Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Manajemen menurut Drucker adalah organ dari suatu intuisi, baik bisnis, maupun
pelayanan public pada gilirannya adalah organ dari masyarakat yang diadakan untuk
memberikan sumbangan khusus dan menjalankan fungsi-fungsi sosial tertentu.
Semakin berkembang pesatnya kemajuan dunia, maka semakin tinggi pula tingkat
globalisasi. Globalisasi adalah proses mendunia-nya berbagai macam informasi dan yang ada
diseluruh belahan dunia. Salah satu dampak globalisasi adalah semakin tingginya tingkat
intensitas interaksi manusia dari berbagai negara, bangsa, suku, dan bahasa. Anomali
globalisasi adalah di satu sisi kita melihat betapa dunia tampak seperti semakin menjadi satu,
atau yang biasa disebut-sebut sebagai suatu “global village”.
Perbedaan budaya, karakteristik dan unsur budaya hanyalah sebagian kecil dari akibat
globalisasi. Namun bagaimana cara berpikir dan watak yang lebih mendunia yaitu bagaimana
proses manajemen diberbagai Negara. Manajemen sangat penting bagi kemajuan teknologi
dalam perusahaan atau organisasi. Berikut adalah beberapa alasan mengapa perlu
mempelajari manajemen lintas budaya adalah karena Manajemen lintas budaya menyajikan
topik bahasan tentang strategi dan kecakapan khusus tentang seluk beluk perbedaan-
perbedaan budaya untuk menuju sinergi budaya, baik dalam kepentingan bisnis, ekonomi,
politik, maupun kepentingan-kepentingan lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

Manajemen Lintas Budaya (Cross Cultural Management) dalam Corporate Culture pada
era globalisasi saat ini banyak terdapat pada perusahaan atau organisasi internasional. Dalam
budaya perusahaan (Corporate Culture) tidak dipungkiri bahwa ada banyak elemen-elemen
dan juga berbagai macam suku, adat istiadat, agama dan watak. Hal ini tentunya dalam
pengelolaannya perusahaan akan membutuhkan sistem untuk mengatur supaya
profesionalitas tetap terjaga dalam perusahaan. Budaya mempengaruhi perilaku, dimana
budaya ini mendorong kembali manifestasi dari budaya. Hal tersebut kemudian akan menjadi
norma-norma perilaku dan diidentifikasi sebagai bagian dari budaya yang diperlihatkan di
dalam populasi. Manajemen perusahaan bertindak sebagai suatu sarana untuk mentransfer
arti-arti atau nilai-nilai yang secara kultural terdapat di lingkungan eksternal untuk diadopsi
ke dalam organisasi, sehingga komunikasi yang digambarkan di dalam model merupakan
suatu moderator utama dari pengaruh budaya terhadap perilaku.

Budaya mempengaruhi perilaku, di mana budaya itu sendiri mendorong kembali manifestasi
dari budaya. (Peter dan Olson, 1998). Perilaku yang dimiliki oleh seorang individu mungkin
dipandang dan ditiru atau ditolak oleh individu yang lain. Hal tersebut kemudian menjadi
norma-norma perilaku grup dan diidentifikasikan sebagai bagian dari budaya yang
diperlihatkan di dalam populasi. Tindakan-tindakan manajemen bertindak sebagai suatu
sarana untuk mentransfer arti-arti atau nilai-nilai yang secara kultural terdapat di lingkungan
eksternal untuk diadopsi ke dalam organisasi, sehingga komunikasi yang digambarkan di
dalam model merupakan suatu moderator utama dari pengaruh budaya terhadap perilaku.
Kebanyakan riset-riset yang ada juga menyimpulkan pentingnya komunikasi untuk
menyampaikan budaya yang ada di dalam suatu kelompok/grup.

Budaya mempengaruhi perilaku melalui manifestasi-manifestasinya, seperti yang


diungkapkan oleh Hofstede, yaitu: Values, Heroes, Rituals, Symbols. Ini semua merupakan
bentuk-bentuk di mana secara cultural penetapan knowledge disimpan dan diungkapkan.
Karena itu, setiap budaya grup menghadapi manifestasi-manifestasi budaya yang berbeda
pula.”

Manajemen lintas budaya sangat diperluakan dalam suatu kelompok internasional karena
perbedaan latar belakang dari masing–masing komponen dalam kelompok tersebut tentunya
mempengaruhi sifat dan cara kerja dari kelompok tersebut, disinilah peran manajemen
sebagai alat komunikasi sehingga elemen–elemen tersebut dapat saling mengerti satu sama
lain, agar kinerja dari masing–masing elemen itu sendiri dapat maksimal.

Manajemen lintas budaya tidak hanya berperan sebagai komunikator elemen dalam kelompok
itu saja, tetapi manajemen lintas budaya juga membentuk budaya tersendiri didalam
kelompok tersebut. Didalam penyesuaian para elemen dari kelompok lintas budaya tersebut
tentunya ada beberapa hal yang harus dihadapi oleh para elemen kelompok tersebut seperti
yang saya kutip dari “Barna (1983) menerapkan model tahapan Selye (1974) terhadap
sindrom adaptasi yang umum untuk menjelaskan fase dari penyesuaian ekspatriat. Fase-fase
tersebut adalah:
1. Tahapan munculnya pertanda reaksi

Pada tahapan ini, para ekspatriat yang ditempatkan di Host Country mulai menunjukkan
gejala-gejala reaksi terhadap culture shock. Mereka mulai menunjukkan tanggapan terhadap
budaya yang berbeda yang harus mereka adaptasi.

2. Tahapan perlawanan

Selanjutnya, muncul sebuah tindakan-tindakan yang merujuk terhadap sebuah perlawanan


dan konflik diri terhadap kebudayaan yang menyebabkan shock.

3. Tahapan kejenuhan

Ekspatriat yang telah mengalami konflik akan mendapati rasa jenuh dan letih akan budaya
baru yang tidak dapat mereka adaptasi. Rasa letih ini dapat berupa letih fisik dan/atau letih
rohani.

Anggapan Barna bahwa usaha dalam rangka memperpanjang dan menggiatkan aktifasi
fisiologis terhadap karakteristik individu-individu yang mencoba untuk menyesuaikan
lingkungan yang tidak familiar bagi mereka dapat menghasilkan culture-shock.

“Para peserta harus menilai kepentingan relatif dari karakteristik kepribadian yang dianggap
berkontribusi pada kesuksesan ekspatriat itu. Sebuah analisis faktor dari tanggapan
mengidentifikasi lima faktor pengetahuan pekerjaan dan motivasi, keterampilan relasional,
fleksibilitas atau adaptasi, keterbukaan budaya ekstra, dan situasi keluarga. Situasi keluarga
faktor peringkat tertinggi dalam urutan pentingnya, hasil yang menguatkan penelitian lain
pada tugas internasional (hitam et al. 1999). Dalam rdanalysis data mereka, Arthur dan
Bennett (1997) digunakan di Campbell (1990) teori kinerja pekerjaan sebagai kerangka dan
uji coba terhadap empat model alternatif dari kinerja pekerjaan pengalihan internasional.
Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa delapan -faktor menunjukkan solusi
paling cocok untuk data. Faktor-faktor yang berlabel fleksibilitas, situasi keluarga,
manajemen atau administrasi, integritas, usaha, toleransi, lintas -wisata budaya dan
keterbukaan.”

“Sebaliknya, hasil studi oleh Parker dan McEvoy (1993) menunjukkan bahwa penyesuaian
bekerja di luar negeri terutama dipengaruhi oleh variabel organisasi (kompensasi dan peluang
karir), sedangkan penyesuaian kehidupan secara umum terutama adalah fungsi dari faktor
individu, organisasi, dan lingkungan dengan menggunakan data dari 169 ekspatriat. Hitam
dan Gregersen (1991) juga menyelidiki hubungan antara pekerjaan individu, organisasi, dan
non-kerja prediktor dan tiga aspek penyesuaian lintas budaya. Orang dan situasi karakteristik
tampaknya menunjukkan pola hubungan yang kompleks dengan dimensi penyesuaian lintas
budaya. Stahl (1998) mengeksplorasi strategi mengatasi dari 120 ekspatriat jerman yang
ditugaskan ke Jepang dan Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
negara berbeda-beda dalam masalah dan konflik mereka hadir untuk ekspatriat. Setiap kelas
dari situasi stres memerlukan satu set khusus untuk mengatasi kegiatan yang dapat dikaitkan
dengan ciri-ciri kepribadian seperti kebutuhan untuk belajar, extraversion, dan empati,
bagaimanapun, karakteristik kepribadian dari ekspatriat yang sukses di berbagai negara dan
dengan pekerjaan yang berbeda menunjukkan varians kecil suatu menemukan bahwa
mendukung gagasan dari jenis luar negeri umum.” Manajemen lintas budaya dapat membantu
kita memahami bagaimana lingkungan kelompok yang terdiri dari berbagai latarbelakang dan
tentunya dapat menunjang kinerja dari elemen dalam kelompok tersebut.

Definisi Budaya
1. Menurut E.B. Taylor: Budaya yaitu seni dan pengetahuan untuk bermasyarakat.
Pengetahuan yang menghasilkan seni yang kemudian dipakai untuk melancarkan
interaksi dengan masyarakat.
2. Linton: Budaya yaitu pengetahuan warisan dari leluhur. Tidak boleh ada yang
tertinggal dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya oleh generasi berikut Jika tidak
tersalurkan atau terwariskan, maka akan terputus di tengah jalan.
3. Koentjaraningrat: Budaya yaitu gabungan antara ide, tindakan, karya dan rasa. Di
mana kesemuanya berbaur menjadi satu dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
Pengertian ini disampaikan oleh.

Setelah kita mengetahui pendapat para ahli, Manajemen Lintas Budaya adalah ilmu yang
berusaha untuk memahami bagaimana budaya nasional mempengaruhi praktek manajemen,
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan lintas budaya dalam praktek manajemen dan
berbagai konteks organisasi, serta meningkatkan efektivitas dalam manajemen global.
Manajemen lintas budaya perlu dipahami agar masing masing perusahaan diberbagai Negara
dapat memahami dan saling bertukar informasi tentang manajemen di perusahaan di
negaranya tersebut. Cara pemahaman budaya memiliki 3 cara, yaitu :

 mendidik budaya yang baru untuk mengikuti budaya yang lama


 akulturasi ( peleburan 2 budaya menjadi 1 )
 meninggalkan budaya yang lama untuk budaya yang baru.

Setiap budaya memiliki perbedaan dan karakteristiknya masing masing, begitu pula budaya
yang dimiliki oleh manajemen di berbagai Negara. Maka ada 6 langkah untuk menerima
perbedaan yang ada, yaitu dengan cara :

1. Mengkomunikasikan dengan rasa hormat


2. Tidak bersifat menghakimi budaya lain
3. Mempersonalisasikan pengetahuan dan persepsi-persepsi
4. Mempratekan fleksibilitas peran
5. Mendemonstrasikan perhatian timbale balik
6. Dan mentoleransikan kerancuan dalam budaya tersebut
Gegar budaya (Culture Shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
atau jabatan yang diderita orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke
lingkungan yang baru. Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh
kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial.

Misalnya kapan berjabat tangan dan apa yang harus kita katakan bila bertemu dengan orang.
Kapan dan bagaimana kita memberikan tips bagaimana berbelanja, kapan menolak dan
menerima undangan, dan sebagainya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin berbentuk kata-
kata isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, atau norma-norma, kita peroleh sepanjang
perjalanan hidup kita sejak kecil. Bila seseorang memasuki suatu budaya asing, semua atau
hampir semua petunjuk ini lenyap. Ia bagaikan ikan yang keluar dari air. Orang akan
kehilangan pegangan lalu mengalami frustasi dan kecemasan.

Pertama-tama mereka akan menolak lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dan


mengecam lingkungan itu dan menganggap kampung halamannya lebih baik dan terasa
sangat penting. Orang cenderung mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-
teman setanah air, kumpulan yang sering menjadi sumber tuduhan-tuduhan emosional yang
disebut streotip dengan cara negatif (Mulyana, 2006).

Aspek Positif dan Negatif Gaya Manajemen Barat dan Timur


Dari berbagai pengertian dan batasan manajemen di atas, dalam tulisan ini pembahasannya
dibatasi faktor manusia sebagai unsur utama manajemen dan berbagai perilakunya dalam
oraganisasi atau kelompok serta pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Hasil rumusan
kelompok IV seminar Konsep Manajemen Indonesia yang berlangsung dari tanggal 3-5 juli
1979 di Jakarta berhasil menyimpulkan aspek positif dan negatif dari gaya manajemen antara
negara barat (yang diwakili oleh Amerika Serikat dan Eropa Barat) dengan negara dari dunia
timur (yang diwakili Jepang dan Cina).
Adapun aspek positif dan negatif tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Manajemen Barat : Tekanan pada Amerika Serikan dan Eropa Barat
Aspek Positif :
         Efisien;
         Disiplin;
         Sadar akan waktu dan;
         Penghormatan terhadap inisiatif individu;
Aspek Negatif :
         Manusia diperlakukan seperti mesin, dan;
         Masyarakatnya yang konsumtif.
2.      Manajemen Jepang
Aspek Positif :
         Solidaritas terhadap kelompok (perusahaan) yang tinggi;
         Dedikasi;
         Kesetiaan;
         Disiplin diri;
         Nasionalisme yang tinggi, dan;
         Penghormatan terhadap yang lebih senior.
Aspek Negatif :
         Opportunities;
         Binatang ekonomi;
         Sangat tertutup, dan;
         Agak angkuh.
3.      Manajemen Cina
Aspek Positif :
         Memegang teguh janji;
         Ulet;
         Tekun;
         Hormat, dan;
         Solidaritas kelompok (suku).
Aspek Negatif :
         Kikir;
         Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan;
         Tertutup, dan
         Terlalu materialistis.

Anda mungkin juga menyukai