaran
tertinggi berada pada akal budi manusia. Menurut Descartes, rasio merupakan
sumber pengetahuan. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang pada
kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal yang terang benderang yang
disebutnya Ideas Claires el Distinctes (pikiran yang terang benderang dan
terpilah-pilah). Spinoza merupakan filsuf dengan pemikiran yang paling modern
di abad ke tujuh belas dan kedelapan belas. Dalam dunia barat, filsafat Spinoza
dianggap sebagai pantheisme mistik-rasional. Pantheisme merupakan keyakinan
bahwa dimana-mana serba Tuhan atau setiap aspek alam digambarkan dikuasai
oleh Tuhan. Dalam pantheisme terkandung berbagai asfek keharmonisan
fundamental yang dibutuhkan manusia, seperti cinta kasih, persaudaraan,
toleransi, perdamaian dan sebagainya. Melalui pola rasionalisme-mistis Spinoza
berusaha memberikan persfektif baru dalam melihat dan menyikapi kehidupan.
Berusaha memecahkan berbagai isu-isu krusial yang mewarnai konteks kehidupan
sosial masyarakat, serta memberikan pemahaman bahwa logika tidak selamanya
benar.
23

DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Yusuf. Pengertian Epistemologi, Logika, Metodologi, Ontologi, dan


Aksiologi. (Jakarta: Program Pascasarjana UI. 2002)
B, Spinoza, Ethik Stuttgart, Reclam,1981
Bertrand, Russell. Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-
Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007).
Hakim Atang, Abdul, dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum; Dari Metologi
sampai Teofilosofi. (Bandung: CV Pustaka Setia 2008).
Herry, Hamersma. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia,
1984)
Kariarta, Wayan. Filsafat Keutuhanan Menurut Baruch de Spinoza, Vol. 4,
Oktober 2020.
Keraf, A. Sonny. Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjauan Filosofis. (Yogyakarta:
Kanisius. 2001)
Lorens, Bagus .Kamus Filsafat. (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama. 2000).
Rosidi, Sakban. The History of Modern Thought; A Brief but Critical Reminder.
(Malang: CISC. 2002).
Sudadi, dan Watra. Dasar-Dasar Filsafat, (Surabaya : Paramita , 2007).
Titib. Teologi Dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, (Surabaya: Paramita,
2003).
Untara, dan Gunawijaya. Estetika dan Religi Penggunaan Rerajahan pada
Masyarakat Bali. Jñānasiddhânta: Jurnal Teologi Hindu, 2(1), 2020.
Zubaedi, dkk. Filsafat Barat; Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi
Sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007).

Anda mungkin juga menyukai